Jumat, 06 Desember 2024

kemiskinan

  


Kemiskinan merupakan fenomena yang terjadi hampir 

di seluruh negara sedang berkembang. Kemiskinan muncul 

sebab  ketidakmampuan sebagian masyarakat untuk 

menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang 

dianggap manusiawi. Kondisi ini memicu  menurunnya 

kualitas sumber daya manusia sehingga produktivitas dan 

pendapatan yang diperolehnya rendah. Lingkaran 

kemiskinan terus terjadi, sebab  dengan penghasilan 

yang rendah tidak mampu mengakses darana pendidikan, 

kesehatan, dan nutrisi secara baik sehingga memicu  

kualitas sumberdaya manusia dari aspek intelektual dan 

fisik rendah, berakibat produktivitas juga rendah. 

Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan sejak 

kemerdekaan secara signifikan telah berhasil mengurangi 

jumlah dan proporsi warga  miskin di negara kita . Namun 

terpaan krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis 

ekonomi memicu  keterpurukan ekonomi yang kembali 

mencuatkan jumlah dan proporsi warga  miskin hampir 

setengah dari warga  negara kita . Apapun pemicu nya 

persoalan kemiskinan tetap menjadi masalah besar yang 

perlu mendapat perhatian dan tindakan konkrit melalui 

pelaksanaan program-program baik yang bersifat 

penyelamatan, pemberdayaan maupun fasilitatif. 

Masalah besar yang dihadapi negara sedang 

berkembang adalah kemiskinan. Tidak meratanya 

distribusi pendapatan memicu terjadinya ketimpangan 

pendapatan yang merupakan awal dari munculnya 

masalah kemiskinan. Membiarkan masalah tersebut 

berlarut-larut akan semakin memperkeruh keadaan, dan 

tidak jarang dapat menimbulkan konsekuensi negatif 

terhadap kondisi sosial dan politik.   

Masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan 

tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang, 

namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari 

permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada 

proporsi atau besar kecilnya tingkat kesenjangan dan 

angka kemiskinan yang terjadi, serta tingkat 

kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas 

wilayah dan jumlah warga  suatu negara. Semakin 

besar angka kemiskinan, semakin tinggi pula tingkat 

kesulitan mengatasinya. Negara maju menunjukkan 

tingkat kesenjangan pendapatan dan angka kemiskinan 

yang relatif kecil dibanding negara sedang 

berkembang dan untuk mengatasinya tidak terlalu 

sulit mengingat GDP dan GNP mereka relatif tinggi. 

Walaupun demikian, masalah ini bukan hanya menjadi 

masalah internal suatu negara, namun telah menjadi 

permasalahan bagi dunia internasional, tidak 

terkecuali Negara negara kita .   

Kesalahan pengambilan kebijakan dalam 

pemanfaatan bantuan dan atau pinjaman tersebut, 

justru dapat berdampak buruk bagi struktur sosial 

dan perekonomian negara bersangkutan.   

Demikianlah adanya arus perputaran perekonomian 

dari saat kesaat di dalam sebuah perekonomian 

swasta. Namun, corak arus itu untuk perekonomian 

dimana pemerintah ikut di dalamnya sehingga bukan 

perekonomian swasta lagi tidaklah akan menyimpang 

dari prinsip itu, mengingat pemerintah merupakan 

unsur pengatur dan penyeimbang perekonomian secara 

keseluruhan. 

1. Kemiskinan 

Kesenjangan ekonomi atau ketimpangan antara 

kelompok masyarakat berpendapatan tinggi dan 

kelompok masyarakat berpenghasilan rendah  serta 

tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang berada 

di bawah garis kemiskinan merupakan dua masalah 

besar dibanyak negara berkembang, tidak 

terkecuali  

negara kita .  

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi 

ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar 

seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, 

pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat 

disebabkan oleh kelangkaan alat  

pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses 

terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan 

merupakan masalah global. Sebagian orang memahami 

istilah ini secara subyektif dan komparatif, 

sementara yang lainnya melihatnya 

dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya 

lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah 

mapan. 

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. 

Pemahaman utamanya meliputi: Pertama, gambaran 

kekurangan materi, yang biasanya mencakup 

kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, 

dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti 

ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-

barang dan pelayanan dasar.  

Kedua, gambaran tentang kebutuhan sosial, 

termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan 

ketidakmampuan untuk  berpartisipasi dalam 

masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan 

informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan 

dari kemiskinan, sebab  hal ini mencakup masalah- 

masalah politik dan moral, dan tidak  dibatasi 

pada bidang ekonomi. Ketiga, gambaran tentang 

kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. 

Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda 

melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di 

seluruh dunia. 

Bebarapa pemicu  kemiskinan diantaranya : 

a. pemicu  individual, atau patologis, yang 

melihat kemiskinan sebagai akibat dari 

perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si 

miskin. Namun lebih tepatnya terletak  pada 

perbedaan kualitas sumber daya manusia dan 

perbedaan akses modal.  

b. pemicu  keluarga, yang menghubungkan 

kemiskinan dengan pendidikan keluarga.  

c. pemicu  sub-budaya (subcultural), yang 

menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan 

sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam 

lingkungan sekitar;  

d. pemicu  agensi, yang melihat kemiskinan 

sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk 

perang, pemerintah, dan ekonomi. sebab  ciri 

dan keadaan masyarakat dalam suatu daerah 

sangat beragam (berbeda) ditambah dengan 

kemajuan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang 

masih rendah.   

e. pemicu  struktural, yang memberikan alasan 

bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur 

social dan kebijakan pemerintah. Kebijakan 

dalam negeri seringkali dipengaruhi oleh 

kebijakan luar negeri atau internasional antara 

lain dari segi pendanaan.  Dan yang paling 

penting adalah  Ketidakmerataannya Distribusi 

Pendapatan  yang dilaksanakan oleh pemerintah. 

 

2. Ragam pemikiran tentang kemiskinan 

Kemiskinan seperti diungkapkan oleh Suparlan 

(1994), dinyatakan sebagai suatu keadaan 

kekurangan harta  atau benda berharga yang 

diderita oleh seseorang atau sekelompok orang. 

Akibat dari kekurangan harta atau benda tersebut 

maka seseorang atau sekelompok orang itu merasa 

kurang mampu membiayai kebutuhan-kebutuhan 

hidupnya sebagaimana layaknya. Kekurang mampuan 

tersebut mungkin hanya pada tingkat kebutuhan-

kebutuhan budaya (adat, upacara-upacara, moral dan 

etika), atau pada tingkat pemenuhan kebutuhan-

kebutuhan sosial (pendidikan, berkomunikasi dan 

berinteraksi dengan sesama) atau pada tingkat 

pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang mendasar 

(makan-minum, berpakaian, bertempat tinggal 

ataurumah, kesehatan dan sebagainya). 

Kemiskinan, 

dengan demikian terserap ke dalam dan mempengaruhi 

hamper keseluruhan aspek-aspek kehidupan manusia. 

Kemiskinan yang diderita oleh sekelompok orang 

bahkan sebuah masyarakat, menghasilkan suatu 

keadaan dimana warga masyarakat yang bersangkutan 

merasa tidak miskin bila berada dan hidup diantara 

sesamanya. sebab  berbagai kegiatan yang dilakukan 

dalam kehidupan para warga kelompok tersebut 

dirasakan sebagai suatu hal yang biasa (sebagai 

fenomena biasa dalam kehidupan keseharian mereka). 

Pada kondisi seperti itu tidak ada yang diacu 

untuk pamer, sehingga diantara mereka tidak ada 

perasaan saling berbeda, yang dapat menimbulkan 

perasaan malu. Dalam keadaan demikian, maka 

kemiskinan terwujud dalam berbagai cara-cara 

mereka memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka untuk 

dapat hidup. 

Di kalangan masyarakat/kelompok yang berada 

dalam kondisi miskin seperti itu, berkembang suatu 

pedoman bagi kehidupan mereka yang diyakini 

kebenaran dan kegunaannya yang dilandasi oleh 

kemiskinan yang mereka derita bersama. Pedoman 

atau kiat-kiat untuk menghadapi fenomena miskin 

seperti itu kemudian melahirkan model-model 

adaptasi mereka menghadapi kemiskinan. 

Pada era gencarnya prmbangunan di tahun 1970-

1980, sebuah seminar ilmiah yang diadakan oleh 

Himpunan negara kita  Untuk Pengembangan Ilmu-ilmu 

Sosial (HIPIS), diadakan di Malang tanggal 13-17 

November 1979, dengan tema dan hasil yang 

monumental sampai saat ini, yaitu ‘Kemiskinan 

Struktural’ (Soemardjan, 1980), dimana dalam 

pendapatnya dinyatakan bahwa kemiskinan struktural 

tidak menunjuk pada individual yang miskin sebab  

malas bekerja atau tidak mendapatkan penghasilan, 

tetapi lebih banyak sebab  struktur sosial 

masyarakat yang ada telah membatasi hak-hak mereka 

untuk mendapatkan / menggunakan sumber-sumber 

pendapatan yang tersedia untuk mereka. 

Pada kondisi seperti itu kelompok masyarakat 

yang berada pada kondisi seperti itu pada umumnya 

memiliki kesadaran akan nasibnya yang berbeda 

dengan kelompok/golongan lainnya. Dalam kelompok 

miskin secara struktur ini, masih menurut 

Soemardjan, ada para petani yang tidak bertanah 

atau mempunyai garapan yang sangat kecil, sehingga 

tidak mencukupi untuk pemenuhan hidupnya. Juga 

golongan mereka yang tidak terdidik dan terlatih 

yang disebut ‘unskilled labores’ yang terhambat 

untuk memasuki pasar kerja, golongan miskin itu 

juga meliputi para pengusaha tanpa modal dan tanpa 

fasilitas dari pemerintah, atau golongan ekonomi 

lemah. 

Pembicaraan tentang kemiskinan warga  

perkotaan, diungkap oleh Gavin Jones  yang menyatakan bahwa sebagai 

akibat dari migrasi warga  pedesaan ke kota 

(khususnya kota-kota di Jawa), telah menambah 

jumlah warga  miskin yang ada sebab  dua hal 

yaitu : sebab  penambahan secara alamiah (lebih 

banyak kelahiran dari pada kematian); dan sebab  

adanya migrasi orang desa ke kota yang  terus 

bertambah (untuk mencari pekerjaan). Gavin Jones 

bahkan berteori bahwa bagaimanapun orang-orang 

desa yang bermigrasi membandingkan bahwa ada 

peluang atau kesempatan kerja yang lebih besar dan 

lebih panjang dikota, walau harus tinggal 

diperkampungan. 

Apa yang dinyatakan Gavin Jones, sebenarnya 

ditunjang oleh temuan dua peneliti lainnya. 

Peneliti pertama, Graeme Hugo (1986) yang 

memfokuskan migrasi sirkuler warga  sekitaran 

Jakarta antara lain warga  kabupaten yang 

berdekatan dengan Jakarta, seperti Tangerang, 

Bogor, Depok dan Bekasi. Perkembangan industri dan 

pembangunan kota di Jakarta sangat menarik minat 

para warga  di desa-desa kabupaten tadi untuk 

pindah dan menetap di Jakarta. Dan secara umum 

para migrant dalam teori yang dikemukakan oleh 

Graeme Hugo, besarnya angka/jumlah migrant sangat 

tergantung pada jarak daerah asal dan kota tujuan, 

sarana transportasi yang tersedia, dan kondisi 

perkembangan kota tujuan. Sehingga ia kemudian 

mengklasifikasi model migrasi ke kota yang ada 

yaitu : ‘pindah, merantau, dan pulang balik’. 

Temuan kedua merupakan penguatan teori Graeme 

Hugo yang dilakukan Lea  Jellinek (1986), dalam 

tulisannya ‘sistem pondok dan migrasi sirkuler’, 

khususnya pada migran warga  desa ke kota 

Jakarta. Jellinek menganalogikan ‘pondok’ sebagai 

sebuah rumah sederhana tempat menginap di 

pedesaan. Di Jakarta para migrant mengartikan dan 

memfungsikan ‘pondok’ bukan saja sebagai tempat 

menginap, tetapi juga menjadi tempat usaha dan 

kegiatan kehidupan lainnya. sebab  itu dalam 

temuan penelitiannya, ratusan pondok-pondok yang 

tersebar di seluruh kota menjadi berbagai 

pangkalan, tempat usaha kecil berjalan, dan ada 

ribuan pengusaha  dengan modal kecil hidup 

(umumnya para migrant sirkuler) dalam ‘sistem 

pondok’ dengan sistem ‘tauke’ yang terstruktur dan 

kuat. Pondok juga menampung pendatang baru dari 

desa-desa yang sama, dan menyediakan lapangan 

kerja sehingga selalu menarik minat bagi 

berlangsungnya proses ‘migran sirkuler’. 

3. Upaya pemerintah dakam mengurangi kemiskinan 

Dalam sisitem kapitalistik yang berlaku di 

negara kita , penetapan pajak pendapatan/penghasilan  

merupakan solusi untuk mengurangi terjadinya 

ketimpangan. Dengan mengurangi pendapatan 

warga  yang pendapatannya tinggi,  sebaliknya 

subsidi akan membantu warga  yang pendapatannya 

rendah, asalkan tidak salah sasaran dalam 

pemberiannya. Pajak yang telah dipungut apalagi 

menggunakan sistem tarif progresif (semakin 

tinggi pendapatan, semakin tinggi prosentase 

tarifnya), oleh pemerintah digunakan untuk 

membiayai roda pemerintahan, subsidi dan proyek 

pembangunan. Namun kenyataanya tidaklah demikian. 

Pajak tidak hanya dibebankan pada orang kaya 

tetapi semua komponen masyarakat tanpa pandang 

kaya atau miskin semua dikenai pajak. Inilah yang 

memicu  permasalahan kemiskinan tak kunjung 

selesai.  

Seperti inilah sistem atau cara pengenaan 

pajak kepada para wajib pajak yang terjadi dalam 

sistem kapitalis di negara kita  saat ini;  

1. Pajak progresif (progressive tax)  

Yaitu pajak yang dikenakan semakin berat 

kepada mereka yang berpendapatan semakin 

tinggi. Contoh : pajak pendapatan, pajak rumah 

tangga dan sebagainya  

2. Pajak degresif (degressive tax)  

Yaitu pajak yang dikenakan semakin berat 

kepada mereka yang pendapatannya semakin kecil. 

Contoh : pajak penjualan, pajak tontonan dan 

sebagainya. 

3. Pajak proposional (proposional tax)  

Yaitu pajak yang dikenakan berdasarkan 

pembebanan (persentase) yang sama terhadap 

semua tingkat pendapatan.    

Secara lebih rinci langkah-langkah yang 

dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah 

kemiskinan adalah sebagai berikut : 

a. Pembangunan Sektor Pertanian   

Sektor pertanian memiliki peranan penting 

di dalam pembangunan sebab  sektor tersebut 

memberikan kontribusi yang sangat besar bagi 

pendapatan masayrakat dipedesaan berarti akan 

mengurangi jumlah masyarakat miskin. Terutama 

sekali teknologi disektor pertanian.  

Menyoroti potensi pesatnya pertumbuhan 

dalam sektor pertanian yang dibuka dengan 

kemajuan teknologi sehingga menjadi  leading 

sector (rural – led development)  proses ini 

akan mendukung pertumbuhan seimbang dengan 

syarat, kemampuan mencapai tingkat pertumbuhan 

output pertanian yang tinggi serta dengan 

menciptakan pola permintaan yang kondusif pada 

pertumbuhan. 

b. Pembangunan Sumber Daya manusia   

Sumberdaya manusia merupakan investasi 

insani yang memerlukan biaya yang cukup besar, 

diperlukan untuk mengurangi kemiskinan dan 

meningkatkan kesejahteraan masyrakat secara 

umum, maka dari itu peningkatan lembaga  

pendidikan, kesehatan dan gizi merupakan langka 

yang baik untuk diterapkan oleh pemerintah.  

Bila dikaitkan pada sektor pertanian, akan 

lebih berkembang jika kebijakan pemerintah bisa 

menitikberatkan pada transfer sumber daya dari 

pertanian ke industri melalui mekanisme pasar. 

c. Redistribusi Pendapatan secara lebih baik  

Negara akan ikut bertanggungjawab terhadap 

mekanisme distribusi dengan mengedepankan 

kepentingan umum daripada kepentingan kelompok, 

atau golongan lebih-lebih kepentingan 

perorangan. Dengan demikian, sektor publik yang 

digunakan untuk kemaslahatan umat jangan sampai 

jatuh ke tangan orang yang mempunyai visi 

kepentingan kelompok, golongan dan kepentingan 

pribadi.  

d. Pembangunan Infrastruktur  

Negara akan menyediakan fasilitas-

fasilitas publik yang berhubungan dengan 

masalah optimalisasi distribusi pendapatan. 

Seperti sekolah, rumah sakit, lapangan kerja, 

perumahan, jalan, jembatan dan lain sebagainya.  

Namun terdapat 5 (lima) permasalahan dalam 

pengentasan kemiskinan yaitu :  

1. Lemahnya instusi pengelola program 

pengentasan kemiskinan  

2. Kebijakan penggunaan data basis keluarga 

miskin belum secara operasional dipergunakan 

sebagai intervensi program pengentasan 

kemiskinan  

3. Belum ada mekanisme dan sistem pencatatan 

dan  pelaporan program pengentasan 

kemiskinan  

4. Dukungan anggaran operasional pengentasan 

kemiskinan yang masih terbatas  

  Harus ada sinergisitas antara program 

pengentasan kemiskinan yang diprogramkan oleh 

pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi dan 

pemerintah kabupaten/kota. Selama ini program 

pengentasan kemiskinan oleh pemerintah pusat 

tidak maksimal diterapkan oleh pemerintah 

provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, sebab  

tidak disiapkannya infrastruktur pendukung 

untuk program tersebut. 

4. Alternatif solusi mengatasi kemiskinan di 

negara kita  

Program pemerintah yang dijalankan saat ini 

dinilai sudah baik secara konsep. Namun belum 

bisa dinilai secara menyeluruh sebab  hanya 

sebagian kecil saja yang terealisasi. Sementara 

kemiskinan juga masih dan semakin menjamur. 

Memang, tidak bisa disinggung lagi bahwa solusi 

kehidupan secara menyeluruh dan sempurna termasuk  

permasalahan kemisikinan, hanyalah kembali pada  

aturan-aturan sang pembuat kehidupan yakni Allah 

SWT. Islam memberikan solusi  yang selalu tepat. 

Tidak hanya secara konsep, tetapi juga dalam 

prakteknya sudah terbukti memberikan hasil yang 

gemilang terutama dalam mensejahterahkan 

rakyatnya.  

Inti pemicu  kemiskinan di negara kita  dari 

dulu hingga kini adalah pemicu  struktural.  

Ketidakmerataannya distribusi pendapatan yang 

dilakukan pemerintah secara struktural yang 

memicu  kemiskinan ini terjadi berangsur-

angsur. 

Program Islam untuk redistribusi kekayaan 

terdiri dari tiga bagian. Pertama, sebagaimana 

dibahas sebelumnya, ajaran Islam mengarahkan 

untuk memberikan pembelajaran atau pemberdayaan 

kepada para penganggur untuk bisa mendapatkan 

pekerjaan yang bisa memberi penghidupan bagi 

mereka,serta untuk memberikan upah yang adil bagi 

orang-orang yang sudah bekerja. Kedua, ajaran 

Islam menekankan pembayaran zakat untuk 

redistribusi pendapatan dari orang kaya kepada 

orang miskin yang sebab  ketidakmampuan atau 

cacat (secara fisik atau mental, atau faktor 

eksternal yang diluar kemampuan mereka, misalnya 

pengangguran), tak mampu untuk memperoleh 

kehidupan standar yang terhormat dengan tangan 

mereka sendiri. Ketiga, pembagian harta warisan 

dari orang yang telah meninggal kepada beberapa 

orang sesuai aturan Islam sehingga menguatkankan 

dan mempercepat distribusi kekayaan dalam 

masyarakat.  

Konsep Islam tentang keadilan distribusi 

kekayaan, juga konsep keadilan ekonomi tidak 

mengharuskan semua orang mendapat upah dalam 

jumlah yang sama tanpa memperdulikan 

kontribusinya bagi masyarakat. Islam mentoleransi 

adanya perbedaan dalam pendapatan sebab  setiap 

orang memiliki karakter, kemampuan dan pelayanan 

kepada masyarakat yang sama. Namun perlu dicatat 

bahwa jaminan terhadap standar hidup yang 

manusiawi bagi semua anggota masyarakat melalui 

pengaturan zakat. 

Pada kenyataannya, apabila ajaran Islam 

mengenai halal dan haram dalam memperoleh 

kekayaan diikuti, prinsip keadilan bagi pekerja 

dan konsumen diterapkan, pengawasan terhadap 

redistribusi pendapatan dan kekayaan serta hukum 

Islam tentang harta waris ditegakkan, maka tidak 

akan terdapat ketidakadilan dalam pendapatan dan 

kekayaan dalam masyarakat Muslim.  

Di sini letak perbedaan sistem ekonomi 

syariah dan konvensional. Sistem ekonomi syariah 

tidak bertujuan mengumpulkan harta sebanyak-

banyaknya. Tapi, bagaimana kehidupan lebih baik 

bisa dicapai bersama tanpa memandang suku ataupun 

RAS. Ekonomi syariah mempunyai prinsip sinergi 

(ta'awun). Prinsip ini memungkinkan orang yang 

lebih dulu sukses itu membantu sesamanya. Kerja 

sama ini memungkinkan umat Islam maju.  

Selain itu, ekonomi syariah  memiliki sistem 

bagi hasil. Sistem ini memungkinkan kerugian dan 

keuntungan ditanggung pemodal dan peminjam. 

Besarnya tanggungan diatur dalam akad yang sudah 

disetujui bersama. 

Sistem bagi hasil  misalnya  bank sebagai 

pemodal tidak hanya menagih pinjaman modal. Pihak 

bank juga harus membantu peminjam dalam memajukan 

usahanya. Sebaliknya pihak peminjam juga harus 

bekerja keras memajukan usahanya supaya bisa 

cepat mengembalikan pinjaman.  

Oleh sebab  itu ekonomi syariah dinilai cocok 

untuk program pengentasan kemiskinan. Hal ini 

sebab  masyarakat miskin tidak dipandang sebagai 

pihak yang malas. Namun, pihak yang tidak 

mendapat akses untuk kehidupan yang lebih baik. 

Kemiskinan berawal dari faktor ketimpangan dan 

ketidakadilan sosial yang menjadi sebab utama 

keluarnya bangsa negara kita  dari falsafah pancasila. 

Esensi dari falsafah pancasila telah disalahgunakan. 

Kita bisa lihat seperti kepercayaan kepada Tuhan 

YME, yang  diharuskan oleh agama telah berubah 

menjadi sumber konflik di tengah tengah kehidupan 

masyarakat. Lalu nilai-nilai kemanusiaan, persatuan 

dan kerakyatan, sudah jauh dilanggar oleh bangsa 

ini, yang mengakibatkan keadilan sosial menjadi jauh 

dari kenyataan. Fenomena tersebut dapat dilihat dari 

aktifitas sehari-hari yang terjadi di lingkungan 

kita antara lain, menjamurnya pasar-pasar modern 

(mall, swalayan dll) yang membuat tergusurnya pasar 

tradisional sebagai tempat dan sumber penghidupan 

masyarakat kecil.   

Pemberdayaan ekonomi rakyat menjadi suatu upaya 

yang mutlak harus dilakukan. Kemampuan “tahan 

banting” terhadap krisis telah terbukti. Mengingat 

relatif sulitnya mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi 

yang diharapkan dari investasi usaha-usaha besar 

maka pemerintah daerah diharapkan untuk lebih 

memberdayakan ekonomi rakyat yang merupakan potensi 

yang tersembunyi termasuk di dalamnya UKM dan sektor 

informal untuk mengatasi masalah pengangguran dan 

kemiskinan. Sektor ekonomi rakyat telah terbukti 

mampu bertahan di saat krisis, oleh sebab  itu 

pemerintah jangan menganggap remeh akan keberadaan 

sektor ekonomi rakyat, tapi justru harus 

diberdayakan sebagai salah satu penyangga 

perekonomian nasional.  

sebab  semua konsep atau solusi yang ada dalam 

Islam bersumber dari Dzat Yang Maha Kuasa atas 

segala-galanya. Hanya Allah SWT yang mampu 

memberikan solusi terbaik bagi kemaslahatan makhluk-

Nya, yakni manusia sebagai pemimpin yang mampu 

menegakkan prinsip syari’ah secara kaffah. 

  kemiskinan merupakan kondisi dimana 

seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak-

hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan 

kehidupan yang bermartabat. Konsep yang dipakai BPS dan juga 

beberapa negara lain adalah kemampuan memenuhi kebutuhan 

dasar (basic needs approach), sehingga kemiskinan merupakan 

kondisi ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi 

kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan (diukur dari sisi 

pengeluaran). 

Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata 

pengeluaran per kapita perbulan di bawah Garis Kemiskinan (GK), 

yang diperoleh dari hasil survei (sampel). Angka kemiskinan yang 

dirilis BPS merupakan data makro dan merupakan hasil Susenas 

(Survey Sosial Ekonomi Nasional) yang menunjukkan persentase 

penduduk miskin terhadap jumlah penduduk dalam suatu 

wilayah. 

2.  Garis Kemiskinan 

Garis Kemiskinan merupakan representasi dari rupiah yang 

diperlukan atau harga yang dibayarkan agar penduduk dapat 

hidup layak secara minimum yang mencakup pemenuhan 

kebutuhan minimum makanan (setara dengan 2.100 kilokalori per 

kapita per hari) dan non makanan essential.  

Garis Kemiskinan yang digunakan oleh BPS terdiri dari dua 

komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) yang terdiri 

atas 52 jenis komoditi dan Garis Kemiskinan Non 

Makanan (GKNM) yang terdiri dari 51 jenis komoditi untuk 

perkotaan, dan 47 jenis komoditi untuk perdesaan. Garis 

Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari GKM dan GKNM. 

Garis Kemiskinan bersifat periodik dan meningkat tiap tahunnya, 

sebagaimana gambar berikut: 


Perkembangan Garis Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah 

Garis Kemiskinan Jawa Tengah periode September 2018 

sebesar Rp. 357.600,- per kapita per bulan, meningkat 5,54% 

dibandingkan dengan September 2017 yang mencapai 

Rp.338.815,- perkapita perbulan. 

B. Data – data Kemiskinan  

Data terkait kemiskinan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) 

kelompok, yaitu data makro dan data mikro yang resmi diterbitkan 

secara berkala oleh BPS. 

1. Data Makro 

Data makro kemiskinan merupakan data yang diperoleh 

melalui mekanisme survey (sampel), bersifat kualitatif, memberikan 

gambaran umum dan profil suatu daerah, sebagai bahan analisis 

untuk pengambilan kebijakan makro penanggulangan kemiskinan, 

dan tidak dapat menampilkan secara by name by address. Contoh 

data makro adalah data kemiskinan Nasional dan Provinsi yang 

diterbitkan 2 kali setahun (periode Maret dan September) dan 1 kali 

setahun periode Maret untuk kabupaten/kota dalam Berita Resmi 

Statistik BPS. 

2. Data Mikro 

Data mikro kemiskinan merupakan data yang diperoleh 

melalui mekanisme sensus (bersifat menyeluruh), bersifat 

kuantitatif, dapat memberikan informasi detail, dan dapat 

dipergunakan sebagai intervensi program/kegiatan secara by name 

by address. Contoh data mikro adalah data Pendataan Program 

Perlindungan Sosial (PPLS) diterbitkan secara periodik 3 tahun 

sekali oleh BPS. Contoh lainnya adalah Data Terpadu Penanganan 

Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu (DT PFM OTM) yang 

merupakan hasil pemutakhiran Basis Data Terpadu (BDT) yang 

diterbitkan 2 kali dalam setahun oleh Kementerian Sosial. Data 

Mikro digunakan untuk intervensi program/kegiatan 

penanggulangan kemiskinan.  

Data Terpadu PFM OTM adalah sistem data elektronik yang 

memuat informasi sosial, ekonomi, dan demografi  serta 

karakteristik  sekitar 40% rumah tangga dengan status 

kesejahteraan terendah yang ditetapkan oleh Kementerian Sosial. 

Data Terpadu PFM OTM digunakan untuk memperbaiki kualitas 

penetapan sasaran program-program perlindungan sosial, serta 

membantu perencanaan program, memperbaiki penggunaan 

anggaran, dan sumber daya program perlindungan sosial. Data 

Terpadu PFM OTM merupakan basis data mikro untuk 

penanggulangan kemiskinan berdasarkan Basis Data Terpadu 

Tahun 2015, yang telah dimutakhirkan Tahun 2018. 

C. Strategi Penanggulangan Kemiskinan 

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang 

Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, strategi penanggulangan 

kemiskinan dilakukan melalui : 

1. Mengurangi Beban Pengeluaran Masyarakat Miskin 

Dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan dasar (basic life acsess) 

yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, air bersih.  

2. Meningkatkan Kemampuan dan Pendapatan Penduduk Miskin.  

a) Dilakukan melalui pola pelatihan/keterampilan kewirausahaan 

pemula (start up) dan bantuan modal awal; 

b) Untuk menentukan penerima manfaat program/kegiatan agar 

memperhatikan kriteria yang terdapat pada data BDT 2018, 

antara  lain : 1) Status kepemilikan usaha di suatu rumah 

tangga; 2) Akses terhadap KUR; 3) Kepemilikan lahan; 4) 

Kepemilikan asset bergerak; 5) Kepemilikan ternak; 6) Status 

pendidikan tertinggi. 

 

3. Mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro           

dan  Kecil 

Dilakukan melalui program/kegiatan terkait fasilitasi 

pengembangan kewirausahaan, fasilitasi akses modal/kredit 

bersubsidi (jamkrida/ KUR/Mitra 25), pemberdayaan dan  

pendampingan berkelanjutan, sertifikasi produk/HAKI, serta 

menjaga stabilisasi iklim usaha dan fasilitasi pemasaran. 

4. Mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan 

kemiskinan. 

Dilakukan melalui sinergitas dokumen perencanaan sampai 

dengan monitoring dan evaluasinya, serta pengembangan 

kemitraan dengan melibatkan perguruan tinggi dengan             

KKN Tematik, TJSLP/CSR Perusahaan/BUMN/BUMD, serta 

mendorong pembangunan kawasan perdesaan. 

D. Desa Dampingan  

Desa Dampingan merupakan target desa lokasi yang memenuhi 

kriteria untuk dilakukan intervensi penanggulangan kemiskinan, 

khususnya di 14 kabupaten prioritas (data makro). Pemilihan desa 

lokasi yang mendapatkan pendampingan dan/atau pembinaan 

didasarkan pada kriteria tingkat kesejahteraan terendah desa yang 

merupakan hasil pengolahan data jumlah rumah tangga pada        

desil 1 dan desil 2 Basis Data Terpadu (membandingkan tingkat 

kesejahteraan desa dalam satu kecamatan). 

Desil 1 merupakan rumah tangga/individu dengan kondisi 

kesejahteraan sampai dengan 10% terendah di Indonesia, yang 

menunjukkan kategori rumah tangga sangat miskin, sedangkan Desil 

2 merupakan rumah tangga/individu dengan kondisi kesejahteraan 

antara 11% - 20% terendah di Indonesia, yang menunjukkan kategori 

rumah tangga miskin. 

E. Pemberdayaan Masyarakat 

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk memberikan 

daya (empowerment) atau penguatan (strengthening) kepada 

masyarakat. Pemberdayaan masyarakat juga diartikan sebagai 

kemampuan individu yang bersenyawa dengan masyarakat dalam 

membangun keberdayaan masyarakat yang bersangkutan sehingga 

bertujuan untuk menemukan alternatif-alternatif baru dalam 

pembangunan masyarakat ,

Pemberdayaan masyarakat dalam mengembangkan  

kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa melalui gerakan 

“Satu Perangkat Daerah Satu Desa Dampingan Menuju Desa Lebih 

Sejahtera“  dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, 

keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan 

sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan 

pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas 

kebutuhan masyarakat Desa.  

Dalam pelaksanaannya pemberdayaan masyarakat dilakukan 

dengan prinsip – prinsip sebagai berikut : 

1) Partisipasi : peran serta aktif semua masyarakat/kelompok 

masyarakat  pada setiap tahapan pembangunan desa mulai dari 

perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian kegiatan  

2) Keberlanjutan : menjamin kegiatan tetap dapat dilanjutkan oleh 

masyarakat dan pemerintah desa 

3) Integrasi : kegiatan dapat dilaksanakan oleh pemerintah desa 

dengan disesuaikan kebutuhan desa melalui pencermatan Rencana 

Pembangunan Menengah Desa yang pada akhirnya desa mampu 

membiayai sendiri 

4) Tranparansi : semua masyarakat memiliki akses terhadap segala 

informasi dan proses pengambilan keputusan pembangunan desa 

sehingga pengelolaan kegiatan dilaksanakan secara terbuka.  

5) Prioritas : masyarakat diberikan kesempatan memilih kegiatan yang 

diutamakan dengan mempertimbangkan kemendesakan dan 

kemanfaatan untuk pengentasan kemiskinan dan upaya perbaikan 

lingkungan. 

6) Demokratis : masyarakat mengambil keputusan pembangunan desa 

dengan musyawarah dan mufakat. 

Dengan prinsip – prinsip pemberdayaan tersebut, jika perangkat 

daerah dan stakeholder sudah tidak melakukan pembinaan/ 

pendampingan semua tetap dapat dijalankan oleh masyarakat dan 

pemerintah desa.