Jumat, 06 Desember 2024

infeksi 1





Penyakit infeksi yaitu  pemicu  utama penderitaan kita  dalam hal 

morbiditas dan mortalitas sepanjang sejarah kita . Penyebaran penyakit 

infeksi dipengaruhi oleh berbagai tahapan peradaban kita . Misalnya,

penyakit parasit dan zoonosis sudah  menjadi lebih umum sesudah  domestikasi 

hewan, infeksi virus dan bakteri di udara sesudah  pemukiman besar dan 

urbanisasi 

Selama berabad-abad, umat kita  menderita pandemi besar seperti wabah, 

cacar, kolera, dan influenza, namun  juga dari pembunuh yang lebih diam dari 

penyakit infeksi kronis seperti tuberkulosis dan sifilis. Morbiditas akibat 

penyakit infeksi sangat umum terjadi meskipun kemajuan sudah  dicapai dalam 

beberapa dekade terakhir.  

Sering dikatakan bahwa "Epidemiologi yaitu  ilmu dasar pengobatan 

pencegahan." Untuk mencegah penyakit, penting untuk memahami agen 

pemicu , faktor risiko, dan keadaan yang mengarah pada penyakit tertentu. 

Ini bahkan lebih penting untuk pencegahan penyakit infeksi, sebab  intervensi 

sederhana dapat memutus rantai penularan. Sementara mencegah penyakit 

kardiovaskular atau kanker jauh lebih sulit sebab  biasanya memerlukan 

 

beberapa intervensi jangka panjang yang memerlukan perubahan gaya hidup 

dan modifikasi perilaku, yang sulit dicapai (Mandell, 2000).  

Selama tiga dekade terakhir, lebih dari 40 patogen baru sudah  diidentifikasi, 

beberapa di antaranya memiliki kepentingan global: Bartonella henselae, 

Borrelia burgdorferi, Campylobacter, Cryptosporidium, Cyclospora, virus 

ebola, Escherichia coli, Ehrlichia, virus hantaan, Helicobacter, virus hendra, 

Hepatitis C dan E, HIV, HTLV-I dan II, virus herpes kita  6 dan 8, 

metapneumovirus kita , Legionella, varian baru agen penyakit Creutzfeldt-

Jakob, virus nipah, norovirus, Parvovirus B19, rotavirus, sindrom pernapasan 

akut yang parah (SARS), dll. Meskipun ada agen pemicu  khusus untuk 

penyakit infeksi, agen ini mungkin mengalami beberapa perubahan seiring 

waktu. Virus influenza yaitu  contoh terbaik dari agen yang mampu 

mengalami perubahan yang mengarah pada kemampuan baru untuk 

menginfeksi populasi yang sudah  terinfeksi dan kebal. Dalam tiga dekade 

terakhir di seluruh dunia, sudah  terjadi pergeseran ke arah peningkatan populasi 

individu yang berisiko tinggi terhadap penyakit infeksi. Di negara industri, 

peningkatan umur panjang memicu  proporsi populasi lansia yang lebih 

rentan tertular penyakit infeksi dan komplikasi yang mengancam jiwa lebih 

tinggi ,

Perbaikan dalam perawatan kesehatan di negara-negara industri sudah  

memicu  peningkatan jumlah individu yang mengalami defisiensi imun, 

baik itu yang selamat dari kanker, pasien transplantasi, atau orang-orang yang 

memakai  obat-obatan penekan imun untuk penyakit autoimun jangka 

panjang. Beberapa kondisi yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap 

penyakit infeksi yaitu  kanker, terutama pasien yang menjalani kemoterapi 

atau radioterapi, leukemia, limfoma, penyakit Hodgkin, penekanan kekebalan 

(infeksi HIV), pemakaian  steroid jangka panjang, penyakit hati, 

hemochromatosis, diabetes, alkoholisme, penyakit ginjal kronis, dan pasien 

dialisis. Misalnya, orang dengan penyakit hati 80 kali lebih mungkin 

mengembangkan infeksi Vibrio vulnificus daripada orang tanpa penyakit hati. 

Beberapa dari infeksi ini mungkin parah, memicu  kematian.  

Di negara berkembang, perubahan besar dalam kerentanan populasi dikaitkan 

dengan tingginya prevalensi defisiensi imun akibat infeksi HIV dan AIDS. 

Perubahan gaya hidup sudah  meningkatkan peluang penularan agen penyakit 

infeksi pada populasi yang sebelumnya berisiko rendah. Suntikan obat 

intravaskular sudah  meningkatkan transmisi agen yang ada dalam darah dan 

cairan tubuh (misalnya, HIV, Hepatitis B dan C). Konsumsi ikan mentah, 

kerang, dan makanan etnis memperluas wilayah penyebaran beberapa penyakit 

parasit. Perjalanan udara memungkinkan orang terinfeksi di suatu negara dan 

berada di belahan dunia lain sebelum menular 

 


Riwayat Alami Penyakit Infeksi 

Riwayat alami penyakit infeksi yaitu  cara penularan penyakit, bagaimana 

penyakit itu berkembang dari waktu ke waktu dari tahap paling awal dari fase 

prepathogenesis hingga penghentiannya sebagai pemulihan, kecacatan atau 

kematian pada populasi kita , jika tidak ada pengobatan atau pencegahan. 

Ahli epidemiologi yang menangani masalah penyakit infeksi paling baik 

dilayani dengan meluangkan waktu untuk mempelajari sejarah alam atau 

biologi penyakit infeksi tertentu

Fakta yang akan diteliti yaitu  sifat dari agen penular (parasit, bakteri, jamur, 

virus, atau prion), inang alami, cara masuk ke inang dan keluar dari inang, 

distribusi di jaringan inang, masa inkubasi, tanda-tanda. dan gejala penyakit, 

reservoir alami pada hewan atau lingkungan, ketahanan terhadap faktor 

lingkungan, dan distribusi geografis agen dan penyakit kita  (yang 

mungkin sedikit berbeda) 


Sumber, Reservoir, Sarana, dan Vektor 

Reservoir yaitu  setiap orang, hewan, tumbuhan, atau media lingkungan 

(tanah, air) di mana mikroorganisme biasanya hidup dan berkembang biak, di 

mana ia bergantung terutama untuk kelangsungan hidup, dan di mana ia 

mereproduksi dirinya sendiri sedemikian rupa sehingga dapat ditularkan ke 

tuan rumah yang rentan.  

Perhatikan contoh-contoh berikut: kita  yaitu  satu-satunya reservoir 

untuk Mycobacterium tuberculosis, campak, cacar air, dan cacar. Sejumlah 

spesies hewan merupakan reservoir untuk Salmonella; hewan pengerat yaitu  

waduk untuk wabah. Sistem air permukaan dan air yaitu  waduk untuk 

Legionella. Tanah dan usus beberapa hewan (kuda) merupakan reservoir 

bakteri tetanus (Clostridium tetani).  

Sumber infeksi yaitu  orang, hewan, atau objek yang sebenarnya dari mana 

infeksi itu didapat. Sumber kontaminasi yaitu  orang, hewan, atau benda yang 

darinya media lingkungan terkontaminasi. Misalnya, juru masak yaitu  

sumber kontaminasi salad kentang. Sarana yaitu  benda mati yang berfungsi 

untuk mengkomunikasikan penyakit, misalnya segelas air yang mengandung 

mikroba atau kain lap kotor. Vektor yaitu  organisme hidup yang berfungsi 

untuk mengkomunikasikan penyakit. Contoh paling terkenal yaitu  nyamuk 

Anopheles dan malaria serta kutu Ixodes dan penyakit Lyme 


 Penularan dan Rantai Infeksi 

Saat menjelaskan penularan, kita harus mempertimbangkan sumber dari agen 

penular dan portal masuk pada kita . Ada sumber yang sangat berbeda dari 

mana bahan berpotensi menular berasal. Mungkin darah yang memercik pada 

karyawan medis selama prosedur atau seseorang bersentuhan dengan darah 

orang lain sesudah  kecelakaan kendaraan bermotor. Mungkin cairan tubuh 

bagian dalam (seperti cairan serebrospinal, perikardial, pleura, peritoneal, 

sinovial, dan ketuban), dan sebagian besar paparan ini akan terjadi dalam 

pengaturan medis 

Untuk cairan genital (vagina, sekresi prostat, air mani), kontak seksual 

merupakan cara utama penularan melalui selaput lendir. Selain itu, penularan 

virus Hepatitis B (HBV) dan virus herpes simpleks (HSV) ke bayi baru lahir 

dapat terjadi selama persalinan sebab  bayi baru lahir terpapar cairan vagina. 

Cairan internal dan genital dapat mengandung patogen yang ditularkan melalui 

darah (seperti HIV, virus Hepatitis B, virus Hepatitis C (HCV), dan 

cytomegalovirus (CMV)).  

Baik sekresi (air liur, cairan hidung, keringat, air mata, ASI) dan ekskresi dapat 

menular. Urine mungkin terkontaminasi telur schistosoma atau bakteri 

leptospira, dan feses bisa mengandung banyak enteropathogens. Seseorang 

dapat terinfeksi melalui kontak seksual pada membran mukosa (nasal, 

oropharyngeal, rectal, genital). Kontak dengan jaringan yang terkontaminasi 

dapat terjadi dalam transfer jaringan kita  atau hewan: transfusi darah, 

komponen darah (faktor VIII), transplantasi organ, atau cangkok jaringan.  

Virus rabies biasanya ditularkan melalui gigitan hewan, namun  juga gigitan 

kita  berpotensi (namun tidak pernah didokumentasikan) menulari korban 

gigitan dengan virus Hepatitis B atau C. Bahan lingkungan seperti makanan, 

air, udara, atau bahkan debu yang terkontaminasi juga memainkan peran 

utama dalam penularan penyakit menular. 


 

Agen penyakit menular dapat memasuki tubuh kita  melalui jalur yang 

sangat berbeda. Mereka bisa dihirup dengan udara (sistem pernafasan). Makan 

makanan yang terkontaminasi dan minum air yang tercemar (sistem 

pencernaan) dapat menginfeksi orang dan tentu saja melalui aktivitas seksual. 

Penularan transplasenta atau intrauterin akan menimbulkan risiko bagi janin. 

Orang juga dapat tertular virus, bakteri, rickettsia, dan parasit melalui gigitan 

arthropoda seperti gigitan nyamuk atau kutu 


Masa Inkubasi, Periode Laten, Interval Serial, dan 

Periode Infeksi 

Masa inkubasi yaitu  selang waktu antara invasi mikroorganisme dan tanda 

atau gejala awal penyakit (onset penyakit). Konsep masa inkubasi bergantung 

pada asumsi bahwa penyakit ini tidak asimtomatik dan permulaannya dapat 

diidentifikasi dengan jelas. Untuk kasus atau karier asimtomatik, periode 

inkubasi tidak relevan. Untuk beberapa infeksi, seseorang mungkin terkena 

agen, menjadi kolonisasi, dan suatu saat di masa depan menjadi kasus. Jika ini 

terjadi, inkubasi juga tidak relevan (Mandell, 2000).  

Masa inkubasi hanya berguna jika infeksi diikuti oleh penyakit dalam jangka 

waktu tertentu. Masa inkubasi yaitu  alat yang berguna saat melakukan 

investigasi penyakit infeksi. Seseorang biasanya dapat mengetahui kapan 

gejala pertama dari suatu penyakit tertentu muncul. Sejak tanggal ini , 

dengan mengurangkan masa inkubasi, ahli epidemiologi dapat memperkirakan 

tanggal infeksi (dalam interval tertentu). Penting juga untuk menindaklanjuti 

kontak potensial dengan kasus primer yang kasus primer mungkin sudah 

menular sebelum menunjukkan tanda dan gejala klinis.  

Dalam banyak kasus, seseorang mungkin menular menjelang akhir masa 

inkubasi namun  sebelum munculnya gejala pertama. Masa inkubasi bervariasi 

menurut beberapa faktor:  

• Portal masuk: Semakin dekat pintu masuk ke lokasi penyakit, 

semakin pendek masa inkubasinya.  

• Jenis infeksi (lokal atau sistemik): Penyakit yang disebabkan oleh 

perbanyakan lokal suatu mikroorganisme memiliki masa inkubasi 

yang singkat. Mereka yang membutuhkan penyebaran sistemik dan 

lokalisasi sekunder memiliki masa inkubasi yang lebih lama.  

• Patogenesis: Penyakit akibat toksin yang terbentuk sebelumnya 

memiliki masa inkubasi yang sangat singkat. Penyakit akibat 

keterlibatan langsung permukaan epitel memiliki masa inkubasi yang 

singkat, misalnya sakit tenggorokan sebab  streptokokus, pneumonia 

bakterial, shigellosis, kolera, dan kencing nanah. Sebaliknya, 

Mycoplasma pneumoniae, difteri, dan pertusis serta penyakit seperti 

sifilis, brucellosis, dan demam tifoid memiliki masa inkubasi yang 

lama (2-3 minggu).  

• Status kekebalan tubuh tuan rumah: Penting bahwa gagasan tentang 

inkubasi bersifat relatif. HIV memberikan contoh yang baik. Infeksi 

pada seseorang dengan HIV diikuti oleh sindrom mirip flu. Ini 

termasuk demam, sakit kepala, sakit lain-lain (leher dan punggung), 

malaise, limfadenopati, dan ruam. Masa inkubasi untuk sindroma 

primer ini yaitu  2 minggu sampai 2 bulan. Pasien kemudian 

memasuki masa remisi tanpa tanda klinis. Namun, selama periode ini, 

HIV menggandakan dengan kecepatan yang bervariasi, 

menghancurkan limfosit CD4 + yang dihasilkan secepat mereka 

dihancurkan. Remisi laten berakhir ketika organisme pasien tidak 

mampu lagi memproduksi limfosit CD4 + dalam jumlah yang cukup. 

Pertahanan kekebalan gagal dengan cepat dan infeksi oportunistik 

berkembang. Fase ini dianggap sebagai penyakit AIDS (sindrom 

defisiensi imun didapat). Masa inkubasi penyakit AIDS berkisar 

antara 2 hingga 10 tahun, dengan kurang dari 10% memiliki masa 

inkubasi lebih dari 10 tahun.  

Pada rabies, masa inkubasi bergantung pada lamanya waktu yang dibutuhkan 

virus untuk berkembang di sepanjang neuron untuk mencapai otak. Begitu 

otak tercapai, penyakit menjadi nyata. Inkubasi dapat berlangsung selama 9 

hari jika gigitan terjadi di wajah atau selama 1 atau 2 bulan jika gigitan terjadi 

di kaki. Masa inkubasi terlama yang diketahui virus rabies yaitu  9 tahun.  

Masa inkubasi berguna untuk melacak sumber infeksi dan kontak, menentukan 

periode surveilans, memungkinkan profilaksis menjadi efektif (penyakit 

dengan masa inkubasi yang lama dapat dicegah dengan imunisasi jika 

diberikan lebih awal), identifikasi sumber titik atau penyebaran epidemi. Masa 

inkubasi dalam vektor yaitu  selang waktu antara masuknya mikroorganisme 


 

ke dalam vektor dan waktu vektor menjadi infektif. Ini juga disebut inkubasi 

ekstrinsik berbeda dengan masa inkubasi intrinsik pada kita 

Periode laten infeksi yaitu  lamanya waktu antara infeksi dan awal periode 

infeksi. Ini juga merupakan periode di mana tidak ada gejala yang muncul, 

jendela asimtomatik dalam penyakit (periode laten sifilis, infeksi HIV). 

Interval serial untuk penyakit yang menyebar dari orang ke orang yaitu  

waktu antara generasi kasus yang berurutan, yaitu waktu antara munculnya 

gejala dalam generasi berikutnya. Jika seseorang terinfeksi sebelum timbulnya 

gejala, interval serial mungkin lebih rendah dari masa inkubasi. 

Periode infeksi (infektivitas) yaitu  lamanya seseorang dapat menularkan 

mikroorganisme. Ada beberapa pola masa infeksi:  

• Periode pendek di akhir masa inkubasi dan di awal penyakit (campak, 

cacar air)  

• Periode pendek dan beberapa individu menjadi karier kronis 

(Hepatitis B)  

• Sepanjang penyakit (terbuka kasus tuberkulosis paru aktif, malaria).  

Mengukur infektivitas itu sulit. Ini jarang merupakan hasil dari studi yang 

terkontrol dengan baik. Ini sering merupakan interpretasi studi observasional 

tentang terjadinya kasus sekunder. Faktor-faktor seperti jumlah agen infeksius 

yang dikeluarkan oleh sumber, kedekatan, lama kontak, dan kerentanan kontak 

target harus dipertimbangkan. Belakangan ini, pengujian asam nukleat sudah  

dipakai  untuk menemukan sisa-sisa agen penyakit menular dalam materi 

kita  atau lingkungan, namun  signifikansinya terhadap penularan sulit untuk 

ditafsirkan 


 Pola Distribusi Penduduk 

Untuk pemahaman yang lebih baik tentang distribusi penyakit menular dalam 

populasi, istilah di bawah ini harus didefinisikan: Ahli epidemiologi 

mendefinisikan kasus sporadis sebagai kejadian penyakit tunggal dalam 

kejadian tidak teratur atau acak. Endemik mendefinisikan terjadinya kasus 

suatu penyakit dengan frekuensi yang konstan. Bergantung pada intensitas 

kejadiannya, istilah holoendemik, hiperendemik, atau hipoendemik dipakai . 

Epidemi didefinisikan sebagai kejadian dalam komunitas kasus suatu penyakit 

dengan frekuensi yang jelas melebihi perkiraan normal. Jika kejadian epidemi 

ini terjadi di seluruh dunia atau memengaruhi banyak negara, ahli 

epidemiologi menganggapnya sebagai pandemi. Wabah didefinisikan sebagai 

dua atau lebih kasus terkait dengan agen penyakit menular identik yang 

menunjukkan kemungkinan sumber atau penularan yang sama di antara kasus-

kasus ini. Ini juga dapat didefinisikan sebagai epidemi yang sangat terbatas; 

Namun demikian, istilah “epidemi” biasanya dihindari bila jumlah kasusnya 

relatif sedikit agar tidak menakuti warga . Eliminasi penyakit yaitu  

pengurangan hingga nol insiden penyakit di wilayah geografis yang ditentukan 

(misalnya, tetanus neonatal) dibandingkan dengan penghapusan infeksi yang 

didefinisikan sebagai pengurangan hingga nol insiden infeksi di wilayah 

geografis yang ditentukan (misalnya, campak, poliomyelitis) 


Faktor Lingkungan 

Ada beberapa faktor yang memengaruhi penyebaran mikroorganisme di 

lingkungan. Penyebaran penyakit infeksi tergantung pada:  

1. Kestabilan mikroorganisme di lingkungan fisik yang diperlukan 

untuk penularannya termasuk ketahanan terhadap pengeringan, suhu 

tinggi atau rendah, dan sinar ultraviolet  

2. Jumlah mikroorganisme yang menjadi pembawa penularan  

3. Jumlah mikroorganisme yang menjadi pembawa virulensi dan 

infektivitas mikroorganisme  

4. Ketersediaan vektor atau media yang tepat untuk penularan.  

Karakteristik lingkungan berperan pada berbagai tingkat:  

1. Kelangsungan hidup virus di lingkungan  

2. Pengaruh pada jalur penularan  

3. Pengaruh pada perilaku inang.  

Lingkungan yang hangat meningkatkan transmisi mikroorganisme yang 

ditularkan oleh air. Di daerah tropis dan beriklim sedang, musim panas 

meningkatkan kontak antara kita  dan air permukaan. Musim panas 

membawa lebih banyak orang keluar, terutama di malam hari, dan 

meningkatkan kontak antara kita  dan nyamuk serta vektor artropoda 

lainnya. Pada musim dingin di iklim sedang, pada musim hujan di iklim tropis, 

orang cenderung tinggal dan berkumpul di dalam ruangan mempromosikan 


 

penularan melalui mekanisme udara atau tetesan. Tinggal lama di lingkungan 

yang panas dan kering di dalam ruangan merusak mekanisme perlindungan 

selaput lendir kita  dan dapat memfasilitasi perlekatan virus ke selaput 

lendir pernapasan bagian atas. Insiden infeksi saluran pernapasan atas di 

tengah musim dingin di daerah beriklim sedang sama tingginya dengan di 

tengah musim hujan atau musim hujan di daerah beriklim tropis 

 

 Epidemiologi Infeksi Nosokomial 

Epidemiologi memainkan peran utama dalam program pencegahan terhadap 

infeksi nosokomial (yang didapat di rumah sakit). Surveilans harus 

memberikan pengamatan sistematis dan berkelanjutan tentang kejadian dan 

distribusi infeksi nosokomial dalam populasi rumah sakit. Surveilans yaitu  

titik fokus untuk kegiatan pengendalian infeksi (Brachman, 1998).  

Istilah pengawasan menyiratkan bahwa data pengamatan dianalisis secara 

teratur. Kegiatan pengawasan dapat memberikan data epidemiologi yang 

berharga seperti identifikasi wabah, prioritas untuk kegiatan pengendalian 

infeksi, dan penjelasan tren sekuler yang penting, seperti pergeseran patogen 

mikroba, tingkat infeksi, atau hasil dari infeksi yang didapat di rumah sakit. 

Kegiatan pengawasan memberikan manfaat tambahan untuk meningkatkan 

visibilitas tim pengendalian infeksi di rumah sakit selama putaran bangsal 

praktisi pengendalian infeksi dan memberikan kesempatan untuk konsultasi 

informal dan pendidikan bagi perawat dan dokter (Brachman, 1998).  

Idealnya, surveilans infeksi yang didapat di rumah sakit harus merupakan 

proses berkelanjutan yang terdiri dari elemen-elemen berikut:  

1. Definisi kategori infeksi  

2. Penemuan kasus sistematis dan pengumpulan data  

3. Tabulasi data  

4. Analisis dan interpretasi data  

5. Pelaporan data surveilans infeksi yang relevan kepada individu dan 

kelompok untuk tindakan yang sesuai 

pemakaian  definisi infeksi nosokomial yang konsisten sangat penting dalam 

mengembangkan data tentang tingkat infeksi endemik. Definisi harus 

sederhana, hanya memerlukan informasi klinis atau data laboratorium yang 

tersedia. 

Infeksi nosokomial dapat berupa:  

• Infeksi yang didapat selama rawat inap dan yang tidak ada atau 

inkubasi pada saat masuk rumah sakit atau  

• Infeksi yang didapat di rumah sakit dan menjadi jelas sesudah  keluar 

dari rumah sakit atau  

• Infeksi bayi baru lahir yang merupakan akibat dari jalan lahir. 

• Infeksi didefinisikan sebagai didapat dari rumah sakit jika pasien  

• mengalami infeksi, bukan kolonisasi sederhana,  

• tidak terinfeksi pada saat masuk, dan  

• memiliki waktu yang cukup untuk mengembangkan infeksi. 

Infeksi disertai dengan tanda dan gejala infeksi (demam, malaise) dan pada 

infeksi lokal: bengkak akibat peradangan, panas, nyeri, dan eritema (tumor, 

dolor, rubor, atau kalor). Pasien immunocompromised tidak menunjukkan 

tanda-tanda infeksi semudah pasien normal. Pasien netral tidak menunjukkan 

piuria, tidak ada sputum purulen, sedikit infiltrasi, dan tidak ada konsolidasi 

besar pada rontgen dada. Perawatan antibiotik oleh dokter yaitu  dugaan 

infeksi .

Beberapa kriteria dapat dipakai  untuk menetapkan keadaan negatif 

sebelumnya: riwayat, gejala dan tanda yang didokumentasikan pada saat 

masuk, tes laboratorium, dan rontgen dada yang dilakukan pada hari-hari awal 

di rumah sakit. Pemeriksaan fisik normal, tidak adanya tanda dan gejala, 

rontgen dada normal, kultur negatif, dan kurangnya kultur berguna. Untuk 

penyakit yang memiliki masa inkubasi tertentu, infeksi yang didapat di rumah 

sakit hanya dapat berkembang jika pasien sudah  tinggal di rumah sakit untuk 

masa inkubasi rawat inap. Banyak infeksi yang tidak memiliki periode 

inkubasi yang diatur dengan baik (misalnya, infeksi stafilokokus dan E. coli). 

Namun, infeksi ini jarang berkembang dalam waktu kurang dari 2 hari. Untuk 

menetapkan infeksi nosokomial yang memenuhi kriteria definisi, tidak perlu 

ada bukti yang tidak diragukan lagi 

Untuk melaksanakan surveilans, diperlukan definisi yang sangat spesifik, tidak 

hanya mengenai infeksi nosokomial mayor (infeksi tempat pembedahan, 

infeksi aliran darah, pneumonia, dan infeksi saluran kemih) namun  juga 


 

mengenai semua kemungkinan tempat infeksi nosokomial. Surveilans aktif 

jauh lebih efektif daripada surveilans pasif. memakai  pengawasan aktif 

meningkatkan sensitivitas dalam mengidentifikasi infeksi. 

Penemuan kasus dapat bersifat retrospektif, prospektif, atau keduanya. 

Surveilans prospektif atau bersamaan berarti memantau pasien selama rawat 

inap. Surveilans prospektif dapat mencakup periode pasca pembuangan. 

Sebaliknya, surveilans retrospektif melibatkan tinjauan rekam medis sesudah  

pasien dipulangkan. Surveilans prospektif memberikan peningkatan visibilitas 

bagi personel pengendalian infeksi dan analisis data dan umpan balik tepat 

waktu untuk layanan klinis, namun  jenis surveilans ini lebih mahal. Metodologi 

retrospektif lebih murah untuk diterapkan namun  membutuhkan lebih banyak 

kontrol untuk memverifikasi seberapa efektif personel pengendalian infeksi 

sebagai berikut: 

• Penemuan kasus berbasis pasien bergantung pada evaluasi rekam 

medis dan pemeriksaan di bangsal rumah sakit. Ini memungkinkan 

penilaian faktor risiko, prosedur, dan praktik yang terkait dengan 

perawatan pasien.  

• Surveilans berbasis laboratorium bergantung pada identifikasi kultur 

positif untuk patogen. Kemudian, penyelidikan lebih lanjut 

diperlukan untuk memverifikasi apakah ini infeksi terkait fasilitas 

perawatan kesehatan, infeksi terkait komunitas, kolonisasi, atau 

kontaminasi.  

Masalah utama yaitu  menentukan ruang lingkup surveilans. Pilihan dapat 

mencakup tiga strategi utama: surveilans seluruh rumah sakit, surveilans 

dengan objektif, dan surveilans terbatas atau target 

  


 

 

 

Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan suatu standar mutu 

pelayanan dan penting bagi pasien, petugas kesehatan maupun pengunjung 

rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Pengendalian infeksi 

harus dilaksanakan oleh semua rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan 

lainnya untuk melindungi pasien, petugas kesehatan dan pengunjung dari 

kejadian infeki 

Pencegahan dan pengendalian infeksi dirumah sakit dan fasilitas pelayanan 

kesehatan merupakan suatu usaha  kegiatan untuk meminimalkan atau 

mencegah terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung dan warga  

sekitar rumah sakit. Salah satu program pencegahan dan pengendalian infeksi 

(PPI) yaitu  kegiatan surveilan, disamping adanya kegiatan lain seperti 

pendidikan dan latihan,kewaspadaan isolasi. Kegiatan surveilan infeksi 

difasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu kegiatan yang penting 

dan luas dalam program pengendalian infeksi dan suatu hal yang harus 

dilakukan untuk mencapai keberhasilan dari program PPI 

Surveilan dapat dipakai  menentukan prioritas, kebijaksanaan, perencanaan, 

pelaksanaan dan menggerakkan sumber daya program pembangunan 

kesehatan, serta prediksi dan deteksi dini kejadian luar biasa. Surveilan juga 

dipakai  untuk monitoring, evaluasi atau peningkatan program penyakit, 

sehingga surveilan menjadi alat dalam mengambi keputusan masalah 

kesehatan termasuk pencegahan infeksi (Azimal et al., 2003). 

Surveilan berbeda dengan pemantauan (monitoring) biasa. Surveilan dilakukan 

secara terus menerus tanpa terputus (kontinu), sedang pemantauan dilakukan 

intermiten atau episodik. Dengan mengamati secara terus-menerus dan 

sistematis maka perubahan-perubahan kecenderungan penyakit dan faktor 

yang memengaruhinya dapat diamati atau diantisipasi, sehingga dapat 

dilakukan langkah-langkah investigasi dan pengendalian penyakit dengan tepat 

Kemajuan teknologi informasi terutama pemakaian  komputerisasi sangat 

menunjang pelaksanaan surveilan, sehingga kecepatan dan ketepatan 

informasu yang dihasilkan dapat segera diakses oleh pihak yang dapat 

melakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan dengan tepat, cepat dan 

manfaat surveilan dapat segera dirasakan 

Ditinjau dari asalnya, infeksi dapat berasal dari komunitas (community 

acquired infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit (hospital acquired 

infection) yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial. sebab  

sering kali tidak bisa secara pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah 

infeksi nosocomial (hospital acquired infection) diganti dengan istilah baru 

yaitu “Healthcare Associated Infection” (HAI’s) dengan pengertian yang lebih 

luas tidak hanya dirumah sakit namun  juga di fasilitas  pelayanan kesehatan 

lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, namun  juga infeksi pada 

petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakkan perawatan 

pasien

Kegiatan surveilan infeksi merupakan suatu proses yang dinamis, 

komprehensif dalam mengumpulkan, mengidentifikasi, menganalisa data 

kejadian yang terjadi dalam suatu populasi yang spesifik dan melaporkannya 

kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil kegiatan surveilan ini dapat 

dipakai  sebagai data dasar laju infeksi untuk menentukan adanya kejadian 

luar biasa (KLB) 

 

2.2 Surveilan 

Ada banyak definisi surveilan yang dijabarkan oleh para ahli. Namun pada 

dasarnya mereka setuju bahwa kata “surveilan” mengandung empat unsur 

yaitu : koleksi, analisis, interpretasi dan diseminasi data. WHO mendefiniskan 

surveilan sebagai suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai dari 

kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang 

untuk selanjutnya dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana, 

implementasi dan evaluasi suatu kebijakan kesehatan warga  

Sementara berdasarakan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 45 tahun 2014, 

Surveilan Kesehatan yaitu  kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus 

menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah 

kesehatan dan kondisi yang memengaruhi terjadinya peningkatan dan 

penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk memperoleh dan 

memberikan informasi guna mengarahkan tindakan pengendalian dan 

penanggulangan secara efektif dan efisien  

Menurut The Centers for Disease Control, surveilan kesehatan warga  

yaitu  : Pengumpulan, analisis dan interpretasi data kesehatan secara 

sistematis dan terus menerus, yang diperlukan untuk perencanaan, 

implementasi dan evaluasi usaha  kesehatan warga , dipadukan dengan 

desiminasi data secara tepat waktu kepada pihak – pihak yang perlu 

mengetahuinya (The ongoing systematic collection, analysis and interpretation 

of health data essential to the planning, implementation, and evaluation of 

public health practice, closely integrated with the timely dissemination of these 

data to those who need to know)

Dengan demikian, di dalam suatu sistem surveilan, hal yang perlu digaris 

bawahi yaitu  :  

a. Surveilan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara 

berkesinambungan, bukan suatu kegiatan yang hanya dilakukan pada 

suatu waktu.  

b. Kegiatan surveilan bukan hanya berhenti pada proses pengumpulan 

data, namun yang jauh lebih penting dari itu perlu adanya suatu 

analisis, interpretasi data serta pengambilan kebijakan berdasarkan 

data ini , sampai kepada evaluasinya.  


c. Data yang dihasilkan dalam sistem surveilan haruslah memiliki 

kualitas yang baik sebab  data ini merupakan dasar yang esensial 

dalam menghasilkan kebijakan/ tindakan yang efektif dan efisien 


2.2.1 Tujuan Surveilan 

Tujuan umum surveilan: 

Surveilan bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah 

kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini 

dan dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.  

Tujuan khusus surveilan:  

1. Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;  

2. Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk 

mendeteksi dini outbreak;  

3. Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit 

(disease burden) pada populasi; 

4. Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, 

implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan;  

5. Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan; 

6. Mengidentifikasi kebutuhan riset  

7. Surveilan dapat juga dipakai  untuk memantau efektivitas program 

kesehatan 


2.2.2 Jenis Surveilan 

1. Surveilan Individu 

Surveilan individu (individual surveillance), mendeteksi dan memonitor 

individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya 

pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis, covid 19. Surveilan 

individu memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera terhadap 

kontak, sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Sebagai contoh, 

karantina merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak dan aktivitas 

orang-orang atau binatang yang sehat namun  sudah  terpapar oleh suatu kasus 


 

penyakit menular selama periode menular. Tujuan karantina yaitu  mencegah 

transmisi penyakit selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi. 

2. Surveilan Penyakit 

Surveilan penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus-

menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui 

pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan 

penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian 

surveilan penyakit yaitu  penyakit, bukan individu. 

3. Syndromic Surveilance 

Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan pengawasan 

terus-menerusterhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit, bukan masing-

masing penyakit. Surveilan sindromik mengandalkan deteksi indikator-

indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati sebelum 

konfirmasi diagnosis. Surveilan sindromik mengamati indikator-indikator 

individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan 

laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh 

konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit. 

4. Surveilan Berbasis Laboratorium 

Surveilan berbasis laboartorium dipakai  untuk mendeteksi dan menonitor 

penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan melalui 

makanan seperti salmonellosis, pemakaian  sebuah laboratorium sentral untuk 

mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi outbreak penyakit 

dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang mengandalkan 

pelaporan sindroma dari klinik-klinik 

5. Surveilan Terpadu 

Surveilan terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan semua 

kegiatan surveilan di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/ 

kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilan terpadu 

memakai  struktur, proses, dan personalia yang sama, melakukan fungsi 

mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian 

penyakit. Kendatipun pendekatan surveilan terpadu tetap memperhatikan 

perbedaan kebutuhan data khusus penyakit-penyakit tertentu 


6. Surveilan Kesehatan warga  Gobal 

Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi kita  

dan binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas 

negara. Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi negara-negara 

berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut. Timbulnya 

epidemi global (pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya jejaring 

yang terpadu di seluruh dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan, 

peneliti, pemerintah, dan organisasi internasional untuk memperhatikan 

kebutuhan-kebutuhan surveilan yang melintasi batas-batas negara. Ancaman 

aneka penyakit menular merebak pada skala global, baik penyakit-penyakit 

lama yang muncul kembali (re-emerging diseases), maupun penyakit-penyakit 

yang baru muncul (new emerging diseases), seperti HIV/AIDS, flu burung, 

SARS, dan Covid 19. Agenda surveilan global yang komprehensif melibatkan 

aktor-aktor baru, termasuk pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan 

ekonomi 


2.2.3 Prinsip Surveilan 

Prinsip Surveilan  

a. Pengumpulan data pencatatan insidensi terhadap population at risk 

(populasi berisiko).  

Pencatatan insidensi berdasarkan laporan rumah sakit, puskesmas, dan sarana 

pelayanan kesehatan lain, laporan petugas surveilan di lapangan, laporan 

warga , dan petugas kesehatan lain, survei khusus dan pencatatan jumlah 

populasi berisiko terhadap penyakit yang sedang diamati. Tehnik 

pengumpulan data dapat dilakukan dengan wawancara dan pemeriksaan. 

Tujuan pengumpulan data yaitu  menentukan kelompok high risk (risiko 

tinggi), menentukan jenis dan karakteristik (pemicu nya), menentukan 

reservoir, transmisi, pencatatan kejadian penyakit dan KLB.  

b. Pengelolaan data  

Data yang diperoleh biasanya masih dalam bentuk data mentah (row data) 

yang masih perlu disusun sedemikian rupa sehingga mudah dianalisis. Data 

yang terkumpul dapat diolah dalam bentuk tabel, bentuk grafik maupun bentuk 

peta atau bentuk lainnya. Kompilasi data ini  harus dapat memberikan 

keterangan yang berarti.  


 

c. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan  

Data yang sudah  disusun dan dikompilasi, selanjutnya dianalisis dan dilakukan 

interpretasi untuk memberikan arti dan memberikan kejelasan tentang situasi 

yang ada dalam warga .  

d. Penyebarluasan data dan keterangan termasuk umpan balik  

Sesudah  analisis dan interpretasi data serta sudah  memiliki keterangan yang 

cukup jelas dan sudah disimpulkan dalam suatu kesimpulan, selanjutnya dapat 

disebarluaskan kepada semua pihak yang berkepentingan, agar informasi ini 

dapat dimanfaatkan sebagai mana mestinya.  

e. Evaluasi  

Hasil evaluasi terhadap data sistem surveilan selanjutnya dapat dipakai  

untuk perencanaan, penanggulangan khusus serta program pelaksanaannya, 

untuk kegiatan tindak lanjut (follow up), untuk melakukan koreksi dan 

perbaikan-perbaikan program dan pelaksanaan program, serta untuk 

kepentingan evaluasi maupun penilaian hasil kegiatan 

2.2.4 Karakteristik Surveilan Efektif 

Kecepatan. Informasi yang diperoleh dengan cepat (rapid) dan tepat waktu 

(timely) memungkinkan tindakan segera untuk mengatasi masalah yang 

diidentifikasi. Akurasi. Surveilan yang efektif memiliki sensitivitas tinggi, 

sebab  itu sistem surveilan perlu mengecek kebenaran laporan awam ke 

lapangan, untuk mengkonfirmasi apakah memang tengah terjadi peningkatan 

kasus/ outbreak. 

Standar, seragam, reliabel, kontinu. Definisi kasus, alat ukur, maupun prosedur 

yang standar penting dalam sistem surveilan agar diperoleh informasi yang 

konsisten. Sistem surveilan yang efektif mengukur secara kontinu sepanjang 

waktu, bukannya intermiten atau sporadis, tentang insidensi kasus penyakit 

untuk mendeteksi kecenderungan.  

Representatif dan lengkap. Sistem surveilan diharapkan memonitor situasi 

yang sesungguhnya terjadi pada populasi. Data yang dikumpulkan perlu 

representatif dan lengkap.  


Sederhana, fleksibel, dan akseptabel. Sistem surveilan yang efektif perlu 

sederhana dan praktis, baik dalam organisasi, struktur, maupun operasi. Data 

yang dikumpulkan harus relevan dan terfokus. Format pelaporan fleksibel, 

bagian yang sudah tidak berguna dibuang.  

pemakaian  (uptake). Manfaat sistem surveilan ditentukan oleh sejauh mana 

informasi surveilan dipakai  oleh pembuat kebijakan, pengambil keputusan, 

maupun pemangku surveilan pada berbagai level.  

2.2.5 Mekanisme Umpan Balik dan Penyebaran Informasi 

Salah satu kegiatan surveilan yang penting yaitu  melakukan kajian data 

surveilan secara periodik. Pelaksanaan Surveilan yang efektif harus dapat 

memberikan umpan balik kepada sumber laporan secara teratur sesuai dengan 

periode penerimaan laporan yang diterima dari semua sumber data. Umpan 

balik dapat sebagai ringkasan laporan yang diterima atau mungkin koreksi 

terhadap kekeliruan pengisian pada formulir laporan. 

Selanjutnya umpan balik serta laporan informasi hasil kajian ini  

disampaikan melalui media secara rutin, serta sasaran komunikasi yang 

dimiliki. Mekanisme umpan balik dan penyebaran informasi ini harus menjadi 

sistem komunikasi yang efektif dalam pelaksanaan surveilan, terutama umpan 

balik yang baik kepada semua sumber laporan dan pihak atau unit yang dapat 

melakukan respon penanggulangan yang cepat dan tepat. 

pemakaian  teknologi komputerisasi  sangat mendukung pelaksanaan kegiatan 

penyebaran informasi dan umpan balik, disamping pemakaian  metode lain 

seperti pertemuan rutin, kunjungan supervisi atau seminat terbatas 

 

2.3 Kejadian Luar Biasa (KLB) 

Salah satu tujuan dari kegiatan surveilan yaitu  identifikasi dini kejadian luar 

biasa (KLB). Bila laju angka dasar sudah  diketahui,maka kita dapat segera 

mengenali bila terjadi suatu penyimpanan dari laju angka dasar ini .yang 

mencerminkan suatu peningkatan kasus atau kejadian luar biasa (outbeak) 


 

Dalam visi Global Health Security Agenda (GHSA) untuk perlindungan dan 

keamanan global dari ancaman penyakit infeksi, surveilan dan respon berperan 

dalam hal pencegahan dan mitigasi akibat dari terjadinya Kejadian Luar Biasa 

(KLB) yang berhubungan dengan pathogen berbahaya serta deteksi cepat 

untuk memutuskan mata rantai penularan pada kita  dan mengurangi 

dampak ekonomi, politik dan keamanan akibat KLB 

Menurut Permenkes No 45 tahun 2014, kejadian luar biasa yaitu  timbulnya 

atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna 

secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan 

merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.  Sedangkan 

wabah yaitu  kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam 

warga  yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari 

pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat 

menimbulkan malapetaka dan ditetapkan oleh menteri 


2.3.1 Tata cara Pelaksanaan Penyelidikan dan 

Penanggulangan KLB 

Dalam melakukan penyelidikan dan penanggulangan KLB dapat dilaksanakan 

dengan beberapa tahapan. Tahapan ini  dapat dilakukan secara bersamaan, 

yang terpenting dalam tahapan kegiatan dipastikan memuat seluruh unsur-

unsur dalam pelaksanaannya. Tahapan ini  yaitu  sebagai berikut : 

1. Menegakkan atau Memastikan Diagnosis 

Untuk membuat penghitungan kasus secara teliti guna keperluan analisis di 

tahapan berikutnya maka perlu memastikan diagnosis dari kasus-kasus yang 

dilaporkan terhadap KLB yang dicurigai. 

Alasan mengapa langkah ini penting yaitu  : 

a. Adanya kemungkinan kesalahan dalam diagnosis 

b. Memastikan adanya tersangka atau adanya orang yang memiliki  

sindroma tertentu. 

c. Informasi bukan kasus (kasus-kasus yang dilaporkan namun  

diagnosisnya tidak dapat dipastikan) harus dikeluarkan dari informasi 

kasus yang dipakai  untuk memastikan ada/tidaknya suatu KLB. 

 

2. Memastikan terjadinya KLB 

Dalam membandingkan insiden (kejadian) penyakit berdasarkan waktu harus 

diingat bahwa beberapa  penyakit dalam keadaan biasa (endemis) dapat 

bervariasi menurut waktu (pola temporal penyakit).  Penggambaran pola 

penyakit penting untuk memastikan terjadinya KLB yaitu  pola musiman 

penyakit (periode 12 bulan) dan kecederungan jangka panjang (periode 

tahunan). Dengan demikian untuk melihat kenaikan frekuensi penyakit harus 

dibandingkan dengan frekuensi penyakit pada tahun yang sama bulan berbeda 

atau bulan yang sama tahun berbeda. Tujuan tahap ini yaitu  untuk 

memastikan apakah adanya peningkatan kasus yang tengah berjalan memang 

benar-benar berbeda dibandingkan dengan kasus yang "biasa" terjadi pada 

populasi yang dianggap memiliki  risiko terinfeksi. jika  insidens yang 

tengah berjalan secara menonjol melebihi insidens yang "biasa", maka 

biasanya dianggap terjadi KLB. Perbedaan-perbedaan kecil antara insidens 

yang "biasa" dan yang tengah berjalan dapat menimbulkan ketidakpastian, 

sehingga petugas surveilan harus selalu waspada mencari kasus-kasus baru 

yang dapat memastikan dugaan adanya KLB. 

3. Menghitung jumlah kasus/angka insidens yang tengah berjalan  

jika  dicurigai terjadi suatu KLB, harus dilakukan penghitungan awal dari 

kasus-kasus yang tengah berjalan (orang-orang yang infeksinya terjadi di 

dalam periode KLB) untuk memastikan adanya frekuensi kasus baru yang 

"berlebihan". Pada saat penghitungan awal itu mungkin tidak ada  cukup 

informasi mengenai setiap kasus untuk memastikan diagnosis. Dalam keadaan 

ini, yang paling baik dilakukan yaitu  memastikan bahwa setiap kasus benar-

benar memenuhi kriteria kasus yg sudah  ditetapkan. 

4. Menggambarkan karakteristik KLB 

Seperti disebutkan di atas, KLB sebaiknya dapat digambarkan menurut 

variabel waktu, tempat dan orang. Penggambaran ini harus dibuat sedemikian 

rupa sehingga dapat disusun kesimpulan mengenai sumber, cara penularan, 

dan lamanya KLB berlangsung. Untuk dapat merumuskan kesimpulan yang 

diperlukan, informasi awal yang dikumpulkan dari kasus-kasus harus diolah 

sedemikian rupa sehingga dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut : 

 

 


 

a. Variabel waktu : 

• Kapan periode yang tepat dari KLB ini? 

• Kapan periode paparan (exposure) yang paling mungkin? 

• Apakah KLB ini bersifat ”common source”( kasus-kasus terjadi 

sebab  paparan terhadap sumber yang sama dan umum) atau 

’propagated source' atau keduanya? 

b. Variabel tempat : 

• Di manakah distribusi geografik yang paling bermakna dari 

kasus-kasus (menurut) tempat tinggal? tempat kerja? tempat lain? 

• Berapakah angka serangan (attack rate) pada setiap satuan 

tempat/geografik? 

• Variabel orang (kasus) yang terkena : 

• Berapakah angka serangan menurut golongan umur, dan jenis 

kelamin 

• Golongan umur dan jenis kelamin manakah yang risiko sakit 

paling tinggi dan paling rendah 

• Dalam hal apa lagi karakteristik kasus-kasus berbeda-beda secara 

bermakna dari karakteristik populasi seluruhnya 

5. Mengidentifikasikan Sumber dari pemicu  Penyakit dan Cara 

Penularannya  

Untuk mengidentifikasikan sumber dan cara penularan dibutuhkan lebih dari 

satu kali siklus perumusan dan pengujian hipotesis. Hipotesis yaitu  suatu 

pernyataan, keadaan atau asumsi "dugaan yang terbaik" dari petugas surveilan, 

dengan memakai  informasi yang tersedia, yang menjelaskan terjadinya 

suatu peristiwa.  

Dalam hubungan dengan penyelidikan KLB biasanya hipotesis dirumuskan 

sekitar pemicu  penyakit yang dicurigai, sumber infeksi, periode paparan, 

cara penularan, dan populasi yang sudah  terpapar atau memiliki  risiko akan 

terpapar.  

 

 

6. Mengidentifikasikan Populasi yang memiliki  Peningkatan Risiko 

Infeksi  

jika  sumber dan cara penularan sudah  dipastikan, maka orang-orang yang 

memiliki  risiko paparan yang meningkat harus ditentukan, dan tindakan-

tindakan penanggulangan serta pencegahan yang sesuai harus dilaksanakan. 

Siapa yang sesungguhnya memiliki  risiko paparan meningkat tergantung 

pada pemicu  penyakit, sifat sumbernya, cara penularannya, dan berbagai 

ciri-ciri orang- orang rentan yang meningkatkan kemungkinannya terpapar. 

7. Melaksanakan Tindakan Penanggulangan  

jika  ciri-ciri umum dari populasi risiko tinggi sudah  digambarkan, maka 

perlu ditentukan tindakan penanggulangan dan pencegahan mana yang sesuai 

untuk populasi yang bersangkutan. Tindakan penanggulangan yang kemudian 

dilaksanakan mungkin ditujukan kepada salah satu atau semua dari hal-hal 

berikut (serta lainnya) : sumber infeksi, sumber penularan, alat/cara penularan, 

orang-orang rentan yang memiliki  risiko paparan tinggi. 

8. Laporan Penyelidikan Kejadian Luar Biasa  

Tujuan pokok dari laporan penyelidikan ialah untuk meningkatkan 

kemungkinan agar pengalaman dan penemuan-penemuan yang diperoleh 

dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendesain dan menerapkan teknik-

teknik surveilan yang lebih baik serta tindakan pencegahan dan 

penanggulangan 




Pencegahan dan Pengendalian 

Infeksi di Fasiltas Kesehatan 

Tingkat Primer (FKTP) 

 

 

 

3.1 Strategi Pencegahan dan 

Pengendalian Infeksi Berkaitan dengan 

Pelayanan Kesehatan 

Program merupakan komponen 

penting yang harus diterapkan dalam managemen kasus infeksi. Berikut 

strategi PPI untuk mencegah atau membatasi penularan infeksi di fasilitas 

kesehatan meliputi:  

3.1.1 Triase, deteksi dini dan pengontrolan sumber  

Triase klinis merupakan sistem pemeriksaan pasien dititik pertama masuk 

rumah sakit yang merupakan bagian penting dalam mengidentifikasi, deteksi 

dini dan menempatkan segera pasien di area terpisah dari pasien lain 

(pengontrolan sumber) atau isolasi serta merawat pasien dengan dugaan 

26 

infeksi COVID-19. Untuk memudahkan deteksi dini kasus yang dicurigai, 

fasilitas kesehatan harus:  

a. Memotivasi petugas kesehatan untuk memiliki tingkat kecurigaan 

klinis yang tinggi  

b. Tempat triase yang memadai serta staff yang terlatih.  

c. Memberlakukan kuesioner skrining berdasarkan definisi kasus (pada 

bab sebelumnya).  

d. Memasang tanda di tempat umum yang mengingatkan gejala-gejala 

pada pasien yang penting untuk diberitahukan kepada petugas 

kesehatan.  

e. Promosi respiratory hygiene merupakan tindakan pencegahan yang 

penting   

f. Isolasi atau pemisahan pasien COVID-19 yang dicurigai segera 

sesudah  dicurigai serta terapkan program PPI.  

3.1.2 Penerapan Standard Precautions Untuk Semua 

Pasien     

Standard Precautions  mencakup kebersihan tangan dan pernapasan (hand and 

respiratory hygiene); pemakaian  alat pelindung diri (APD), bergantung 

penilaian risiko; pencegahan luka tertusuk jarum suntik atau benda tajam; 

pengelolaan limbah yang aman; pembersihan lingkungan dan sterilisasi 

peralatan dan linen yang dipakai  dalam merawat pasien.  

Kebersihan tangan dan pernapasan Langkah-langkah respiratory hygiene yang 

harus dilakukan yaitu:  

1. Tutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin dengan tisu atau 

bagian dalam siku.  

2. Lakukan hand hygiene.  

a. Sesudah  kontak dengan secret saluran napas.  

b. Lima momen cuci tangan: sebelum menyentuh pasien, sebelum 

prosedur dilakukan, sesudah  terpapar cairan tubuh, sesudah  

menyentuh pasien dan sesudah  menyentuh sekitar pasien.   

c. memakai  alkohol atau sabun dengan air.  


 

d. Jika ada  minyak atau kotoran yang terlihat, cuci tangan 

dengan sabun dan air.  

e. Jika kotoran tidak terlihat, pakai  alcohol-based hand rub.  

3. Tawarkan masker untuk pasien terduga infeksi COVID19 bagi yang 

bisa mentolerirnya. 3  

a. Alat pelindung diri pemakaian  APD yang rasional, benar dan 

konsisten membantu mengurangi penyebaran patogen. 

Efektivitas APD tergantung pada persediaan yang memadai, 

pelatihan staf yang memadai, hand hygiene yang tepat dan 

perilaku yang baik. 

b. Kebersihan lingkungan dan desinfektan Pembersihan   

lingkungan  dan  prosedure  desinfeksi  harus dipatuhi secara 

konsisten dan benar.Pembersihan permukaan lingkungan  dengan  

air  dan  deterjen  yang teliti. Selain itu, penerapan desinfektan 

yang biasa dipakai  (seperti natrium hipoklorit) harus efektif 

dan memadai. Pengelolaan laundry, layanan penyediaan alat 

makan dan limbah medis harus sesuai dengan prosedur rutin yang 

aman. 

3.1.3 Penerapan Tindakan Pencegahan Tambahan Secara 

Empiris (untuk droplet, kontak, dan pencegahan lain) untuk 

Kasus Yang Dicurigai  

1. Pencegahan kontak dan droplet untuk terduga infeksi COVID-19:  

a. Setiap individu, termasuk anggota keluarga, pengunjung, dan 

petugas kesehatan harus mematuhi pencegahan kontak dan 

droplet.  

b. Setiap pasien harus ditempatkan di ruangan privat yang memiliki 

ventilasi cukup. Ventilasi memerlukan 160 L/detik/pasien.  

c. Jika ruangan privat tidak tersedia, kumpulkan pasien terduga 

COVID-19 bersama  

d. Tempatkan pasien pada bed yang paling tidak terpisah sejauh 1 

meter  

e. Jika memungkinkan, petugas kesehatan yang menangani pasien 

COVID-19 eksklusif hanya menangani pasien terduga COVID-

19 untuk mencegah risiko transmisi infeksi  

f. pakai  masker medis/bedah  

g. pakai  gaun APD yang bersih, non steril, dan berlengan 

panjang  

h. pakai  pelindung mata dan wajah (misal googles atau face 

shield)  

i. pakai  gloves / handscoon  

j. Sesudah  kontak pasien, lakukan pelepasan APD dengan tepat dan 

lakukan cuci tangan. APD baru dibutuhkan untuk kontak atau 

merawat pasien yang berbeda.   

k. pakai  alat-alat sekali pakai atau pakai  alat yang 

diperuntukkan hanya untuk pasien COVID-19. Alat seperti 

stetoskop, cuff sphygmomanometer, termometer tidak boleh 

dicampur. Jika alat harus dipakai  untuk pasien lain, bersihkan 

dan desinfeksi setiap selesai pemakaian (misalnya dengan 

alkohol 70%)  

l. Hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang 

berpotensi terkontaminasi 

m. Hindari memindahkan pasien keluar ruangan kecuali diperlukan 

secara medis. pakai  portable X-ray atau alat diagnostik lain 

yang diperlukan. Jika perpindahan dibutuhkan, pakai  jalur 

perpindahan yang sudah ditentukan sebelumnya untuk 

meminimalisir paparan terhadap staff, pasien lain, dan 

pengunjung. Pasien memakai  masker.    

n. Pastikan petugas kesehatan yang mengantar pasien pada saat 

perpindahan pasien memakai  APD dan melakukan hand 

hygiene yang baik  

o. Beritahu area yang akan menerima pasien sebelum memindahkan 

pasien. Pastikan area yang akan menerima sudah  melakukan 

tindakan pencegahan (precaution) yang baik sebelum kedatangan 

pasien  


 

p. Bersihkan dan desinfeksi permukaan yang kontak dengan pasien 

secara rutin  

q. Batasi jumlah petugas kesehatan, keluarga, dan pengunjung yang 

melakukan kontak dengan terduga pasien COVID-19  

r. Catat setiap orang yang masuk dan keluar ruangan pasien 

termasuk staff dan pengunjung. 

2. Pencegahan airborne untuk prosedur yang dapat memproduksi 

droplet/ aerosol pada pasien terduga COVID19 (aerosol generating 

procedure):  

Beberapa prosedur yang menghasilkan aerosol sudah  dikaitkan dengan 

peningkatan risiko penularan Coronavirus (SARS-CoV dan MERS-CoV), 

prosedur ini  misalnya intubasi trakea, ventilasi non invasif, trakeotomi, 

resusitasi kardiopulmoner, ventilasi manual sebelum intubasi dan bronkoskopi.  

Pastikan hal berikut ketika melakukan prosedur ini :  

1. memakai  respirator partikulat yang setidaknya sekuat N95 yang 

bersertifikat NIOSH, EU FFP2, atau yang setara; saat memasang 

respirator sekali pakai, selalu lakukan seal-check. Waspadai bahwa 

jika pemakai memiliki rambut wajah, dapat mengganggu seal dari 

respirator 

2. Prosedur dilakukan di ruangan dengan ventilasi cukup, minimal 

aliran 160L/detik/pasien atau di ruangannegatif atau 12 air changes 

per hour (ACH). pakai  controlled direction of air flow saat 

melakukan ventilasi mekanis.  

3. memakai  pelindung mata  

4. memakai  gaun APD bersih, non steril, berlengan panjang  

5. Jikagaun tidak tahan cairan, pakai  apron waterproof untuk  

prosedur  yang berpotensi memproduksi jumlah cairan yang banyak 

dan dapat menembus gaun  

6. Batasi jumlah orang dalam ruangan. pakai  jumlah absolute 

minimum yang diperlukan untuk perawatan pasien. 

 

3.1.4 Pengontrolan administratif  

Kontrol dan kebijakan administratif untuk pencegahan dan kontrol penularan 

infeksi COVID-19 di antaranya pembangunan infrastruktur dan kegiatan PPI 

berkelanjutan, pelatihan petugas kesehatan; edukasi untuk perawat pasien, 

kebijakan tentang deteksi dini infeksi pernapasan akut yang berpotensi 

COVID-19, akses ke laboratorium uji yang cepat untuk identifikasi agen 

etiologi, pencegahan kepadatan yang berlebihan terutama di Instalasi Gawat 

Darurat, penyediaan ruang tunggu khusus untuk pasien bergejala dan 

penempatan yang tepat dari pasien rawat ina