p yang menjamin rasio pasien-staf
yang memadai, penyediaan dan pemakaian persediaan APD yang teratur,
kebijakan dan prosedur PPI untuk semua aspek pelayanan kesehatan - dengan
penekanan pada surveillans infeksi pernapasan akut yang berpotensi
disebabkan oleh COVID-19 pada petugas kesehatan dan pentingnya mencari
perawatan medis, dan pemantauan kepatuhan petugas kesehatan, bersama
dengan mekanisme untuk perbaikan sesuai kebutuhan.
3.1.5 Pengontrolan Secara Lingkungan dan Engineering
Pengontrolan ini bertujuan untuk menjamin ventilasi yang memadai di seluruh
area fasilitas kesehatan sekaligus menjamin pembersihan yang memadai.
Pemisahan dengan jarak minimal 1 meter harus dilakukan untuk setiap pasien
terduga. Pengontrolan ini dapat mengurangi transmisi patogen selama
perawatan. Pastikan pembersihan dan desinfektan dilakukan dengan konsisten
dan benar. Pembersihan lingkungan dengan air dan detergen serta desinfektan
yang biasa dipakai yaitu sodium hipoklorit. 31 Semua spesimen yang
dikumpulkan untuk investigasi laboratorium harus dianggap berpotensi
menular. Petugas kesehatan yang mengumpulkan dan mengangkut spesimen
klinis harus mematuhi kewaspadaan standar untuk meminimalkan
kemungkinan paparan ke patogen.
a. Pastikan petugas mengenakan APD yang memadai. Jika sampel
diambil dengan prosedur yang dapat menciptakan aerosol, maka
pakai masker N95.
b. Pastikan bahwa semua personel yang mengangkut spesimen dilatih
dalam praktik penanganan dan prosedur dekontaminasi pada kejadian
tumpahan yang aman.
c. Tempatkan spesimen untuk pengangkutan dalam tas spesimen anti
bocor (wadah sekunder) yang memiliki sealable pocket terpisah
Bab 3 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasiltas Kesehatan Tingkat Primer 31
untuk spesimen (mis. tas plastik biohazard), dengan label pasien pada
wadah spesimen (wadah primer), dan formulir permintaan
laboratorium yang ditulis dengan jelas.
d. Pastikan bahwa laboratorium fasilitas layanan kesehatan mematuhi
praktik biosafety dan pengangkutan yang sesuai persyaratan, sesuai
dengan jenis organisme yang sedang ditangani.
e. Kirimkan semua spesimen secara manual / diantar langsung jika
memungkinkan, jangan pakai sistem tabung pneumatik untuk
transportasi spesimen.
f. Dokumentasikan nama lengkap pasien dan tanggal lahir terduga
COVID-19 dengan jelas pada formulir permintaan laboratorium yang
menyertai. Beri tahu laboratorium sesegera mungkin bahwa spesimen
sedang dikirim.
3.2 Pencegahan Dan Pengendalian
Infeksi
3.2.1 Instruksi Untuk Pasien
1. Berikan masker medis pada pasien suspek dan arahkan ke area
terpisah - ruang isolasi jika tersedia.
2. Jaga jarak antara pasien suspek dengan pasien lain setidaknya 1 m.
3. Instruksikan semua pasien untuk menutup hidung dan mulut saat
batuk atau bersin dengan tisu atau sisi dalam lengan atas yang terlipat
dan membersihkan tangan sesudah kontak dengan sekresi pernapasan.
3.2.2 Kewaspadaan Pencegahan Transmisi Droplet
1. pakai masker medis saat bekerja dalam radius 1-2 m dari pasien.
2. Tempatkan pasien dalam ruang terpisah, atau kumpulkan pasien-
pasien dengan diagnosis etiologi yang sama.
32
3. Jika diagnosis etiologi tidak pasti, kelompokkan pasien dengan
diagnosis klinis yang serupa dan berdasarkan faktor-faktor risiko
epidemiologis, dengan tetap diberi jarak pemisah.
4. pakai pelindung mata (masker wajah atau kacamata) saat
menangani pasien dalam jarak kontak dekat dengan pasien gangguan
pernapasan seperti batuk atau bersin. sebab sekresi dapat tersembur.
5. Batasi aktivitas pasien keluar ruangan
3.2.3 Kewaspadaan Pencegahan Kontak
Kewaspadaa kontak mencegah penularan langsung maupun tidak langsung
dari kontak dengan permukaan atau peralatan yang terkontaminasi, seperti
kontak dengan tabung/antarmuka oksigen yang terkontaminasi.
a. pakai APD (masker medis, pelindung mata, sarung tangan dan
jubah) saat memasuki ruangan dan lepaskan APD saat meninggalkan
ruangan dan bersihkan tangan sesudah melepas APD.
b. Jika mungkin, pakai perlengkapan sekali pakai atau didedikasikan
khusus untuk COVID-19. Seperti stetoskop, sabuk lengan pengukur
tekanan darah, oksimeter denyut, dan termometer.
c. Jika perlengkapan perlu dipakai bersama dengan pasien lain,
bersihkan dan disinfeksi sesudah dipakai untuk setiap pasien.
d. Pastikan petugas kesehatan tidak menyentuh mata, hidung, dan mulut
dengan sarung tangan atau tangan yang kemungkinan terinfeksi.
e. Jangan mengontaminasi permukaan lingkungan yang tidak langsung
berhubungan dengan perawatan pasien, seperti gagang pintu dan
tombol lampu. Hindari gerakan pasien atau transportasi yang tidak
diperlukan secara medis. Bersihkan tangan.
3.2.4 Kewaspadaan Pencegahan Penularan Airborne Saat
Melaksanakan Prosedur Yang Menimbulkan Aerosol
1. Pastikan petugas kesehatan yang melakukan prosedur yang
menimbulkan aerosol, seperti hisap lendir terbuka saluran
pernapasan, intubasi, bronkoskopi dan resusitasi jantung paru
memakai APD, termasuk sarung tangan, jubah lengan panjang,
pelindung mata, dan respirator partikulat yang teruji sesuai (N95 atau
yang setara, atau perlindungan lebih tinggi).
2. Fit test yang sudah dijadwalkan tidak sama dengan pemeriksaan
kerapatan pengguna sebelum pemakaian . Jika mungkin, pakai
ruang terpisah berventilasi cukup saat melaksanakan prosedur yang
menimbulkan aerosol, yaitu ruang dengan tekanan negatif dengan
penggantian udara setidaknya 12 kali setiap jam atau setidaknya 160
L/detik/pasien di fasilitas berventilasi alami.
3. Hindari adanya orang yang tidak harus ada di dalam ruangan. Rawat
pasien di jenis kamar yang sama sesudah mulai ventilasi mekanis
dimulai.
3.3 Pencegahan Dan Pengendalian
Infeksi Untuk Karantina
Karantina dilakukan terhadap OTG untuk mewaspadai munculnya gejala
sesuai definisi operasional. Lokasi karantina dapat dilakukan di rumah, fasilitas
umum, atau alat angkut dengan mempertimbangkan kondisi dan situasi
setempat. Penting untuk memastikan bahwa lingkungan tempat pemantauan
kondusif untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan medis yang diperlukan
orang ini . Idealnya, satu atau lebih fasilitas umum yang dapat dipakai
untuk observasi harus diidentifikasi dan dievaluasi sebagai salah satu elemen
kesiapsiagaan menghadapi COVID-19. Evaluasi harus dilakukan oleh pejabat
atau petugas kesehatan warga .
Setiap akan melakukan karantina maka harus mengkomunikasikan dan
mensosialisasikan tindakan yang akan dilakukan dengan benar, untuk
mengurangi kepanikan dan meningkatkan kepatuhan:
1. warga harus diberikan pedoman yang jelas, transparan,
konsisten, dan terkini serta diberikan informasi yang dapat dipercaya
tentang tindakan karantina
2. Keterlibatan warga sangat penting jika tindakan karantina harus
dilakukan
3. Orang yang di karantina perlu diberi perawatan kesehatan, dukungan
sosial dan psikososial, serta kebutuhan dasar termasuk makanan, air
dan kebutuhan pokok lainnya. Kebutuhan populasi rentan harus
diprioritaskan.
4. Faktor budaya, geografis dan ekonomi memengaruhi efektivitas
karantina. Penilaian cepat terhadap faktor lokal harus dianalisis, baik
berupa faktor pendorong keberhasilan maupun penghambat proses
karantina
Pada pelaksanaan karantina harus memastikan hal-hal sebagai berikut:
1. Tata cara dan perlengkapan selama masa karantina
Tatacara karantina meliputi:
a. Orang-orang ditempatkan di ruang dengan ventilasi cukup serta
kamar single yang luas yang dilengkapi dengan toilet. jika kamar
single tidak tersedia pertahankan jarak minimal 1 meter dari
penghuni rumah lain. meminimalkan pemakaian ruang bersama dan
pemakaian peralatan makan bersama, serta memastikan bahwa
ruang bersama (dapur, kamar mandi) memiliki ventilasi yang baik.
b. Pengendalian infeksi lingkungan yang sesuai, seperti ventilasi udara
yang memadai, sistem penyaringan dan pengelolaan limbah
c. Pembatasan jarak sosial (lebih dari 1 meter) terhadap orang-orang
yang di karantina
d. Akomodasi dengan tingkat kenyamanan yang sesuai termasuk:
• penyediaan makanan, air dan kebersihan
• perlindungan barang bawaan
• perawatan medis
• komunikasi dalam bahasa yang mudah dipahami mengenai: hak-
hak mereka; ketentuan yang akan disediakan; berapa lama
mereka harus tinggal; apa yang akan terjadi jika mereka sakit;
informasi kontak kedutaan
e. bantuan bagi para pelaku perjalanan
f. bantuan komunikasi dengan anggota keluarga
g. jika memungkinkan, akses internet, berita dan hiburan
h. dukungan psikososial
i. pertimbangan khusus untuk individu yang lebih tua dan individu
dengan kondisi komorbid, sebab berisiko terhadap risiko keparahan
penyakit COVID-19.
2. Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Minimal
Berikut langkah-langkah pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus
dipakai untuk memastikan lingkungan aman dipakai sebagai tempat
karantina
a. Deteksi dini dan pengendalian
1) Setiap orang yang dikarantina dan mengalami demam atau gejala
sakit pernapasan lainnya harus diperlakukan sebagai suspect
COVID-19
2) Terapkan tindakan pencegahan standar untuk semua orang dan
petugas:
• Cuci tangan sesering mungkin, terutama sesudah kontak
dengan saluran pernapasan, sebelum makan, dan sesudah
memakai toilet. Cuci tangan dapat dilkukan dengan
sabun dan air atau dengan hand sanitizer yang mengandung
alkohol. Peggunaan hand sanitizer yang mengandung alkohol
lebih disarankan jika tangan tidak terlihat kotor. Bila tangan
terlihat kotor, cucilah tangan memakai sabun dan air
• Pastikan semua orang yang diobservasi menerapkan etika
batuk
• Sebaiknya jangan menyentuh mulut dan hidung;
3) Masker tidak diperlukan untuk orang yang tidak bergejala. Tidak
ada bukti bahwa memakai masker jenis apapun dapat
melindungi orang yang tidak sakit.
b. Pengendalian administratif
Pengendalian administratif meliputi:
1) Pembangunan infrastruktur PPI yang berkelanjutan (desain fasilitas)
dan kegiatan;
2) Memberikan edukasi pada orang yang diobservasi tentang PPI;
semua petugas yang bekerja perlu dilatih tentang tindakan
pencegahan standar sebelum pengendalian karantina dilaksanakan.
Saran yang sama tentang tindakan pencegahan standar harus
diberikan kepada semua orang pada saat kedatangan. Petugas dan
orang yang diobservasi harus memahami pentingnya segera mencari
pengobatan jika mengalami gejala;
3) Membuat kebijakan tentang pengenalan awal dan rujukan dari kasus
COVID19.
c. Pengendalian Lingkungan
Prosedur pembersihan dan disinfeksi lingkungan harus diikuti dengan benar
dan konsisten. Petugas kebersihan perlu diedukasi dan dilindungi dari infeksi
COVID19 dan petugas kebebersihan harus memastikan bahwa permukaan
lingkungan dibersihkan secara teratur selama periode observasi:
1) Bersihkan dan disinfeksi permukaan yang sering disentuh seperti
meja, rangka tempat tidur, dan perabotan kamar tidur lainnya setiap
hari dengan disinfektan rumah tangga yang mengandung larutan
pemutih encer (pemutih 1 bagianhingga 99 bagian air). Untuk
permukaan yang tidak mentolerir pemutih maka dapat memakai
etanol 70%.
2) Bersihkan dan disinfeksi permukaan kamar mandi dan toilet
setidaknya sekali sehari dengan disinfektan rumah tangga yang
mengandung larutan pemutih encer (1 bagian cairan pemutih dengan
99 bagian air).
3) Membersihkan pakaian, seprai, handuk mandi, dan lain-lain,
memakai sabun cuci dan air atau mesin cuci di 60–90°C dengan
deterjen biasa dan kering
Bab 3 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasiltas Kesehatan Tingkat Primer 37
4) Harus mempertimbangkan langkah-langkah untuk memastikan
sampah dibuang di TPA yang terstandar, dan bukan di area terbuka
yang tidak diawasi
5) Petugas kebersihan harus mengenakan sarung tangan sekali pakai
saat membersihkan atau menangani permukaan, pakaian atau linen
yang terkotori oleh cairan tubuh, dan harus melakukan kebersihan
tangan sebelum dan sesudah melepas sarung tangan.
3.4 Pencegahan Dan Pengendalian
Infeksi Di Fasyankes Pra Rujukan
3.4.1 Penanganan Awal
lsolasi dan Penanganan Kasus Awal yang sudah dilakukan wawancara dan
anamnesa dan dinyatakan sebagai PDP ringan diminta untuk isolasi di rumah,
PDP sedang isolasi di RS Darurat dan PDP berat segera dilakukan isolasi di
RS rujukan untuk mendapatkan tatalaksana lebih lanjut.
1. Pasien dalam pengawasan ditempatkan dalam ruang isolasi sementara
yang sudah ditetapkan, yakni:
a. Pasien dalam pengawasan menjaga jarak lebih dari 1 meter satu
sama lain dalam ruangan yang sama.
b. ada kamar mandi khusus yang hanya dipakai oleh pasien
dalam pengawasan.
2. Petugas kesehatan menginstruksikan pasien dalam pengawasan untuk
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. memakai masker medis ketika menunggu untuk
dipindahkan ke fasilitas kesehatan yang diganti secara berkala
atau jika sudah kotor.
b. Tidak menyentuh bagian depan masker dan jika tersentuh
wajib memakai sabun dan air atau pembersih berbahan dasar
alkohol.
c. jika tidak memakai masker, tetap menjaga kebersihan
pernapasan dengan menutup mulut dan hidung ketika batuk dan
bersin dengan tisu atau lengan atas bagian dalam. Diikuti dengan
membersihkan tangan memakai pembersih berbahan dasar
alkohol atau sabun dan air.
3. Petugas kesehatan harus menghindari masuk ke ruang isolasi
sementara. jika terpaksa harus masuk, maka wajib mengikuti
prosedur sebagai berikut:
a. Petugas memakai APD lengkap.
b. Membersihkan tangan memakai pembersih berbahan dasar
alkohol atau sabun dan air sebelum dan sesudah memasuki ruang
isolasi.
4. Tisu, masker, dan sampah lain yang berasal dari dari ruang isolasi
sementara harus ditempatkan dalam kontainer tertutup dan dibuang
sesuai dengan ketentuan nasional untuk limbah infeksius.
5. Permukaan yang sering disentuh di ruang isolasi harus dibersihkan
memakai desinfektan sesudah ruangan selesai dipakai oleh
petugas yang memakai alat pelindung diri (APD) yang memadai.
6. Pembersihan dilakukan dengan memakai desinfektan yang
mengandung 0.5% sodium hypochlorite (yang setara dengan 5000
ppm atau perbandingan 1/9 dengan air).
3.4.2 Penyiapan Transportasi Untuk Rujukan Ke RS Rujukan
1. Menghubungi RS rujukan untuk memberikan informasi pasien dalam
pengawasan yang akan dirujuk.
2. Petugas yang akan melakukan rujukan harus secara rutin menerapkan
kebersihan tangan dan mengenakan masker dan sarung tangan medis
ketika membawa pasien ke ambulans.
a. Jika merujuk pasien dalam pengawasan COVID-19 maka petugas
menerapkan kewaspadaan kontak, droplet dan airborne.
b. APD harus diganti setiap menangani pasien yang berbeda dan
dibuang dengan benar dalam wadah dengan penutup sesuai
dengan peraturan nasional tentang limbah infeksius.
3. Pengemudi ambulans harus terpisah dari kasus (jaga jarak minimal
satu meter). Tidak diperlukan APD jika jarak dapat dipertahankan.
Bila pengemudi juga harus membantu memindahkan pasien ke
ambulans, maka pengemudi harus memakai APD yang sesuai.
4. Pengemudi dan perawat pendamping rujukan harus sering
membersihkan tangan dengan alkohol dan sabun.
5. Ambulans atau kendaraan angkut harus dibersihkan dan didesinfeksi
dengan perhatian khusus pada area yang bersentuhan dengan pasien
dalam pengawasan. Pembersihan memakai desinfektan yang
mengandung 0,5% natrium hipoklorit (yaitu setara dengan 5000 ppm)
dengan perbandingan 1 bagian disinfektan untuk 9 bagian air.
Bagi OTG maupun ODP yang berusia diatas 60 tahun dengan penyakit
penyerta (seperti hipertensi, diabetes melitus, dll) yang terkontrol dan
ditemukan diluar fasyankes, dilakukan rujukan ke RS Darurat dengan
memakai mobil sendiri, jika tidak tersedia dapat menghubungi petugas
kesehatan setempat. Jika memakai mobil sendiri, buka jendela mobil dan
pasien memakai masker bedah.
3.5 Pencegahan Dan Pengendalian
Infeksi Untuk Pemulasaran Jenazah
Langkah-langkah pemulasaran jenazah pasien terinfeksi COVID-19 dilakukan
sesuai dengan Pedoman Pemulasaran Jenazah COVID 19 (Kemenkes, 2020)
sebagai berikut:
1. Petugas kesehatan harus menjalankan kewaspadaan standar ketika
menangani pasien yang meninggal akibat penyakit menular.
2. APD lengkap harus dipakai petugas yang menangani jenazah jika
pasien ini meninggal dalam masa penularan.
3. Jenazah harus terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang
tidak mudah tembus sebelum dipindahkan ke kamar jenazah.
4. Jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar
kantong jenazah.
5. Pindahkan sesegera mungkin ke kamar jenazah sesudah meninggal
dunia.
6. Jika keluarga pasien ingin melihat jenazah, diijinkan untuk
melakukannya sebelum jenazah dimasukkan ke dalam kantong
jenazah dengan memakai APD.
7. Petugas harus memberi penjelasan kepada pihak keluarga tentang
penanganan khusus bagi jenazah yang meninggal dengan penyakit
menular. Sensitivitas agama, adat istiadat dan budaya harus
diperhatikan ketika seorang pasien dengan penyakit menular
meninggal dunia.
8. Jenazah tidak boleh dibalsem atau disuntik pengawet.
9. Jika akan diotopsi harus dilakukan oleh petugas khusus, jika diijinkan
oleh keluarga dan Direktur Rumah Sakit.
a. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi.
b. Jenazah hendaknya diantar oleh mobil jenazah khusus.
c. Jenazah sebaiknya tidak lebih dari 4 (empat) jam disemayamkan
di pemulasaraan jenazah
3.6 pemakaian Alat Pelindung Diri
2. Petugas Skrinner di ruang rawat jalan dan IGD yang tidak kontak
langsung dengan pasien
a. Pertahankan jarak 1 meter
b. pakai masker bedah
c. Baju kerja
d. Sepatu tertutup
e. Lakukan hand hygiene sesuai indikasi
3. Area Triase IGD
a. Masker bedah
b. Baju kerja
c. Sepatu tertutup
d. Lakukan hand hygiene sesuai indikasi
Jika melakukan Tindakan yang berisiko terkena droplet, maka:
a. pakai masker bedah
b. Pelindung mata
c. Sarung tangan bedah
d. Gaun kedap air
e. Sepatu tetutup
f. Face Shield
4. Petugas Laboratorium pengambilan sampel COVID-19
a. Penutup kepala
b. Pelindung wajah (Face Shield)
c. Masker N95
d. Baju hazmat
e. Pelindung mata (googgle)
f. Sarung tangan 2 lapis
g. Gaun kedap air
h. Pelindung kaki
i. Sepatu bot
Peran Dokter, Perawat dan
Laboran Dalam Pengendalian
Infeksi di Rumah Sakit
Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada warga memiliki peran yang sangat penting dalam
meningkatkan derajat kesehatan warga . Oleh sebab itu rumah sakit
dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan
standar yang sudah ditentukan.
warga yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan
pengunjung di rumah sakit dihadapkan pada risiko terjadinya infeksi atau
infeksi nosokomial yaitu infeksi yang diperoleh di rumah sakit, baik sebab
perawatan atau datang berkunjung ke rumah sakit. Angka infeksi nosokomial
terus meningkat (Al Varado, 2000; Aragon, Sole and Brown, 2005) mencapai
sekitar 9% (variasi 3-21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah
sakit seluruh dunia.
Program sangat penting untuk
dilaksanakan di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya
sebagai tempat pelayanan kesehatan disamping sebagai tolak ukur mutu
pelayanan juga untuk melindungi pasien, petugas juga pengunjung dan
keluarga dari riesiko tertularnya infeksi sebab dirawat, bertugas dan
berkunjung ke suatu Rumah Sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Untuk mencapai Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit perlu keterlibatan lintas professional seperti dokter, Perawat, dan
Laboran.
4.2 Peran Dokter
Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare Associated
Infection (HAIs) merupakan salah satu masalah Kesehatan diberbagai negara
di dunia, termasuk Indonesia. Secara prinsip, kejadian HAIs sebenarnya dapat
dicegah bila fasilitas pelayanan kesehatan secara konsisten melaksanakan
program PPI. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan usaha untuk
memastikan perlindungan kepada setiap orang terhadap kemungkinan tertular
infeksi dari sumber warga umum dan disaat menerima pelayanan
kesehatan pada berbagai fasilitas Kesehatan (Kemenkes R1, 2017)
WHO (2002) dalam jurnal Prevention of Hospital-Acquired Infection
menyatakan bahwa peran dokter dalam pencegahan infeksi di rumah sakit
yaitu: (1) melindungi pasien dari infeksi pasien lain dan/ atau staf rumah sakit
yang dicurigai terinfeksi; (2) mematuhi praktik yang disetujui oleh Komite
Pengendalian Infeksi; (3) memperoleh spesimen mikrobiologi yang sesuai
ketika dicurigai ada infeksi; (4) memberi tahu kasus infeksi yang didapat
di rumah sakit kepada tim, serta menerima pasien yang terinfeksi; (5)
pemakaian antibiotik yang sesuai dengan rekomendasi Antimikroba; (6)
Mengkomunikasikan Teknik pencegahan penularan infeksi kepada pasien,
pengunjung, dan staf; (7) Membuat protokol pengobatan untuk setiap penyakit
infeksi dan mengambil langkah untuk pencegahan infeksi kepada pasien
4.2.1 Peran Dokter Dalam Melindungi Pasien Dari Infeksi
Pasien Lain Dan/Atau Staf Rumah Sakit Yang Dicurigai
Terinfeksi.
Kemenkes R1 (2017) mengatakan bahwa pelaksanaan pencegahan dan
pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan bertujuan untuk
melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung yang menerima pelayanan
kesehatanserta warga dalam lingkungannya dengan cara memutus siklus
penularan penyakit infeksi melalui kewaspadaan standar dan berdasarkan
transmisi. Bagi pasien yang memerlukan isolasi, maka akan diterapkan
kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan standar dan kewaspadaan
berdasarkan transmisi.
Langkah-langkah penempatan pasien infeksius :
1. Tempatkan pasien infeksius terpisah dengan pasien non infeksius.
2. Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi
penyakit pasien (kontak, droplet, airborne) sebaiknya ruangan
tersendiri.
3. Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat Bersama
pasien lain yang jenis infeksinya sama dengan menerapkan system
cohorting. Jarak antara tempat tidur minimal 1 meter. Untuk
menentukan pasien yang dapat disatukan dalam satu ruangan,
dikonsultasikan terlebih dahulu kepada Komite atau Tim PPI.
4. Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan
berdasarkan jenis transmisinya (kontak, droplet, airborne).
5. Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau lingkungannya
seyogyanya dipisahkan tersendiri.
6. Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara
(airborne) agar dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan Kesehatan
untuk menghindari terjadinya transmisi penyakit yang tidak perlu
kepada yang lain.
7. Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat bersama dengan pasien TB
dalam satu ruangan namun pasien TB-HIV dapat dirawat dengan
sesama pasien TB.
4.2.2 Peran Dokter dalam Mematuhi Praktik Yang Disetujui
Oleh Komite Pengendalian Infeksi
Untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi dibutuhkan
pendidikan dan pelatihan kepada dokter yang bertugas di pelayanan
Kesehatan. Pendidikan dan pelatihan pencegahan dan pengendalian infeksi
diberikan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau organisasi profesi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta petugas fasilitas
pelayanan kesehatan yang memiliki kompetensi di bidang PPI, termasuk
Komite atau Tim PPI. Semua dokter di fasilitas pelayanan kesehatan harus
mengetahui prinsip-prinsip PPI antara lain melalui pelatihan PPI tingkat dasar.
4.2.3 Peran dokter dalam Memperoleh Spesimen
Mikrobiologi Yang Dicurigai ada Infeksi
Makin cepat agen infeksi pemicu diketahui melalui pemeriksaan klinis atau
laboratorium mikrobiologi, semakin cepat pula usaha pencegahan dan
penanggulangannya yang dilaksanakan oleh dokter sedini mungkin.
Peran dokter dalam Memberi Tahu Kasus Infeksi
Yang Didapat Di Rumah Sakit Kepada Tim, Serta
Menerima Pasien Yang Terinfeksi
Dokter berperan menyampaikan informasi kasus infeksi kepada tim pelayanan
yang memberikan perawatan kepada pasien. Berikut ini langkah-langkah
dalam menerima pasien terkonfirmasi terinfeksi :
1. Pasien yang akan masuk ruang isolasi melewati jalur/pintu yang
dapat mengurangi terpaparnya staffpasien lain atau pengunjung
2. Dokter atau petugas menerima pasien dan ditempatkan di ruang
isolasi sesuai dengan infeksi pada pasien
3. Dokter atau petugas yang merawat memakai APD sesuai
indikasi untuk mencegah transmisi
4. Dokter atau petugas menjelaskan kepada keluarga tentang tata
laksana perawatan pasien di ruang isolasi
5. Pasien yang akan masuk harus dilengkapi dengan pemeriksaan
penunjang (laboratorium, foto thorax ) dan data penunjang sesuai
dengan ketentuan dokter penanggung jawab perawatan (DPJP)
6. Pasien yang masuk ruang infeksius akan mendapatkan pelayanan
sesuai tata laksana pasien infeksius
Peran dokter dalam pemakaian Antibiotik yang
sesuai dengan Rekomendasi Antimikroba
Permasalahan resistensi yang terus meningkat diberbagai negara termasuk
Indonesia terutama terjadi akibat pemakaian antimikroba yang kurang bijak.
Hal ini berdampak buruk pada pelayanan kesehatan terutama dalam
penanganan penyakit infeksi. Pelaksanaan program pengendalian resistensi
antimikroba di pelayanan kesehatan yang melibatkan tim PPI sebagai salah
satu unsur diharapkan dapat mencegah muncul dan menyebarnya mikroba
resisten sehingga penanganan penyakit infeksi menjadi optimal. Pencegahan
munculnya mikroba resisten diharapkan dapat dicapai melalui pemakaian
antibiotik secara bijak (‘prudent use of antibiotics’) dan pencegahan
menyebarnya mikroba resisten melalui pelaksanaan kegiatan PPI yang
optimal.
pemakaian antibiotik secara bijak dapat dicapai salah satunya dengan
memperbaiki perilaku dalam penulisan resep antibiotik. Antibiotik hanya
dipakai dengan indikasi yang ketat yaitu dengan penegakan diagnosis
penyakit infeksi memakai data klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium
seperti pemeriksaan darah tepi, radiologi, mikrobiologi dan serologi. Dalam
keadaan tertentu penanganan kasus infeksi berat ditangani secara multidisiplin.
Pemberian antibiotik pada pasien dapat berupa :
1. Profilaksis bedah pada beberapa operasi bersih (misalnya kraniotomi,
mata) dan semua operasi bersih terkontaminasi yaitu pemakaian
antibiotik sebelum, selama, dan paling lama 24 jam pasca operasi
pada kasus yang secara klinis tidak memperlihatkan tanda infeksi
dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi daerah operasi. Pada
prosedur operasi terkontaminasi dan kotor,pasien diberi terapi
antibiotik sehingga tidak perlu ditambahkan antibiotik profilaksis.
2. Terapi antibiotik empirik yaitu pemakaian antibiotik pada kasus
infeksi atau diduga infeksi yang belum diketahui jenis bakteri
pemicu nya. Terapi antibiotik empirik ini dapat diberikan selama 3-
5 hari. Antibiotik lanjutan diberikan berdasarkan data hasil
pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologi. Sebelum pemberian
terapi empirik dilakukan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan
mikrobiologi. Jenis antibiotik empirik ditetapkan berdasarkan pola
mikroba dan kepekaan antibiotik setempat.
3. Terapi antibiotik definitif yaitu pemakaian antibiotik pada kasus
infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri pemicu dan kepekaannya
terhadap antibiotik.
Setiap fasilitas perawatan kesehatan harus memiliki program pemakaian
antimikroba. Tujuannya yaitu untuk memastikan keefektifan resep, ekonomis
dan untuk meminimalkan terjadinya mikroorganisme resisten. Kebijakan ini
harus diimplementasikan melalui komite antimikroba .
1. Setiap pemakaian antibiotik harus dapat dibuktikan atas dasar
diagnosis klinis
2. Spesimen pemeriksaan bakteriologis harus diperoleh sebelum
memulai pengobatan antibiotik
3. Pemilihan antibiotik harus tidak berdasarkan hanya pada sifat
penyakit dan agen pathogen penyakitnya, namun pada pola
sensitivitas, toleransi pasien, dan biaya.
4. Dokter menerima informasi yang relevan terkait obat yang sudah
resisten
5. Agen dengan spektrum sesempit mungkin seharusnya dipakai .
6. pemakaian kombinasi antibiotik harus dihindari
7. pemakaian antibiotik tertentu mungkin dibatasi.
8. Dosis yang tepat harus dipakai . Dosis rendah mungkin menjadi
tidak efektif untuk mengobati infeksi, dan mendorong perkembangan
strain resisten. Di sisi lain, dosis berlebih memiliki efek yang
merugikan.
Peran dokter dalam Mengkomunikasikan Teknik
Pencegahan Penularan Infeksi Kepada Pasien,
Pengunjung, Dan Staf
Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan bertujuan untuk melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung
yang menerima pelayanan kesehatan serta warga dalam lingkungannya
dengan cara memutus siklus penularan penyakit infeksi melalui kewaspadaan
standar dan berdasarkan transmisi. Bagi pasien yang memerlukan isolasi, maka
akan diterapkan kewaspadaan isolasi yang terdiri dari kewaspadaan standar
dan kewaspadaan berdasarkan transmisi
Kewaspadaan transmisi dilaksanakan sebelum pasien didiagnosis dan sesudah
terdiagnosis jenis infeksinya. Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai
berikut: melalui kontak, melalui droplet, melalui udara (Air borne
Precautions), melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat,peralatan) dan
melalui vektor (lalat, nyamuk,tikus).
Gambar 4.3: Kewaspadaan transmisi
4.2.7 Peran dokter dalam Membuat Protokol Pengobatan
Untuk Setiap Penyakit Infeksi Dan Mengambil Langkah
Untuk Pencegahan Infeksi Kepada Pasien
Pedoman protocol yang dibuat oleh dokter atau perhimpunan profesi dokter
bersifat multidisiplin untuk memudahkan tenaga medis yang berada di garda
terdepan untuk mengakses infromasi terkait penanganan penyakit infeksi.
Pedoman protocol pengobatan penyakit infeksi dapat menjadi landasan untuk
senantiasa memberikan mutu layanan terbaik bagi fasilitas pelayanan
kesehatan, tenaga medis, tenaga kesehatan, dan warga . Pedoman protocol
pengobatan merupakan Living Document.
4.3 Peran Perawat
Peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan sangat berkaitan dengan
terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit dan perawat bertanggung jawab
menyediakan lingkungan yang aman bagi klien terutama dalam pencegahan
infeksi dalam proses keperawatan. Perawat juga bertindak sebagai pelaksana
terdepan dalam usaha pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial
Jumlah tenaga pelayanan kesehatan yang kontak langsung dengan pasien, jenis
dan jumlah prosedur invasif, terapi yang diterima, lama perawatan, dan standar
asuhan keperawatan memengaruhi risiko terinfeksi. Faktor standar asuhan
keperawatan yang memengaruhi terjadinya infeksi nosokomial yaitu
klasifikasi dan jumlah ketenagaan yang memiliki kemampuan dalam
menjalankan dan mempraktikkan teknik aseptik; peralatan dan obat yang
sesuai, siap pakai dan cukup; ruang perawatan yang secara fisik dan hygiene
yang memadai; aspek beban kerja dalam pembagian jumlah penderita dengan
tenaga keperawatan, dan jumlah pasien yang dirawat
WHO (2002) dalam jurnal Prevention of Hospital-Acquired Infection
menyatakan bahwa peran perawat pelaksana dalam pencegahan infeksi
nosokomial yaitu: (1) menjaga kebersihan rumah sakit; (2) menjaga kebersihan
tangan dan alat pelindung diri, (3) melapor kepada dokter jika ada tanda dan
gejala infeksi ; (4) melakukan isolasi terhadap pasien dengan penyakit
menular; (5) membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari
pengujung; (6) mempertahankan keamanan peralatan, dan perlengkapan
perawatan infeksi.
Peran Perawat Dalam Menjaga Lingkungan Rumah
Sakit
Perawat yang selalu kontak langsung dengan pasien, harus menyadari bahwa
perawat yaitu media perantara penularan sekaligus sebagai sumber
penularan. Oleh sebab itu, perawat diharapkan dapat menerapkan kebersihan
personal (personal hygiene) dan segala tindakan yang dilakukan harus higienis.
Perawat harus pula memperlakukan semua material dan instrumen dengan cara
higienis
Menurut kebijakan lokal dan negara pedoman untuk pembuangan materi
sampah infeksi harus dimiliki oleh seluruh institusi kesehatan. Perawat
memerlukan penanganan khusus dalam membuang sampah cair yang
terkontaminasi (misalnya darah, urine,tinja, dan lainnya) sebab perawat
memiliki risiko terhadap penanganan infeksi. Pembuangan sampah cair pada
wastafel dan kemudian disiram, dilakukan oleh perawat dengan memakai
sarung tangan, kacamata pelindung dan celemek (Kemenkes RI, 2008).
Sesudah melakukan tindakan penyuntikan, perawat harus membuang jarum
pada tempat khusus yang tahan tusukan. Jarum suntik yang sudah dipakai
tidak diperbolehkan untuk melepaskan, membengkokkan atau
mematahkannya. Semua materi sampah yang berasal dari pasien dibuang pada
tempat sampah khusus .
, tindakan kebersihan lingkungan rumah sakit
diperlukan untuk menjamin lingkungan rumah sakit agar tampak bersih.
Pembersihan rutin dilakukan sebab mikroorganisme ada dalam
lingkungan atau benda yang kotor. Proses pembersihan pada dasarnya
tergantung oleh tindakan mekaniknya. Seharusnya ada kebijakan yang
menetapkan frekuensi pembersihan dan alat pembersih yang dipakai untuk
dinding, lantai, jendela, tempat tidur, tirai, tabir, perlengkapan, mebel, kamar
mandi, serta semua peralatan medis yang dapat dipakai Kembali
Peran Perawat Dalam Menjaga Kebersihan Tangan
Menurut Permenkes tahun 2017, mencuci tangan dapat dilakukan jika
tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh dengan memakai air mengalir
atau jika tangan tidak tampak kotor dapat memakai alkohol (alcohol-
based handrubs). Kuku petugas kesehatan harus selalu bersih dan terpotong
pendek, tanpa kuku palsu, dan tidak memakai perhiasan cincin. Perawat wajib
melakukan cuci tangan secara rutin pada saat melakukan 5 momen, yaitu:
sebelum dan sesudah berkontak langsung dengan pasien, sebelum melakukan
tindakan/prosedur terhadap pasien, sesudah kontak dengan darah dan cairan
tubuh lainnya, sesudah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
Menurut WHO (2002), mencuci tangan sering dilakukan dengan tidak optimal
disebab kan berbagai alasan, misalnya kurangnya peralatan yang sesuai, alergi
terhadap produk pencuci tangan, tingginya perbandingan jumlah perawat
dengan pasien, kurangnya pengetahuan perawat tentang risiko dan cara
mencuci tangan yang baik dan benar, serta terlalu lama waktu yang
direkomendasikan untuk mencuci tangan (WHO, 2002).
Menurut Permenkes tahun 2017, teknik mencuci tangan yaitu sebagai
berikut:
1. Teknik mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
a. Basahi tangan dengan air bersih yang mengalir.
b. Tuangkan sabun cair 3-5 cc, untuk menyabuni seluruh
permukaan tangan sebatas pergelangan.
c. Gosok kedua telapak tangan hingga merata.
d. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan
kanan dan sebaliknya.
e. Gosok kedua telapak tangan dengan sela-sela jari
f. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
g. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan
sebaliknya.
h. Gosok dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan ditelapak
tangan kiri dan sebaliknya.
i. Bilas kedua tangan dengan air mengalir.
j. Keringkan dengan handuk/kertas tisu sekali pakai
k. pakai handuk/kertas tisu ini untuk menutup keran san
buang ke tempat sampah dengan benar.
2. Lama waktu yang dibutuhkan sekitar 40-60 detik.
Gambar 4.4: Cara Kebersihan tangan dengan Sabun dan Air
Diadaptasi dari: WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: First
Global Patient Safety Challenge, World Health Organization, 2009
3. Teknik mencuci tangan dengan antiseptik berbasis alcohol
a. Tuangkan 2-3 cc antiseptik berbasis alkohol ke telapak tangan,
kemudian ratakan ke seluruh permukaan tangan.
b. Gosokkan kedua telapak tangan.
c. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan telapak
tangan kanan dan sebaliknya.
d. Gosok kedua telapak dan sela-sela jari tangan.
e. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.
f. Gosok berputar pada ibu jari tangan kiri dalam genggaman
tangan kanan dan sebaliknya.
g. Gosok dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak
tangan kiri dan sebaliknya, lalu tunggu hingga kering.
h. Lama waktu yang dibutuhkan sekitar 20-30 detik.
Gambar 4.5: Cara Kebersihan tangan dengan Alkohol
Diadaptasi dari: WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: First
Global Patient Safety Challenge, World Health Organization, 2009.
4.3.3 Peran perawat dalam pemakaian Alat Pelindung
Diri
Menurut Permenkes tahun 2017, Alat Pelindung Diri (APD) merupakan
pakaian khusus atau peralatan yang di pakai petugas untuk memproteksi diri
dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan infeksius. Alat Pelindung Diri (APD)
terdiri dari
1. Sarung Tangan
Menurut WHO tahun 2002, sarung tangan dapat dipakai untuk :
a. Pelindung dari pasien: perawat memakai sarung tangan dalam
prosedur pembedahan, perawatan pasien dengan sistem kekebalan
tubuhnya terganggu, dan prosedur invasif.
b. Pelindung bagi perawat: perawat memakai sarung tangan yang
tidak steril untuk merawat pasien dengan penyakit menular. Sarung
tangan tidak steril dapat dipakai ketika kontak dengan selaput lendir
pasien di mana tangan akan mudah terkontaminasi.
c. Tangan harus dicuci pada saat sarung tangan dibuka atau diganti
d. Sarung tangan sekali pakai tidak dapat dipakai kembali.
e. Lateks yaitu bahan yang paling sering dipakai untuk sarung
tangan. Kualitas sarung tangan yang baik harus tidak adanya pori-
pori atau lubang dan durasi pemakaian sangat bervariasi dari satu
jenis sarung tangan ke sarung tangan lainnya.
2. Masker
Menurut Permenkes tahun 2017, masker dapat dipakai untuk melindungi
wajah dan membran mukosa mulut dari cipratan darah dan cairan tubuh dari
pasien atau permukaan lingukan udara yang kotor dan melindungi pasien atau
permukaan lingkungan udara dari petugas pada saat batuk atau bersin. Masker
yang dipakai harus menutupi hidung dan mulut serta melakukan Fit Test
(penekanan di bagian hidung).
ada tiga jenis masker, yaitu
a. Masker bedah, dipakai untuk tindakan bedah atau mencegah
penularan melalui droplet
b. Masker respiratorik, dipakai untuk mencegah penularan melalui
airbone.
c. Masker rumah tangga, dipakai di bagian gizi atau dapur.
d. Menurut Permenkes tahun 2017, ada beberapa hal yang harus
dilakukan dalam mengenakan masker, yaitu:
e. Memegang pada bagian tali (kaitkan pada telinga jika memakai
kaitan tali karet atau simpulkan tali di belakang kepala jika
memakai tali lepas).
f. Eratkan tali kedua pada bagian tengah kepala atau leher.
g. Tekan klip tipis fleksibel (jika ada) sesuai lekuk tulang hidung
dengan kedua ujung jari tengah atau telunjuk.
h. Membetulkan agar masker melekat erat pada wajah dan di bawah
dagu dengan baik.
i. Periksa ulang untuk memastikan bahwa masker sudah melekat dengan
benar.
3. Gaun Pelindung
Gaun pelindung dipakai untuk melindungi baju petugas dari kemungkinan
paparan atau percikan darah atau cairan tubuh, sekresi, ekakresi atau
melindungi pasien dari paparan pakaian petugas pada tindakan steril. ada
beberapa jenis gaun pelindung, yaitu: gaun pelindung tidak kedap air, gaun
pelindung kedap air, gaun steril, gaun non steril. Gaun pelindung dapat
dipakai ketika membersihkan luka, tindakan drainase, menuangkan cairan
terkontaminasi kedalam lubang pembuangan atau WC/toilet, menangani
pasien perdarahan masif, tindakan bedah, perawatan gigi. Cara memakai gaun
pelindung yaitu tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga mulut, lengan
hingga bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung,
ikat di bagian belakang leher dan pinggang
4. Goggle dan Perisai Wajah
Tujuan pemakaian Goggle dan perisai wajah untuk melindungi mata dan
wajah dari percikan darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi. Pemakaian
Goggle dan perisai wajah dilakukan pada saat tindakan operasi, pertolongan
persalinan, tindakan perawatan gigi dan mulut, pencampuran B3 cair,
pemulasaraan jenazah, penanganan linen terkontaminasi di laundry, di ruang
dekontaminasi CSSD.
5. Sepatu Pelindung
Tujuan pemakaian sepatu pelindung yaitu melindugi kaki petugas dari
tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari
kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan, sepatu tidak
boleh berlubang agar berfungsi optimal. Jenis sepatu pelindung seperti boot
atau sepatu yang menutup seluruh permukaan kaki. Sepatu pelindung
dipakai pada saat penanganan pemulasaraan jenazah, penanganan limbah,
tindakan operasi, pertolongan dan tindakan persalinan, penanganan linen,
pencucian peralatan di ruang gizi, ruang dekontaminasi CSSD.
6. Topi Pelindung
Tujuan pemakaian topi pelindung yaitu untuk mencegah jatuhnya
mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-
alat/daerah steril atau membran mukosa pasien dan juga sebaliknya untuk
melindungi kepala/rambut petugas dari percikapan darah atau cairan tubuh dari
pasien. Topi pelindung dipakai pada saat tindakan operasi, pertolongan dan
tindak persalinan, tindakan insersi CVL, intubasi trachea, penghisapan lendir
massive, pembersihan peralatan kesehatan.
4.3.4 Peran perawat dalam Melapor Kepada Dokter Jika
Ada Tanda Dan Gejala Infeksi
Menurut Darmadi (2011), perawat yaitu pelaksana terdepan dalam
pencegahan infeksi nosokomial sebab perawat berada 24 jam penuh dengan
pasien. usaha pencegahan yang harus dilakukan oleh perawat terhadap infeksi
nosokomial yaitu sebagai berikut:
1. Perawat harus mengetahui keadaan umum setiap penderita melalui
diagnosis penyakit.
2. Perawat harus mengetahui prosedur, tindakan medis yang dijalani
oleh pasien serta alat bantu medis yang dipakai oleh pasien.
3. Perawat melakukan observasi kepada setiap pasien dengan
melakukan wawancara, pemeriksaan umum, atau dengan cara
membaca lembar catatan medis.
4. Perawat harus mengetahui perjalanan penyakit dan perkembangan
penyakit setiap pasien, apakah sudah membaik atau menjadi lebih
buruk.
Menurut Potter and Perry (2005), tanda dan gejala infeksi yang dialami oleh
pasien dapat berupa adanya merah dan bengkak pada bagian yang terinfeksi,
nyeri dan ada drainase atau lesi. Infeksi lain yang dapat terjadi yaitu infeksi
sistemik yang dapat menimbulkan gejala yang lebih besar misalnya
pembengkakan kelenjar limfe, hilangnya nafsu makan, mual dan muntah. Pada
saat melakukan pengkajian infeksi perawat harus memakai sarung tangan agar
terhindar dari penyakit ini . jika ada tanda dan gejala infeksi atau
masalah lain yang berkaitan dengan status kesehatan pasien, perawat harus
melaporkan hal ini kepada dokter.
Dokter akan dapat lebih efektif meresepkan pengobatan atau tindakan yang
tepat yang akan dilakukan, jika proses penyakit atau organisme penyakit
sudah dapat teridentifikasi. Pemberian antibiotik yang spesifik untuk
mikroorganisme pemicu penyakit oleh dokter. Sehingga tanda dan gejala
infeksi maupun masalah lain terkait kesehatan pasien dapat teratasi atau pun
diminimalkan
4.3.5 Peran Perawat Dalam Pelaksanaan Isolasi Pasien
Penyakit Menular
Menurut Darmadi (2011), asuhan keperawatan secara khusus harus dilakukan
oleh perawat kepada pasien yang dapat berpotensi menularkan penyakit
infeksi. Oleh sebab itu diperlukan ruangan atau kamar tersendiri dan terpisah
serta penanganan khusus bagi pasien melalui cara isolasi. Tujuan dilakukannya
tindakan atau usaha isolasi yaitu mencegah penyebaran mikroba patogen
yang bersumber dari pasien, melindungi pasien lainnya maupun petugas dan
pengunjung dari kemungkinan invasi mikroba patogen. Ruangan atau bangsal
perawatan khusus untuk penyakit menular harus memenuhi sejumlah
persyaratan khususnya sebagai ruangan isolasi, antara lain:
1. Lokasi dari ruangan isolasi harus jauh dari ruangan pasien dengan
penyakit lain.
2. Ventilasi di ruangan isolasi harus memadai dan memenuhi standar.
64
3. jika keluar dari ruangan, harus melalui ruangan transisi terlebih
dahulu untuk menuju pintu keluar, pintu harus selalu dalam keadaan
tertutup.
4. Ruangan isolasi termasuk kamar mandi harus dibersihkan setiap hari
secara berkala.
5. Petugas ruangan harus mengetahui cara memutuskan mata rantai
penularan dari penyakit yang sedang dalam proses asuhan
keperawatan.
6. Barang yang sudah dipakai oleh penderita seperti selimut, bantal,
sprei dan lain-lain harus dikelola dengan benar dan aman.
Menurut WHO (2002) ada berbagai cara yang dapat dilakukan ketika merawat
pasien dengan risiko infeksi yang sangat berbahaya, antara lain:
1. Pasien ditempatkan di ruangan isolasi.
2. Ketika memasuki ruangan harus memakai masker, sarung
tangan, gaun pelindung, topi, mata pelindung.
3. Saat masuk dan keluar ruangan harus mencuci tangan.
4. Membatasi pengunjung dan staf.
5. memakai peralatan yang hanya sekali pakai.
jika ruangan isolasi tidak tersedia, pasien yang menderita infeksi dengan
mikroorganisme yang sama dapat ditempatkan dalam satu ruangan. Bila
ruangan tidak tersedia dan pengelompokkan tindak memungkinkan dapat
dipisahkan minimal dengam jarak 1 meter anatar pasien yang terinfeksi
dengan pasien lain dan juga dengan pengunjung. Jika pasien dengan infeksi
saluran pernafasan harus memakai masker jika keluar dari ruangan agar
tidak menularkan ke pasien lain, pengunjung maupun staf
4.3.6 Peran perawat dalam Membatasi Infeksi Yang Berasal
Dari Pengunjung
Infeksi nosokomial dapat bersumber atau berasal dari pasien, petugas rumah
sakit, atau bisa juga dari pengunjung. Mereka mungkin sudah terkena penyakit
dan berada dalam masa inkubasi atau pun juga berupa karier kronis. Daya
Bab 4 Peran Dokter, Perawat dan Laboran Dalam Pengendalian Infeksi 65
tahan tubuh setiap orang berbeda, ada yang kebal dan ada yang langsung
terkena infeksi dan sakit (Tietjen, Bossemeye and Mclntosh, 2016).
Ketika memasuki ruang perawatan khusus, pengunjung harus memakai
alat pelindung seperti masker, gaun pelindung, sarung tangan untuk mencegah
penularan infeksi. Cara lain yang dapat dilakukan ialah dengan membatasi
jumlah pengunjung yang berarti mengurangi risiko terjadinya penularan
infeksi (WHO, 2002). Ada peraturan atau kebijakan dari Rumah Sakit untuk
menegakkan disiplin jam kunjung bagi keluarga dan pengunjung lainnya
(Darmadi, 2011).
4.4 Peran Laboran
Salah satu peran dari laboran yaitu melakukan penilaian risiko. Penilaian
risiko yaitu satu proses untuk mengevaluasi risiko yang disebabkan oleh
agen, prosedur dan personil terhadap kemungkinan dan konsekuensi dari
paparan atau pelepasan bahan bahaya di tempat kerja serta menentukan
langkah-langkah pengendalian risiko yang tepat untuk mengurangi risiko ke
tingkat yang dapat diterima. Penilaian risiko harus mempertimbankan :
Kandungan / jumlah kuman, cara Transmisi, jenis pekerjaan/prosedur yg akan
memproduksi aerosol, frekuensi prosedur yg dapat menimbulkan aerosol,
beban kerja laboratorium dan SDM yang ada, lokasi laboratorium, epidemilogi
penyakit dan populasi pasien, tingkat kemampuan & kompetensi petugas
laboratorium dan status kesehatan petugas laboratorium
Sebelum kegiatan pengambilan spesimen dilaksanakan, harus memperhatikan
universal precaution atau kewaspadaan universal untuk mencegah terjadinya
penularan penyakit dari pasien ke petugas kesehatan maupun lingkungan
sekitar (Kemenkes R1, 2017) :
1. Cuci tangan memakai sabun/desinfektan sebelum dan sesudah
tindakan
2. memakai Alat Pelindung Diri (APD), minimal yang harus
dipakai : jas laboratorium, sarung tangan karet dan masker
disposable
3. Higiene personal : hindari makan, minum dan pemakaian kosmetik
di tempat kerja; jangan memakai perhiasan, jam dan cincin; selama
66
penanganan dan pemeriksaan spesimen : disposable latex rubber atau
sarung tangan plastik; Gown harus menutupi baju petugas; cuci
tangan
4. Setiap spesimen harus dianggap infeksius
5. Waspadai HIV, Hepatitis B dan C
6. pakai APD yang benar sesuai area kerja
Menurut Mardiana and Rahayu, (2017) cara pengelolaan spesimen yaitu
sebagai berikut:
1. Pengambilan Spesimen
Hal-hal yang harus diperhatikan pada pengambilan spesimen yaitu : Teknik
atau cara pengambilan. Pengambilan spesimen harus dilakukan dengan benar
sesuai dengan standard operating procedure (SOP) yang ada. Cara
menampung spesimen dalam wadah/penampung. Seluruh sampel harus masuk
ke dalam wadah (sesuai kapasitas), jangan ada yang menempel pada bagian
luar tabung untuk menghindari bahaya infeksi. Wadah harus dapat ditutup
rapat dan diletakkan dalam posisi berdiri untuk mencegah spesimen tumpah
2. Penyimpanan Spesimen
Penyimpanan spesimen dilakukan jika pemeriksaan ditunda atau spesimen
akan dikirim ke laboratorium lain. Lama penyimpanan harus memperhatikan,
jenis pemeriksaan, wadah dan stabilitasnya. Hindari penyimpanan whole blood
di refrigerator. Sampel yang dicairkan (sesudah dibekukan) harus dibolak-balik
beberapa kali dan terlarut sempurna. Hindari terjadinya busa. Simpan sampel
untuk keperluan pemeriksaan konfirmasi / pengulangan. Menyimpan spesimen
sebaiknya dalam lemari es dengan suhu 2-8ºC, suhu kamar, suhu -20ºC, -
70ºC atau -120ºC agar tidak terjadi sampai terjadi beku ulang. Untuk jenis
pemeriksaan yang memakai spesimen plasma atau serum, maka plasma
atau serum dipisahkan dulu baru kemudian disimpan. Memberi bahan
pengawet pada spesimen. Menyimpan formulir permintaan lab di tempat
tersendiri. Waktu penyimpanan spesimen dan suhu yang disarankan : Kimia
klinik : 1 minggu dalam refrigerator. Imunologi : 1 minggu dalam refrigerator.
Hematologi : 2 hari pada suhu kamar. Koagulasi : 1 hari dalam refrigerator
Toksikologi : 6 minggu dalam refrigerator Blood grouping : 1 minggu dalam
refrigerato.
Bab 4 Peran Dokter, Perawat dan Laboran Dalam Pengendalian Infeksi 67
3. Pengiriman Spesimen
Sebelum mengirim spesimen ke laboratorium, pastikan bahwa spesimen sudah
memenuhi persyaratan seperti yang tertera dalam persyaratan masing-masing
pemeriksaan. jika spesimen tidak memenuhi syarat, spesimen ini perlu
diambil/dikirim ulang. Pengiriman spesimen disertai formulir permintaan yang
berisi data yang lengkap. Pastikan bahwa identitas pasien pada label dan
formulir permintaan sudah sama. Spesimen hendaknya secepatnya dikirim ke
laboratorium. Penundaan pengiriman spesimen ke laboratorium dapat
dilakukan selambat-lambatnya 2 jam sesudah pengambilan spesimen.
Penundaan pengiriman specimen terlalu lama akan memicu perubahan
fisik dan kimiawi yang dapat menjadi sumber kesalahan dalam pemeriksaan.
Pengiriman sampel sebaiknya memakai wadah khusus, misalnya berupa
kotak atau tas khusus yang terbuat dari bahan plastik, gabus (styro-foam) yang
dapat ditutup rapat dan mudah dibawa .
Petugas laboran bertanggung jawab untuk (WHO, 2002):
1. Menangani spesimen pasien untuk memaksimalkan kemungkinan
diagnosis pasien
2. Mematuhi pedoman pengambilan spesimen yang sesuai, transportasi,
dan penanganan specimen
3. Memastikan praktik laboratorium memenuhi dengan benar standar
4. Memastikan praktik laboratorium yang aman untuk mencegah infeksi
pada staf
5. Selalu memperhatikan sterilisasi, desinfeksi dalam bekerja
pemakaian Alat Pelindung Diri
(APD)
Penularan infeksi yang sering terjadi di lingkungan pelayanan medis, sangat
berisiko terpapar ke tenaga kesehatan, pasien, pengunjung dan karyawan.
Infeksi nosokomial yaitu suatu infeksi yang diperoleh/dialami pasien selama
dirawat di Rumah Sakit, puskesmas, dan layanan kesehatan lainya. Infeksi
Nosokomial terjadi sebab adanya transmisi mikroba pathogen yang
bersumber dari lingkungan rumah sakit dan perangkatnya. Akibat lainnya yang
juga cukup merugikan yaitu hari rawat penderita yang bertambah, beban
biaya menjadi semakin besar, serta merupakan bukti bahwa manajemen
pelayanan medis rumah sakit kurang membantu
Pelaksanaan Kewaspadaan Universal merupakan langkah penting untuk
men