Minggu, 01 Desember 2024

dunia kuno 8



 dilakukan 

untuk pemakaman raja yang telah mati itu.

Anak-anak lelaki raja itu dibunuh. Hanya satu, pangeran muda Zimri￾Lim, yang lolos. Zimri-Lim melarikan diri ke barat ke kota Aleppo milik 

orang Semit Barat, di utara Kanaan; beberapa waktu sebelumnya ia telah 

menikahi anak perempuan raja Aleppo, dan di hadapan serangan Shamshi￾Adad ia bersembunyi di tempat ayah mertuanya. Sebaliknya, Shamshi-Adad 

mendudukkan anak bungsunya Yasmah-Adad di tahta Mari sebagai guber￾nur-raja di bawah kendali kekuasaannya.

Shamshi-Adad tidak hanya memerintahkan pembuatan inskripsi-inskripsi 

biasa yang mencatat kemenangannya, tetapi juga banyak berkirim berita den￾gan kedua anaknya. Surat-surat itu, yang ditemukan di antara reruntuhan 

Mari, menceritakan bahwa Shamshi-Adad menguasai tidak hanya dataran 

yang membujur ke barat tetapi juga sebagian tanah di sebelah timur Tigris—di 

tempat-tempat tertentu sampai sejauh Pegunungan Zagros, yang menempel 

pada wilayah milik orang Elam—dan ke utara ia menaklukkan baik Arbela 

maupun Nineweh. Di bawah Shamshi-Adad, untuk pertama kalinya segitiga 

tanah antara sungai Tigris Hulu dan sungai Zab Hilir, yang pada sudut-sudut￾nya terletak tiga kota, Assur, Arbela, dan Nineweh, menjadi ”Assiria”: pusat 

sebuah kekaisaran.

Itulah bentangan terluas, selain Mesir, wilayah kekuasaan seorang raja, dan 

Shamshi-Adad tidak berlama-lama untuk mengumandangkan martabatnya 

sendiri serta karunia baik dewa-dewa, yang ia rebut hatinya dengan membangun 

kuil-kuil yang rumit. ”Akulah Shamshi-Adad, raja alam semesta”, demikian 

bunyi salah satu inskripsi persembahan pada sebuah kuil baru, ”pembangun 

kuil Assur, yang mencurahkan energinya pada tanah di antara Tigris dan Efrat 

... Aku telah mengatapi kuil itu dengan kayu aras, dan di pintu-pintunya aku 

memasang daun pintu dari kayu aras, bertatahkan perak dan emas. 

Dinding-dinding kuil itu kuletakkan di atas fondasi perak, emas, lapis 

lazuli, dan batu; dinding-dindingnya kuminyaki dengan aras, madu, dan 

mentega”.9

Kekaisaran Shamshi-Adad dikenal karena bisa mengendalikan pembantu￾pembantunya di birokrasi maupun terhadap orang-orang yang ditaklukkannya 

secara ketat. ”Aku menempatkan gubernur-gubernurku di mana-mana”, 

catatnya tentang kerajaannya, ”dan aku menetapkan tentara garnisun di 

mana-mana”.10 Ia perlu mengkhawatirkan bukan hanya pemberontakan 

bawahan-bawahannya; kekaisarannya juga menghadapi ancaman orang Elam, 

yang memusatkan pasukan di sisi timur. Petugas yang menjaga bagian timur 

jauh wilayah Shamshi-Adad berulang kali menulis untuk memberitahukan 

kepadanya bahwa raja Elam memiliki dua belas ribu prajurit yang siap

menyerang.11 Tetapi Shamshi-Adad merancang jumlah bawahan yang cukup 

untuk membentuk garnisun-garnisun dan menghimpun suatu kekuatan 

pertahanan yang mengesankan, dan serangan orang Elam dapat ditahan 

sedikit lebih lama.

 Kembali ke selatan, Rim-Sin akhirnya berhasil menaklukkan Isin, yang 

telah menjadi saingan Larsa di selatan selama hampir dua ratus tahun. 

Dengan berakhirnya dinasti Isin, ia menjadi penguasa selatan yang berdaulat, 

seperti halnya Shamshi-Adad yang menjadi penguasa utara. Pada tahun 1794, 

kekuasaan yang dipegang kedua orang itu, bersama-sama, meliputi hampir 

seluruh dataran Mesopotamia.

P  1792 pemimpin Amori di Babilon meninggal, dan anak lelakinya 

Hammurabi menggantikan dia.

Hammurabi, menurut daftar raja Babilonia, adalah cucu dari cicit Sumu￾abum, orang Amori pertama yang membangun tembok mengelilingi Babilon. 

Ia bahkan mungkin seorang kerabat jauh dari Shamshi-Adad, karena daftar 

Babilonia mencatat, sebagai leluhur awal para penguasa Babilonia, dua belas 

nama orang yang sama yang juga muncul sebagai ”raja yang tinggal di tenda” 

pada daftar Shamshi-Adad sendiri; kedua orang ini sama-sama memiliki 

leluhur orang Amori pengembara.12

Wilayah masif milik Rim-Sin dan Shamshi-Adad di kedua sisi Babilon 

yang menjadi milik Hammurabi bagaikan dua raksasa di sisi-sisi seseorang 

yang bersenjata ketapel. Tetapi lokasi Babilon yang sentral itu juga merupakan 

kelebihan. Kota itu letaknya terlalu jauh ke selatan sehingga tidak mengkha￾watirkan bagi Shamshi-Adad, dan terlalu jauh ke utara Larsa sebagai ancaman 

bagi Eim-Sin. Dengan hati-hati Hammurabi mulai mengklaim kekuasaan 

atas kota-kota yang berdekatan di Mesopotamia tengah. Tak lama setelah ia 

naik tahta, ia telah mengaitkan namanya dengan kota tua Sumeria Kish dan 

Borsippa, di selatan di tepi sungai Efrat.13

 

Jika Hammurabi ingin melebarkan lagi wilayahnya, ia harus berpaling ke 

utara atau selatan. Ia berpaling ke selatan; penaklukan Isin oleh Rim-Sin telah 

menyebabkan pertahanan kota itu terbengkalai. Pada tahun 1787, lima tahun 

setelah naik ke tahta Babilon, Hammurabi menyerang Isin dan merebutnya 

dari kekuasaan garnisun Larsa. Ia juga melakukan serangan ke seberang Tigris 

dan merebut kota Malgium yang letaknya di ujung paling barat wilayah 

Elam.14

Tetapi ia sama sekali belum berusaha merebut pusat kerajaan Rim-Sin. 

Menantang ke utara pun ia belum siap. Setelah memerintah selama sembilan 

tahun, ia membuat perjanjian sekutu resmi dengan Shamshi-Adad. Sebuah 

papan dari Babilon mencatat sumpah yang diucapkan kedua orang itu;

bahasanya mengisyaratkan bahwa walaupun keduanya terikat oleh sumpah 

itu, Hammurabi mengakui Shamshi-Adad sebagai yang lebih unggul. Tentu 

saja ia melihat dirinya belum cukup kuat untuk menghadapi raja Assur itu 

secara terang-terangan. Diduga bahwa ia bisa melihat masa depan. Dua 

tahun kemudian Shamshi-Adad wafat; mungkin karena usia lanjut, walaupun 

tanggal kelahirannya (seperti garis asal-asulnya) tetap merupakan misteri.

Pada waktu itu pun Hammurabi tidak serta merta bergerak ke utara ke 

wilayah Assiria. Ia mengulur waktu dengan membangun kanal dan kuil, mem￾perkuat kota-kota dan membesarkan bala tentaranya. Ia bahkan membangun 

hubungan yang kurang lebih bersahabat dengan anak lelaki Shamshi-Adad, 

Yasmah Adad, yang masih memerintah sebagai raja di Mari, dan juga dengan 

raja Eshnunna, di utara Babilon. Hubungan dengan kedua raja itu cukup 

baik sehingga ia bisa mengirimkan pegawainya sebagai duta (dan mata-mata) 

ke istana mereka; ibarat memainkan kedua sisi kartu, ia juga menjalin per￾sahabatan dengan Aleppo, tempat tinggal ahli waris Mari yang sah dalam 

pengasingan, dengan menerima suatu delegasi dari raja Aleppo.15

Di selatan, Rim-Sin yakin akan adanya ancaman yang berkembang di te￾ngah Mesopotamia. Hammurabi mungkin saja duduk dengan tenang, tetapi 

ia berbahaya. Rim-Sin sudah menciptakan sekutu-sekutu. Ia mengirim ber￾ita kepada orang Elam dan raja Malgium di sebelah timur Babilon, kepada 

raja Eshnunna di sebelah utara Babilon, bahkan kepada orang Gut yang ber￾diam di sebelah utara Elam: dengan harapan untuk mengatur suatu gerakan 

penjepit yang akan memerangkap Hammurabi baik dari utara maupun dari 

selatan.

Sementara itu Hammurabi menunggu, dalam suasana yang relatif damai, 

sambil memperkuat pusat kerajaannya untuk menghadapi taufan yang 

mendekat.

G A R I S WA K T U 2 0

 MESIR MESOPOTAMIA

 

 

 Periode Menengah Pertama (2181-2040)

 Dinasti-dinasti 7 & 8 (2181-2160)

 Dinasti-dinasti 9 & 10 (2160-2040) Jatuhnya Agade (sek. 2150)

 Kerajaan Tengah (2040-1782)

 Dinasti II (2134-1991) Dinasti Ketiga Ur (2112-2004)

 Intef I-III Ur-Nammu

 Mentuhotep I-III Shulgi Abram pergi ke Kanaan

 Jatuhnya Ur (2004) 

 

Dinasti 12 (1991-1782)

 Amenhemhet I Dinasti Isin Raja-raja Amori di Larsa

 (Larsa) Gungunum (sek. 1930)

 (Larsa) Rim-Sin (1822-1763)

 (Assur) Shamshi-Adad (1813-1781)

 (Babilon) Hammurabi (1792-1750)







S  - C masih bertengger di ujung mitos.

 Menurut Sima Qian, Sejarawan Besar, Dinasti Xia yang didirikan oleh 

Yü menduduki tahta selama empat ratus tahun. Antara tahun 2205 dan 1766, 

terdapat tujuh belas raja Xia yang memerintah. Namun, walaupun para pakar 

arkeologi telah menemukan reruntuhan sebuah istana dan ibu kota Xia, kita 

tidak memiliki bukti langsung dari abad-abad itu tentang tokoh-tokoh yang 

dilukiskan Sima-Qian lebih dari lima belas abad setelah kejadiannya.

Jika dipandang sebagai tradisi lisan yang mencerminkan, walaupun secara 

samar-samar, suatu urutan pergantian penguasa yang nyata, cerita Dinasti Xia 

dan keruntuhannya menunjukkan bahwa pertarungan kekuasaan di China 

sangat berlainan dengan benturan-benturan di dataran Mesopotamia. Di 

China belum terdapat orang barbar yang menyerbu bangsa yang berperadaban, 

tidak terdapat pertarungan antara satu bangsa dengan bangsa lain. Pertarungan 

tertinggi adalah antara moralitas seorang raja dan kejahatannya. Ancaman 

terhadap tahtanya berasal pertama-tama dari kodratnya sendiri.

Ketiga Raja Bijak yang memerintah tepat sebelum Dinasti Xia telah 

memilih pengganti bukan dari anak lelaki mereka melainkan orang-orang 

yang bermartabat dan rendah hati. Yü, raja ketiga, memperoleh kedudukannya 

berkat kecakapannya semata-mata. Sima Qian mencatat bahwa ia adalah 

seorang adipati yang diangkat oleh Raja Bijak ketika berada di hadapannya 

untuk memecahkan masalah banjirnya Sungai Kuning yang sedemikian 

dahsyat sehingga air itu ”membubung ke langit, sedemikian luas sehingga 

menggenangi gunung-gunung dan menutupi bukit-bukit”.1

 Yü bekerja 

selama tiga belas tahun, sambil merencanakan parit dan kanal, membangun 

pematang dan tanggul, menyalurkan banjir sungai Kuning untuk irigasi 

dan menjauhi tempat-tempat pemukiman yang terancam banjir, serta 

menampilkan dirinya sebagai seorang yang ”cerdas dan tak kenal lelah”.2

 Pada

akhir seluruh usahanya, ”dunia menjadi sangat tertata”.3

 Yü tidak melindungi 

rakyatnya dari kekuatan-kekuatan luar, tetapi dari ancaman yang berasal dari 

dalam negeri mereka sendiri.

Tanah yang diperintah oleh Yü sepertinya bertindih dengan tanah yang 

ditempati oleh kebudayaan pradinasti China yang disebut Longshan*∗

, suatu 

bangsa yang membangun desa-desa bertembok di lembah di kelokan selatan 

sungai Kuning. Desa-desa itu mungkin sekali dipimpin oleh para patriark, 

kepala keluarga yang kuat yang bersekutu dengan patriark desa lain melalui 

perkawinan dan sesekali melalui penaklukan. Cerita dari Dinasti Xia awal 

mengisahkan tentang ”tuan-tuan tanah” atau ”pangeran” yang mendukung 

atau merepotkan raja-raja Xia; ini adalah gelar anakronistik untuk patriark￾patriark Longshan.4

 

Kita tidak mengetahui letak ibu kota Yü, raja yang berperang melawan 

ancaman sungai. Tetapi sekitar tahun 2200 sampai dengan 1766, sebuah 

ibu kota Xia tampaknya dibangun tepat di bawah kelokan selatan sungai 

Kuning; penggalian di sana telah mengungkap bangunan-bangunan luas yang 

tampaknya merupakan istana raja.**†

Erlitou, tepat di bawah kelokan selatan sungai Kuning, terletak di sebuah 

lembah yang dibentuk oleh sungai Lo, yang mengalir ke sungai Kuning dari 

selatan. Tanah di sekitarnya pada umumnya baik, karena disuburkan oleh 

endapan lumpur, dan lingkaran pegunungan yang mengelilingi lembah itu di 

ketiga sisinya menjadikan Erlitou begitu mudah dipertahankan sehingga kota 

itu tidak memiliki tembok.5

Walaupun terdapat sebuah istana di Erlitou, para pemimpin pemukiman￾pemukiman bertembok (atau yi) di sepanjang sungai Kuning tampaknya 

memiliki kebebasan yang luas, melakukan sendiri perdagangan dengan desa￾desa lain dan memiliki bala tentara sendiri yang tidak besar.6

 Tetapi tradisi 

menyebutkan bahwa terdapat sekurang-kurangnya semacam kuasa raja yang 

berlaku di sepanjang lembah itu. Mungkin pergulatan Yü melawan banjir 

sungai Kuning yang merusak itu menyimpan suatu perubahan naiknya air 

sungai di zaman kuno, suatu banjir yang lebih dahsyat; jika begitu, kesulitan

yang lebih besar untuk bertahan hidup di suatu lingkungan yang lebih berat 

mungkin telah mendorong desa-desa untuk menerima kewibawaan seorang 

pemimpin untuk memersatukan dan melindungi.

Perolehan kekuasaan itu secara turun temurun dimulai dengan Yü, yang 

berbuat sekuat tenaga untuk mengikuti teladan para Raja Bijak sebelum dia. 

Seperti mereka, ia menolak pewarisan berdasarkan darah dengan memilih 

seorang yang bermartabat sebagai penggantinya dengan mengabaikan anak 

lelakinya. Sayangnya para patriark desa yang berkuasa tidak setuju dengan 

pilihannya dan malahan mendukung anak lelaki Yü, Qi; merekalah yang 

menginginkan suatu dinasti turun temurun. Tindakan pemberontakan ini 

mengantar pemukiman-pemukiman sungai Kuning dari zaman para Raja 

Bijak ke dalam suatu masa pergantian kekuasaan berdasarkan keturunan 

darah.

Inovasi ini bukannya tidak ditentang. Satu desa, desa Youhu, sedemikian 

gigih menentang penyerahan mahkota dari satu keluarga ke keluarga yang 

lain sehingga seluruh desa Youhu memboikot pesta kenaikan tahta Qi. Qi 

tidak suka menerima penolakan yang sedemikian berprinsip. Ia mengirim 

tentaranya untuk menangkap para pemberontak, mengalahkan resistensi 

yang dapat dihimpun oleh Youhu, dan menghancurkan desa itu dengan

menyatakan bahwa ia ”tengah melaksanakan hukuman Langit” terhadap 

pemberontakan mereka.7

 Kekuatan telah mengalahkan kecakapan.

Tahun-tahun awal pergantian kekuasaan berdasarkan keturunan darah 

tidak berlangsung mulus. 

Setelah kematian Qi, kelima anak lelakinya memperebutkan kerajaan; 

tidak ada kesepakatan yang menjamin peralihan mahkota secara damai dari 

satu generasi ke generasi berikutnya. Anak lelaki yang akhirnya menang me￾nguatkan kekhawatiran Youhu tentang bahaya-bahaya monarki herediter. Ia 

langsung saja sibuk berpesta dan main perempuan, alih-alih memerintah. 

Melihat hal itu, seorang patriark desa yang berkuasa melakukan serangan ke 

istana dan merebut tahta kerajaan. Kemudian ia sendiri pun dibunuh oleh 

seorang pegawai istana, yang merebut tahta untuk dirinya sendiri.

Karena tidak adanya pilihan yang bijak terhadap seorang raja oleh raja pen￾dahulunya, kekacauan merajalela. Bahkan pergantian kekuasaan berdasarkan 

hubungan darah masih lebih baik dibandingkan kekacauan itu; dan kerabat 

darah yang akhirnya dapat menghimpun dukungan yang cukup untuk me￾nentang si perebut kekuasaan adalah Shao Kang, cucu keponakan Qi.

Shao Kang lolos dari pertumpahan darah di ibu kota dan bersembunyi di 

desa lain. Dengan dukungan para pengikutnya ia bergerak kembali ke Erlitou, 

mengalahkan pegawai yang menduduki tahta, dan mengklaim hak untuk me￾merintah. Dinasti Xia yang baru saja dimulai, sudah harus diselamatkan.

Sah a   , pergantian kekuasaan Xia terbentur-bentur 

selama beberapa abad. Tetapi para sejarawan China menuturkan bahwa hak 

memerintah yang didasarkan bukan atas kecakapan tetapi garis keturunan 

lambat laun memerosotkan derajat orang-orang yang memegang kekuasaan itu. 

Raja-raja Xia memasuki suatu lingkaran yang akan terus berulang sepanjang 

sejarah China: Raja pertama dari suatu dinasti meraih hak memerintah 

berkat kebijaksanaan dan keutamaannya. Mereka menyerahkan kekuasaan 

kepada anak-anak lelaki mereka, dan seiring dengan waktu anak-anak itu 

menjadi malas. Kemalasan menjadi kemerosotan, kemerosotan menjadi 

ketidakmenentuan, dan ketidakmenentuan menyebabkan runtuhnya suatu 

dinasti. Satu orang baru, yang bijak dan kuat, merebut tahta, mulailah suatu 

dinasti baru, dan pola itu terulang kembali. Pada akhir setiap siklus, para 

tiran jatuh dan orang-orang utama kembali ke prinsip-prinsip yang mendasari 

kerajaan; tetapi mereka tidak dapat mempertahankan prinsip-prinsip itu untuk 

kurun yang lama. Kepercayaan yang baik merosot menjadi ketidakpercayaan, 

kesalehan menjadi takhayul, kepiawaian menjadi kesombongan dan 

keangkuhan diri yang kosong. ”Karena jalannya”, tulis Sima Qian, ”adalah 

sebuah siklus; ketika berakhir, siklus itu harus mulai dari awal lagi.”

Sima Qian yang mewarisi kedudukan ayahnya sebagai Kepala Para 

Juru Tulis Besar pada abad kedua SM, mungkin memiliki pandangan yang 

agak pahit mengenai dunia; setelah menggusarkan sang kaisar dengan satu 

atau dua komentar lugas mengenai ayah kaisar, ia disuruh memilih antara 

eksekusi atau kastrasi. (Ia memilih yang kedua, agar dapat menyelesaikan sejarah￾nya; sebuah dedikasi pada pekerjaan yang sangat dahsyat dalam penulisan 

sejarah.) Tetapi deskripsinya mengenai siklus sejarah didasarkan pada tradisi 

yang panjang dan pengamatan yang lama. Gagasan ideal tentang martabat 

raja China adalah pemerintahan yang berdasarkan kebijaksanaan, tetapi 

begitu seorang raja dapat mengklaim kekuasaan atas desa-desa di sepan￾jang sungai Kuning, tak terelakkan lagi timbullah korupsi, penindasan, dan 

konflik senjata. 

Dalam Dinasti Xia, konflik mencapai puncaknya selama pemerintahan raja 

Xia Jie, yang lambat laun kehilangan dukungan dari kerabat istananya karena 

menguras khazanah istana untuk membangun istana-istana bagi dirinya. Ia 

kehilangan dukungan rakyatnya karena mengambil gundik seorang wanita 

yang cantik tetapi tidak disukai orang, kejam dan jahat, serta melewatkan 

hari-harinya dengan bercumbu dan minum-minum dengannya, bukannya 

memerintah. Ia juga kehilangan dukungan dari penguasa-penguasa desa 

karena menangkapi siapa pun yang mungkin menentang kekuasaannya dan 

kemudian entah menyekap dia atau membunuhnya. Sima Qian meringkaskan, 

Jie ”tidak menyibukkan diri dengan pemerintahan yang baik melainkan 

kekuasaan militer”.8

Salah seorang patriark desa yang dipenjarakan dengan tidak semena-mena 

adalah seorang lelaki bernama Tang, anggota suku Shang, yang memiliki 

kekuasaan yang cukup besar terhadap daerah di sebelah timur Erlitou sehingga 

tampak sebagai ancaman. Namun, tak lama sesudah itu Jie (mungkin karena 

pikirannya dikaburkan oleh anggur dan bergadang) tampaknya melupakan 

keberatannya semula. Ia membebaskan Tang. Tang seketika mulai memperkuat 

kedudukannya di antara para pemimpin kota-kota lainnya yang secara 

nominal berada di bawah pemerintahan Xia. Sementara ketidakpopuleran 

Jie meningkat, Tang sebaliknya menjalani hidup yang penuh kejujuran; Sima 

Qian mengatakan bahwa ia ”mengembangkan moralitasnya” (dan tentunya 

melakukan banyak upaya diplomasi). Ia bahkan mengerahkan bawahannya 

untuk menyerang salah seorang tuan tanah lain yang juga memperlakukan 

orang-orang di dekatnya secara sewenang-wenang. 

Akhirnya Tang mengklaim hak ilahi untuk membalas kejahatan, dan mem￾impin para pengikutnya melawan kaisar.9

 Jie melarikan diri dari ibu kota, dan 

pada tahun 1766 (secara tradisional tahun kenaikannya ke tahta) menjadi 

kaisar Shang pertama.

Jie mati di pengasingan. Kata-kata terakhirnya tampaknya adalah, 

”Seharusnya aku membunuh Tang ketika aku memiliki kesempatan”.10

 Penaklukan yang dilakukan Shang bukanlah penegakan suatu pemerintahan 

yang baru sama sekali, melainkan perluasan suatu kekuasaan yang sudah ada 

ke istana Erlitou yang sudah melemah. Selama beberapa dasawarsa kekuasaan 

wangsa Shang semakin berkembang di sebelah timur ibu kota Xia. Seperti 

halnya kebudayaan prasejarah Longshan yang membentang menindih Yang￾shao, dan Xia tumbuh dengan menindih Longshan, demikian pula negara 

Shang terbentang menindih daerah Xia. Pengambilalihan kekuasaan oleh 

Tang, yang digelari Tang Sang Pelengkap, adalah suatu urusan dalam negeri. 

Kerajaan Xia bertarung dengan dirinya sendiri; ketika jatuh, jatuhnya ke 

tangan bangsanya sendiri.

 Siklus itu telah dimulai lagi. Pemerintahan Tang adalah suatu contoh 

keadilan, di mana ia mengancam tuan-tuan tanah dengan hukuman jika 

mereka tidak ”melakukan perbuatan baik kepada rakyatnya”. Seperti penda￾hulu agungnya, Yü, ia juga menangani masalah banjir; Sima Qian mengatakan 

bahwa ia ”mengatur” empat aliran sungai yang merugikan, menciptakan sawah 

baru dan desa-desa baru. Dinasti Shang telah mulai dengan kerja keras dan 

moralitas: karena jalannya adalah sebuah siklus, dan siklus itu harus dimulai 

kembali.

G A R I S WA K T U 2 1

 MESOPOTAMIA CHINA

 

 Dinasti Xia (2205-1766)

 Yü

 Qi

 Jatuhnya Agade (sek. 2150)

 Dinasti Ketiga Ur (2112-2004)

 Ur-Nammu Shao Kang

 Abram pergi ke Kanaan Shulgi 

 

 Jatuhnya Ur (2004)

 

 

 Dinasti Isin Raja-raja Amori di Larsa

 (Larsa) Gungunum (sek. 1930) 

 (Larsa) Rim-Sin (1822-1763) 

 (Assur) Shamshi-Adad (1813-1781) 

 (Babilon) Hammurabi (1792-1750) 

 Jie

 Dinasti Shang (1766-1122)

 Tang







S      Hammurabi mulai 

melihat celah-celah retakan pada kekaisaran di sebelah utaranya.

Ketika Shamshi-Adad meninggal karena usia lanjut pada tahun 1781, 

mahkota Assur beralih kepada Ishme-Dagan, yang telah memerintah sebagai 

penguasa pendamping ayahnya atas suatu wilayah yang terdiri dari Ekallatum 

dan bentangan daerah yang luas ke utara. Kini Ishme-Dagan mengendalikan 

seluruh kekaisaran, termasuk kota Mari, tempat adiknya Yasmah-Adad me￾merintah sebagai wakil.

Ishme-Dagan dan Yasmah-Adad tidak pernah berteman. Anak yang su￾lung adalah kebanggaan Shamshi-Adad; anak yang bungsu telah menderita 

karena pelecehan yang dilakukan ayahnya sejak awal masa ia menjabat guber￾nur-raja Mari. Surat demi surat, Shamshi-Adad selalu membandingkan kedua 

kakak-beradik itu dan isinya selalu melecehkan Yasmah-Adad. ”Kakakmu 

telah meraih kemenangan besar di timur”, tulis Shamshi-Adad kepada anak 

bungsunya:

 [Tetapi] kamu diam saja di tempat sambil merebah di tengah perem￾puan-perempuan. Tidak bisakah kamu berperilaku seperti seorang lelaki? 

Kakakmu telah mengukir keharuman untuk namanya sendiri; kamu harus 

berbuat demikian juga di negerimu.1

Yasmah-Adad hampir tidak pernah berhasil menyenangkan hati ayahnya; 

surat Shamshi-Adad mencela dia tentang segala hal, mulai dari tidak memilih 

seorang pembantu untuk menangani urusan-urusan rumah tangganya 

(”Mengapa kamu belum juga menunjuk seseorang untuk urusan itu?”) sampai 

dengan tidak mengirim seorang pegawai yang telah dipesan dengan segera. Celaan yang bertubi-tubi itu menguras ketegasan yang mungkin dimiliki oleh 

Yasmah-Adad. Kita mengetahui bahwa ia menulis jawaban kepada ayahnya 

dengan pikiran yang berkecamuk tentang penunjukkan kembali seorang 

pegawai rendah lain: ”Bapak telah memintaku untuk mengirim Sin-iddiman 

untuk membantu bapak, dan aku akan melakukan yang bapak katakan”, 

demikian ia mengawali. ”Tetapi jika aku menuruti permintaan itu, siapa 

yang akan tinggal di sini dan mengurus pemerintahan? Aku menghormati 

ayah, dan aku akan senang mengirimnya kepada bapak. Tetapi, bagaimana 

jika bapak kemudian datang ke sini dan mengatakan, ’Mengapa kamu tidak 

mengatakan bahwa kamu terpaksa membiarkan posisinya kosong? Mengapa 

kamu tidak memberitahuku sebelumnya?’ Jadi, dengan ini aku menyampaikan 

hal itu, agar bapak dapat memutuskan apa yang seharusnya saya lakukan atas 

permintaan bapak”.2

 Sementara itu Ishme-Dagan memanasi adiknya dengan laporan tentang 

kemenangan-kemenangannya.

Dalam waktu delapan hari aku telah menjadi penguasa kota Qirhadat dan 

merebut semua kota di sekelilingnya. Bergembiralah!

Aku menyerang Hatka, dan dalam sehari aku meratakan kota itu dan 

menjadikan diriku penguasa di sana. Bergembiralah!

Aku menegakkan menara pendudukan dan tonggak pendobrak untuk 

memukul kota Hurara, dan merebutnya dalam tujuh hari. Bergembiralah!3

Tidaklah mengherankan bahwa Yasmah-Adad membencinya.

Setelah kematian Shamshi-Adad, Ishme-Dagan menulis kepada adiknya, 

agaknya dalam usaha untuk memperbaiki hubungan. Sayangnya ia mewarisi 

nada yang mendikte seperti ayahnya:

 Aku telah naik tahta di rumah ayahku, dan aku sangat sibuk, jika tidak 

maka aku tentu sudah mengirim surat kepadamu. Sekarang aku ingin 

mengatakan—aku tidak mempunyai adik lain selain kamu ... Kamu tidak 

perlu gelisah. Selama aku masih hidup, kamu akan tetap duduk di tahtamu. 

Ayo kita bersumpah bahwa akan setia satu sama lain sebagai saudara. Oh 

ya, jangan lupa mengirimkan kepadaku laporan yang lengkap segera.4

Sulit untuk mengetahui seberapa tulus hubungan persahabatan ini. Yasmah￾Adad yang pembimbang tak lama kemudian menghadapi suatu pendudukan; 

Zimri-Lim, pangeran kota Mari, yang dahulu terpaksa melarikan diri ke 

barat karena serangan Shamshi-Adad, tengah merencanakan untuk kembali. 

Ia diperkuat dengan prajurit-prajurit yang diberikan kepadanya oleh ayah

mertuanya, raja Aleppo. Enam tahun setelah kematian Shamshi-Adad, Zimri￾Lim sudah siap untuk bergerak menyerang Yasmah-Adad.

Tidak ada bala bantuan yang datang dari Assur. Yasmah-Adad menghadapi 

pasukan pendudukan itu seorang diri, dan mati di dalam serangan itu.

Kini, Zimri-Lim menjadi raja Mari kembali. Karena terdapat tiga kerajaan 

yang besar dan rakus di sebelah timurnya (kerajaan Ishme-Dagan berpusat 

di Assur, Hammurabi di Babilon, dan Rim-Sin di selatan), Zimri-Lim 

mengetahui bahwa Mari perlu bersekutu dengan kerajaan yang paling kuat 

agar dapat bertahan terhadap kedua kerajaan lainnya.

Tetapi sangat tidak jelas yang manakah kiranya kerajaan yang paling kuat. 

Salah satu surat Zimri-Lim sendiri saat itu dalam masa pemerintahannya 

berbunyi:

 Tidak ada seorang raja yang paling kuat. Sepuluh atau lima belas raja 

memihak Hammurabi dari Babilon, jumlah yang sama mendukung Rim￾Sin dari Larsa, dan jumlah yang sama pula mengikuti raja Eshnunna ...5

 

Setelah mempelajari medan, akhirnya ia menetapkan Hammurabi sebagai 

taruhan yang paling baik.

Hammurabi menerima permintaan bersekutu itu. Tentu saja ia meng￾arahkan pandangannya kepada kekuatan-kekuatan yang berhimpun melawan 

dia. Ishme-Dagan telah merembuk suatu perjanjian dua arah dengan raja 

Eshnunna, kota merdeka di sebelah timur Tigris itu, dan negeri Elam. Itu 

menimbulkan suatu kekuatan yang layak diperhitungkan. Sejak jatuhnya Ur, 

Elam kurang lebih telah menjadi suatu negeri yang bersatu; wilayah-wilayah 

selatan beberapa kali jatuh ke tangan berbagai raja Mesopotamia, tetapi 

daerah-daerah utara tetap merupakan basis kekuatan Elam. Kini suatu dinasti 

baru, dinasti keluarga Eparti, menjadi penguasa seluruh daerah itu dan siap 

untuk bergabung dalam peperangan melawan Babilon.*∗

Jauh di selatan, Rim-Sin tampaknya berpikir bahwa lebih baik bergabung 

dengan koalisi Assur, Eshnunna, dan Elam yang anti-Hammurabi. Barangkali 

kini ia yakin bahwa Hammurabi tidak dapat dikalahkan. Mungkin juga, di 

pihak lain, ia sudah terlalu letih dan terlalu tua untuk bergabung dengan 

peperangan yang sedemikian jauh ke utara. Kini ia telah bertahta selama ham-

pir enam puluh tahun, lebih lama daripada raja lain Mesopotamia yang dapat 

dikenal.

Ishme-Dagan dan raja Eshnunna serta Elam bergerak tanpa dia. Pada 

tahun 1764, sembilan tahun setelah Zimri-Lim kembali ke tahta Mari, bala 

tentara gabungan itu mulai bergerak melawan Hammurabi.

Hammurabi, dengan tentaranya sendiri yang diperkuat para prajurit 

Zimri-Lim, menyapu bersih mereka. Ia merebut Assur dan menjadikannya 

bagian dari Babilon; ia mengambil Eshnunna sebagai miliknya; dan walaupun 

ia tidak mendesak ke timur sampai sejauh dataran tinggi Elam, ia merebut 

Susa dan menjarahnya. Ia juga mengangkut berbagai patung dewi-dewi 

Elam dan memindahkannya dengan upacara ke Babilon beserta imam￾imam perempuan mereka. Tindakan itu adalah bentuk penculikan dan 

pemerkosaan yang dilakukan secara sopan dan suci terhadap istri-istri musuh 

Anda 

Tahun berikutnya, ia balik menyerang Rim-Sin, yang tidak mendapatkan 

manfaat dari kenetralannya. Hammurabi justru menggunakan kenetralan itu 

sebagai alasan untuk menyerang raja selatan itu. Mengapa Rim-Sin tidak ber￾gabung dengannya melawan penyerbu dari utara? Ketika Rim-Sin tidak dapat 

menjawab pertanyaan itu secara memuaskan, ia mengalihkan aliran sebuah 

sungai melewati suatu bagian kerajaan Rim-Sin yang penduduknya sangat 

padat. Tampaknya Rim-Sin menyerah tanpa banyak melawan, setuju untuk 

memberikan penghormatan (dan, menurut catatannya sendiri, ia mengering￾kan suatu daerah lain sehingga ia dapat cepat-cepat memindahkan lelaki dan 

wanita yang terkena banjir ke tempat itu).

Kemudian Hammurabi berbalik melawan sekutunya sendiri.

Tampaknya Zimri-Lim adalah seorang pejuang yang terlalu tangguh dan 

seorang pribadi yang terlalu kuat bagi Hammurabi sehingga ia tidak merasa 

nyaman sepenuhnya. Ia tidak menyerang bekas sekutunya itu, tetapi meminta 

hak untuk memeriksa (dan mengendalikan) semua surat-menyurat Zimri￾Lim dengan penguasa-penguasa lain. Model penjajahan ini—yakni hak untuk 

mengelola hubungan luar negeri suatu negara lain—akan banyak diterapkan 

pada abad-abad selanjutnya, ketika tindakan seperti itu pada menghapuskan 

kemerdekaan sejati. Zimri-Lim mengetahui hal itu. Dengan geram ia me￾nolak. Hammurabi mengancam akan membalas. Zimri-Lim menantang 

dia. Hammurabi bergerak ke Mari dan mulai mengeksekusi tawanan di 

luar tembok kota. Ketika gerbang-gerbang kota tetap tertutup, Hammurabi 

menduduki kota itu, meruntuhkan tembok-temboknya, mengangkut pen￾duduknya sebagai budak, dan membakarnya.6

Nasib Zimri-Lim tidak diceritakan; demikian pula nasib Shiptu, per￾maisurinya, dan juga nasib putri-putrinya. Ia mempunyai dua anak lelaki muda, tetapi tak seorang pun muncul kembali di dalam catatan sejarah, baik 

Mari maupun Babilon.

T , setelah serangan itu Hammurabi kembali menyerang 

Larsa. Kita dapat menduga bahwa Rim-Sin mengurungkan kesediaannya 

untuk memberikan penghormatan dan melakukan perlawanan. Setelah 

dikepung selama enam bulan, Larsa jatuh.

 Kali ini Hammurabi menyandera Rim-Sin dan menyingkirkannya dari 

tahta. Pemerintahannya yang berlangsung selama enam puluh tahun telah 

selesai. Kini semua kota Sumeria kuno—demikian pula banyak dari bagian 

barat dan utara Sumer kuno—menjadi bagian dari kekaisaran yang berpusat 

di Babilon. ”Hendaknya semua orang lelaki membungkuk untuk menghor￾matimu”, tulis para juru tulis Hammurabi. ”Hendaknya mereka merayakan 

kemuliaanmu yang besar; hendaknya mereka menyatakan patuh kepada 

kekuasaanmu yang tertinggi.”7

Kekaisaran itu bukan kekaisaran yang kacau balau; kekaisaran itu diatur 

dengan hukum. Hammurabi berhasil melakukan penaklukan yang terus 

bertambah, antara lain dengan menegakkan hukum yang sama ke seluruh 

wilayah kekaisaran. Satu-satunya contoh dari hukum itu yang masih ada 

ditemukan beberapa abad kemudian di Susa, yang dipahat pada sebuah stele dari 

batu hitam. Undang-undang itu dengan jelas dimaksudkan untuk mencakup 

sebuah pedoman hukum keadilan ilahi (pucuk stele itu menampilkan 

dewa keadilan, yang menyerahkan kekuasaan kepada Hammurabi), tetapi 

kehadirannya yang mencolok di kota-kota yang ditaklukkan juga menjamin 

pengendalian bangsa yang ditaklukkan. Menurut stele itu sendiri, undang￾undang itu dilaksanakan dengan setia di Nippur, Eridu, Ur, Larsa, Isin, Kish, 

Mari, dan kota-kota lainnya.

Hammurabi bukan pembuat hukum pertama—Ur-Nammu telah 

mendahului dia dalam hal ini—tetapi undang-undangnya tentulah yang 

paling lengkap yang masih ada dari zaman kuno, dan undang-undang itu 

menunjukkan suatu cakupan masalah yang sangat luas.

Hukuman untuk merampok (hukuman mati), terlibat dalam lolosnya 

seorang budak (hukuman mati), menculik (hukuman mati), merancang 

rumah yang runtuh menimpa kepala seorang lain (hukuman mati), dan 

melaksanakan suatu kewajiban kepada raja dengan buruk (hukuman mati) 

disertai dengan ketentuan tentang perkawinan (diperlukan sebuah kontrak; 

suami dapat memperoleh izin cerai dari hakim, tetapi demikian pula seorang 

istri yang telah diperlakukan secara kasar oleh suaminya), melukai (siapa pun 

yang membutakan penglihatan seorang yang merdeka juga akan kehilangan 

penglihatannya sendiri, tetapi membutakan penglihatan seorang budak hanya 

dihukum denda membayar uang perak), masalah warisan (janda dapat me￾warisi tanah tetapi tidak dapat menjualnya; mereka harus mempertahankannya 

untuk diberikan kepada anak lelaki mereka), masalah pemadaman kebakaran 

(jika seorang lelaki pergi untuk memadamkan kebakaran di rumah tetang￾ganya dan mencuri barang milik tetangganya itu ketika asap masih gelap, ia 

”harus dilemparkan ke dalam api”).8

 Semua undang-undang dan pedoman 

hukum Hammurabi itu, yang dikeluarkan dan ditegakkan oleh pusat kekai￾saran, dimaksudkan untuk meyakinkan bangsa yang ditaklukkan itu akan 

keadilan dan kebenaran pemerintahan Babilonia. Tetapi itu juga dimaksud￾kan untuk melakukan pengendalian yang ketat terhadap bawahan-bawahan

Hammurabi.9

Pengendalian ketat merupakan ciri dari hampir semua hubungan 

Hammurabi dengan wilayahnya. Berkat penaklukan luas yang ia lakukan, ia 

mengendalikan semua jalur angkutan kapal dari hulu ke hilir di selatan; kayu 

aras dan lapis lazuli, batu dan perak, logam dan perunggu, semuanya harus 

melewati titik-titik pemeriksaannya, di mana hanya kapal-kapal yang diberi 

paspor kerajaan saja yang diizinkan untuk melanjutkan.10 Ini tidak hanya 

menjamin pembayaran penuh semua pajak, tetapi juga memungkinkan raja 

untuk mengawasi secara ketat barang-barang yang dibawa ke daerah selatan 

yang sering merepotkan. Tidak ada kota di dalam kekaisaran Hammurabi 

yang dapat mempersenjatai diri secara rahasia. Hammurabi gemar menyebut 

dirinya gembala bangsanya; namun, tampaknya ia lebih mengkhawatirkan 

domba-dombanya akan menumbuhkan gigi serigala dan lepas dari kekua￾saannya daripada serigala-serigala dari luar yang akan mendekat.

Ia sangat mengetahui bahwa kekaisarannya hanya akan utuh sejauh ia 

terlihat menguasai keadaan sepenuhnya. Dalam sebuah surat yang ditulis 

kepada salah seorang jenderalnya, kita mengetahui, setelah mengalami keti￾dakberhasilan di peperangan, ia berusaha mencari cara untuk mengembalikan 

patung-patung dewi-dewi Elam ke tanah air mereka, agar mereka merestui 

peperangannya. Namun, ia tidak mengetahui cara melakukannya. Ia tidak 

mau memaksakan kehendaknya, dan andai kata ia hanya sekadar melepaskan patung-patung itu, orang Elam mungkin akan menganggapnya sebagai suatu 

tindakan yang lemah.11

 Khususnya di utara dan timur, pemerintahan Hammurabi hampir 

sepenuhnya berupa pendiktean dan pemaksaan. Belum sampai sepuluh tahun 

sejak mengklaim Eshnunna, ia sudah menyerang kota itu kembali dengan 

pengepungan yang berlangsung selama dua tahun penuh dan berakhir dengan 

penjarahan, pembakaran, dan perataan kota itu oleh tentara Babilon. Ia 

berperang di perbatasan timur; ia berperang dekat Nineweh, di mana terdapat 

lebih banyak pemberontak yang berusaha melepaskan diri; ia berperang 

hampir sepanjang waktu ia memerintah kekaisaran yang diperolehnya dengan 

susah payah. Pada akhir tahun 1749-an, ia sudah berusia lanjut, sakit akibat 

perjalanan keras selama bertahun-tahun dan selalu menderita sakit akibat 

luka dalam peperangan yang tidak pernah sembuh sepenuhnya. Ia meninggal 

hanya lima tahun setelah penghancuran Eshnunna, dan mewariskan kepada 

anak lelakinya Samsuiluna suatu carut marut yang besar.

Selama beberapa tahun kelompok-kelompok kecil pengembara—orang 

Kassit—menjelajahi Pegunungan Zagros, menyeberang Tigris, dan masuk 

ke pusat Mesopotamia. Catatan Babilon sesekali menyebut mereka sebagai 

pekerja berpindah, pekerja imigran murah yang menyewakan tenaga.

 Tahun kesembilan pemerintahan Samsuiluna dikenal sebagai tahun ”ke￾tika bala tentara Kassit datang”; para pekerja itu telah mempersenjatai diri 

dan menyerang perbatasan timur laut. Eshnunna telah berperan sebagai pena￾han para penyerbu. Dengan lenyapnya kota itu, mereka melanda daerah tepi 

kekaisaran dalam jumlah yang semakin besar.

 Bersamaan dengan itu, Samsuiluna tengah menghadapi pemberontakan￾pemberontakan yang dibasmi ayahnya sampai akhir masa hidupnya.; Uruk, 

Isin, Larsa, dan Ur, semuanya memberontak secara bergantian, sehingga ten￾tara kerajaan didatangkan untuk menggiring kota-kota itu kembali ke dalam 

pangkuan Babilon. Dalam proses itu Ur dihancurkan sedemikian tandasnya 

sehingga kota itu tidak didiami lagi selama berabad-abad berikutnya; bebera￾pa waktu sesudahnya, Nippur mengalami nasib yang sama.12

 Selagi masih berperang di berbagai garis depan, Samsuiluna menemukan 

suatu ancaman baru di sebelah timur. Orang Elam mempunyai seorang 

raja baru yang gemar berperang, Kutir-Nahhunte I; sepuluh tahun setelah 

serangan orang Kassit dimulai, Kutir-Nahhunte menyeberangi Tigris dengan 

bala tentaranya. Jajaran pasukan Babilon yang tidak besar mundur dari 

wilayah Elam, masuk kembali ke wilayah mereka sendiri, dan akhirnya benar￾benar kembali ke Babilon sendiri. Kekalahan tentara Babilon ini sedemikian 

menggema sehingga seribu tahun sesudahnya musuh Babilon, Assiria, masih 

mengejek orang Babilon karenanya. 

Samsuiluna tidak dapat mengendalikan kekaisaran dengan ketat seperti 

ayahnya sementara ia tengah berusaha memerangi ancaman-ancaman itu. 

Pada tahun1712, akhir dari pemerintahannya, ia telah kehilangan seluruh 

daerah selatan. Tanpa adanya pejuang yang tak henti-hentinya berperang di 

belakangnya, pedoman hukum Hammurabi tidak kuasa mempertahankan 

kesatuan wilayah kekaisaran yang sedemikian luas.

G A R I S WA K T U 2 2

 MESOPOTAMIA CHINA 

 

 Dinasti Ketiga Ur (2112-2004)

 Ur-Nammu Shao Kang

 Abram pergi ke Kanaan Shulgi

 

 Jatuhnya Ur (2004)

 

 

 Dinasti Isin Raja-raja Amori di Larsa

 (Larsa) Gungunum (sek. 1930) 

 (Larsa) Rim-Sin (1822-1763) 

 (Assur) Shamshi-Adad (1813-1781) 

 (Babilon) Hammurabi (1792-1750) 

 Jie

 Hammurabi merebut Dinasti Shang (1766-1122)

 Ashur dan Eshnunna (1764) 

 Tang

 Samsuiluna (1749-1712)






Kemakmuran Kerajaan Tengah berlangsung selama suatu kurun yang 

secara relatif singkat. Pemerintahan anak lelaki Senusret III, Amenemhet III, 

merupakan titik puncaknya. Ketika ia meninggal, kekuasaan pharaoh untuk 

mempertahankan keamanan negeri melawan penyerbu dan persatuan dalam 

negerinya mulai pudar.

Sekali lagi air Nil sampai menyentuh kaki pharaoh. Setelah mencapai titik 

tertingginya selama masa kejayaan pemerintahan Amenemhet III, luapan Nil 

mulai berkurang tahun demi tahun.1

 Seperti yang sudah-sudah, susutnya air 

Nil dan merosotnya kekuasaan raja di Mesir terjadi bersamaan.

Kesulitan yang terkait dengan pergantian kekuasaan ada hubungannya 

dengan kemerosotan itu juga. Amenemhet III memerintah selama empat 

puluh lima tahun; ketika ia mati, pewarisnya yang sah tidak hanya sudah tua, 

tetapi juga tidak berputra. Amenemhet IV, yang telah menunggu sepanjang 

usianya untuk naik tahta, meninggal hampir seketika ia dimahkotai, dan is￾trinya, Ratu Sobeknefru, menggantikannya. Hanya sedikit detail saja yang 

masih tersimpan dari masa pemerintahan sang ratu; tetapi di Mesir kuno, 

duduknya seorang wanita di atas tahta adalah sebuah tanda adanya suatu ke￾sulitan serius di istana.

Manetho memulai suatu dinasti baru setelah Ratu Sobeknefru, karena 

tidak ada seorang pewaris lelaki di jajaran istana. Raja yang akhirnya naik 

tahta untuk mengawali Dinasti Ketiga Belas adalah seseorang dengan sosok 

yang tidak jelas, seperti bayangan yang didukung oleh segelintir orang yang 

bahkan lebih kabur lagi.

Jauh di Nubia, para gubernur yang mengawasi daerah-daerah selatan atas 

nama tahta semakin bertindak secara mandiri; daerah Nubia yang telah di￾injak Senusret III dengan keganasan yang sedemikian besar selama Dinasti