Minggu, 01 Desember 2024

dunia kuno 37


 Di ()      , China, di bawah 

Dinasti Han, sedang berkembang menjadi sebuah kekaisaran dengan provin￾si-provinsinya yang berada sekitarnya, tidak seperti kekaisaran Roma di 

(posisi) paling ujung jalan menuju ke Barat. Catatan-catatan sejarah Sima 

Qian membicarakan tentang suku demi suku di tapal batas sebelah Baratnya 

yang ditaklukkan dan dimasukkannya ke dalam wilayah perbatasan. Dan 

sama seperti keluarga yang berkuasa di ujung jalan yang berseberangan, marga 

kerajaan China juga menderita karena drama kehidupan pribadinya, yang ke￾mudian melemahkan perbatasan-perbatasan kekaisaran itu sendiri. 

Di tahun 33 SM, sementara Oktavianus masih membangun kekuasaan￾nya, Kaisar Han, Yuandi, wafat. Ia mewarisi tahta dari ayahnya Xuandi, dan 

sekarang menurunkannya kepada putranya Chengdi. 

Chengdi berusia delapan belas, yang menurut tradisi China belum 

cukup umur untuk memerintah sepenuhnya. Ibunya, Cheng-chun, menjadi 

permaisuri pewaris, dengan kekuasaan sebagai seorang wali. Ketika ia menya￾rankan supaya Chengdi memberikan saudara-saudaranya dari marga Wang 

jabatan-jabatan penting di pemerintahan, Chengdi dengan patuh menurut. 

Saudara-saudara laki-laki permaisuri menjadi raja-raja; kakak sulungnya 

menjadi jenderal panglima tinggi angkatan perang. Anggota keluarga Wang 

yang lain diberi kedudukan-kedudukan, sampai kedudukan tertinggi dalam 

pemerintahan Han penuh sesak oleh mereka.1

Chengdi wafat pada tahun 7, setelah masa berkuasa yang berlangsung 

selama lebih dari dua dasawarsa—tetapi ia tidak mempunyai anak laki-laki. 

Keponakannya, Aiti, menggantikannya. Setelah itu, masa berkuasa penguasa 

Han secara mencurigakan menjadi semakin pendek. Aiti meninggal setelah 

hanya enam tahun memerintah, juga tanpa anak; dan seorang sepupu yang  berusia delapan tahun yang bertahta sesudahnya, Ping, meninggal di tahun 

6 M setelah masa berkuasa selama tujuh tahun, juga tanpa anak. 

Permaisuri pewaris masih tetap hidup; sekarang ia sudah hidup lebih lama 

dari empat raja Han.   Sekarang ia menjadi wali dari seorang bayi yang naik 

tahta, seorang sepupu jauh Han bernama Ruzi yang bisa mengaku sebagai cicit￾buyut dari kaisar yang sebelumnya,  Xuandi.  Sebagai walinya, ia menunjuk 

keponakannya sendiri Wang Mang, seorang pria yang sangat dihormati dan 

berpendidikan yang sudah bertugas sebagai menteri bertahun-tahun lamanya. 

Penulis biografinya, pakar sejarah Ban Gu, mengatakan bahwa ia berhasil me￾naikkan dirinya menjadi orang yang setia  setelah ”membagi-bagikan kereta, 

kuda, gaun, dan mantel bulu” kepada ”para pembantunya yang terpelajar,” 

sambil menyimpan sedikit untuk dirinya sendiri; dengan kata lain ia adalah 

orang yang sangat ahli dalam hal suap-menyuap.2

Para bangsawan yang tidak menyukai kekuasaan Wang di pemerintahan 

memprotes;  salah  satunya  bersikukuh  bahwa  Wang  Mang  telah  meracuni 

setidaknya satu dari raja-raja sebelumnya; yang lain lagi memimpin sebuah 

pemberontakan yang hanya sebentar.  Tetapi Wang Man berjanji bahwa ia 

akan menyerahkan mahkota kepada raja bayi segera setelah ia cukup usianya. 

Ini memberinya setidaknya perpanjangan waktu selama sepuluh tahun.  

Ia hanya membutuhkan waktu tiga tahun untuk bisa meyakinkan rakyat 

di ibu kota bahwa nasib buruk dari suksesi Han yang luar biasa memperli￾hatkan bahwa Kehendak Langit  berbalik dari dinasti Han. Dan bahwa tidak 

adanya kaisar dewasa di tahta mengobarkan perampokan, pembunuhan, dan 

segala macam kejahatan.  Ketika pertanda buruk mulai berpihak pada Wang 

Mang (karena satu hal, sebuah batu putih diketemukan di dasar sumur de￾ngan tulisan ”Katakan pada Wang Mang bahwa ia harus menjadi Kaisar!”), 

ia menyatakan bahwa dinasti Han sudah berakhir, dan dialah sekarang Kaisar 

China.  ”Aku adalah keturunan dari Kaisar Kuning,” ia mengumumkan, ”dan 

telah  diberi  mandat  untuk  melanjutkan  suksesi.    Pertanda-pertanda  buruk 

itu sudah menunjukkan perintah-perintah yang jelas dari para Arwah, yang 

mempercayakan kepadaku rakyat dari kekaisaran ini.”3

Dinasti  Han  sudah  bertahan  selama  197  tahun,  tanpa  perbuatan  jahat. 

Tetapi  setelah  dasawarsa  berikutnya  dan  setengah  dasawarsa  setelah  tahun 

9 M, Dinasti ciptaan Wang Mang yang bernama Dinasti Xin—Dinasti yang 

”baru”—akan membuat kekaisaran itu  mengalami kemunduran. 

Permaisuri pewaris, yang akhirnya wafat di tahun 13 M setelah hidup me￾lewati  masa  pemerintahan  enam  kaisar  China,  tidak  sempat  hidup  sampai 

ceritanya selesai.  Tetapi dampak-dampak pergantian dinasti terlihat sangat 

jelas  bahkan  sebelum  kematiannya.    Wang  Mang    bukanlah  orang  jahat; 

ia  mengirimkan  bayi  pangeran  ke  tempat  jauh  untuk  dibesarkan  di  suatu tempat, ia membiarkannya hidup (meskipun rumor mengatakan bahwa Ruzi 

kecil  dijaga  dengan  begitu  ketat  sehingga  ia  tidak  mengenali  ayam  ketika 

melihatnya).  Tetapi keputusan-keputusannya menjadi malapetaka.  Ia menya￾takan dirinya sebagai orang yang merestorasi cara-cara lama dan terhormat, 

dan mencoba untuk menggulung kembali semua perubahan yang dibuat oleh 

Marga Han yang memutuskan rantai hak-hak istimewa kebangsawanan. Ia 

membuat sebal para petani dengan memberi keluarga-keluarga bangsawan se￾bagian dari kekuasaan feodalnya kembali; ia membuat sebal para bangsawan 

dengan menghidupkan kembali pemikiran kuno bahwa seluruh China adalah 

milik kaisar (dan lebih-lebih lagi dengan meneruskan dan mengakui beberapa 

wilayah-wilayah mereka sebagai miliknya).4

  Kebijaksanaan-kebijaksanaannya 

begitu meluas, dan begitu tiba-tiba, sehingga rakyatnya menjadi kebingungan 

dan tidak puas.  Penulis biografinya Ban Gu menceritakan: 

Rakyat tidak dapat membalikkan tangan tanpa melanggar larangan …

 Si kaya tidak mempunyai alat untuk melindungi diri mereka sendiri dan 

si miskin tidak mempunyai cara untuk tetap hidup.  Mereka bangkit dan 

menjadi pencuri dan perampok, menempati bukit-bukit dan rawa-rawa. 5

Wang Mang juga tidak beruntung karena cuaca.  Musim kering dan ke￾laparan  meliputi  daerah-daerah  ibu  kota  diikuti  oleh  banjir  dengan  tanpa 

ampun; pada tahun 11 M, bendungan-bendungan di sungai Kuning jebol 

dan  ribuan  tenggelam.    Pertanda-pertanda  buruk  yang  dimanfaatkan  oleh 

Wang  Mang  untuk  membawanya  mencapai  kekuasaan  sekarang  berbalik 

melawannya. ”Kelaparan dan wabah mengganas,” kata Ban Gu, ”dan orang￾orang  saling  memakan,  sehingga  sebelum  akhirnya  Wang  Mang  dihukum 

(kehilangan tahtanya), setengah dari populasi kekaisaran itu sudah musnah.” 

Menanggapi gabungan perubahan politik dan bencana alam ini, salah satu 

dari  kelompok  rahasia  pertama  dalam  sejarah  China  terbentuk:  Kelompok 

Alis Merah, yang mengorganisasikan gerombolan untuk melawan serdadu￾serdadu yang datang ke daerah pedesaan untuk melaksanakan dekrit Wang 

Mang.  Sebelum zaman pemakaian seragam, mereka mengecat dahi mereka 

dengan warna merah sehingga, dalam peperangan, mereka dapat membedakan 

mana teman, mana lawan.6

Pada tahun 23 M, Wang Mang melepaskan tahtanya dan lari.  Ia mening￾galkan kekacauan pada keluarga Han, di mana tidak seorang pun punya hak 

yang jelas atas tahta kerajaan.  Perang-perang di antara mereka terus berlang￾sung sampai dua tahun sebelum salah satu dari mereka, Liu Xiu, mendapatkan 

dukungan yang cukup untuk mengakui tahta itu sebagai miliknya. Liu Xiu, yang lebih dikenal dengan nama kerajaannya Guang Wudi, ber￾siap memutar-balikkan kerusakan yang diperbuat oleh  Wang Mang.    Tetapi 

ia menciptakan jarak antara dirinya  dengan kerajaan Han yang terdahulu 

(yang akhirnya berantakan) dengan memindahkan ibu kota dari Chang’an 

ke Loyang, tiga ratus dua puluh kilometer sebelah Timur:  jadi paruh kedua 

dari kekaisaran Han sering disebut Han Timur untuk membedakannya dari 

pemerintahan Han sebelumnya. 

Ia  juga  tidak  memperbaiki  kebiasaan  Han  yang  memberikan  semua 

kedudukan penting pada anggota keluarga kerajaan, sebagaimana asal mu￾lanya  Wang  Mang  mendapat  kekuasaannya.    Sebaliknya,  ia  membagi 

wilayah-wilayan Han lama menjadi kabupaten-kabupaten, dan memberi lebih 

banyak kedudukan-kedudukan pemerintahan kepada keluarga-keluarga yang 

kurang  penting.    Dan  sebagai  bagian  dari  perjuangannya  melawan  penga￾ruh tetap dari keluarga-keluarga bangsawan lama, ia membangun lebih dari 

seratus sekolah–sekolah pelatihan untuk para birokrat masa depan, di mana 

guru-guru  yang  dibayar  oleh  pemerintah  mengajarkan  keahliah-keahlian 

yang diperlukan oleh para pejabat pemerintah untuk menjalankan kekaisaran 

dengan benar.  Ia juga memberlakukan sistem ujian; para calon harus lulus 

ujian untuk dapat memenangkan kedudukan pemerintahan, tanpa meman￾dang latar belakang keluarga.  Itu adalah meritokrasi (berdasarkan kepandaian 

akademis),  yang  didasari  oleh  pemikiran  Konfusius,  dan  itu  akan  menjadi 

sebuah sistem yang tetap bertahan selama berabad-abad.7

Tetapi kabupaten-kabupaten  yang akan dikuasai oleh para administrator 

baru ini lebih kecil, lebih sedikit daripada sebelumnya:  kelaparan, perang sau￾dara, dan banjir telah membunuh banyak sekali orang China.  Angka sensus 

menunjukkan ada sebanyak sepuluh ribu orang meninggal pada tahun-tahun 

terakhir Han Barat dan tahun-tahun terakhir Dinasti Baru, dalam salah satu 

dari beberapa malapetaka besar di masa lalu yang tersembunyi. 8

  

G W  masa kekuasaan yang panjang dan sejahtera se￾lama tiga puluh dua tahun, dan kemudian menurunkan mahkotanya kepada 

putranya, Mingdi. 

Mingdi bukanlah pewaris asli kaisar. Guang Wudi belum seluruhnya me￾ninggalkan cara lama dalam membangun kekuasaan yaitu dengan menggalang 

persekutuan dengan keluarga-keluarga lama; perkawinannya yang perta￾ma adalah dengan seorang wanita bangsawan dari Utara, dan memberinya 

hubungan strategis dengan marga-marga Utara yang mungkin akan memberi 

kaisar penerus tahta. Putranya digelari pangeran mahkota. Tetapi hampir 

memasuki dua puluh tahun masa pemerintahannya, Guang Wudi mera￾sakan kekuasaannya atas daerah Utara sudah mantap, dan sebaliknya mulai mengkhawatirkan  daerah  Selatan.    Ia  menyingkirkan  istri  pertamanya  dan 

mengambil istri kedua, seorang istri dari daerah Selatan sebagai istri resmi. 

Ketika putranya Mingdi lahir, Guang Wudi mengumumkan bahwa putranya 

yang ini, bukan anaknya yang lebih tua, sebagai pewaris. 

Mingdi berusia dua puluh sembilan ketika naik tahta.  Ia mengatasi masa￾lah kemarahan orang Utara dengan mengirimkan jenderalnya, Pan Ch’ao, ke 

Utara untuk mengadakan operasi militer melawan ancaman yang masih terus 

muncul dari suku Xiongnu, yang berada di atas mereka.  Rasa syukur memas￾tikan  kesetiaan  orang  Utara.    Dan  operasi-operasi  militer  Pan  Ch’ao  tidak 

hanya memaksa Xiongnu menyerah, tetapi juga berhasil menguasai daerah 

Barat dari Lembah sungai Tarim: Negara Bagian Oasis, suatu tindakan yang 

membuka kembali jalan, dari arah Timur,  yang sudah ditutup dari Barat oleh 

perjanjian Partia-Roma.

Menurut para penulis biografi yang kemudian, Mingdi lalu bermimpi:  ia 

melihat dewa emas di langit, meminta untuk dihormati. Para penasihatnya 

meyakinkannya  bahwa  itu  adalah  Budha,  seorang  dewa  yang  baru  mereka 

dengar dari India.   Ini adalah ekspresi puitis dari realitas perpindahan pen￾duduk.   Baik pedagang maupun misionaris dari India sudah mulai melakukan 

perjalanan memasuki China secara teratur. 

Mingdi mengirimkan orang-orang ke India untuk mempelajari lebih lan￾jut tentang Budha.  Menurut tradisi China, mereka kembali dengan  Sutta 

dalam Empat Puluh Dua Bagian,  yang  merupakan  ungkapan-ungkapan 

agama Budha yang disajikan dengan cara yang hampir sama seperti Analek 

(kumpulan ajaran dari sumber yang berbeda-beda) Konfusius.10 Mingdi yang 

menyukai  Sutta,  mulai  mengadopsi  pengajaran-pengajarannya  untuknya 

sendiri dan keluarga istananya. 

Ini mungkin merupakan penyajian proses pengadopsian secara bertahap 

dari dasar-dasar ajaran agama Budha oleh keluarga istana yang disederhana￾kan, tetapi hal itu juga memperlihatkan bahwa ajaran Budha sedang masuk 

ke China—dan bahwa cara penyebarannya dalam beberapa hal tidak sama de￾ngan ajaran Konfusius.  Ajaran Konfusius, yang sekarang sudah melekat pada 

struktur-struktur birokrasi Han karena sekolah-sekolah Guang Wudi, dimu￾lai dari rakyat, dan sudah berjalan bersama akar rumput masyarakat China. 

Ajaran ini menjanjikan pada laki-laki dan perempuan biasa dasar-dasar ajaran 

yang dapat mereka ambil maknanya untuk melewati kehidupan dari hari ke 

hari:  sebuah tata susila republik.  Tetapi ajaran Budha masuk ke China dari 

puncak pohon sosial China;  pertama diadopsi oleh rajanya, dan berkembang 

darinya ke bawah.  Di China, itu adalah agama orang yang berpendidikan, 

berkuasa, dan kaya.  G A R I S WA K T U 8 0

  ROMA  CHINA

Perang Pharsalus (48) Yuandi

Pembunuhan Caesar (44)

Oktavianus, konsul

Perang Aktium (31) Chengdi

Pendudukan Pertama (27)

Pendudukan Kedua (23)

                            Oktavianus, pontifex maximus 

Aiti

Ping

Ruzi

Dinasti Xin (9 M)

Kematian Oktavianus (14 M) Wang Mang

Dinasti Han Timur (25 M)

Guang Wudi

Mingdi

D kematian Agustus, Tiberius yang berusia lima puluh empat 

sekarang menjadi satu-satunya pemegang kekuasaan princeps (raja). 

Tiberius tahu bahwa rakyat Roma tidak akan secara otomatis mengakui￾nya sebagai Agustus berikutnya; kebanyakan dari mereka mengetahui bahwa 

Agustus telah memilihnya, seperti yang dikatakan oleh Suetonius, ”lebih 

karena kebutuhan daripada kesukaan.”1

 Mungkin Senat akan sangat mudah 

berpaling darinya sama sekali, khususnya kalau ia kelihatan terlalu meng￾inginkannya. Jadi ketika ia menghadap para senator, sebulan setelah kematian 

Agustus, untuk secara resmi diangkat sebagai kepala negara, ia mencoba 

untuk mengikuti strategi Agustus sendiri dengan meletakkan jabatan, dengan 

menunjukkan sikap rendah hati sehingga mereka mungkin mau mengang￾katnya kembali dengan sukarela. Tetapi ia tidak terlalu bisa menampilkan 

sikap rendah hati. Ketika Senat mencoba untuk mengembalikan jabatannya, 

ia terus menerus setengah menolak mereka dengan memberikan jawaban￾jawaban yang tidak jelas, sampai mereka semuanya menjadi frustrasi dan salah 

satu dari mereka berteriak, ”Lanjutkan, atau berhenti!”2

 Akhirnya, ia berhasil 

mengkonfirmasikan dirinya sebagai penerus Agustus—tetapi tidak pernah 

berakhir dengan gelar Imperator, juga tidak dengan gelar baru Agustus. 

Ia sudah menunjuk penerusnya sendiri bahkan sebelum kematian Agustus: 

keponakannya bernama Germanicus, yang bertugas sebagai panglima tinggi 

dari legiun di sungai Rheine (orang Romawi mengenal provinsi ini sebagai 

Jerman, dan suku-suku Celt yang mengembara di situ sebagai bangsa Jerman). 

Sekarang ia membawa Germanicus kembali ke Roma dan membuatnya   terpilih sebagai konsul, dan kemudian mengirimkannya untuk memerintah 

provinsi Suriah. 

Tidak lama setibanya di Suriah, Germanicus meninggal dunia, mening- 

galkan seorang istri dan seorang putra, Caligula.  Rakyat Roma mulai berbisik￾bisik bahwa Tiberiuslah yang menyuruh membunuhnya.  Karena Tiberiuslah 

yang  berada  di  belakang  naiknya  Germanicus  dalam  kekuasaan—dengan 

lebih  memilihnya    daripada  putranya  sendiri  Drusus,  yang  tidak  tampan 

dan tidak sepopuler dia—ini adalah tuduhan yang tidak mungkin.  Tetapi 

tuduhan  itu  sudah  mengakar.   Tiberius  orangnya  murung,  tidak  menarik, 

dan  cara  berbicaranya  berat;  orang  yang  pantas  memegang  kekuasaan  kai￾sar dalam segala hal kecuali dalam gelar, yang jelas memerlukan daya tarik 

pribadi, untuk menutupi celah antara tampilan luar republik dan kenyataan 

sebenarnya kekaisaran.  Tiberius tidak mempunyai karisma apa pun seperti 

Caesar yang terkenal. 

Drusus, yang juga tidak mempunyai (semua itu), sekarang menjadi konsul 

dan pewaris nyata.  Tetapi di tahun 23 M, ia juga meninggal karena masalah 

dengan perutnya.   Tiberius patah hati karena kejadian ini.  Ia meninggalkan 

Roma kurang lebih tiga tahun  kemudian dan pertama kali pergi ke Kampania, 

dan kemudian ke Capri.  Di sini ia menetap dan mengelola urusan-urusan 

Roma dari jauh dan bahkan tidak pernah mengunjungi kota. 

Cara mengurus dari jauh ini bukan cara yang disetujui oleh Senat.  Para 

senator sendiri sudah melepaskan otoritas mereka supaya dengan ada-nya 

satu kekuasaan, perang saudara dan revolusi dapat dicegah. Tetapi, Tiberius 

berada  jauh  di  Capri,  mandi  ombak  dengan  sekelompok  anak  laki-laki 

kecil  yang  disebutnya  ”ikan-ikan  terinya”.    Ia  semakin  lebih  ba-nyak 

menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang dan karena sekarang ia 

adalah  seorang  kaisar  (dalam  segalanya  kecuali  dalam  gelar),  kekayaan￾nya dipakai untuk memuaskan kesenangan pribadinya yang mewah ini. 

Ia membangun gua-gua kecil dan kubah-kubah di semua tempat di pulau 

pribadinya dan menyewa anak-anak laki-laki dan perempuan untuk ber￾dandan seperti bidadari dan  peri laki-laki; ini disebutnya ”tempat yang 

sering  dikunjungi  Venus”,  dan  melakukan  perbuatannya  di  tempat  itu 

sesuai dengan arti nama tempat itu.  Ia membeli karya-karya pornografi 

yang terkenal dan menyimpannya di dalam perpustakaan ”sehingga ilus￾trasi  dari  posisi  yang  dibutuhkan  akan    selalu    tersedia  bagi  siapa  pun 

yang  membutuhkan  bimbingan  untuk  melampiaskan  perbuatannya.”3

Penduduk setempat menyebutnya ”si kambing tua itu.”  Ia adalah princep 

Roma yang ketiga, dan yang pertama  melampiaskan kepuasan nafsu-nafsu 

birahinya tanpa batas.   Tidak butuh waktu lama bagi penguasa seperti itu 

untuk merusak para pejabatnya. 

Sementara itu Senat sedang melaksanakan pekerjaan untuk menjaga agar 

pemerintahan kota tetap berjalan.  Dan perang saudara kelihatannya mulai 

berkembang.  Lucius Aelius Sejanus, pimpinan dari Pengawal Pretoria yang 

baru (”pasukan pengawal pribadi para princeps) sedang mengambil ancang￾ancang untuk merebut kekuasaan begitu Tiberius meninggal. 

Tapi  pada  tahun  31, Tiberius  mengetahui,  entah  bagaimana  diberitahu 

oleh Tacitus,  bahwa  Sejanus  bukan  hanya  kekasih  dari  istri  putranya  yang 

sudah meninggal, Drusus, tetapi bahwa keduanya sudah bersekongkol untuk 

meracuni Drusus.  Ia memerintahkan supaya Sejanus ditangkap dan diadili. 

Sejanus dihukum dan kemudian diadakan tindakan pembersihan yang me￾nyapu bersih ratusan warga negara Roma, termasuk anak-anaknya yang masih 

kecil dan bahkan putra dari Germanicus yang sudah meninggal, yang mati 

kelaparan di dalam penjara.  Sejak saat itu, kecenderungan Tiberius untuk 

melampiaskan nafsunya berubah menjadi kebengisan:  ”Tidak ada seorang 

pun dikecualikan dari  siksaan atau hukuman mati,” tulis Suetonius.

Sementara Tiberius sedang menjadi masalah bagi orang Romawi di rumah, 

seorang nabi yang berkelana bernama Yesus, jauh di Galilea, mengusik 

sekelompok besar imam yang berkuasa di Yerusalem dengan memperta￾nyakan hak mereka untuk menguasai kehidupan religius orang Yahudi.

 Sejak 

penghapusan jabatan Pendeta Tinggi dan Ethnarch (penguasa provinsi), para 

imam tidak lagi mempunyai kekuatan politis, dan mereka khususnya sangat 

sensitif menjaga kekuasaan keagamaan mereka yang masih tersisa. 

Tetapi untuk menutup mulut Yesus, mereka memerlukan bantuan bang￾sa Romawi. Mereka harus mencoba untuk membuatnya kelihatan bersalah 

dalam suatu pelanggaran politik di depan Herodes Antipas, raja negara tak￾lukan yang bertanggung jawab kepada Roma. Tuduhan yang bisa mereka 

temukan adalah bahwa Yesus menyebut dirinya sendiri ”Raja orang Yahudi,” 

sesuatu yang akan menyebabkan Herodes terganggu. 

Tapi Herodes, yang mungkin sudah mendengar tentang pembersihan￾pembersihan yang terjadi di Roma, tidak mau berbuat apa pun yang bisa 

menampar kemerdekaan; apalagi Tiberius sedang sibuk mengadakan pem￾bersihan terhadap pemberontakan. Ia mengirim Yesus langsung kepada 

prokurator (gubernur) Romawi, yang menggantikan kedudukan kakaknya 

Archelaus, dengan pesan bahwa bangsa Romawilah, bukan dia, yang harus 

berbuat sesuatu untuk mengatasi masalah ini.

Prokurator ini, Pontius Pilatus, sebenarnya tidak lebih merasa yakin akan 

keselamatannya sendiri daripada Herodes.  Ia juga tidak ingin dicurigai telah 

berbuat sesuatu yang akan merusak kekuasaan para princeps yang tidak ramah, 

dalam keadaan marah, dan tidak terduga itu.  Sebuah revolusi di Palestina 

yang berada dalam pengawasannya tidak akan menguntungkan baginya.  Jadi 

ia setuju untuk menghukum mati Yesus, yang tidak membantahnya ketika 

Pilatus menanyakan apakah sebetulnya ia mengaku sebagai raja dari orang 

Yahudi.  Metode hukuman yang dipilih, yaitu penyaliban yang merupakan 

hukuman  standar  bangsa  Romawi  bagi  para  pemberontak;    para  pengikut 

Spartakus juga menderita penyaliban. 

Pilatus terus mengikuti kebijaksanaan lebih-baik-selamat-daripada-menye￾sal.   Tidak  lama  kemudian  di  tahun  36  M,  ia  bereaksi  terhadap  ancaman 

semacam itu tetapi tidak cukup kuat, dari sekelompok pemberontak Samaria 

dengan menghukum mati mereka semua.  Ini menyebabkan serangan balas￾an berupa sentimen anti-Romawi di Palestina.  Gubernur Roma di Suriah, 

atasan Pilatus, mencopotnya dari pekerjaannya dan mengirimkannya kembali 

ke Roma dengan menanggung malu.  

P tahun 37, Tiberius meninggal karena penyakit; ia membutuhkan 

waktu yang lama untuk menghembuskan napasnya yang terakhir, dan se￾seorang akhirnya mencekiknya. Ketika Roma mengetahui bahwa keadaan 

sudah aman karena ia sudah mati, rakyat berlarian di jalan-jalan sambil ber￾teriak, ”Lemparkan Tiberius ke sungai Tiber!”4

Baik Tiberius maupun Agustus tidak pernah meminta gelar kerajaan, tapi 

pemindahan kekuasaan menjadi sedikit lebih daripada raja. Tiberius telah 

memilih pewarisnya yaitu satu di antara putra-putra Germanicus yang sudah 

meninggal, Caligula muda.

 Tetapi ia tidak mau repot-repot menjadikan 

Caligula prokonsul gabungan; Caligula sudah diberi pekerjaan sebagai 

quaestor (pejabat keuangan) empat tahun sebelumnya, tetapi ia tidak pernah 

menerima gelar lain apa pun. Senat memberinya penghargaan dengan gelar 

princeps, wewenang sebagai Pontifex Maximus, dan kekuasaan militer dari 

imperium tanpa terlebih dulu memperkenalkan dia sebagai anggota prokonsul 

gabungan yang masih hidup, dan tanpa formalitas penyerahan jabatannya. 

Caligula mengawali kekuasaanya dengan melepaskan kecurigaan-kecuri￾gaan yang suram yang masih menghantui orang Romawi, selama masa 

pembersihan yang dilakukan oleh Tiberius. Ia mengampuni semua tahanan,

mengundang semua orang buangan untuk kembali ke kota, dan membuat 

beberapa pembaruan pajak yang membantu orang Romawi yang miskin. 

Tetapi awal yang baik itu hanya tipuan.  Kisah-kisah  kuno berbeda-beda 

dalam  menceritakan  tentang  tingkah  laku  Caligula;  beberapa  mengatakan 

bahwa ia sudah bengis dari awal, tetapi menutupi kebengisannya itu cukup 

lama untuk memperkuat kekuasaannya (Suetonius bahkan mengatakan bahwa 

dialah yang mencekik Tiberius), sementara yang lain menuduh bahwa ia men￾derita serangkaian penyakit keras pada awal masa berkuasanya dan kemudian 

muncul dengan kepribadian yang baru.  Semua cerita ini menggambarkan 

daftar kejahatan yang mengerikan:  ia membunuh sepupunya, neneknya, dan 

ayah mertuanya; ia tidur dengan ketiga saudara perempuannya, dan juga pela￾cur-pelacur pria maupun wanita dan istri-istri pria lain; ia membuat seorang 

senator dicabik-cabik dan serpihan tubuhnya diseret-seret ke jalan-jalan;   ia 

memaksa pengawal pribadinya untuk main perang-perangan dengannya, dan 

membunuh mereka ketika mereka ragu-ragu untuk membalas pukulannya; ia 

menaikkan pajak dan kemudian menghambur-hamburkan uang dengan liar. 

Rumor mengatakan bahwa ia bermaksud untuk menjadikan kudanya sebagai 

konsul, dan tentu saja ia tidak menghargai jabatan itu.  Pada tahun 39, ia 

memecat kedua konsul dan membubarkan Senat dengan paksa. 

Belum sampai satu abad, Roma telah berjalan sangat jauh dari kota, di 

mana  para  senator  telah  membunuh  satu  orang  hanya  karena  ia  mungkin 

mempunyai keinginan untuk menjadi kaisar.  Sekarang Roma malah toleran 

terhadap seorang autokrat yang  belum pernah ada seperti itu.  Masalahnya, 

tidak semua orang merasa tidak nyaman terhadap kebobrokan Caligula; ia 

memboroskan  uang    dan  menghadiahi  hak-hak  istimewa  kepada  mereka 

yang  tetap  setia  berpihak  padanya.    Jadi,  selalu  saja  ada  lidah-lidah  yang 

menyampaikan  laporan  tentang  pengkhianatan  kepada  sang  princeps,  dan 

hukuman-hukuman Caligula dilakukan dengan  sangat menyakitkan sehing￾ga hanya sedikit yang mau mengambil risiko. 

Tetapi ini tidak akan membuatnya selamat untuk selamanya, meskipun 

untuk beberapa saat ia berhasil membuat mata Roma terpaku padanya, me￾nunggu  munculnya  pemberontakan  selanjutnya.   Tetapi  urusan  kekaisaran 

belum berhenti sementara tokoh sentral kekaisaran itu berantakan. 

Di perbatasan Timur Roma, raja Partia Artabanus III, putra dari seorang 

patriot yang telah merebut tahta dari Vovones I yang bersikap seperti  Romawi, 

diberi kekuasaan atas Partia dengan nasionalisme yang sudah diperbaiki.  Ia 

tampil dalam koin-koinnya (banyak ditemukan di Ecbatana) dengan jang￾gut  model  Persia  kuno  yang  dipangkas  mengotak,  dan  ketradisionalannya 

cocok  dengan  usaha-usahanya  untuk  mempertegaskan  kembali  kekuasaan 

atas kota-kota Partia;  ia mendudukkan saudara-saudaranya, sekarang men￾

jadi pangeran-pangeran dari sebuah keluarga kerajaan, pada tahta-tahta kecil 

untuk  memerintah  wilayah-wilayah  kerajaannya  dan  melapor  kepadanya, 

dengan sistem yang ditirunya dari satrap-satrap Persia. 

Menurut Plinius. Ada delapan belas kerajaan mini seperti ini di Partia, dan 

Artabanus  III  memasang  matanya  untuk  membuat  Armenia  menjadi  yang 

kesembilan belas.  Armenia, yang pada suatu saat pernah menjadi milik ke￾kaisaran Seleukia, negara bagian kecil yang berfungsi sebagai penahan antara 

Partia dan Roma.  Sebetulnya Armenia bukan negara bebas yang sesungguh￾nya.  Sejak masa kekuasaan Agustus, Armenia kalau diperhalus disebut ”Dalam 

perlindungan Roma,” yang berarti pasukan Romawi menopang kekuasaan se￾orang raja yang bersimpati pada Roma.  Artabanus bermaksud mendudukkan 

putranya Arsaces pada tahta Armenia dan sebaliknya membuat negara bagian 

itu ”Dalam perlindungan Partia.” 

Ia menyerang Armenia suatu waktu di tahun tiga puluhan, dengan ban￾tuan  pasukan  sewaan  dari  Scythia  dari  daerah  Utara.    Pertempuran  di  ibu 

kota berakhir dengan kematian Arsaces; Artabanus yang tidak rela menyerah, 

kelihatannya membuat serangan lain dengan rencana untuk memahkotai pu￾tranya yang lain lagi. 

Komandan Roma, yang tidak sungguh-sungguh ingin melakukan perang 

terbuka di daerah yang begitu dekat dengan perbatasan Timur jauh Roma, 

menawarkan perundingan damai.  Pada tahun 37, Artabanus setuju untuk 

menemui  diplomat  Roma  tepat  di  perbatasan  Roma-Partia—di  tengah- 

tengah sungai Efrat.  Kedua orang itu, yang tidak sudi menjejakkan kakinya 

di wilayah masing-masing, berjalan maju ke atas jembatan yang merentang di 

atas air, dan melakukan negosiasi tepat di tengah-tengahnya.  Pada akhirnya, 

kedua  pasukan  Partia  dan  Roma  yang  berada  di  ujung  jembatan    diperin￾tahkan untuk mundur sebagian;  Armenia akan tetap berlaku sebagai kota 

penahan, dengan kemerdekaannya sendiri yang rawan. 

Artabanus  III  kurang  menginginkan  perang  seperti  juga  lawannya,  Roma. 

Partia sedang menghadapi musuh lain di perbatasan Timurnya:  kerajaan Kushan.

Rakyat  Kushan  aslinya  adalah  bangsa  nomad  Yuezhi.    Setelah  Yuezhi 

menginvasi dan memporakporandakan Baktria Yunani, salah satu suku Yuezhi 

pergi  ke  Selatan  dan  merentangkan  pengaruhnya  kepada  marga-marga  di 

sekitarnya, dan menyusup pelan-pelan menjadi satu negara.  Orang Kushan 

adalah bangsa Asia, tetapi mereka menggunakan tulisan Yunani pada koin￾koin mereka, yang mereka pelajari selama perjalanannya ke Selatan melalui 

Baktria Yunani.  Koin-koin itu menampilkan gambar dewa Zeus pada satu 

sisinya, dan di sisi lainnya seorang tokoh yang duduk bersila, kemungkinan 

Budha;  Bangsa Kushan yang segera menyebar sejauh Gandhara, membaur 

dengan pengaruh-pengaruh dari Barat dan Selatan.  

Sekitar tahun 30 M, kerajaan Kushan dikuasai oleh seorang yang ambisius 

bernama Kujula Kadphises.  Tidak banyak yang diketahui tentang dia, kecuali 

bahwa ia bertahta sampai hampir lima puluh tahun, dan bahwa selama masa 

itu  Kushan  berkembang  ke  arah  Barat  cukup  jauh  untuk  mulai  mendesak 

perbatasan Timur Partianya Artabanus III.  Menurut catatan-catatan China 

kuno Hou hanshi, ia ”menginvansi Anxi” (Partia); ”invasi” itu kelihatannya 

lebih dari mencaplok wilayah-wilayah Timur yang belum sepenuhnya masuk 

dalam sistem Partia.  ”Gaofu,” di mana Kabul sekarang berdiri, adalah salah 

satunya.  Bangsa Kushan, tambah Hou hanshi, menjadi ”sangat kaya.”

Pertumbuhan Kushan di bawah Kujula Kadphises tiba-tiba tertahan ke￾tika  seorang  pejuang  lain  muncul  dari  bayang-bayang,  menguasai  daerah 

Punjab (yang pernah berada di bawah kekuasaan Kushan), dan menyebarkan kerajaannya sendiri yang baru sampai sejauh yang sekarang disebut lembah 

Kabul.  Namanya adalah Gondophernes. 

Kita mengenalnya kebanyakan melalui cerita yang ditulis kira-kira seabad 

kemudian: 

Kisah-kisah Para Rasul oleh Tomas, sebuah teks yang ditulis oleh para sar￾jana yang termasuk dalam sempalan teologi Kristen ortodoks yang disebut 

Gnostisisme  (aliran  dalam  agama  Kristen  lama  yang  mengaku  mempu- 

nyai pengetahuan yang lebih tentang benda spiritual dan yang menerangkan 

bahwa dunia diciptakan oleh kekuasaan yang muncul sebagai asal dari ketu￾hanan).  Ceritanya pertama kali diceritakan di Suriah dan menghubungkan 

perjalanan-perjalanan  Tomas  Didimus,  murid  Yesus  yang  dalam  injil-injil 

Perjanjian Baru diingat karena tidak mau mempercayai Kebangkitan sampai 

ia  dapat  melihat  Yesus  sendiri.    (Ini  yang  membuatnya  mendapat  julukan 

Tomas, orang yang tetap tidak percaya.)

Cerita perjalanan Tomas menemui Gondophernes dimulai, dalam Kisah 

Rasul Tomas di Yerusalem.  Yesus setelah disalibkan bangkit di antara orang￾orang mati dan menampakkan diri pada para muridnya, memberi mereka tugas 

untuk menyebarkan kabar tentangnya ke seluruh dunia.  Tomas mengemban 

tugas ke India.  Ia tidak terlalu bersemangat tentang hal ini, sampai ia men￾dapat sebuah penampakan:  ”Sang Penyelamat menampakkan diri kepadanya 

di malam hari and berkata padanya:  Jangan takut, Tomas, pergilah sampai 

ke India dan ajarkanlah sabdaku di sana, karena berkatku besertamu.” Tidak 

lama kemudian, Tomas dengan tidak sengaja bertemu dengan seorang peda￾gang yang ”datang dari India bernama Abbanes, ia dikirim dari kerajaan Raja 

Gondophernes.”5

Si pedagang setuju untuk menjadi pemandunya memasuki India.  Akhirnya 

Gondophernes sendiri mendengar rumor tentang kedatangan Tomas, karena 

bermacam-macam mukzizat telah terjadi di sekitarnya.  Ia memanggil Tomas 

untuk menghadapnya dan memintanya, sebagai seorang suci, untuk member￾kati putrinya dan suaminya yang baru dinihahkannya; mereka berdua baru 

saja merayakan perkawinan mereka.  Tomas setuju untuk mendoakan kedua 

mempelai  kerajaan,  setelah  itu  Yesus  menampakkan  diri  kepada  keduanya 

di kamar tidur mereka dan memberitahu mereka bahwa jika mereka tidak 

melakukan kesenangan daging (”menjauhkan diri dari persenggamaan yang 

kotor”) dan tidak mempunyai anak, mereka akan menemukan pencerahan 

(suatu pokok ajaran teologi gnostik).  Keduanya percaya dan berpindah agama 

mengikuti ajaran Kristen gnostik yang disampaikan oleh Tomas.  Tetapi ke￾tika Gondophernes mengetahui bahwa keduanya memutuskan untuk hidup 

dalam keharmonisan yang suci (yang berarti ”tidak ada pewaris”),

ia mengoyakkan bajunya dan berkata pada mereka yang berdiri di seki￾tarnya:  Pergilah cepat dan carilah ke seluruh pelosok kota, dan bawalah ke 

hadapanku orang itu, si penyihir yang dibawa oleh nasib buruk datang ke 

kota ini; karena dengan tanganku sendiri aku telah membawanya masuk 

ke rumah ini.6

  

Tomas berhasil pergi, dan setelah mengalami bermacam-macam petualangan akhir￾nya berdamai dengan sang raja, yang akhirnya berpindah agama dan dibaptis. 

Berabad-abad cerita ini dianggap sebagai dongeng belaka.  Tetapi koin￾koin Gondophernes menunjukkan bahwa ia benar-benar ada, dan bahwa ia 

memerintah daerah Utara India.  Dan cerita itu menyatakan bahwa kerajaan￾nya berinteraksi dengan negara-negara yang lebih jauh ke arah Barat. 

Apakah  Gondophernes  akhirnya  benar-benar  menjadi  seorang  Kristen 

tidak diketahui pasti; tetapi Kekristenan sendiri sudah mulai terbentuk, pada 

abad pertama, sebagai alat identitas yang baru.  Paulus seorang ahli teologi 

Yahudi,  seorang  warga  negara  Roma,  menulis  tentang  kematian  dan  ke￾bangkitan Yesus sebagai proses yang berulang dalam kehidupan-kehidupan 

orang-orang  yang  mempunyai  keyakinan  Kristen.  Berpindah  agama,  kata￾nya dalam sebuah surat yang ditulis pada orang Kristen di Roma, membawa 

kematian  pada  pribadi  lama  yang  rusak,  dan  kekuatan  Kristus  kemudian 

membangkitkannya, memperbaiki, dan memperbarui.  ”Pandanglah dirimu 

sudah mati terhadap dosa,” Paulus berusaha meyakinkan para pembacanya 

lebih keras, ”tetapi hidup untuk Tuhan.   Persembahkan dirimu kepada Tuhan 

seperti mereka yang telah dibangkitkan dari kematian.”7

 Penyebaran pemu￾jaan Kristiani itu memberi para penganut sebuah identitas yang sama sekali 

baru, menggantikan yang lama.

Tapi identitas lama, meskipun diubah, tidak sama sekali hilang.  Dalam 

surat  lain  kepada  orang  Kristen  di  Galasia,  Paulus  menulis,  ”Tidak  ada 

orang Yahudi maupun Kafir, budak atau orang merdeka, laki-laki atau wa￾nita, karena semua adalah satu dalam Yesus Kristus.”  Tetapi di bagian lain 

dalam surat-suratnya dijelaskannya bahwa orang Kristen tetaplah Yahudi dan 

Kafir, budak dan orang merdeka, apalagi pria dan wanita.  Seorang penganut 

Kristen mempunyai identitas inti sebagai pengikut Yesus Kristus, tetapi orang 

Kristen  ortodoks  tidak  melepaskan  kebangsaan  lama  mereka,  atau  gender, 

atau kedudukan mereka dalam hirarki sosial. 

Kekristenan bagaimana pun juga berasal dari negera jajahan—Yehuda—

yang  diperbolehkan  untuk  tetap  memelihara  identitasnya  sementara    dan 

pada waktu yang sama diberi identitas lain.  Orang Yahudi dari Yehuda adalah 

orang Yahudi, bukan Romawi; tetapi mereka juga rakyat Roma, dan beberapa 

di antara mereka bahkan menjadi warga negara. 

Semua  provinsi  Roma  menghadapi  masalah  ini  yaitu  menyeimbangkan 

dua  identitas  berbeda  pada  saat  yang  bersamaan,  trtapi  bagi  orang Yahudi 

khususnya masalahnya menjadi akut.  Tidak ada kontradiksi menjadi orang 

Romawi  sekaligus  Kristiani,  atau  Romawi  sekaligus  Galasia,  atau  bahkan 

Romawi sekaligus Mesir.  Tetapi, Caligula akan mempersulit orang Romawi 

yang juga sekaligus orang Yahudi. 

Pada tahun 40, Caligula memutuskan bahwa ia mempunyai sifat kede￾waan.  Ia  memerintahkan  arca-arca  dirinya  didirikan  untuk  dipuja:  ”Ia 

menginginkan untuk dianggap sebagai dewa,” tulis pakar sejarah Josephus, 

”dan  dielu-elukan  seperti  itu.”8

  Dekrit  Caligula  meluas  ke  seluruh  wilayah 

kekuasaan Roma.  Tetapi di Yerusalem, orang Yahudi yang dilarang oleh hu- 

kumnya sendiri untuk memuja dewa-dewa, meminta pada komandan Romawi 

setempat untuk  tidak memaksa mereka menghormati patung Caligula.

Si Komandan adalah seorang yang berpikiran jernih bernama Petronius, 

setuju  untuk  mengirimkan  surat  ke  Roma  untuk  menanyakan  apakah 

penyembahan  patung-patung  itu  betul-betul  perlu.    Tetapi  balasan  yang 

kembali dari ibu kota sangat tak terduga:  Caligula mati.  Pengawal Praetoria 

akhirnya  membunuhnya.    Ia  menjadi  princeps  selama  tiga  tahun  dan 

sepuluh bulan. 

Dua  puluh  tujuh  hari  kemudian  berita  kematian  Caligula  tiba,  sebuah 

surat lain juga tiba:  dari Caligula yang sudah meninggal, mengancam akan 

membunuh Petronius jika arca-arcanya tidak didirikan.  Kapal yang mem￾bawa surat itu telah didahului oleh kapal yang lebih cepat yang membawa 

berita kematian si orang gila.  

St sekarang mempertimbangkan untuk menghilangkan jabatan princeps 

sama sekali dan membagi kekuasaan yang untuk sementara dipersatukan di 

dalam orang yang menjadi princeps dan kemudian dikembalikan pada jaba￾tan republik mereka yang lama.  Tetapi dua kekuatan menghalangi mereka. 

Paman  Caligula,  Claudius,  kakak  dari  Germanicus  yang  sudah  meninggal, 

mengincar kekuasaan princeps.  Pengawal Praetoria mau disuap untuk men￾dukungnya;    serdadu  yang  elit  ini  mempunyai  lebih  banyak  suara  dalam 

urusan  Roma  sekarang  daripada  sebelumnya,  dan  restorasi  Republik  akan 

berarti kemungkinan dibubarkannya pengawal.  Di bawah sebuah republik, 

mereka akan kehilangan pekerjaan mereka, kehidupan mereka, dan (yang pa￾ling menggiurkan) kekuasaan mereka. 

Hanya  dalam  beberapa  hari,  Claudius  mendapatkan  kekuasaannya  se￾bagai princeps, Pontifex Maximus, dan imperator dalam genggamannya yang 

ketat.    Ia  telah  membayar  para  pengawal  itu,  memerintahkan  pembunuh￾pembunuh Caligula untuk dibunuh (semua berterima kasih kepada mereka, tetapi membiarkan mereka tetap hidup adalah suatu preseden yang buruk), 

dan merencanakan tindakan-tindakannya selanjutnya. 

Ternyata  ia  sudah  memutuskan,  entah    karena  ketakutan  atau  kasihan, 

untuk  menentukan  posisinya;  ia  mengembalikan  tanah  yang  dirampas 

Caligula,  dan  mengampuni  semua  yang  dicurigai  Caligula  berkhianat. 

Pengampunannya juga meluas sampai ke dalam bentuk memberikan amnesti 

kepada mereka yang sudah dihukum oleh Caligula, dengan membakar cata￾tan-catatan pengadilan mereka.

Tetapi pengampunan itu hanya sebatas kekhawatirannya akan kelangsu￾ngan hidupnya sendiri.  Antara tahun 41 dn 42, ia menghukum mati para 

senator dan bangsawan Roma tanpa pandang bulu, siapa pun yang ia pikir 

akan membahayakannya.  Dalam hal ini, ia didorong oleh istrinya Messalina, 

yang  perselingkuhannya  seimbang  dengan  kerelaannya  untuk  melaporkan 

musuh-musuh kepada suaminya untuk dihukum mati.  

Keberhasilan claudius yang terbesar adalah di Britania, di mana se￾orang raja bernama Caratacus bangkit untuk menentang kekuasaan Romawi. 

Untuk beberapa waktu, legiun-legiun di Britania sibuk membantu suku-suku 

kecil di tenggara untuk melawan penyerobotan yang dilakukan oleh Caratacus 

ini. Tindakan ini tidak memberi Roma prestasi dengan menaklukkan seluruh 

pulau, tetapi cukup dapat menghalangi kerajaan Caratacus untuk mendapat￾kan lebih banyak kekuasaan di sepanjang jalan, sehingga ia tidak mungkin 

memulai penyerobotan seperti itu. 

Pada tahun 43, Caratacus sudah mendapat cukup wilayah di Selatan yang 

bisa mengancam kekuasaan Roma atas Selat. Karena itu Claudius mengirim￾kan empat legiun termasuk banyak serdadu dari Gallia sendiri, menyeberang 

untuk mendesak orang Britania mundur dari pantai. 

Ketika mereka mendarat di Kent, orang-orang Caratacus—yang tidak 

pernah melihat pasukan Roma sebegitu besarnya—terkejut. Legiun-legiun 

berhasil dalam perjuangannya untuk maju dan menetapkan garis depan 

Romawi di seberang daerah tenggara Britania. Ketika sungai Thames sudah 

diamankan, Claudius sendiri tiba. Selama enam belas hari ia memimpin 

sendiri penyerbuan ke depan, suatu tindakan yang tidak biasa dilakukan oleh 

orang yang secara pribadi jarang berperang selama masa pemerintahannya. 

Sementara itu Legiun Kedua maju ke arah Barat di bawah Vespasia, Komandan 

kepercayaan Claudius. Pembentukan kekuasaan Roma di Britania

 adalah ke￾berhasilan politik yang besar dari masa kekuasaan Claudius.

Tetapi tidak lama kemudian, fokus Claudius berbelok pada kesulitan-kesu￾litan domestik.  Istrinya, Messalina menikahi kekasihnya, suatu penentangan 

terang-terangan yang mungkin bisa menjadi langkah pertama dari suatu per￾cobaan untuk menggulingkan Claudius sendiri.  Kalau benar begitu, usaha itu 

gagal;  Claudius menghukum mati keduanya.  Setelah kematiannya, Claudius 

menikahi adik Caligula, keponakannya sendiri Agrippina (ini membutuhkan 

izin khusus dari Senat).  Ia mempunyai seorang putra dari perkawinannya yang 

terdahulu, seorang anak laki-laki kecil bernama Lucius Domitius.  Claudius 

mengadopsinya, memberinya nama keluarga Nero. 

Pada tahun 51, ia menyatakan Nero sebagai pewarisnya.  Segera setelah ia 

menyatakan itu, Agrippina mulai mengambil langkah-langkah untuk meng￾amankan  kelangsungan  hidupnya  sendiri.