Minggu, 01 Desember 2024

dunia kuno 35


 radisi; sejak tiga puluh tahun, muncul kembali 

orang baru yang (seorang novus homo, berasal dari sebuah keluarga yang 

bukan dari kalangan konsul) ditunjuk untuk menduduki jabatan itu. Julius 

Caesar pun telah terpilih untuk jabatan pemerintahan yang tinggi: ia menjadi 

seorang pejabat keuangan, dan aedile, di tahun 65, dan Pontifex 

Maximus (pendeta tertinggi dari agama negara) di tahun 63.*

 Sayangnya, 

ia terlilit banyak hutang akibat kegiatan kampanyenya, sehingga pada akhir 

masa tugasnya sebagai Pontifex Maximum, ia terancam ditangkap karena 

tagihan-tagihan yang tidak terbayar. Ia perlu meninggalkan Roma, dan perlu 

mencari uang. Ia berhasil ditunjuk sebagai pejabat kegubernuran Hispania, 

provinsi Roma di semenanjung Iberia, tetapi para kreditornya menangkapnya 

di pelabuhan dan mencoba untuk menyita barang bawaannya. 

Crassus, yang adalah seorang pebisnis yang baik—ia memiliki tambang￾tambang perak, tanah-tanah pertanian yang sangat luas, dan cukup banyak 

budak yang mengerjakan semua tanah pertaniannya—menjamin hutang￾hutang Caesar, dan para kreditor setuju untuk melepaskannya.13 Crassus adalah 

orang yang pandai menilai orang. Di Hispania, Caesar mendapat cukup uang 

untuk melunasi para kreditornya dan dapat kembali ke Roma. Setibanya 

di sana, ia mengajak untuk mengadakan pertemuan dengan Pompei (si 

penakluk yang populer) dan Crassus (si pebisnis yang kaya) dan menyarankan 

agar mereka bertiga membuat sebuah kesepakatan pribadi. Kalau mereka 

memberikan dukungan publik dan cukup uang untuk bisa memenangkan 

keikutsertaannya dalam pemilihan konsul tahun 59, maka begitu ia berkuasa 

ia akan memaksakan undang-undang apa pun yang mereka inginkan. 

Pompei bersedia; ia ingin mendapat keuntungan lebih bagi para verteran 

dalam pasukannya. Crassus lebih sulit diyakinkan. Ia masih sedikit kesal 

dengan Pompei yang menjadikan dirinya sendiri pahlawan setelah Perang 

Gladiator, dan ia sekarang tidak mempercayai Pompei.(Ketika pertama kali 

ia mendengar julukan Pompei, ”Pompei yang Agung,” ia mendengus dan

bertanya, ”Seagung apa dia?”)14  Tetapi, ia dapat membayangkan keuntungan￾keuntungannya  jika  Caesar  dimintanya  menekankan  peraturan-peraturan 

keuangan baru yang akan menguntungkan bisnisnya, daripada jika ia harus 

mengerjakannya sendiri, dan akhirnya ketiga serangkai (triumvirat) politikus 

ini setuju dengan kesepakatan tiga arah ini.  Caesar membatalkan pertunang- 

an putrinya dan menyerahkannya pada Pompei, yang umurnya hampir seper￾empat  abad  lebih  tua  dari  padanya  dan  sudah  pernah  menikah  tiga  kali. 

Pompei setuju, dan perkawinan itu mempererat persekutuan itu.

Kampanye  itu  berhasil,  dan  Caesar  menjadi  konsul.    Segera  saja  ia 

memperkenalkan  segala  macam  peraturan  yang  berisi  pembagian  kembali 

tanah  kepada  orang  miskin.    Ini  membuatnya  sangat  tidak  disukai  oleh 

rekan konsulnya Bibulus dan Senat, yang tidak suka melihat seorang konsul 

bertingkah laku seperti seorang tribun dan sok menjadi pahlawan masyarakat. 

(”Ini  merendahkan  derajat  jabatannya  yang  agung,”  Plutarkhos  mencium 

bau tidak sedap.)  Meskipun begitu, masyarakat senang;  Dewan menyetujui 

peraturan-peraturan  Caesar,  dan  Pompei  mengirimkan  orang-orang  ber￾senjata  ke  Forum  untuk  memastikan  bahwa  para  Senator  tidak  campur 

tangan.  Bibulus sendiri menerima seember pupuk yang ditumpahkan di atas 

kepalanya ketika ia turun ke Forum untuk menyatakan keberatannya.  Setelah 

itu, kata Plutarkhos, ia ”menutup diri di rumahnya dan tinggal di sana sampai 

akhir masa jabatannya.”15

  

Ketika  masa  jabatannya  sebagai  konsul  usai,  Caesar  (dengan  bantuan 

orang-orang  bersenjata  Pompei)  membuat  dirinya  ditunjuk  sebagai  guber￾nur dari ”Gallia Seberang Alpen,” bagian Barat provinsi di balik pegunungan 

Alpen  (bagian Timur  dikenal  sebagai  ”Gallia  Sebelum  Alpen”).    Di  sini  ia 

mulai membangun reputasinya sebagai penakluk yang akan menjadi saingan 

Pompei sendiri.  Pertama ia mendesak mundur suku-suku Celtic dari Helvetii 

dan Tigurini, yang mencoba untuk menginvasi Gallia Seberang Alpen; kemu￾dian ia berperang ke dalam wilayah musuh, ke arah Sungai Rheine, melawan 

suku-suku yang secara kolektif disebut ”Jerman.”  Mengambil pelajaran dari 

Pompei, ia juga memastikan bahwa orang Roma di pusat mendengar tentang 

setiap kemenangannya;  ia mengirimkan laporan tetap tentang keberhasilan￾keberhasilannya, selalu mengatur kalimat-kalimat yang berhubungan dengan kemenangan Republik.  ”Pada laporan-laporan yang dikirimnya ke Roma,” 

ia menulis sejarahnya sendiri dalam peperangan Gallianya, ”lima belas hari 

syukuran umum didekritkan untuk merayakan keberhasilan-keberhasilan(ku) 

—suatu penghormatan yang lebih besar daripada yang pernah diterima oleh 

orang lain sebelumnya,” 16

Sementara itu, ia tetap mengikuti perkembangan urusan-urusan pusat.  Ia 

turun ke Italia sejauh Sungai Rubicon, yang dianggap sebagai batas Utara Italia 

yang sebenarnya, dan mendirikan sebuah kemah satelit di kota Luca.  Dari 

sana, kata Plutarkhos, ia ”mengisi waktunya dengan intrik-intrik politik,” dan 

memberikan banyak uang suap:  ”Banyak orang datang menemuinya … se￾tiap orang meninggalkan sesuatu di tangannya sebagai hadiah dan berharap 

memberikan yang lebih banyak di masa mendatang.”17

Di tahun 56, dua dari para pendatang itu adalah Crassus dan Pompei, yang 

akan menyusun rencana tahap selanjutnya dari persekutuan tiga arah mereka. 

Mereka memutuskan bahwa Crassus dan Pompei akan mengikuti pemilihan 

konsul 55; begitu mereka berkuasa, mereka akan memberikan penghargaan 

pada Caesar dengan perpanjangan waktu lima tahun lagi di Gallia, sehing￾ga ia dapat memperluas kekuasaannya di sana. Kemudian setelah pemilihan 

konsul berakhir, Crassus akan mengangkat dirinya sebagai jenderal ekspedisi 

ke Timur melawan bangsa Partia, yang sekarang merupakan kekuasaan yang 

paling kuat di balik Laut Tengah, yang akan memberinya kesempatan bagi 

kemenangan militernya yang sampai sekarang masih belum dapat diraihnya. 

Pompei yang sudah tidak mau berperang lagi, akan mendapatkan pangkat gu￾bernur Hispania, dan seperti Caesar mengambil keuntungan dari jabatan itu. 

Dengan ditutupnya persetujuan itu, Pompei dan Crassus pulang ke Roma. 

Publik Roma merasa curiga dengan mereka berdua, tetapi tidak satu pun dari 

keduanya  berniat  untuk  membiarkan  pemilihan  ini  berjalan  dengan  jujur. 

Setelah sejumlah pembelian hak suara yang melebihi aksi suap-menyuap yang 

belum pernah terlihat di Roma, mereka berdua ditunjuk sebagai konsul untuk 

kedua  kalinya,  lima  belas  tahun  setelah  masa  tugas  mereka  yang  pertama. 

Senat dengan patuh memilih untuk memperpanjang kepemimpinan Caesar: 

”Itu adalah masalah pemaksaan,” catat Plutarkhos, ”dan senat mengeluhkan 

dekrit-dekrit yang harus mereka pilih.”18

  

Tetapi  rakyat  tetap  berada  di  pihak  Caesar:    Caesar  yang  penuh    belas 

kasihan, Caesar yang maha penakluk. Triumvirat itu berhasil lagi.  Mereka bersikap seimbang, sejauh berkenaan dengan urusan mereka masing-masing, 

dan mereka berada di tepi kemenangan dan kekayaan yang melebihi peng￾harapan mereka.  

S  kedua konsul dilantik, Caesar melakukan suatu pelanggaran, 

melanggar sebuah garis batas yang baru. Di tahun 55, ia mendarat di teng￾gara pantai Britania untuk pertama kalinya untuk peninjauan. 

Penduduk Britania ini adalah campuran antara penduduk pulau yang 

paling lama, mungkin sudah hidup di sana sejak masa ketika Britania masih 

merupakan sebuah semenanjung 

bukan sebuah pulau, dan bangsa 

Celt yang telah pindah ke Barat dari 

daratan pusat Eropa menyeberangi 

selat. Di Britania, suku-suku 

ini tidak mendapat ruang untuk 

menjadi bangsa nomad; mereka 

menetap dalam sebuah jaringan 

yang terdiri dari kerajaan-kerajaan 

suku yang kecil. Apa yang kita 

ketahui tentang mereka berasal 

dari cerita Caesar sendiri, dan, 

bentuknya sudah menyimpang, dari 

sejarah yang lebih baru: Historia 

Regum Britanniae oleh Geoffrey 

Monmouth yang menggabungkan 

nama-nama Romawi dan tempat 

dari zaman pertengahan dengan 

legenda Wales, suatu fakta seperti 

benang tipis, dan suatu pembelokan 

patriotis yang kuat (”Britania, pulau 

yang terbaik, terletak di laut Barat 

antara Gallia dan Hibernia,” begitu ia mengawali, menunjukkan orientasi 

Romawinya).19

Sejarah itu diawali dengan cerita yang tidak mungkin terjadi tentang cucu 

Aeneas, Brutus, yang sedang berangkat dalam suatu ekspedisi dan terdampar di sebuah pulau, yang ia namai Britania, diambil dari namanya.  Kaitan se￾jarah Britania dengan dongeng kuno wajib dilakukan dan setelah itu diikuti 

oleh Geoffrey dalam cerita-ceritanya tentang raja-raja pada zaman paling awal 

Britania.

  Yang menonjol dalam cerita ini adalah Cassivelaunus, yang disebut 

oleh Geoffrey dari Monmouth sebagai ”raja  orang Britania,” tetapi dalam 

cerita Julius Caesar ia muncul sebagai penjahat yang merampas tahta suku 

Trinovantes.  

Jika  digabungkan,  Monmouth  dan  Caesar  menyatakan  bahwa  raja 

Trinovantes,  Raja  Lud,  berhasil  membuat  Trinovantes  menjadi  salah  satu 

dari  kerajaan-kerajaan  suku    yang  paling  kuat  di  daerah  Selatan;  ia  paling 

terkenal karena memperluas dan menembok permukiman utama di sungai 

Thames, yang terkenal sebagai Lundres untuk menghormatinya.  Ketika Lud 

wafat, saudara laki-lakinya Cassivelaunus menuntut tahta melangkahi putra 

Lud sendiri.  Pangeran yang tercabut ini yaitu Mandubracius, melarikan diri 

menyeberangi perairan menuju ke markas besar Caesar di Gallia dan meminta 

bantuan orang Romawi untuk mendapatkan kerajaannya kembali.  Seperti 

kebanyakan raja-raja yang meminta bantuan intervensi Roma, ia akan menye￾salinya di kemudian hari.  

Pada kunjungannya yang pertama, Caesar mengevaluasi lawan.  (”Semua 

orang  Britania  mencat  tubuh  mereka  dengan woad,  sejenis  tanaman  yang 

mengeluarkan warna biru,” tulisnya sekembalinya, ”dan mencukur seluruh 

tubuhnya kecuali kepala dan bibir atasnya.”)20  Tahun berikutnya, 54, ia kem￾bali dengan pasukan siap tempur untuk mengambil alih.  

Cassivelaunus  keluar  menemuinya  dengan  satu  armada  kereta  kuda, 

inilah pertama kalinya Caesar dan orang-orangnya bertemu dengan kereta￾kereta  kuda  seperti  ini  dalam  perang.    Pertempuran  melawan  kereta  kuda 

memerlukan perubahan taktik yang cepat:  ”Kelihatannya pasukan kita terlalu 

dibebani oleh beratnya pakaian perang mereka untuk bisa menghadapi musuh 

semacam itu,”  Caesar mengamati, terutama karena para prajurit Britania yang 

berkereta kuda itu dapat melompat turun dari kereta mereka, berkelahi di atas 

kaki, dan kemudian cepat-cepat mundur:  ”Mereka dapat berlari sepanjang 

tiang kereta, berdiri di atas kuk, dan kembali menaiki dari belakang kereta 

secepat kilat.”23 Sebaliknya Caesar mengirim pasukan berkudanya ke depan 

dan berhasil mendorong mundur Cassivelaunus ke arah sungai Thames, yang 

dilindungi  oleh  pasak-pasak  yang  tajam  yang  dipasang  ke  arah  tepi  sungai 

sampai ke bawah permukaan air.  

Di sini ia berhenti, tetapi suku-suku terdekat sudah bersiap mengirimkan 

utusan untuk menyerah kepada pasukan Romawi.  Pasukan-pasukan Romawi 

juga berhasil menemukan dan menyerang markas besar Cassivelaunus, mem￾bunuhi  semua  ternaknya,    dan  membuat  persediaan  makanan  berkurang.  Akhirnya  Cassivelaunus  juga  mengirim  seorang  kurir  menawarkan  syarat￾syarat untuk menyerah.  Caesar, yang melihat musim dingin sudah mendekat, 

setuju  untuk  berdamai  dengan  syarat  bahwa  Mandubracius  dikembalikan 

pada  tahtanya  atas  Trinovantes  sebagai  raja  boneka  Roma;    ia  memaksa 

Cassivelaunus untuk berjanji tidak akan mengganggu raja baru itu, dan ke￾mudian kembali ke Gallia.  

Kemasyhuran  Caesar  tidak  tertandingi  sekarang,  tetapi  sebuah  berita 

mengerikan menantinya;  putri kesayangannya, Julia, istri Pompei, meninggal 

ketika melahirkan. 

Tak lama kemudian, Crassus menemui malapetaka dalam perangnya mela￾wan Partia.  Pada tahun 53, setahun setelah kemenangan-kemenangan Caesar 

di Gallia, Crassus bergerak ke arah Sungai Efrat (yang sekarang merupakan 

batas wilayah Partia) dengan sekitar tujuh puluh ribu serdadu rendahan dan 

empat ribu pasukan berkuda.  Orang Romawi menemui bala tentara Partia di 

kota Carrhae:  Haran lama, kota di mana Nabonidus lahir dan di mana Terah, 

ayah Abraham wafat.  Segera mereka dilucuti senjatanya; Para pemanah Partia, 

yang menembak dari jarak jauh, dapat dengan mudah menembus baju perang 

mereka.  ”Mereka terkena panah dan terbunuh,” kata Plutarkhos,

 mati, tidak dengan cepat dan mudah, tetapi dengan kesakitan yang luar 

biasa  dan  kejang-kejang;  Karena  untuk  melepaskan  anak  panah  yang 

menghunjam  tubuh  mereka,  mereka  harus  mematahkannya  di  dalam 

luka-luka  mereka,  dan  ketika  mereka  dengan  paksa  mencabut  ujung￾ujung anak panah yang berduri, anak panah itu menyangkut di pembuluh 

darah  mereka,  sehingga  mereka  terkoyak  dan  tersiksa.      Jadi  banyak  di 

antara mereka yang mati, dan mereka yang berhasil hidup menjadi cacat 

dan tidak bisa bekerja lagi .. tangan-tangan mereka terpaku pada perisai 

mereka, dan kaki mereka terpaku di tanah, sehingga mereka tidak dapat 

berkelahi maupun kabur.22

  

Crassus  mengutus    putranya  Publius  yang  bersamanya  menjadi  pemimpin 

kedua, untuk menyerang barisan;  Kubu Partia mundur, menarik Publius dan 

orang-orangnya maju, dan kemudian berbalik mengelilingi dan mengepung 

mereka.  Hampir semua pasukan Publius jatuh dalam perkelahian.  Publius, 

yang  melihat  kekalahan  sudah  tidak  terhindarkan  lagi,  bunuh  diri.    Kubu 

Partia memenggalnya dan menusukkan kepalanya pada ujung tombak dan 

melambai-lambaikannya pada ayahnya sambil mengganggu serdadu Romawi 

yang tersisa.   

Dua hari kemudian Crassus juga terbunuh bersama hampir seluruh bala 

tentaranya.    Jenderal  Partia,  Surena  mengambil  kepala  Crassus  pulang  ke Orodes, raja Partia, yang (menurut pakar sejarah Roma, Dio Cassius) me￾makainya sebagai alat pentas dalam sebuah sandirwara kemenangan.  

Garis depan di sebelah Timur kekaisaran Roma telah tertutup.  Garnisun 

Romawi di Suriah menguatkan diri terhadap serangan Partia yang gagal hanya 

karena orang-orang Partia belum berpengalaman dalam pengepungan.  Raja 

Orodes  sekarang  memerintah  atas  Partia  yang  membentang  menyeberangi 

wilayah-wilayah Seleucid yang lama, dari Sungai Efrat terus hampir sampai 

ke perbatasan dengan China.  

Dan Triumvirat  sekarang  telah  berkurang  menjadi  dua.   Tahun  setelah 

kemenangan Partia, Caesar—setelah berhasil memadamkan pemberontakan 

yang serius di Gallia—yang sudah menjadi lebih kaya daripada Pompei, ber￾siap untuk bergerak kembali ke Roma dengan lebih banyak kemenangan yang 

disandangnya.  

Senat memandang kedatangannya ini dengan cemas:  reputasi Caesar yang 

gemilang, kekayaannya, dan bala tentaranya sekaligus dapat diartikan dengan 

satu kata diktator.  Dan mereka tidak lagi mau dipaksa oleh orang-orang ber￾senjata Pompei untuk mengabulkan keinginan-keinginan Caesar.  Kematian 

Julia dan Crassus telah melemahkan ikatan di antara kedua orang itu, dan 

Pompei  semakin  iri  hati  akan  kemenangan-kemenangan  Caesar.    ”Pompei 

menjadi takut akan Caesar,” kata Plutarkhos.  ”Sejak saat itu ia sangat mem￾benci Caesar..”23

Pompei bersama dengan Senat mengirimkan pesan ke Utara:  Caesar dila￾rang memasuki Roma kecuali ia menyerahkan seluruh bala tentaranya.  

Caesar  menyarankan  beberapa  kompromi,  termasuk  izin  untuk  masuk 

hanya dengan  beberapa legiun, tetapi Pompei berhasil meyakinkan Senat untuk 

menolak.  Caesar tahu bahwa jika dia datang ke Roma tanpa perlindungan, 

karirnya akan berakhir segera dalam pembunuhan.  Seperti Sulla sebelumnya 

- ia memutuskan akan masuk dengan pasukannya, sebagai seorang penakluk; 

dengan begitu ia berangkat dari Gallia menuju Utara Italia.  

Plutarkhos berkata bahwa Caesar tahu betul bahwa ini akan mengawali 

perang saudara berdarah, dan bahwa ia berhenti, sebelum mencapai Rubicon 

dan  memikirkan  persoalan  ini  sekali  lagi.   Tetapi  akhirnya,  ”Dengan  ber￾gairah,  seakan-akan  tanpa  perhitungan,  ia  berteriak  keras-keras ”Alea iacta 

est!” sebuah teriakan yang biasa diteriakkan oleh seorang penjudi yang arti￾nya:  ”Lemparkan dadunya!”  Ia menyeberangi sungai, dan ”gerbang-gerbang 

peperangan terbuka lebar.”24

   

Italia langsung dilanda kepanikan.  Para pria dan wanita melarikan diri dari 

satu tempat ke tempat lain, mencoba untuk menyingkir dari bentrokan yang 

tak terhindarkan itu.  Laporan-laporan terus mengalir sampai ke kota bahwa 

Caesar sudah berada di balik cakrawala.  Pompei, yang juga panik, mening  galkan Roma dan memerintahkan 

Senat untuk mengikutinya; jelas ia 

takut  jikalau  semua  rakyat  Roma 

akan  membuka  gerbang  untuk 

Caesar.    Ia  melarikan  diri  turun 

ke  arah  Selatan  ke  Brundisium, 

di pantai sebelah Timur, mendiri￾kan sisa pemerintahan di sana, lalu 

mengirimkan  pasukannya  sendiri 

menyeberangi perairan untuk ber￾kumpul  kembali  di  kota  Yunani 

Dyrrhachium.  

Caesar berpendapat ini menun- 

jukkan kelemahan yang luar biasa, 

dan  Cicero    kemudian  juga  ber- 

pendapat  bahwa  itu  merupakan 

keputusan  yang  buruk.Tetapi 

penundaan  itu  memberikan  cu- 

kup  waktu  bagi  Pompei  untuk 

mengumpulkan  bala  tentara  yang 

lebih  besar  dengan  satu  armada 

kapal  yang  sangat  kuat,  karena 

Caesar  (daripada  mengejarnya 

keluar  Italia  )  malah  kembali  ke 

Roma.    Dan,  seperti  Sulla  berta￾hun-tahun sebelumnya, Pompei segera bergabung dengan orang-orang Roma 

yang menonjol termasuk Cicero.  

Kembali  di  Italia,  Caesar  memasuki  Roma  dan  mendapatkan  kota  itu 

dalam keadaan lebih tenang daripada yang diduganya,” sebagian besar Senat 

masih di rumah dan berusaha untuk menenangkan sang penakluk yang agung. 

25 Ia tidak seperti Marius dan Sulla yang segera mengadakan pembersihan; ia 

hanya mengawasi kota dan menakut-nakuti mereka yang  bermaksud mem￾berontak hanya dengan menggunakan kewibawaannya.   Ketika para tribun 

yang  tersisa  berkeberatan  atas  penjarahan  Caesar  terhadap  keuangan  nega￾ra  untuk mempersiapkan perang melawan Pompei, Caesar mengomentari, 

”Anak muda, kalau Anda tidak berhenti ikut campur, mungkin lebih baik 

Anda aku bunuh saja.  Dan aku lebih memilih untuk langsung melaksanakan￾nya daripada cuma mengobrolkan masalahnya.”  Tribun itu, kata Plutarkhos,” 

pergi ketakutan”, dan selama perang Caesar mendapatkan semua uang yang 

dimintanya.  Ia membutuhkan waktu dua tahun untuk mengalahkan orang-orang yang 

melarikan diri ke Yunani.  Bulan-bulan yang penuh ”peperangan yang tidak 

berketentuan,” istilah yang dipakai oleh Plutarkhos, akhirnya berakhir pada 

tahun 48, dalam suatu bentrokan besar di dataran Pharsalus.  Pasukan infanteri 

Caesar bertarung melawan pasukan berkuda Pompei seperti yang telah mere￾ka pelajari sewaktu melawan orang Britania, dengan lari ke arah kuda-kuda 

dan  mengarahkan  lembing-lembing  mereka  ke  arah  wajah  pengendaranya. 

Pasukan berkuda sama sekali tidak terbiasa dengan cara bertempur seperti ini 

dan terinjak-injak.  Pemberontak runtuh.  Pompei yang melihat pasukannya 

tercerai-berai,  pulang  ke  tendanya  dan  duduk  sampai  ia  dapat  mendengar 

pasukan Caesar menyerbu masuk perkemahan itu; lalu ia berganti pakaian tua 

dan pergi diam-diam tanpa ada yang memperhatikannya.  

Atas berita kemenangan itu, Senat menyatakan Caesar sebagai diktator per￾tama dan kemudian setelah sebelas hari bahkan menjadi konsul.  Pembantu 

Caesar, Markus Antonius, yang memimpin salah satu sayap pasukannya se￾lama  Perang  Pharsalus,  menjalankan  pemerintahan  kota  sebagai  wakilnya; 

Caesar sudah tahu bahwa Pompei sudah menyelinap menuju ke Mesir, dan 

memutuskan untuk mengejar musuhnya sedikit lebih jauh.26

Apa pun alasan pribadi yang dimiliki oleh Caesar untuk mengejar Pompei 

ke Mesir, pengejaran itu merupakan naluri politik yang bagus juga.  Mesir, 

biar pun sudah jatuh dari kemegahannya, masih kaya dan berpotensi sebagai 

kerajaan yang menyulitkan, dan rajanya muda dan lemah:  Ptolemeus XIII, 

adalah keturunan jauh dari Ptolemeus agung sendiri.  

Keturunan Ptolemeus telah saling menurunkan sifat mereka dalam ber￾cekcok, suka berdebat, tetapi setidaknya garis keturunannya tidak terputus 

sejak abad terakhir, yaitu sejak Ptolemeus VI berkelahi dengan para Seleucid 

memperebutkan  Coele  Suriah.    Tetapi,  Ptolemeus  XIII  sedang  berada  di 

tengah-tengah  pertengkaran  dengan  kakak  perempuannya,  Cleopatra  VII, 

tentang siapa yang lebih berhak atas tahta.  Ketika Pompei berlayar untuk 

memeriksa  pantai-pantai  Mesir,  Cleopatra  ada  di  Alexandria,  sedangkan 

Ptolemeus muda ada di Pelusium dengan sebuah pasukan, bersiap-siap untuk 

menyerang adik perempuannya. 27

Ptolemeus, kata Plutarkhos, adalah ”seorang anak yang sangat muda,” dan 

para penasehatnya membuatkan sebagian besar keputusan untuknya.  Mereka 

memutuskan bahwa karena Caesar sudah berada dalam perjalanan menuju ke 

Mesir untuk menangkap dan menghukum Pompei, mereka lebih baik ber￾pihak  kepadanya  dengan  melakukan  pekerjaan  itu  untuknya.    Jadi  sebuah 

delegasi resmi berupa rombongan penyambutan Mesir berlayar menyambut 

kapal  Pompei  yang  mendekat,  memberi  penghormatan  militer  kepadanya 

sebagai ”imperator” dan mengundangnya naik ke kapal mereka supaya mere￾

ka dapat menyeberangkannya ke pantai.  Baru saja mereka akan mencapai 

tempat berlabuh, ketika Pompei mulai berdiri untuk turun dari kapal, salah 

satu orang Ptolemeus menerjangnya dari belakang; dan kemudian dua orang 

atau lebih memenggal kepalanya dan melemparkan tubuhnya ke dalam air. 

Pompei berumur enam puluh tahun, ia baru saja merayakan hari ulang tahun￾nya pada tanggal 28 September, tepat sebelum ia dibunuh.28

Ketika  Caesar  tiba,  para  pejabat  Mesir  membawakan  kepadanya  kepala 

Pompei dalam sebuah keranjang.  Menurut laporan ia sangat marah: ia

  hanya  berniat  untuk  mempermalukan  sekutu  lamanya  itu  tetapi  tidak 

untuk  membunuhnya.    Tetapi  ini  memberinya  alasan  yang  hebat  untuk 

menguasai Mesir, yang sekarang dapat dilakukannya dengan cara menghukum. 

Ia memerintahkan Cleopatra dan Ptolemeus XIII untuk datang ke Alexandria, 

di mana ia akan memilih salah satu dari mereka sebagai penguasa yang berhak 

atas Mesir (di bawah pengawasannya).

  

Pilihannya  ternyata  kurang  obyektif.    Ia  terpesona  oleh  kecantikan 

Cleopatra dan memerintahkan adiknya dilenyapkan untuk mengabulkan per￾mintaannya.  Ptolemeus XIII meninggal melawan pasukan Roma yang tiba 

untuk melaksanakan perintah Caesar.  Cleopatra dimahkotai dan menikah 

secara seremonial dengan adik laki-lakinya, sebuah adat istiadat Mesir yang 

diikuti oleh keluarga Ptolemeus selama beberapa waktu.  

Sementara  itu  Caesar  melakukan  perselingkuhan  yang  panas  dengan 

Cleopatra sehingga membuatnya bermalas-malasan (secara politis, setidaknya) 

di Alexandria selama berbulan-bulan.  Ketika akhirnya ia dapat melepaskan 

diri darinya, dan meninggalkannya dalam keadaan hamil, ia membuat per￾jalanan  militer  mengelilingi  tepi  Republik  Roma:  ke  atas  sampai  ke  batas 

Timur, di mana ia menghancurkan pasukan-pasukan Pontus untuk kembali 

turun sepanjang perbatasan Afrika; naik lagi melalui semenanjung Iberia; dan 

kemudian kembali ke Roma.  

Selama perjalanannya, ia empat kali terpilih kembali sebagai konsul, se￾bagai cara untuk memelihara kepura-puraan hukum atas kekuatannya.  Pada 

tahun  46,  para  pendukung  Caesar  (dan  orang  Romawi  yang  takut  kepada 

mereka) setuju untuk memberinya pawai kemenangan memasuki Roma yang 

sepertinya menggemakan kembali penyembahan yang dulu pernah diberikan 

kepada raja-raja Etruski lama yang tidak enak didengar.  Patung-patungnya 

ditempatkan  di  sekitar  kota,  sejajar  dengan  raja-raja  kuno  itu.    Dia  diper￾bolehkan  memakai  jubah  ungu,  dan  dielu-elukan  dengan  gelar  seremonial 

Imperator;  pawai itu didahului dengan plakat yang berbunyi Veni, vidi, vici!

(”Saya datang, Saya melihat, Saya menaklukkan!”)29

Setelah  pawai  itu,  ia  mengambil  alih  pekerjaan  menunjuk  para  hakim, 

mengeluarkan undang-undang, dan pada umumnya berlaku sebagai Senat, 

Tribun, Majelis, dan Dewan, semuanya dibungkus menjadi satu;  semuanya 

dengan  dukungan  angkatan  perang,  yang  setia  kepadanya  (ia  menganuge￾rahkan  kewarganegaraan  Romawi  kepada  semua  orang  yang  bertempur 

untuknya  dalam  Perang-perang  Gallia),  dan  rakyat,  yang  masih  meman￾danganya  sebagai  pelindung  yang  penuh  kebaikan.    Ia  bahkan  mengganti 

penanggalan:  untuk melembagakan sistem empat tahun dengan satu tahun 

kabisat yang kita ikuti sampai sekarang, tahun itu tahun 46, dan kemenang￾an-kemenangan umum terbesarnya berlangsung selama 445 hari lamanya.  

Mungkin Senat takut akan terjadinya pembangkangan angkatan perang 

dan pemberontakan masyarakat, kalau mereka berhenti menyiraminya dengan 

kehormatan-kehormatan.  Pada tahun 44, Senat menyetujui untuk memberi￾nya gelar diktator seumur hidup.  Tetapi ini tidak sama dengan menjadi raja; 

dan sekarang menjadi jelas bahwa, Caesar pernah mempunyai keinginan yang 

mengakar dari suatu saat di masa mudanya untuk menjadi raja.  

Pada  tanggal  15  Februari  44,  Markus  Antonius  melakukan  percobaan 

untuk  meletakkan  sebuah  mahkota  di  kepala  Caesar.    Sebagai  bagian  dari 

sebuah festival religius, Antonius membawa sebuah mahkota dengan rangka￾ian lingkaran yang terbuat dari daun salam diikatkan pada mahkota itu.  Dia 

mempersembahkannya pada Caesar, tetapi kumpulan orang yang hadir hanya 

menanggapi dengan tepuk tangan yang tidak serempak.  Caesar, yang mem￾baca sikap hati mereka, menyingkirkannya beberapa kali, ini malah membuat 

orang-orang  bersorak.  Rakyat Roma menyatakan dengan jelas bahwa mere￾ka tidak menginginkan Caesar menjadi raja yang sesungguhnya.  Mungkin 

raja memiliki terlalu banyak gaung dari Partia di sebelah Timur; mungkin 

pemikiran yang masih ada bahwa Roma harus menjadi sebuah ”meritocracy”

(pemerintahan yang berdasarkan jasa) membuat sifat seorang raja berdasar￾kan keturunan menjijikkan.  Caesar tidak mempunyai putra-putra yang sah 

(meskipun  Cleopatra  melahirkan  seorang  putra,  Ptolemeus  XV  Cesarion), 

tetapi  ia  sudah  menyebutkan  cucu  keponakan  laki-lakinya  yang  bernama 

Oktavianus, putra dari putri saudara perempuannya sebagai pewarisnya yang 

sah dalam surat warisannya.  

Tidak lama kemudian, Senat menyetujui bahwa Caesar  dapat memakai 

mahkota,  tetapi  hanya  kalau  ia  berada  di  luar  kota  Roma  dalam  operasi 

militernya  terhadap  Partia—karena  menurut  dongeng  hanya  seorang  raja 

yang  dapat  menaklukkan  Partia.    Barangkali  ini  adalah  kenekatan  terakhir 

bagi para senator yang semakin khawatir bahwa Republik  akan kehilangan 

realitasnya yang bahkan sudah seperti setengah dongeng.  Para senator yang 

bersikap  bermusuhan  ini,  termasuk  di  dalam  kelompok  ini  sepupu  Caesar 

sendiri Markus Brutus (salah satu dari pewaris yang namanya disebut dalam 

surat warisnya), merencanakan untuk membunuh si Diktator Seumur Hidup 

ketika ia masuk ke Senat nanti pada tanggal 15 Maret 44 SM:  Pertengahan 

Maret.    Semua  orang  tahu  bahwa  tangan  kanan  Caesar,  Markus  Antonius 

tidak akan mau bergabung dengan komplotan itu, dan karenanya dibuatlah 

rencana untuk menahannya di pintu, sementara tindakan itu dilakukan.  

Dalam  biografi  tentang  pewaris  Caesar,  Oktavianus,  penulis  Yunani 

Nicolaus dari Damaskus menerangkan pembunuhan itu dengan detail secara 

terperinci:  

 Ketika  ia  masuk  dan  Senat  melihatnya,  para  anggota  berdiri  untuk 

menghormatinya.  Mereka yang berniat membunuhnya semua berada di 

sekitarnya.   Yang  pertama  menghampirinya  adalah Tulus  Cimber,  yang 

kakaknya dikucilkan oleh Caesar dan melangkah ke depan seakan-akan 

membuat  suatu  permohonan  yang  mendesak  atas  nama  kakaknya,  ia 

merenggut  toga  Caesar,  sebagai  seorang  pemohon  aktingnya  kelihatan 

terlalu sembrono, sehingga ia tertahan waktu mau berdiri dan tidak bisa 

menggapainya sesuai rencananya. Caesar marah, tetapi orang-orang tetap 

pada niat mereka semula dan semuanya tiba-tiba mencabut belati-belati 

mereka dan menerjang ke arahnya.  Pertama, Servilius Casca menusuk￾nya  pada  bahu  kirinya,  sedikit  di  atas  tulang  leher,  di  tempat  yang 

sudah  diincarnya  tetapi  gagal  karena  gugup.    Caesar  melompat  untuk 

mempertahankan  diri  terhadapnya,  dan  Casca  memanggil  saudara  laki￾lakinya,  berbicara  dalam  bahasa  Yunani  karena  terlalu  tegang.    Si  adik 

mematuhinya dan menghunjamkan belatinya ke samping Caesar.  Sejenak 

sebelumnya  Cassius  (Longinus)  sudah  menusuknya  secara  tak  langsung 

ke wajahnya.  Decimus Brutus menusuknya menembus pahanya.  Cassius 

Longinus sangat ingin menebas lagi tetapi ia gagal dan mengenai Markus 

Brutus pada tangannya.  Minucius juga melakukan sergapan pada Caesar 

tetapi ia mengenai Rubrius pada pahanya.  Kelihatannya seperti mereka 

memperebutkan Caesar.  Ia jatuh, dengan banyak luka, di hadapan patung 

Pompei, dan tidak ada yang luput menghunjamnya meskipun ia sudah 

terbaring tak bernyawa, untuk menunjukkan bahwa masing-masing dari 

mereka telah mengambil bagian dalam perbuatan itu, sampai ia mendapat 

tiga puluh lima luka, dan menghembuskan nafas terakhirnya.30

Kata Plutarkhos ia meninggal sambil berteriak-teriak memohon pertolongan; 

menurut beberapa cerita Yunani,  ia  berteriak dalam bahasa Yunani  kepada 

G A R I S WA K T U 7 8

PARTIA        MESIR      BRITANIA    ROMA

  Perang Budak Pertama (135)

    Kematian Tiberius Gracchus

  Mithridates II       Kematian Gaius Gracchus

  Perang Jugurthine (112)

    Gaius Marius, konsul

  Perang Sosial (91)

    Lucius Sulla, konsul

    Lucius Cinna, konsul

  Perang Gladiator (73)

    Crassus, konsul

    Pompei, konsul

  Cassivelaunus     Cicero, konsul

    Orodes II      Julius Caesar, konsul

            Ptolemeus XIII/     Perang Pharsalus (48)

           

Cleopatra XII    Pembunuhan Caesar (44)


Brutus,  ”Bahkan  engkau,  putraku?”

  Dan  Suetonius  berkata  bahwa  ketika 

Caesar pertama kali ditusuk, ia berteriak karena terkejut: ”Tetapi ini adalah 

kekerasan!” 31

Para pembunuh Caesar memang berada di pihak yang logis dari sebuah 

proses yang telah diawali oleh Gracchi seratusan tahun sebelumnya.  Tidak 

ada konstitusi atau kekuasaan yang seimbang yang pernah dapat menahan 

ambisi-ambisi orang yang kuat;  Caesar sendiri telah mendemonstrasikannya, 

dan sekarang ia telah jatuh dengan metode yang sama seperti yang selama ini 

digunakannya.  Tetapi, keterkejutannya membuktikan bahwa pemikiran ten￾tang Republik masih dalam cengkeraman imajinasi bangsa Romawi.  Nama 

resmi Republik, diukir pada panji-panji para legiun dan pada gedung-gedung 

di Roma sendiri yaitu SPQR: Senatus Populusque Romanus,  Senat dan Rakyat 

Roma.  

Roma adalah sebuah tempat di mana rakyat berkuasa, ini bukan kenyataan 

yang  terlihat  selama  beberapa  dasawarsa,  tetapi  bangsa  Romawi  tidak 

mempunyai pola pikir lain tentang diri mereka sendiri dan tidak mempunyai 

nama lain untuk identitas mereka secara kolektif.  Itu adalah suatu kebohongan 

yang kuat, dan bahkan seorang diktator masih bisa terkejut ketika kepalsuannya 

disodorkan dengan paksa ke depan matanya. 


S  caesar  masih  terbaring  di  lantai  Senat,  Markus 

Antonius  akhirnya  berhasil  menerobos  masuk  ke  dalam  ruangan  Senat.  Ia 

sudah  terlambat  untuk  menolong  Caesar,  tetapi  berhasil  mencegah  para 

anggota komplotan untuk melemparkan tubuh Caesar ke dalam sungai Tiber, 

seperti  yang  mereka  rencanakan.    Sebaliknya  mereka  meninggalkan  Senat 

dan berbaris menuju Capitol, dengan pedang yang masih terhunus, sambil 

berteriak kepada rakyat untuk bergabung dengan mereka, dan ”mendapatkan 

kemerdekaan mereka kembali.”  Mereka berada di persimpangan yang genting: 

rakyat yang ada di jalan kemungkinan akan secara spontan bergabung melawan 

mereka.  Beberapa warga negara Roma yang lebih  terkenal bergabung dalam 

barisan mereka, dan segera setelah itu kota Roma melewati bahaya.. Sementara 

itu tiga orang budak dari rumah Caesar datang dan mengambil tubuhnya dari 

ruangan yang kosong dan membawanya pulang.1

Markus Antonius, yang tidak dapat memastikan sikap publik akan pecah 

seperti  apa,  lari  ke  rumah  seorang  temannya,  menyamar  sebagai  seorang 

budak, dan secepat mungkin keluar kota.  Sebaliknya Brutus dan Cassius, terus 

berpidato tentang kematian Caesar yang merupakan sesuatu kejadian  tragis 

tetapi perlu terjadi.  Keesokan harinya, mereka mengumpulkan Senat kembali 

dan menyarankan agar Caesar diberikan upacara pemakaman kehormatan dan 

juga dihormati sebagai tokoh yang hebat, sekarang, saat keadaan sudah aman 

karena ia sudah mati.  Senat menyetujui.  Ini membuat Roma tenang, dan 

Markus Antonius yang belum pergi jauh memberanikan diri untuk kembali; 

sebab pembersihan atas sekutu-sekutu Caesar tidak akan dimulai.  

Tetapi keesokan harinya, ketenangan itu dihebohkan ketika surat wasiat 

Caesar  diumumkan,  dan  diketahui  bahwa  ia  telah  membagikan  kekayaan 

pribadinya yang besar kepada para warga negara Roma.  Tubuhnya kemudian diusung  melalui  jalan-jalan  kota  itu;    Brutus  dan  Cassius  menyetujuinya, 

sebagai  bagian  yang  penting  dalam  pemakaman  kehormatan,  tetapi  para 

warga  negara  yang  pernah  menerima  kedermawanannya  melihat  tubuhnya 

terpotong-potong sehingga kerusuhan mulai tampak. 

Markus  Antonius,  yang  sedang  berada  di  Forum  untuk  memberikan 

pidato pemakaman Caesar, menyemangati pemberontakan itu.  Bersama me￾reka, ia membawa pengawal bersenjata, dipimpin oleh salah satu sekutunya: 

Markus Aemilius Lepidus, yang oleh Caesar ditunjuk sebagai gubernur dari 

provinsi-provinsi di Gallia dan Spanyol Dekat.  Lepidus belum berangkat ke 

posnya yang baru, tetapi sudah mengumpulkan pasukan di Roma untuk ikut 

bersamanya.  Sekarang ia melindungi Markus Antonius dengan pasukan ini. 

Dikawal dengan aman, Antonius memotong pidato pemakamannya dengan 

sebuah  adegan  ”tunjukkan  dan  katakan”:    ia  mengambil  toga  Caesar  yang 

cabik-cabik dan penuh bekas darah dari lengannya dan mengibarkannya se￾hingga semua orang dapat melihat berapa kali ia ditusuk.  

Pemandangan toga Caesar mendorong rakyat yang berada di jalan untuk 

bertindak melampaui batas. Warga negara berlarian di jalan-jalan, melambai￾lambaikan obor, dan berteriak-teriak supaya Brutus dan Cassius ditemukan 

dan dicabik-cabik.  

Tak seorang pun dapat menemukan mereka.  Mereka berhasil keluar dari 

kota  pada  awal  kerusuhan  terjadi,  dan  bersembunyi  di  Antium.    Markus 

Antonius mengambil alih pemerintahan dan, sebagai tanda terima kasih ke￾pada Lepidus atas dukungannya memberi Lepidus jabatan Pontifex Maximus, 

Pendeta Tinggi Roma.  

Tetapi,  kekuasaan Antonius sangat goyah.  Senat berpendapat bahwa ia 

adalah Caesar Yunior, yang  kemungkinan besar bisa menjadi tiran seperti 

Caesar, dan tidak sekarismatik Caesar, yang bisa membujuk orang untuk ber￾pihak padanya.  

Pada saat yang sama, Brutus membujuk publik  dari tempat pelariannya 

di Antium, untuk mengirimkan uang kembali ke Roma untuk festival-festival 

publik,  dengan  harapan  agar  mendapatkan  jalan  masuk  kembali  ke  Roma 

karena  kebaikan  rakyat.    Salah  satu  sekutunya  dalam  Senat,  si  ahli  pidato 

Cicero,  membantunya  dengan  membuat  pidato-pidato  terus  menerus  ten￾tang  kedermawanannya  dan  kerelaannnya  untuk  memerangi  tirani.    ”Pada 

saat itu,” kata Plutarkhos, ”rakyat sudah mulai tidak puas dengan Antonius, 

mereka mendapat kesan Antonius ingin membentuk sebuah monarki sendiri, 

mereka menginginkan Brutus kembali.”2

Brutus mungkin bisa saja pulang sebagai seorang pahlawan dalam bebe￾rapa minggu tetapi ada satu faktor:  anak angkat Caesar, Oktavianus yang 

sekarang  berumur  delapan belas  tahun,    yang  ditempatkan  jauh  dari  Italia untuk melaksanakan wajib militer, tetapi segera setelah dia mendengar ten￾tang pembunuhan pamannya, ia bergegas pulang.  

Ketika Oktavianus tiba, Cicero (yang berpendapat bahwa Markus Antonius 

adalah seorang yang bodoh dan sedang dalam proses menjadi seorang tiran) 

melihat  pemuda  ini  sebagai  sekutunya  yang  paling  memungkinkan  untuk 

melawan  kekuatan  Antonius.    Dengan  sendirinya  hal  tersebut  menyebab￾kan putusnya dukungan terhadap Brutus, si pembunuh.  Plutarkhos menulis 

bahwa Brutus menanggapi hal ini dengan sangat marah, dan ”membicarakan 

hal ini dengan sangat tajam melalui surat-suratnya.”3

Tetapi usaha itu tidak berhasil membuat Cicero kembali ke sisinya, dan 

Brutus menyerah untuk sementara, meninggalkan Italia, dan pergi ke Athena 

untuk tinggal bersama seorang teman.  

Antonius yang sudah memposisikan dirinya sebagai teman Caesar, tidak 

dapat melawan keponakan orang itu.  Tetapi ia benar-benar  melihat kedata￾ngan Oktavianus sebagai ancaman atas kekuasaannya sendiri.  Ia merendahkan 

pemuda  ini,  menanyakan  padanya  apakah  ia  sudah  benar-benar  mampu 

menjalankan tugasnya untuk mengurus tanah milik Caesar, menertawakan 

tindak-tanduknya yang serius, dan mencoba untuk menghalanginya untuk 

menjadi calon tribun.  

Karena dilawan oleh Antonius, Oktavianus mulai berteman dengan semua 

pemfitnah  dan  lawan  Antonius.    Akhirnya  sebuah  rumor  sampai  kepada 

Antonius bahwa Oktavianus merencanakan untuk membunuhnya.  Si pemu￾da menyangkal tuduhan itu, tetapi kecurigaan itu cukup untuk mengubah 

kedua pesaing dalam politik ini benar-benar bermusuhan.  Masing-masing 

bergegas pergi ke seluruh Italia untuk mempekerjakan, dengan tawaran yang 

besar,  serdadu-serdadu  lama  yang  tersebar  di  daerah-daerah  pemukiman 

mereka,”  kata  Plutarkhos,  ”dan  menjadi  orang  pertama  untuk  mengaman￾kan pasukan yang masih belum dipecat.”4

 Lidah Cicero yang seperti perak 

membantu untuk menjatuhkan keseimbangan; ia berhasil meyakinkan Senat 

supaya menyatakan bahwa Antonius sebagai musuh masyarakat Roma, yang 

artinya pasukan Romawi dapat mengusirnya keluar dari Italia.  

Antonius mundur ke daerah Utara dengan pasukan yang berhasil dikum￾pulkannya dan Oktavianus bergerak mengejarnya dengan pasukan lain dan 

kedua  konsul.    Keduanya  bertemu  dalam  pertempuran  di  Modena,  pada 

tahun 43 SM.  Tetapi, meskipun orang-orang Antonius akhirnya bubar dari 

barisan mereka dan lari, kedua konsul terbunuh bersama orang-orang pilihan 

Oktavianus.    Ini  bukanlah  kemenangan  yang  menggembirakan  bagi  orang 

Romawi.  

Antonius pergi melalui pegunungan Alpen menuju ke tempat para serda￾du yang ditempatkan di Gallia, dan merekrut mereka kembali ke pihaknya.  Sebelumnya mereka pernah melayaninya, mereka menghargai kemampuan￾nya sebagai pemimpin, dan tampaknya krisis itu justru membuat sikapnya 

lebih baik:  ”Sikapnya dalam menghadapi bencana lebih baik daripada waktu 

yang lalu,” kata Plutarkhos. ”Antonius, dalam ketidakberuntungannya justru 

hampir seperti orang yang menang.”5

Oktavianus pada saat itu kelihatannya sudah memikirkan kembali posi￾sinya.  Selama Cicero dan Senat masih mendambakan kembalinya Republik, 

mereka  tidak  akan  pernah  sepenuhnya  berada  di  belakangnya;    dukungan 

nyata mereka kepadanya hanyalah sebatas untuk mengusir Antonius keluar 

dari Roma.  Tetapi ,Oktvaianus tidak menginginkan kembalinya Republik.  Ia 

mengincar kekuasaan kakek pamannya, dan Cicero tidak akan membantunya 

dalam hal itu:  ”Karena mendapat�