Minggu, 01 Desember 2024

dunia kuno 26

 




n pulang ke rumah; tetapi sejak itu kubu Athena kembali 


masuk Boeotia dan menguasai daerah itu hanya dalam waktu dua bulan lalu , kemenangan itu bukanlah kemenangan yang menentukan. Sebenarnya, 


kedua kekuatan itu kurang lebih sama. Athena, yang memulai dengan kemenangan, kehilangan cukup banyak tentaranya dengan kekalahannya di Mesir 


sehingga skornya seri. 


Pada tahun 446, kubu Athena mengusulkan perdamaian. Perjanjiannya 


sendiri belum sempat bertahan, tetapi komentar-komentar dari berbagai poli-

tisi Yunani menyatakan bahwa kubu Athena bersedia menyerahkan tanah 


rampasannya di genting tanah Korintus dan sepanjang pantai Peloponisia, 


untuk mengahiri peperangan. Kedua kota setuju untuk tidak mencampuri 


sekutunya masing-masing. Pengaturan ini diperkirakan akan bertahan selama 


tiga puluh tahun; dan karenanya dikenal sebagai perjanjian Perdamaian Tiga 


Puluh Tahun. 


Tidak lama lalu , Herodotus meninggalkan Athena. Ia tidak merasa 


cocok dengan hingar-bingar politik yang terus menerus, dan lebih senang 


berpaling ke Thurii, sebuah persatuan koloni baru Pan-Helenik yang menarik 


semua warga negara dari seluruh Yunani. 


Meskipun ada hingar-bingar itu, Athena naik daun. Pericles, komandannya yang semakin populer sebagai pakar pidato, mengatur pembangunan 


sebuah kuil baru di Athena di puncak Akropolis. Kuil Parthenon ini, dihiasi 


dengan hiasan-hiasan patung batu yang menggambarkan kemenangan-kemenangan Yunani atas centaur, makhluk setengah manusia setengah kuda; suatu 


perayaan kemenangan Yunani atas musuh-musuhnya. Sebuah patung Zeus 


setinggi dua belas meter dari gading dipahat, dan para pembuat menyebutnya 


sebagai satu dari tujuh keajaiban dunia purba. Socrates, pakar filsafat, menghabiskan hari-harinya berbicara dan mengajar, menarik banyak pengikut, 


seperti Budha, mengembangkan suatu filosofi yang berhubungan dan berpengaruh tanpa menulis satu kata pun, karena semua ajarannya dituliskan 


oleh para muridnya. 


Tetapi semua keindahan ini membusuk pada intinya. Kebencian antara 


Athena dan Sparta belum hilang. Perdamaian Tiga Puluh Tahun bertahan selama empat belas tahun; dan lalu  pecah. 


P  sebetulnya pecah antara Athena dan salah satu dari sekutu 


Sparta, yaitu kota Korintus. Pada tahun 433, sebuah koloni Korintus yang 


disebut Korsika mencoba untuk memisahkan diri dari pemerintahan Korintus 


dan meminta bantuan Athena. 


Korsika sendiri secara teknis bukan milik Peloponesia maupun Liga Delia, 


sehingga Athena dapat menjawab panggilan itu tanpa melanggar perdamaian. Sebaliknya, karena Korsika yaitu  sebuah koloni Korintus, dan Korintus 


yaitu  sekutunya Sparta, tidak diragukan lagi Sparta merasa tersinggung karena Athena bergabung dalam sebuah peperangan melawan Korintus. 


Kubu Athena tidak dapat menolak kesempatan untuk melemahkan kekuatan Korintus. sesudah  dua hari melakukan debat umum, Dewan akhirnya 


memutuskan untuk mengirim sepuluh kapal.21 Dalam percobaan untuk 


menguasai dan juga mencaplok kuenya, Dewan memperingatkan kapten yang memberi komando atas pasukan angkatan laut ini untuk tidak menyerang, 


kecuali kubu Korintus benar-benar sudah mendarat di Korsika, atau mengancam kapal-kapal milik Korsika.22


Kapal-kapal Korintus tiba dan berlayar langsung ke arah kapal-kapal, yang 


oleh Korsika telah disiagakan untuk berhadapan dengan mereka. Kapten 


Athena mencoba untuk mengikuti perintah dan bertahan sampai kapal-kapal 


Korintus sudah menggiring kubu Korsika kembali dan mendesak ke depan, 


mengakibatkan korban. Dalam kata-kata Thucydides, mereka “menjagal” 


orang-orang “saat  mereka berlayar, tanpa peduli untuk menjadikan mereka 


tawanan.”23


Atas hal ini, kapal-kapal Athena tidak hanya ikut berperang, tetapi juga 


mengumpulkan kekuatan kembali. Sekarang Athena berperang melawan 


Korintus, dan Korintus yaitu  sekutu Sparta. Perdamaian Tiga Puluh Tahun 


berakhir. 


Perseteruan di laut ini, Peperangan Sybota, yaitu  yang pertama dari 


serangkaian perang kecil selama satu setengah tahun lalu . Pada tahun 


431, rangkaian peperangan ini berakhir saat  Thebes (salah satu sekutu 


Sparta) menyerang Platea, kota di Boeotia yang menjadi tempat peperangan 


terkenal dengan Persia dan sekarang berada dalam perlindungan Athena. Ini 


yaitu  serangan pertama untuk mengancam tembok kota yang sesungguhnya, 


dan Thucydides mengatakan bahwa tindakan luar biasa ini akhirnya memusnahkan perjanjian tanpa dapat diperbaiki. “Athena segera bersiap perang,” 


tulisnya, “demikian juga dengan Sparta dan para sekutunya.”*24


Kubu Sparta mencambuk diri mereka sendiri untuk berperang (“Athena 


terinspirasi untuk menguasai dunia!”) dan menetapkan garis depan mereka di 


tanah genting, siap untuk bergerak ke Atika. Athena membuat persekutuan 


yang tergesa-gesa dengan raja Makedonia, Perdikkas II, cucu dari Amyntas, 


dan Pericles memerintahkan rakyat desa dari Atika untuk masuk ke dalam 


tembok Athena untuk berlindung. saat  pihak Athena yang pertama gugur 


dalam peperangan, Pericles memberikan orasi pemakaman untuk menghormati mereka, sebuah pidato di mana ia mendaftar semua superioritas dari 


peradaban bangsa Athena: kemerdekaan Athena, pendidikan Athena (yang 


memberi orang-orangnya “pengetahuan tanpa sifat yang tidak jantan”), 


perlawanan Athena yang terus-menerus melawan kemiskinan, kemampuan 


warga negaranya untuk memahami urusan masyarakat. Ia mengakhiri pi-

datonya dengan himbauan patriotik, tidak seperti tokoh lainnya sejauh ini 


dalam sejarah: “Kita sendiri harus menyadari kekuatan Athena,” katanya kepada mereka, “Pupuklah terus menerus cinta kita kepada Athena dari hari ke 


hari sampai cinta itu memenuhi hati kita; dan lalu  bila semua keagungannya mengoyak kita, kita harus merefleksikan diri bahwa hanya dengan 


keberanian, kesetiaan pada tugas, dan kehormatan dalam perbuatanlah kita 


mampu memenangkan semua ini.”25 Itu yaitu  panggilan untuk kesetiaan 


bukan kepada seorang raja, tetapi pada sebuah konsep; untuk mengidentifikasikan diri mereka sendiri sebagai bangsa Athena, tidak berdasarkan atas 


ras, tetapi pada kemauan dan kesukarelaan untuk bergabung dalam satu 


pemikiran. 


Itu yaitu  panggilan yang menggugah, tetapi kebanyakan bangsa Athena 


yang gugur dalam dua tahun pertama dalam Perang Peloponesia menemui 


ajal dengan kurang mulia dan kurang patriotik. Pada tahun 430, wabah penyakit merebak di Athena. 


Thucydides sendiri yang tinggal di kota selamat dari wabah itu dan menceritakan kembali:


 … orang-orang yang sehat tiba-tiba diserang oleh panas yang hebat di 


kepala, muka merah dan matanya meradang, di bagian dalam seperti tenggorokan atau lidah berdarah dan mengeluarkan bau napas yang tidak biasa 


dan berbau busuk. Gejala-gejala ini diikuti dengan bersin-bersin dan suara 


serak, sesudah  itu sakitnya sampai ke dada dan akibatnya batuk … tubuh 


bagian luar … kemerah-merahan, pucat kelabu, dan timbul bintik-bintik 


merah dan jerawat kecil ……. Dalam kebanyakan kasus, pada hari ketujuh atau kedelapan mereka mengalami radang internal … Tetapi kalau 


mereka bisa melewati tahap ini, dan penyakitnya turun ke perut, akan 


berubah menjadi luka bernanah di daerah itu yang disertai dengan diare 


yang hebat, sehingga menyebabkan lemas yang pada umumnya berakibat 


fatal …. Gangguan ini … bercokol di bagian-bagian dalam jari-jari tangan 


dan kaki, kebanyakan selamat tetapi kehilangan bagian badan ini dan kadang-kadang penglihatannya hilang.26


Terpisah dari kehilangan tenaga perang yang trampil (“Mereka mati seperti 


domba”), ini merupakan pukulan yang tak tertahankan bagi sebuah kota yang 


sudah mengkhawatirkan masa depannya. “Tanda yang jauh lebih mengerikan 


dalam penyakit itu yaitu  penolakan yang dialami jika seseorang merasa dirinya mulai sakit,” kata Thucydides, “karena jatuh dalam keputusasaan yang 


secara tiba-tiba yang mereka alami telah merenggut daya tahannya, dan menjadikan mereka mangsa penyakit yang empuk.”

Keputusasaan diperburuk lagi dengan kondisi kota yang kumuh. Penduduk 


daerah pedesaan Atika masih mencari perlindungan ke Athena. Tetapi sesampainya di kota, tempat perlindungan pengungsi yang dibangun untuk mereka 


di sepanjang tembok ternyata sudah menjadi sumur kematian: “ruang-ruang 


kecil yang pengap di mana kematian mengamuk tanpa dapat dicegah. Tubuhtubuh dari orang-orang yang sekarat bertumpukan … tempat-tempat suci 


tempat mereka bernaung juga penuh dengan mayat orang-orang yang meninggal disitu.”28 Tubuh-tubuh dibakar dalam tumpukan yang tinggi sepanjang hari dan malam; pencuri-pencuri kecil yang dengan bebas merambah 


rumah-rumah yang ditinggalkan penghuninya; tidak seorang pun peduli 


untuk mempersembahkan kurban atau melakukan ibadah. Jarak antara 


kesucian dan keduniawian telah berkurang oleh kebutuhan untuk bertahan 


hidup.*


 Pericles, jenderal Athena yang berwibawa, pada siapa kota itu bergantung, termasuk di antara para korban. 


Perang itu dimulai dengan buruk dan semakin lama semakin buruk. 


Begitu sembuh, Thucydides dijadikan komandan angkatan perang Athena 


yang diberi tugas untuk melindungi Thracia, tetapi tentaranya dipukul 


mundur, dan Thucydides dikirim ke pengasingan sebagai hukumannya. 


Kapal-kapal Yunani yang di tempat asalnya sibuk dipakai, tidak dapat datang 


untuk membantu kota-kota Yunani di Semenanjung Italia saat  suku-suku 


dari Apennini (mungkin terdorong oleh gelombang Celtic dari Utara) datang 


dari lereng-lereng gunung dan menyerang mereka. Penduduk Yunani diusir 


keluar; Bangsa Yunani yang ada di semenanjung Italia hampir punah. 


Bangsa Yunani, yang saling mencakar habis, kebanyakan tidak memperhitungkan kekuatan kekaisaran dari Timur. Pada tahun 424, Artaxerxes 


meninggal dalam kematian yang tidak jelas sesudah  menjalankan suatu pemerintahan yang tidak menarik. Istrinya juga meninggal pada hari yang sama 


(kami tidak memiliki  data, tetapi itu merupakan suatu kebetulan yang 


mencurigakan), dan putra mereka yang seorang lagi, Xerxes II, memerintah 


sampai kurun waktu empat puluh lima hari. Menurut Ctesias (yang, andaikata benar, biasanya menambahkan cerita yang paling menarik tentang skandal 


dalam kerajaan Persia yang mungkin pemutarbalikan fakta), Xerxes II bermabuk-mabukkan suatu malam, dan saat  sedang mengorok di ranjangnya 


ia dibunuh oleh saudara tirinya yang tidak sah, yang lalu  memproklamasikan dirinya sebagai raja. Adik tiri ini kejam, mudah marah, dan tidak 


disukai. Dari rumah tangga istana dapat dipastikan ada yang menyampaikan 


pesan-pesan kepada adik tiri lainnya yang tidak sah, yang menikah dengan 


adik tiri perempuannya sendiri yang tidak sah tetapi setidaknya ia yaitu  seorang administrator yang berpengalaman, yang pernah ikut dalam pemilihan 


gubernur Persia dengan cara yang tangkas. 


Ochus, si saudara tiri ini, juga berhubungan baik dengan gubernur dari 


Mesir, yang mengiriminya pasukan. Ia bergerak masuk ke Susa, menangkap 


perebut kekuasaan itu dan membunuhnya. Ia sendiri menduduki tahta, memakai nama kerajaan yang resmi dan mengganti nama haramnya menjadi: 


Darius II.29 Pemerintahannya dimulai pada hampir akhir tahun 424, di mana 


baik ayah dan saudara tirinya wafat: suatu tahun di mana Kekaisaran Persia 


memiliki  tiga Raja Agung yang berbeda. 


Pada tahun 421, Kubu Athena dan Sparta berada kembali pada posisi yang sama seperti saat  Perdamaian Tiga Puluh Tahun disumpahkan: 


terus-menerus kehilangan tentara, dengan menghadapi bahaya kelaparan jika 


penanaman dan panen tidak segera dimulai, kedua-duanya tidak memiliki  


harapan akan kemenangan yang menentukan. Mereka sekali lagi setuju untuk 


berdamai, dikenal sebagai Perdamaian Nicias, diambil dari nama seorang 


pemimpin Athena yang membantu negosiasi itu. 


Perdamaian itu berlangsung selama enam tahun. Teman sejawat Nicias 


dalam pemerintahan Athena ,yaitu Alcibiades, tidak ingin membiarkan keadaan damai itu berlangsung lama; ia menginginkan kemahsyuran. 


Alcibiades yaitu  seorang peminum berat, suka berfoya-foya dan reputasinya atas kecantikan melebihi masa mudanya, seorang yang tingkah lakunya 


tidak menghormati wanita dan melakukan perselingkuhan, baik dengan wanita maupun laki-laki: “Ia terus merayu sepanjang mantelnya berkibar di 


belakangnya, mendongakkan kepalanya ke satu sisi dan cara berbicaranya 


cadel,” Plutarkhos mengamati.30 Ia juga terdorong oleh obsesi untuk mendapatkan pengakuan masyarakat, yang membuatnya bukan tandingan pada 


masa itu. Athena perlu membangun kembali kekuatan dan tidak mempedulikan Sparta, tetapi Alcibiades tahu bahwa tidak ada kemuliaan baginya dalam 


hal itu. Pada tahun 415, ia merebut kesempatan untuk menjadi pahlawan. 


Suatu pemukiman Yunani di Sisilia, yang disebut Egesta, meminta dukungan angkatan laut Athena untuk melawan dua kota Yunani lain di Sisilia, kota Selinus dan Sirakusa. Sirakusa asalnya yaitu  koloni Korintus, satu dari 


kota-kota Yunani yang paling kaya di sebelah Barat laut Adriatik, dan tetap 


berhubungan erat dengan ibu kota. Bila kubu Athena berlayar untuk membantu Egesta, mereka dapat mengobarkan kembali perang dengan Korintus, 


dan mungkin meraih kemenangan. 


Alcibiades berhasil meyakinkan kubu Athena untuk mengirim satu armada besar pada target yang jauh dan tidak penting ini: 25.000 tentara, 


lebih dari 130 kapal perang Yunani dan kapal-kapal pengangkut persediaan 


dalam jumlah yang sama.31 Suatu olok-olok terjadi sebelum armada berangkat (seseorang telah menodai serangkaian gambar-gambar suci di penghujung 


malam sesudah  bermabuk-mabukan) sehingga armada ini hampir saja tidak 


jadi diberangkatkan, karena banyak orang Athena percaya bahwa ini yaitu  


suatu pertanda buruk. Tetapi akhirnya kapal-kapal itu diperbolehkan pergi 


dan berlayar ke Sisilia menuju kehancuran total. 


Alcibiades dan Nicias bertugas, 


bersama dengan orang ketiga, seorang jenderal yang berpengalaman. 


Hampir segera sesudah  itu, ketiga 


pemimpin itu berselisih paham 


tentang kapan dan bagaimana cara 


menyerang. Lalu mereka menerima 


pesan dari Athena: Alcibiades dicurigai sebagai orang yang menodai 


gambar-gambar suci itu (kemungkinan besar ia bersalah dalam hal 


vandalisme yang kekanak-kanakan ini), dan orang-orang Athena 


memutuskan untk menariknya 


kembali ke Athena untuk menghadapi pengadilan. 


Panggilan semacam ini tidak 


akan pernah menghasilkan kebaikan, karena itu Alcibiades 


mengambil sebuah kapal dan melarikan armada itu. Ia berlayar ke 


Sparta, di mana ia mengubah haluan dan menawarkan untuk membantu 


pihak Sparta meng-akhiri masalahnya dengan Athena saat itu juga. Bila ia 


tidak dapat memperoleh kemahsyuran dengan cara yang satu, ia dapat mencoba cara lain. Kembali ke pantai di Sisilia, Nicias yang bukan seorang yang tegas, meskipun ia seorang pecinta damai—menunda dan berhati-hati sampai orang 


Sirakusa akhirnya mengumpulkan kekuatan sendiri, termasuk memperkuat 


pasukannya dari sekutunya di Liga Peloponesia. Saat itu sudah terlambat 


untuk menang, meskipun kubu Athena telah berhasil meyakinkan pihak 


Etruski untuk bergabung.32 Nicias menyurati mereka di Athena, meminta 


izin untuk mundur; dengan ukuran oposisi Sirakusa, katanya, hanya kekuatan yang besarnya dua kali dari armada seperti yang sekarang dikomandoinya 


bisa menang. 


Orang Athena tidak memahami situasi genting yang mereka hadapi. 


Mereka segera mengirimkan dan menaikkan jumlah pasukan dua kali lipat 


kekuatan Nicias.33


Nicias yang terperangah melihat tambahan pasukan yang muncul dari arah 


cakrawala, merencanakan untuk menarik seluruh pasukan dan mundur. Tetapi 


pihak Sirakusa mengetahui rencana ini, dan dalam kata-kata Thucydides, 


“menjadi lebih bersemangat untuk menekan kubu Athena, yang sekarang 


sudah menyatakan bahwa mereka bukan lagi atasan mereka di laut maupun di 


darat, kalau tidak mereka tidak akan melarikan diri.”34 Kapal-kapal Sirakusa 


menghalangi kapal Athena untuk mundur, di mana empat puluh ribu tentara 


Athena berusaha melarikan diri menyeberangi pulau dengan berjalan kaki ke 


seberang. Barisan yang ketakutan di bawah terik musim panas, dengan musuh 


mengejar di belakang berakhir dengan kehancuran: mereka berharap dapat 


mencapai sungai Asinarus dan membela diri di seberang, tetapi saat  mereka 


mencapai pantai,


 Terdorong oleh kelelahan dan kebutuhan akan air … mereka bergegas 


masuk ke sungai, dan semua perintah tidak dipedulikan, setiap orang ingin 


menyeberang lebih dulu … Sementara itu di tepi seberang, yang curam, 


berbarislah tentara Sirakusa, yang menghujani kubu Athena dengan peluru, kebanyakan mereka sedang minum dengan rakusnya dan saling 


bertumpukan .. dalam lubang tepian sungai. Pasukan Peloponesia juga 


turun dan membantai mereka, terutama mereka yang ada di dalam air, 


sehingga airnya segera menjadi keruh namun tetap mereka berebut minum 


biarpun airnya sudah kotor berlumpur dan bercampur darah. Akhirnya 


saat  banyak yang tewas sekarang sudah bertumpukan di aliran sungai, 


dan sebagian lagi dari pasukan itu sudah dikalahkan di sungai, dan sedikit 


yang lolos dari situ juga telah dimusnahkan oleh pasukan berkuda, Nicias 


menyerah.35Meskipun sudah dijamin oleh komandan Sirakusa, Nicias tetap dibunuh 


segera sesudah  ia meletakkan senjata. Tawanan Athena dikirimkan ke tambangtambang penggalian, di mana mereka tewas kepanasan dan kotor atau hidup 


di antara tumpukan mayat dari mereka yang telah mati lebih dulu. Beberapa 


yang selamat pulang ke rumah mendapatkan bangsa Sparta yang dibantu oleh 


Alcibiades telah menjajah Atika dan menyebar sampai ke ujung. 


Tetapi kubu Sparta masih tidak dapat memaksa bangsa Athena menyerah, 


dan sesudah  delapan tahun perang itu masih terus berlangsung. Kebanyakan 


orang Yunani, saat itu sudah sangat lelah berperang dengan orang Sparta. 


Dalam tahun-tahun ini, penulis sandiwara Artopanes menulis komedi berjudul Lysistrata, di mana wanita-wanita Athena mengumumkan bahwa 


mereka akan mundur dari seks sampai suami-suami mereka berhasil mengakhiri perang. “Kita hanya perlu duduk di dalam dengan pipi yang berbedak,” 


Lysistrata, pemimpin mereka berseru, “dan menemui pasangan kita berpakaian gaun yang tembus pandang … mereka akan mengambil alat mereka dan 


menjadi liar, ingin tidur bersama kami. Itulah waktunya untuk menolak, dan 


mereka akan segera berdamai, saya yakin akan hal itu!”36


Tidak ada solusi yang dipecahkan begitu saja. Sebaliknya, Bangsa Persia 


terlibat kembali, dan masalah kedua kota menjadi semakin tidak terpecahkan. 


Kubu Persia masuk dalam kancah ini disebabkan oleh tidak lain daripada Alcibiades, yang berhasil membuat dirinya sendiri diusir dari Sparta. 


Sementara Agis, raja dari garis yang lebih muda, sedang berperang di luar 


kota, Alcibiades melakukan perselingkuhan gila-gilaan dengan istrinya, begitu 


terang-terangan sehingga seluruh kota mengetahuinya: “Dia hamil dengannya,” Plutarkhos mengamati, dan tidak menyangkalnya.”37 Agis yang bisa 


berhitung, sadar saat  ia pulang bahwa bayi itu bukanlah anaknya. Alcibiades, 


tidak ingin mendapat kecelakaan yang fatal, melarikan diri ke Sardis. Di sana 


ia memperkenalkan diri pada gubernur Persia yang berkuasa di Asia Kecil, 


seseorang yang bernama Tissaphernes, dan menawarkan bantuan pada pihak 


Persia untuk mengerjai perang antara Athena dan Sparta sehingga keduanya 


dapat dijatuhkan. 


Rencana seperti yang diatur oleh Alcibiades dan Tissaphernes (yang tidak 


berkonsultasi dengan raja Susa terlebih dulu), berhasil sebagian. Tissaphernes 


mengirimkan pesan kepada kubu Sparta, menawarkan akan membantu biaya 


perang yang sedang berlangsung, dengan syarat bahwa begitu Athena jatuh, 


kubu Sparta akan meninggalkan kota-kota Ionia untuk pihak Persia. Kubu 


Sparta setuju, sehingga langsung masuk dalam genggaman Tissaphernes; ia 


mendorong mereka untuk bergantung pada peran bank Persia dan lalu  


melakukan pembayaran yang tidak lancar. “Tissaphernes,” kata Thucydides, merusak angkatan laut dengan membayar mereka secara tidak teratur dan 


bahkan lalu  tidak membayar penuh.”38


Sementara itu Alcibiades menulis pada Athena, menawarkan diri untuk 


kembali bergabung dengan mereka dengan menggenggam uang emas Persia, 


sepanjang mereka setuju untuk mengembalikannya pada posisinya semula. 


Apa yang disetujui Athena merupakan deretan keputusasaan mereka. 


Seharusnya ini berakhir dengan perang laut besar di mana secara teoritis kubu Athena dan Sparta akan menghancurkan armada masing-masing. 


Alcibiades memang kembali ke Athena pada tahun 407, dengan emas yang 


cukup untuk membantu memperbaiki angkatan lautnya; dan dalam musim 


gugur pada tahun yang sama, ia memimpin sebuah armada dengan seratus 


kapal Athena menuju angkatan laut Sparta. 


Sementara itu, telah terjadi pergantian pimpinan dua kali. Darius II yang 


mendengar tentang negosiasi tanpa wewenang itu, menarik Tissaphernes kembali ke Susa dan mengirim anaknya yang lebih muda, Cyrus, ke Sardis dengan 


instruksi untuk menempatkan bala bantuan Persia tegas-tegas pada pihak 


Sparta. Dan angkatan laut Sparta dipimpin oleh seorang laksamana baru, seorang yang bernama Lysander. Plutarkhos menceritakan bahwa Lysander, 


yang diperkuat oleh bala bantuan Persia dan uang Persia, telah membayar 


angkatan perangnya sepertiga lebih daripada yang didapat pihak Atenia dari 


Alcibiades, dan bahwa Alcibiades “, bahkan dipaksa membayar upah harian. 


Kehabisan uang dan orang, angkatan laut Athena menemui malapetaka. Dalam serangkaian peperangan di musim gugur tahun 407 dan 405, 


kapal-kapal Athena tenggelam dn tertangkap, pelaut-pelaut dibunuh dan 


ditenggelamkan. Dalam bulan Agustus, dalam perang terakhir yang melelahkan, angkatan laut Atenia kehilangan 171 kapal dalam satu pertempuran. 


Alcibiades sendiri menghilang dengan diam-diam; ia muncul di pengadilan gubernur Phrygia tak lama lalu  dan diperlakukan sebagai “anggota 


kehormatan dari pengadilan.”40Keberuntungannya segera berakhir lalu  


saat  Lysander (yang tetap berhubungan baik dengan kubu Persia) meminta 


pada gubernur untuk membunuhnya. Gubernur menyetujui dan mengirim 


orang untuk membakar rumah Alcibiades; Alcibiades bangun dan berhasil 


keluar dari api, hanya untuk lalu  dilempari lembing. 


Lysander melanjutkan perusakannya atas armada Athena dengan membakar setiap kapal yang didapatinya dan lalu  berlayar ke Athena. Ia 


mencapai kota di bulan Oktober dan merebutnya. Kubu Athena, melihat 


bahwa penolakan hanya akan mengakibatkan kelaparan, akhirnya menyerah: 


“Daratan dan lautan direbut,” tulis seorang tentara Yunani dan ahli sejarah 


Xenophon, “mereka tidak lagi memiliki  kapal, sekutu maupun makanan.”41 


Perang berakhir.Lysander memerintahkan pihak Athena untuk meruntuhkan Tembok 


Panjang, suatu kondisi yang dilaksanakan dengan iringan suara musik suling 


perayaan. Athena dipaksa untuk menyerahkan semua pengaruhnya atas kotakota yang pernah menjadi milik “kekaisaran Athena”.42 Ini hampir bukan suatu 


hukuman yang diperkirakan lebih kejam dari yang seharusnya; Athena masih 


tetap memiliki tembok kota, tembok itu tidak dihancurkan, dan masih memiliki  kebebasan untuk menegakkan pemerintahannya sendiri. Sayangnya, 


orang-orang Athena segera bertengkar secara internal tentang bagaimana 


melakukan ini. Akhirnya Lysander terpaksa kembali dan mendirikan suatu 


junta yang terdiri dari tiga puluh bangsawan, yang lalu  secara sederhana disebut Tiga Puluh.43 Mereka menjadi tidak populer karena mandi darah, 


yang mereka lakukan dengan menghukum mati orang-orang Athena, dengan 


dalih apa pun, yang mereka curigai melakukan restorasi demokrasi. Lysander, 


yang reaksi pertamanya kepada Athena cukup hangat, berubah menjadi gelap 


mata dan bahkan mengirimkan serdadu rendahan Sparta untuk membantu 


rezim baru itu menghilangkan semua oposisinya. 


Hukuman mati itu segera berubah menjadi politik: “Mereka bertujuan 


untuk melenyapkan siapa pun yang menurut alasan mereka mengancam,” 


Aristoteles lalu  menulis, “ dan juga siapa pun yang memiliki  kekayaan 


yang ingin mereka rampas. Dan dalam waktu singkat mereka menghukum 


mati tidak kurang dari seribu lima ratus orang.”44


Dalam keputusasaan, orang-orang Athena yang tersisa berkelompok, 


meminta bantuan Thebes yang terdekat, dan menyerang Sang Tiga Puluh dan 


garnisun Sparta yang melindungi mereka. Hal ini bisa mengulangi perang 


dengan Sparta lagi, tetapi raja Sparta, yang melihat kekacauan ini, menolak 


Lysander dan menarik garnisun keluar. Darius II baru saja meninggal, dan 


putranya dan pewarisnya, Artaxerxes II, tidak terkenal; Sparta tidak akan bergantung pada emas Persia lagi. 


Anggota Tiga Puluh yang belum mati dalam perang melarikan diri. Tahun 


berikutnya, 403, dicanangkan oleh bangsa Athena sebagai awal dari era baru, 


di mana demokrasi akhirnya bisa kembali ke Athena. Tetapi bangsa Athena 


yang menyambutnya sudah terpuruk dan bangkrut. G A R I S WA K T U 6 5


 PERSIA YUNANI


 Kambises II (530)


 Darius I Cleomenes dari Sparta


 Damaratus dari Sparta


 Perang Maraton (490)


 Xerxes I (486-465) Leonidas dari Sparta


 Perang Thermopylae dan Salamis (480)


 Perang Platea dan Mycale (479)


 Artaxerxes (465-424)


 Perdiklas II dari Makedonia


 Pericles dari Athena


 Perang Peloponesia (mulai 431)


 Darius II (424-404)


 Artaxerxes II (404)