amat keluar dari Sardis, meskipun
mereka harus berhadapan dengan makian bila mereka kembali ke Athena:
“Karena tindakan ini mereka mendapat banyak kesulitan waktu kembali ke
rumah,” komentar Herodotus.20 Orang Athena tidak bermaksud menyerahkan
kemerdekaan mereka. Sebaliknya, mereka berbalik mengatasi persoalan
Sparta sendiri, dan bertempur dengan sengit dalam serangkaian peperangan
kecil yang merusak dan sengit untuk mengusir tentara Sparta yang masih
bercokol dari kota mereka.
Dengan hilangnya orang Sparta dari gambaran, orang Athena memerlukan
beberapa waktu utuk memperbaiki pemerintahan mereka yang didominasi
oleh tiran. saat debu sudah dibersihkan, populasi terbagi menjadi sepuluh
“suku”, dengan garis-garis kesukuan yang memisahkan persekutuan-persekutuan keluarga lama sebagai usaha untuk menghancurkan jaringan lama yaitu
kekuasaan orang-orang bangsawan. Dewan Empat Ratus menjadi Dewan
Lima Ratus, dengan lima puluh perwakilan dari tiap suku. Dalam usaha
akhir untuk melenyapkan dominasi keluarga-keluarga bangsawan, kota itu
sendiri lalu dibagi ke dalam tiga puluh unit geografis yang disebut deme,
dan orang Athena dalam tiap deme diperintahkan untuk menggunakan nama
deme sebagai ganti nama keluarga mereka.*21Ini yaitu pemikirian yang menarik, tetapi tidak berhasil dengan baik; kebanyakan orang Athena akhirnya
kembali pada nama keluarga mereka.
Adat istiadat baru diperkenalkan juga. Warga negara Athena siapa pun
dapat dibuang ke luar kota, andaikata enam ribu dari senegarawan mereka
menuliskan namanya ke atas kepingan keramik yang digunakan sebagai balot
suara. Kepingan keramik itu disebut ostraka, dan dari sini kebiasaan untuk
pembuangan enam tahun menjadi terkenal dengan istilah “ostrasisme.” Itu
yaitu pengamanan lain terhadap tirani: apabila seseorang … kekuasaannya
menjadi lebih besar daripada yang sepantasnya …, “ tulis Aristoteleses, “superi-
oritas yang besar seperti itu biasanya mengarah pada jatuhnya kekuasaan pada
satu orang … Oleh sebab itu, beberapa negara mengalami ostrasisme.”22
Menurut Aristoteleses, orang Athena pertama yang menderita ostrasisme
yaitu teman-teman Hippias, yang dipaksa mengikuti mantan tiran itu dalam
pengasingan.
S kota Yunani lain juga sudah memutuskan untuk memohon
bantuan pada angkatan perang Persia.
Ini yaitu Miletus, kota Ionia di batas luar wilayah Persia di Asia Kecil.
Pemimpin Miletus yaitu seorang pejuang yang ambisius bernama Aristagorus,
yang menguasai kotanya sebagai tiran selama bertahun-tahun. Sekarang ia
merencanakan untuk menebarkan jaringnya lebih luas lagi. Ia menemui gubernur Sardis dan menawarkan untuk menaklukkan kepulauan Yunani yang
disebut Cyclades semuanya, atas nama Persia, kalau Persia mau memberinya
kapal dan tentara.
Artaphranes menyetujui rencana ini, dan Aristagorus, yang gembira karena mendapat kesempatan untuk menjadi tiran dari seluruh kekaisaran mini
yang terdiri dari pulau-pulau, mengumpulkan pasukan invasi dan berlayar ke
targetnya yang pertama yaitu Naxos.
Sayangnya, kota Yunani di Naxos terbukti tidak mungkin dimasuki.
Penduduknya, daripada bertempur, hanya menghela semua persediaan
makanan dari dalam kota dan bersiap menunggu di luar. sesudah penyerbuan
selama empat bulan, Aristagorus sudah kehabisan uangnya dari pihak Persia,
dan Artaphranes yang tidak terkesan dengan kemampuan si tiran dalam
penaklukannya, menolak untuk memberikan apa-apa lagi dalam proyek ini.
Aristagorus terpaksa berlayar kembali ke Miletus dengan lumpur di wajahnya,
ambisinya gagal.
Tetapi ia sudah belajar dari cara mengamati politik Yunani dari seberang;
dan seperti politisi Athena lain yang baik, ia mengubah posisinya. Ia memutuskan untuk mengganti sekutunya dari pro-Persia menjadi anti-Persia,
hanya suatu keputusan yang tidak bijaksana. Ia akan memimpin kota-kota
Yunani dari Asia Kecil untuk memberontak terhadap penguasa-penguasa
tinggi Persia; dan mungkin, akhirnya, akan menyatukan mereka di belakang
pimpinannya.
Beberapa pertanyaan halus menunjukkan kepadanya bahwa tiran-tiran
Ionia lain tidak diragukan lagi rela bergabung dengannya dalam pemberontakan ini. Tetapi ia sudah belajar dari pengalaman buruknya di Naxos bahwa
perang itu mahal. Ia memerlukan dukungan lebih untuk mengawali perang
dengan pihak Persia.
Sekutu pertama yang jelas untuk proyek semacam itu yaitu bangsa yang
suka perang, yaitu Sparta. Sparta yaitu kota yang paling penting dan berkuasa
dalam persekutuan yang longgar dengan kota-kota Yunani yang disebut Liga
Peloponesia — suatu asosiasi yang dibentuk untuk tujuan pertahanan bersama
terhadap musuh. Kalau Sparta ikut bergabung dalam perang melawan
Persia, kota-kota lain dalam Liga itu juga akan bergabung. Jadi Aristagorus
melakukan perjalanan ke Sparta dan mengunjungi Cleomenes. Cleomenes
tidak hanya menolak untuk menusuk hewan buas Persia dengan jarum;
pertama ia menertawakan Aristagorus, dan lalu Aristagorus dilempar
keluar dari kotanya dengan paksa.
“sesudah ia dilemparkan keluar dari Sparta,” tulis Herodotus, Aristagorus
“ia memilih pergi ke Athena, karena sesudah Sparta, Athena yaitu negara
Yunani yang paling berkuasa.”23 Di sini, ia menemukan telinga yang lebih
mau mendengar.
Hippias, tiran Athena yang terasing, sedang mengancam untuk kembali.
Ia melarikan diri dari Yunani, menyeberang ke Hellespont, dan pergi ke Persia
dengan harapan bahwa pasukan Persia dapat membantunya menaklukkan
kembali Athena. Artaphranes, yang mendengarkan rencana itu, dapat melihat
bahwa Hippias bisa dijadikan alat yang ideal bagi Persia untuk memasuki
Yunani. Ia mengirimkan pesan ke Athena, memberitahukan mereka untuk
mengambil Hippia kembali atau akan menderita diinvasi; pesan ini baru saja
sampai saat Aristagorus muncul, dan mengusulkan pemberontakan.24
Athena, yang marah atas ultimatum Persia, setuju untuk mengirimkan
dua puluh kapal untuk membantu pemberontakan Aristagorus; sekutunya
Eretia, di pesisir, mengirimkan lima.25 Dan begitulah, pada tahun 500 SM,
perang terjadi.
P Persia dan Yunani, yang berlangsung berlarut-larut sampai
lebih dari dua puluh tahun, hampir tidak disebutkan dalam sejarah Persia.
Tetapi di Yunani, perang ini yaitu pusat bagi kehidupan setiap pria, dan
membuat gelisah tiap wanita selama lebih dari dua puluh tahun. Cerita-cerita
kita semua berasal dari Yunani: Herodotus waktu perang itu berakhir baru
berusia lima tahun, tetapi ia mewawancarai para saksi mata untuk menyusun
kembali peristiwa-peristiwa itu; Thucydides, lahir dua puluh tahun lalu
atau sekitar itu, ia menggunakan cerita-cerita Herodotus tetapi dengan
mengoreksi beberapa tafsirannya berdasarkan sumber-sumber lain; dan penulis
sandiwara Yunani, Aechylus, yang lebih tua daripada kedua ahli sejarah itu,
dan ikut berperang. Sandiwaranya The Persians (Orang-Orang Persia) yaitu
karya seorang saksi mata, tetapi perhatiannya terpusat pada keberanian orang
Yunani, bukan kegiatan operasi militernya.26 Dalam pandangan orang-orang
ini, Peperangan Persia yaitu pusat dari perkembangan kemanusiaan. Dari
pandangan pihak Persia, peperangan ini hanyalah bentrokan-bentrokan kecil
yang, kalau menjadi buruk, lebih baik tidak dihiraukan.
Kota-kota Ionia yang bergabung dalam pemberontakan itu memulainya
dengan semangat tinggi, dengan memimpin tiga ratus kapal dari angkatan
laut Darius, dan memenuhi mereka dengan orang Yunani. Darius segera
mengirimkan tentaranya yang cepat dan sangat terlatih untuk memadamkan
pemberontakan Ionia. Sebelum mereka dapat sampai, Aristagorus dan
para sekutunya berhasil mengagetkan Sardis dan memasukinya. Gubernur
kerajaan Artaphranes menyembunyikan diri dengan aman ke dalam benteng
pertahanan kota, tetapi orang Ionia menyebar ke seluruh Sardis, bermaksud
untuk merampok kota itu. Sayangnya, kota sudah mulai terbakar hampir
serentak. Seorang tentara membakar sebuah rumah, dan karena gedunggedung Sardis kebanyakan terbuat dari buluh, api menyebar ke seluruh kota.
“Kebakaran Besar Sardis”, demikian istilah Herodotus,28 membuat orang
Persia benar-benar marah. saat pihak Persia dan Ionia bentrok di Efesus,
pihak Ionia terpukul. Mereka tercerai-berai dan orang Atenia, yang melihat
tidak ada manfaatnya menghampiri bentrokan khusus ini dan memutuskan
untuk pulang. Tetapi pihak Ionia tidak punya pilihan lain selain tetap bertempur. Dengan membakar Sardis, tidak ada lagi kesempatan untuk kembali.
Mereka tidak dapat mundur begitu saja tanpa konsekuensi yang paling
mengerikan.
Meskipun begitu mereka berhasil membawa pertempuran ke laut. Sebuah
angkatan laut gabungan Ionia pergi melewati Hellespont dan mengusir garnisun Persia yang ditempatkan di Byzantium ke luar kota. lalu kapal-kapal
itu berlayar kembali ke pantai, menjemput para sekutunya di sepanjang jalan.29
Pemberontakan itu menjadi cukup kuat sehingga memberikan jalan buntu kepada pihak Persia selama bertahun-tahun dalam pertempuran yang melelahkan.
Arus berbalik melawan kota-kota Ionia pada tahun 494, saat armada
Persia yang terdiri dari enam ratus kapal bentrok dengan kapal-kapal Ionia
di laut terbuka, persis di seberang pantai dekat Miletus. Pihak Persia sudah
mempersiapkan diri untuk pertempuran yang besar, dan mereka mengenal
armada Ionia dengan baik; 300 dari 353 kapal dalam armada Yunani yaitu
hasil penculikan dari angkatan laut Darius pada awal peperangan.30
Banyak kapal yang diawaki oleh orang Ionia ditenggelamkan. saat
perang berbalik melawan Yunani, banyak lagi yang pergi meninggalkan begitu saja. Laksamana dari pihak armada Ionia berlayar ke Sisilia dan menjadi
bajak laut (meskipun ia hanya membajak kapal-kapal Kartagena dan Etruski ,
dan “tidak mengganggu kapal-kapal Yunani”).31 Aristagorus sendiri langsung
meninggalkan Asia Kecil dan pergi ke Thracia, di mana ia dibunuh saat
mencoba merebut sebuah kota Thracia sendirian. Pihak Persia yang menang berlabuh di pantai Miletus, kota dari si
pembuat onar Aristagorus. Mereka menutup kota itu dari segala bantuan luar,
menggali di bawah tembok-temboknya dan meruntuhkannya. “Kebanyakan
penduduk prianya dibunuh,” kata Herodotus, “wanita dan anak-anak …
direndahkan menjadi budak … Mereka yang tetap hidup dibawa ke Susa.”
Darius memindahkan mereka kembali ke daerah rawa-rawa di muara sungai
Tigris, tempat yang pernah menjadi rumah bangsa Chalde.32 Orang Athena,
mengawasi dari jauh, dengan putus asa, meskipun posisinya bukan sebagai
pengikut perang. Miletus dulu pernah menjadi anak kota Athena, dan
pengrusakannya merupakan luka bagi tubuh Athena.
Yang lebih buruk masih akan terjadi. Darius belum melupakan partisipasi
orang Athena dan orang Eretria dalam pemberontakan itu. Pada tahun 492,
ia menempatkan jenderal dan menantunya, Mardonius, untuk memimpin
dua cabang angkatan perang untuk menginvasi: sebuah angkatan darat yang
akan bergerak melalui Asia Kecil, menyeberangi Bosphorus di atas jembatan
ponton, dan turun ke Thracia dan Makedonia, dan sebuah angkatan laut yang
akan berlayar melalui laut Aegea dan bertemu dengan angkatan darat untuk
menyerang kota-kota Yunani di daerah Utara.
Penggrebegan Persia pertama ke Yunani ini terpotong pendek. Angkatan
laut Persia sudah hampir mencapai tujuannya saat badai menghamburkan
dan menghantamkan hampir setiap kapal ke karang dekat Gunung Athos.
Tanpa adanya bantuan dukungan dari angkatan laut seperti yang telah direncanakan, angkatan darat mundur.
Dibutuhkan waktu dua tahun untuk membangun kembali angkatan laut.
Tetapi, pada tahun 490, armada baru sudah siap berangkat, dan Mardonius
(yang sudah dipanggil kembali ke Susa untuk dicela) kembali bertugas.
Herodotus mengatakan bahwa angkatan invasi kedua terdiri dari enam
ratus kapal; bahkan jika ini hanya cerita yang berlebihan, invasi melalui laut
ini begitu besar sehingga pihak Persia tidak usah repot-repot lewat darat untuk
memperkuatnya. Di salah satu kapal itu terdapatlah Hippias, yang sudah dijanjikan bahwa ia dapat menjadi tiran Athena sekali lagi sesudah pihak Persia
berhasil menyapu bersih lawannya.
Para tentara Persia mulai menyapu daratan dengan menghancurkan Naxos
(Aristagorus pernah menjadi jenderal yang tidak kompeten di situ; Angkatan
perang Persia melindas Naxos hanya dalam hitungan hari) dan lalu
merebut Eretria. Tujuan kedua yaitu Athena: ratu dari Attica, kunci dominasi Yunani.
Pertahanan Eretria lenyap. Pihak Athena yang terpaksa berhadapan
dengan malapetaka Persia, mengirimkan seorang utusan ke Selatan ke Sparta,
memohon bantuan. Utusan ini yaitu Pheidippides, seorang “pelari yang terlatih” yang profesional dan katanya sudah menempuh 224 km antara Sparta
dan Athena hanya dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam, sebuah
prestasi kekuatan yang mengagumkan. (Barangkali Herodotus mengamati
waktu yang dicapai dari perjalanan itu dengan teleskop, tetapi tidak ada alasan
untuk meragukan jarak yang ditempuh.)*
Tetapi pihak Sparta menolak untuk
menjawab permohonan itu. Mereka sedang merayakan suatu liburan religius,
dan tidak dapat pergi sampai bulan purnama.
Bangsa Sparta yaitu orang yang religius (mungkin malah percaya takhayul), tetapi sangat mungkin mereka mencoba untuk menghindari perang
langsung dengan Persia. Pihak Persia berdatangan menghukum Athena; kemarahan mereka diarahkan pada kota-kota Yunani yang bergabung dengan
pemberontak Ionia, dan pihak Sparta menolak.
Sementara, orang Athena tidak punya pilihan lain kecuali menghadapi
pihak Persia tanpa bantuan.
Herodotus menceritakan bahwa komandan mereka Miltiades, mengatur
serdadu kaki—hoplite (Seorang serdadu yang memakai alat perang berat
dalam infanteri Yunani kuno) -nya Athena—dalam formasi yang agak luar
biasa, dengan pasukan yang membentuk garis tengah yang tipis dan pasukanpasukan yang padat pada kedua sayapnya. Hoplite ini diberi nama menurut
perisainya, hoplon (senjata) nya Athena, yang memiliki pegangan pada sisinya, tidak di tengah seperti biasa. Hoplon ini didesain untuk membebaskan
lengan kanan supaya dapat memegang tombak, yang berarti bahwa bagian sisi
tangan kanan si pengguna terbuka, tetapi menonjol keluar cukup jauh ke arah
kiri untuk menutupi sisi kanan dari hoplite berikutnya. Dengan kata lain,
sebuah jenis senjata yang memaksa penggunanya untuk tetap dalam formasi
bersatu dengan ketat: phalanx (satu unit pasukan). Satu hoplite saja sangat
mudah diserang. Hanya hoplite-hoplite yang tetap bergabung dalam phalanx
mendapat kesempatan untuk tetap hidup.
Disiplin yang dipaksakan ini, ditambah dengan keputusasaan, diterapkan
pada sejumlah kecil pihak Athena. “Orang Athena,” cerita Herodotus,
“menyerang para penyerbu dengan berlari,” ini membuat orang Persia mengira
mereka semua sudah menjadi gila.33 Dan kenyataannya tentara Athena yang di tengah segera pecah. Meskipun begitu, sayap-sayapnya yang padat
mendesak orang Persia yang berada di antara mereka, sehingga para penyerbu
mulai mundur dari ruang yang mematikan di antara phalanx-phalanx. Mereka
mundur ke belakang ke arah kapal-kapal, sebagian berjatuhan di tanah yang
berawa, kebanyakan dari mereka jatuh ke lumpur, terjebak oleh beratnya baju
perang mereka.
Banyak orang Persia berhasil kembali ke kapal mereka dan melarikan diri.
Tetapi pihak Athena menangkap tujuh kapal dan membunuh sebagian besar
penyerbu itu. Angka Herodotus mencapai 6.400 orang Persia terbunuh,
dibandingkan dengan 192 korban pada pihak Athena, sepertinya sebuah
pernyataan patriotik yang berlebihan (seperti angka Henry V tentang Perang
di Agincourt). Mereka berhasil mengalahkan monster.
Bangsa Sparta tiba tepat waktu untuk membantu menghitung yang mati.
Para pria yang bertempur di Maraton lalu terkenal dengan nama
Marathonomachoi, di Athena dihormati seperti para veteran Perang Dunia
II di Amerika Serikat untuk perannya dalam kemerdekaan. Jenderal mereka yang selalu menang, Miltiades, datang untuk berterima kasih, meskipun
dicopot dari jabatan komandannya karena gagal merebut pulau Paros (yang
setia pada Persia). Ia dihadapkan pada pengadilan dalam keadaan menderita
luka ganggren pada waktu operasi militernya yang gagal, dan meninggal tidak
lama lalu .
Sementara itu, Darius, sedang mempertimbangkan untuk berperang lagi
dengan Yunani. Pada tahun 486, empat tahun sesudah peristiwa Maraton, ia
menaikkan pajak, mungkin untuk membangun kembali angkatan perangnya. Mesir memberontak segera, mungkin sebagai reaksi, tetapi Darius tidak
punya waktu untuk mengurusi itu. Ia jatuh sakit pada musim gugur pada
tahun 486 dan wafat sebelum musim dingin tiba.34
Putra sulungnya, Xerxes, menggantikannya.
Xerxes sudah mencatat karir ayahnya. Seperti Darius, pertama ia mengirimkan angkatan perangnya untuk memadamkan para pemberontak
oportunis yang selalu mengikuti perubahan dalam rumah tangga kerajaan.
Pemberontakan yang tidak dapat dihindari di Babilonia ia tangani dengan
membagi kota itu menjadi satrapi-satrapi kecil, dengan demikian memotong
arus pendek sebelum sempat membentuk suatu golongan. Mesir ia taklukkan
kembali hanya dengan kekuatan angkatan perang kecilnya, dan lalu ia
mengukir gelarnya “Raja dari Negara Ganda” pada prasasti-prasasti, baik di
Mesir maupun Persia.35
lalu ia mengarahkan matanya kembali ke Yunani. Pada tahun 484,
kota-kota pelabuhan di seluruh kekaisarannya sedang membuat kapal. Tiga
ratus dua puluh di antaranya berawak kapal tentara bayaran berkebangsaan
Yunani. Dua ratus datang dari Mesir. Orang-orang Mesir juga membantu
Xerxes memperluas jembatan ponton yang lain, yang ini sedikit lebih jauh
ke Selatan dibandingkan jembatan Darius; jembatan ini merentang menyeberangi Hellespont dan disatukan dengan tali-tali rami dari Mesir.36
Sementara itu, Athena sedang membangun sebuah armada triremes (kapal
perang Laut Tengah kuno yang memiliki 3 tingkat, 3 baris dayung pada
tiap sisinya), kapal yang panjang dan tipis (sekitar 120 kaki panjangnya dan
hanya 15 kaki lebarnya) dengan ruangan untuk 170 pendayung, yang berarti
kapal-kapal ini dapat membelah laut dan menabrak kapal-kapal lain dengan
kecepatan tinggi. Pada tahun 481, Athena dan tiga puluh kota lain bergabung
bersama dalam sebuah liga baru, yaitu Liga Helenik, dibentuk terutama untuk
pertahanan Yunani terhadap Persia. Pihak Sparta, yang bergabung dengan
kelompok anti-Persia ini, yaitu yang paling berpengalaman dari angkatan
perang gabungan anti-Persia.
Pada musim gugur tahun yang sama, Xerxes pribadi bergerak dengan
pasukannya ke Sardis, di mana mereka beristirahat di musim dingin, menumpuk
kekuatan dan melepaskan lelah dari perjalanan itu. lalu , di musim
semi tahun 480, ia memimpin pasukannya menyeberangi Hellespont.
Orang Yunani tidak yakin daerah Utara akan dapat bertahan lagi. Mereka
mendirikan garis depan medan perangnya persis di bawah Teluk Malia, dengan angkatan perangnya terkumpul di Thermopylae, di mana pegunungan
terbelah sehingga terbentuk jalan. Ini yaitu jalan yang paling mungkin bagi
Xerxes untuk mencapai daerah Selatan semenanjung itu (meskipun ada jalan
gunung yang tersembunyi, yang tidak mungkin ditemukannya). Angkatan
laut ditarik ke ujung Utara Euboea.
Mereka menunggu. Sementara itu, di belakang mereka,Yunani sudah
bersiap-siap menghadapi malapetaka. Orang Athena memutuskan untuk
menunggu yang terburuk; selembar salinan dari dekrit yang dikeluarkan oleh
Dewan Lima Ratus masih ada.
Dewan dan Rakyat dengan ini memutuskan … Untuk mempercayakan
kota pada Athena, Nyonya Rumah Bangsa Athena .. Bangsa Athena sendiri
dan orang asing yang bertempat tinggal di Athena diharuskan mengirimkan
anak-anak dan para perempuan ke tempat yang aman di Troezen .. Mereka
harus mengirimkan para lelaki lanjut usia dan harta miliknya yang bergerak ke
tempat yang aman di Salamis. Para bendaharawan dan imam harus tetap berada di Akropolis untuk menjaga harta milik para dewa. Semua orang Athena
yang lain dan para orang asing yang usianya cukup untuk wajib militer harus
naik ke 200 kapal yang sudah disediakan, dan mempertahankan diri terhadap
orang-orang barbar demi kebebasan mereka sendiri dan orang Yunani yang
lain.37
Dan Xerxes menyapu ke bawah. Di depan para penjajah, Thracia
menyerah; dan lalu kota-kota Makedonia, satu per satu. Xerxes bergerak
turun ke daratan pusat Yunani, dan kalau ia dapat melewati pegunungan,
kota-kota di Selatan akan celaka. Sebuah pasukan dari Attica diberi tugas
untuk mengawasi di jalan pegunungan yang tersembunyi, kalau-kalau terjadi
sesuatu. Tetapi semua jalan penting di Thermopylae sudah dipercayakan
kepada pasukan Sparta, tujuh ribu orang di bawah raja Sparta, Leonidas
(penerus Cleomenes).
Ini akan cukup untuk medan yang sempit di mana pasukan Persia dan
Yunani akan bertemu, kalau tidak ada pengkhianat Yunani yang pergi ke
Xerxes dan menggambarkan sebuah peta jalan gunung untuknya. Xerxes
mengirimkan seorang komandannya untuk mendaki gunung itu bersama
dengan sepuluh ribu orang yang sangat terlatih, petarung elit yang disebut
oleh Herodotus sebagai para “Imortal”. saat mereka turun di sisi seberang
pegunungan, mereka mulai melingkar ke belakang pihak Sparta.
Leonidas, yang melihat bahwa angkatan perangnya hampir terkepung,
menyadari bahwa ia sudah kalah perang. Ia memerintahkan semua orangnya
kecuali hanya tiga ratus untuk mundur kembali ke Selatan. Dengan tiga
ratus orang terakhir ini, bersamaan dengan beberapa pasukan dari kota-kota
Yunani, Thebes, dan Thespia yang menolak untuk pergi, ia bertempur melawan Xerxes dengan aksi menunda. Attica celaka, tetapi kalau orang Sparta
yang mundur dapat mencapai Teluk Korintus, mereka mungkin masih bisa
mempertahankan Peloponnese, bersama Troezen, di mana para wanita dan
anak-anak berada, dan Salamis: semua akan tetap menjadi milik Yunani.
Orang Sparta bertempur sampai habis. Dalam perang, para Imortal juga
berjatuhan; dua dari adik Xerxes sendiri gugur.38 lalu , heroisme dari
para serdadu yang jatuh dalam Perang Thermopylae akan menjadi salah satu
aksi kepahlawanan yang terkenal dalam sejarah. Xerxes tidak terkesan. Ia memerintahkan supaya tubuh Leonidas dipenggal dan disalibkan di kayu salib,
seperti seorang penjahat yang dihukum mati.
Plutarkhos menceritakan bahwa orang Yunani, terganggu dan putus asa,
mengalami pertengkaran internal sejenak dan keras mengenai apa yang harus
dilakukan lalu . Pasukan Athena dalam angkatan perang gabungan
Yunani memohon yang lainnya untuk membuat pertahanan di Attica, untuk
melindungi orang Athena; tetapi yang lain tidak punya kepercayaan diri
bahwa mereka dapat mempertahankan sebuah medan Utara yang lebar melawan pasukan Persia yang besar. Mereka menang. Seluruh angkatan mundur
ke Peloponnese, di mana mereka dapat mengumpulkan kapal-kapal mereka di perairan sekitar pulau Salamis dan juga mendirikan garis pertahanan
menyeberangi jembatan darat yang sempit—Genting Tanah Korintus—yang
menghubungkan Peloponnese dengan Attica. Orang Athena berbuat begitu
untuk memprotes: “marah karena pengkhianatan,” tulis Plutarkhos, “dan
juga kecewa dan tertekan karena ditinggalkan oleh sekutu-sekutunya.”39
Memimpin di depan para serdadunya, Xerxes berbaris dalam kemenangan
memasuki Athena besar dan melindasnya. Serdadu Persia membakar Akropolis;
dari sisi lain di perairan, orang Athena terpaksa duduk dan memandang asap
membubung dari kotanya.
Peristiwa-peristiwa lalu ditulis dalam tawarikh oleh penulis sandiwara Aeschylus, yang berada di situ. Dalam sandiwaranya berjudul The
Persians (Orang-Orang Persia), seorang bentara Persia kembali ke ibu kota
Susa untuk melapor pada ibusuri bahwa putranya Xerxes memutuskan untuk
menyerang Yunani di Peloponnese segera:
Seorang Yunani muncul dari perkemahan musuh,
Membisikkan kepada putramu bahwa
dalam perlindungan malam hari setiap orang Yunani akan
melompat ke dayungnya dan mendayung dengan membabi-buta ke
segala arah untuk menyelamatkan kulitnya.40
Si utusan telah dikirim oleh pemimpin Yunani Themistocles, yang tahu
bahwa kemenangan ada di pihak Persia. Orang Yunani terpojok di Peloponnese
tanpa sekutu, sebetulnya dapat dengan mudah dikalahkan dengan cara perang
yang menguras tenaga musuh dengan pelan dan merusak. Strategi terbaik
untuk Xerxes yaitu duduk menunggu, mengirimkan angkatan lautnya berkeliling untuk mengepung Peloponesse sehingga tidak ada pulau-pulau di luar
yang bisa memberikan bantuan, dan berkumpul kembali untuk menyerang.
Jadi Themistocles mengirimkan sebuah pesan kepada sang Raja Agung
menawarkan untuk berganti tempat, dan mengatakan padanya bahwa jika ia
segera menyerang, orang-orang Yunani yang lemah dan kehilangan semangat
akan tercerai berai. Xerxes percaya, tidak jadi mengepung pulau. Sebaliknya
ia mengirimkan kapal-kapalnya langsung ke tempat sempit untuk menyerang
trireme-trireme Athena yang berlabuh di sana.
Putramu segera,
tertipu oleh pengkhianatan Yunani, dan oleh kecemburuan
para dewa, beri tahu semua
kaptennya bahwa saat matahari terbenam ke cakrawala, dan
gelap menutupi kubah langit,
mereka harus membagi armada dalam tiga bagian
dan menghalangai orang Yunani melarikan diri ke laut terbuka,
sedangkan kapal-kapal lain mengepung dan melingkari pulau itu.41
Ini persis seperti yang diinginkan oleh Themitocles. Triremes, yang cepat
dan gampang dibelokkan, dapat melawan dengan efektif di tempat yang
sempit sekitar Salamis, sedangkan kapal-kapal Persia yang kebanyakan lebih
kuat dan besar itu tidak dapat menghindar di medan yang sempit.
Kapal menabrak kapal,
Berbenturan dengan panah dari perunggu,
Memecahkan seluruh haluan.
Orang Yunani mengawalinya.
Orang-orang di dek-dek yang berseberangan saling melemparkan
tombak mereka.
Pada awalnya kita melawan, mempertahankan diri kita sendiri;
Tetapi segera kapal kita, begitu saling berhimpitan,
Saling bertabrakan depan dengan depan di selat yang sempit,
paruh perunggu menabrak paruh perunggu,
merusakkan dayung-dayung dan bangku-bangku.
Orang Yunani lalu mengepung dengan sempurna
dan menyerang, dan lambung kapal bertumbangan
sisi yang salah menghadap ke atas, dan lautan tidak lagi
tampak, tertutup oleh serpihan-serpihan dan tubuh-tubuh
yang mengapung
Dan seluruh pantai dan batu karang diapungi dengan mayat.42
Orang Persia dibesarkan di darat, mereka bukan perenang. Mereka yang
jatuh dari kapal tenggelam, hampir seluruhya.
Xerxes, yang duduk di atas sebuah bangku emas di tempat yang tinggi
untuk menonton peperangan itu, menjadi semakin marah. Kekalahan ini
tidak perlu menjadi akhir bagi Xerxes, tetapi kemarahannya merusakkannya.
Ia memerintahkan kapten angkatan perangnya — semuanya orang Finisia,
dari kota-kota Finisia yang sekarang di bawah kekuasaan Persia — dibunuh
karena kepengecutannya. Ini membuat setiap pealut Finisia berbalik
melawannya. Orang-orang Finisia yang berpengalaman di laut, tahu betul
mengapa serangan mereka gagal. Sementara itu, Babilonia sedang memberontak lagi, dan Themistocles sedang merencanakan skema biasanya. Ia membebaskan tahanan perang Persia,
yang kembali kepada Xerxes dengan informasi bahwa armada Yunani bermaksud untuk berlayar ke Hellespont untuk merusakkan jembatan ponton,
sebelum Xerxes dan angkatan perangnya bisa kembali ke situ.4
Karena berita
ini Xerxes memutuskan pulang.
Ia mengumumkan akan ada penghargaan besar bagi mereka yang
menangkap Themistocles (suatu isyarat yang tidak berguna) dan lalu
bergerak kembali melalui Makedonia dan Thracia dengan sisa pasukan
angkatan daratnya, meninggalkan sepasukan serdadu yang dikomandani
menantunya, Mardonius. Sebetulnya, Xerxes sengaja meninggalkan
Mardonius supaya mati, untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari rasa malu
karena terus menerus mundur. Orang Athena bergerak menyeberang Genting
Tanah Korintus, dan bertemu dengan Mardonius dan pasukannya yang sudah
berkurang di Platea. Pausanias, keponakan Leonidas yang heroik, mewarisi
jabatannya sebagai jenderal (dan sekarang bertindak sebagai wali bagi putra
Leonidas yang masih muda, sekarang raja Sparta). Ia memimpin pembantaian
itu; orang Yunani menang dan Mardonius gugur di medan perang. “Mayatnya
hilang sehari sesudah peperangan,” Herodotus menulis, dan tidak seorang pun
yang tahu di mana ia dikuburkan.44
Ini yaitu penyerangan bercabang dua. Angkatan laut bersamaan dengan
itu telah dikirim untuk menghadapi sisa armada Persia, yang telah mundur
menyeberangi laut Aegea terus ke pantai Asia Kecil. Orang Persia yang melihat
kapal-kapal Yunani di belakang mereka, memutuskan untuk tidak mengambil
risiko berperang lagi; mereka melabuhkan kapal-kapal mereka di pantai Asia
Kecil, persis sebelah Barat gunung yang disebut Mycale, dan berbaris untuk
berperang di darat.
Menurut tradisi, kedua perang di Platae dan Mycale terjadi pada hari yang
sama di tahun 479. Di Mycale, orang Persia menggantungkan nasib pada
para petarung Ionia untuk mendukung mereka. Tetapi saat orang-orang
Yunani mendekat, orang-orang Ionia mengacir pergi, kembali ke kota-kota
mereka, dan meninggalkan orang-orang Yunani berdiri sendiri. Angkatan
gabungan Athena dan Sparta mengusir orang Persia kembali menuju ke Sardis
dan membunuh mereka kemana mereka pergi. Hanya sedikit yang dapat
mencapai tempat aman di balik tembok Sardis.
Kemenangan-kemenangan Yunani di Platea dan Mycale mengakhiri
Peperangan Persia. Kekalahan tidak membuat kehancuran yang besar bagi
kejiwaan orang-orang Persia, meskipun mereka lebih suka membiarkan
angkatan lautnya tenggelam daripada membangunnya kembali.45 Tetapi
kota-kota Yunani dari Sparta sampai melewati pantai Ionia, sudah bergabung
bersama dalam persekutuan sukarela untuk mengalahkan musuh bersama. Itu
merupakan tindakan gabungan pertama yang dilakukan oleh seluruh dunia
Yunani, sebuah dunia yang dipersatukan tidak oleh perbatasan-perbatasan
politik tetapi oleh kebiasaan dan bahasa yang sama.
G A R I S WA K T U 6 4
PERSIA YUNANI
Cyrus II (Agung) (599)
Peisistratus dari Athena
Amintas I dari Makedonia
Kambises II (530)
Darius I Cleomenes dari Sparta
Damaratus dari Sparta
Perang Marathon (490)
Xerxes I (486) Leonidas dari Sparta
Peperangan Thermopylae dan Salamis (480)
Peperangan Plataea dan Mycale (479)
S , Yunani yang baru
bersatu harus memutuskan apa yang akan mereka lakukan terhadap kotakota Ionia. Dengan bergabung dengan bangsa Yunani, berarti bangsa Ionia
mendeklarasikan permusuhannya dengan Kerajaan Persia secara terbuka.
Aeschylus si penyair merayakan kemerdekaan baru mereka:
Dan mereka yang hidup di bumi Asia yang luas
tidak lagi akan diperintah
oleh hukum Persia
tidak lagi harus membayar upeti
di bawah cengkeraman kekuasaan kerajaan
tidak lagi harus bersimpuh
demi menghormati raja-raja
yang kekuatannya sekarang sudah mati.1
Tetapi kekuatan Persia jauh dari mati, dan pasukan-pasukan Persia masih
menguasai “bumi Asia yang luas”.Laut Aegea terletak antara daratan Persia
dan Yunani, tetapi bagi bangsa Ionia, penggertak yang sudah hancur lebur ini
berdiri tepat di balik tembok-tembok kota mereka.
Bangsa Sparta mengusulkan sebaiknya mereka mengevakuasi kota-kota
Ionia saja dan meninggalkan tanah itu pada Kubu Persia, karena mereka
tidak dapat “menjaga Ionia selamanya.”2
Tentara Athena segera membuat
perkecualian. Daerah yang diusulkan dengan seenaknya oleh Kubu Sparta,
untuk ditinggalkan begitu saja ini sebagian besar yaitu koloni Athena (selama masa invasipun mereka telah sering meninggalkan Athena, mereka hanya
puas dengan keberhasilannya menyelamatkan bangsa Peloponesia). “Mereka
menyatakan keberatan-keberatan mereka dengan keras,” kata Herodotus. sesudah perdebatan antarkota yang sengit, bangsa Athena berhasil meyakinkan
sebagian besar sekutu Yunaninya untuk bergabung dengan mereka dan untuk
mendesak bangsa Persia keluar dari wilayah pantai Ionia.
Kubu Sparta yang kalah berdebat, setuju untuk tetap tinggal; mereka tidak
ingin berperang dengan bangsa Persia, tetapi mereka juga tidak ingin Athena
mendapat kekuasaan sebagai pemimpin dari Liga Helenik. Dengan tetap
tinggal, mereka menjamin bahwa komandan mereka sendiri—Pausanias,
pemenang dalam Perang Platea, dan masih menjabat sebagai pengawas putra
Leonidas yang gugur di Thermopylae—akan tetap menjadi komandan tertinggi dari angkatan perang Liga Helenik.
Dan dengan demikian Pausanias dan angkatan lautnya berlayar untuk
menguasai Byzantium, yang sudah dikuasai kembali oleh tentara Persia.
Orang-orang Athena bersekutu lagi di bawah komando dari jenderal yang berasal dari bangsa mereka sendiri, Xanthippus, dan menuju ke Bosforus untuk
membantu. Penyerbuan berhasil dan lalu Byzantium Persia berpindah
tangan kembali dan menjadi Byzantium Yunani lagi.
Itulah terakhir kalinya Kubu Athena dan Sparta bertindak sebagai sekutu.
S, Herodotus tidak maju lagi; riwayatnya berakhir segera sesudah Mycale. Untuk urutan peristiwa selanjutnya kita harus mengacu pada
Thucydides, yang menulis sejarahnya sekitar tujuh puluh tahun lalu ,
dan Plutarkhos, yang dalam tulisannya mengenai kehidupan Themistocles
(Life of Themistocles) menambahkan beberapa rincian.
Menurut Thucydides, sementara tentara-tentara Athena dan Sparta menyerang Byzantium, Kubu Athena dan Sparta berselisih paham di tempat
asalnya. sesudah kekalahan Mardonius di Platea, tentara-tentara Athena di
bawah komando Themistocles sudah kembali ke Athena. Kota mereka terbengkalai; tembok-tembok runtuh, kuil di Akropolis telah dijarah dan dibakar,
dan pohon zaitun yang suci yang tumbuh di Kuil Athena telah ditebang, dan
batangnya terbakar. Tetapi hanya dalam beberapa hari, sepucuk tunas daun
tampak tumbuh dari batang itu.3 Athena masih hidup, dan bangsa Athena
kembali untuk mempersiapkan pekerjaan yang memakan waktu lama, membangun kembali tembok-tembok yang rusak.
Berita tentang pembangunan kembali itu sampai ke Sparta. Hanya dalam
beberapa hari lalu , seorang delegasi Sparta datang ke Athena, dan tidak
hanya menuntut supaya pembangunan dihentikan, tetapi juga supaya Kubu
Athena bergabung dengan mereka untuk meruntuhkan tembok-tembok yang
tersisa dari kota-kota di luar wilayah Peloponesia.”4
Ini merupakan percobaan secara terang-terangan dari Kubu Sparta untuk
menuntut seluruh kekuasaan atas Yunani. Kubu Athena yang hanya sedikit orang bersenjatanya dan tidak memiliki tembok, tidak dalam keadaan siap
untuk menolak tuntutan itu. Tetapi Themistocles, yang dalam situasi yang
sulit tidak pernah mengatakan yang sebenarnya itu, memiliki rencana. Ia
mengatakan pada Kubu Sparta bahwa tentu saja ia akan datang ke Sparta
segera bersama sekelompok pejabatnya untuk membicarakan masalah itu.
lalu ia sendiri berangkat ke Sparta, berjalan dengan pelan-pelan, dan
memberitahukan pejabat-pejabat Athena lainnya untuk tetap tinggal di
Athena sampai tembok-tembok sudah dibangun, setidaknya mencapai ketinggian minimum. Sementara itu, setiap orang Athena yang dapat berjalan
harus meninggalkan pekerjaannya dan bekerja membangun tembok-tembok, meruntuhkan rumah-rumah kalau-kalau perlu untuk dijadikan bahan
bangunan. “Sampai hari ini,” tulis Thucydides, “tembok itu menunjukkan
tanda-tanda pelaksanaan pembangunan yang tergesa-gesa; fondasinya terdiri
dari berbagai jenis batu, dan di beberapa tempat tidak ditempa dan tidak
dicocokkan, tetapi ditempatkan dalam susunan dari mana mereka dibawa
oleh tangan-tangan yang berbeda; dan juga banyak kolom dari batu nisan
dan patung batu diletakkan bersama dengan yang lain.”5
Penggalian menunjukkan adanya batu-batu dan kolom-kolom yang tidak cocok ini yang dipakai
untuk membangun tembok Athena.
Sementara itu di Sparta, Themistocles duduk dan bertanya-tanya sambil
berteriak mengapa teman-teman sejawatnya belum sampai, dan berharap
mereka tidak mendapat musibah. Pada saat mereka sampai ke sana, tembok
sudah berdiri, dan Themistocles dapat memberitahu Kubu Sparta bahwa
Athena sekarang memiliki pertahanan dan tidak akan meminta izin pada
Kubu Sparta untuk menyelesaikan urusannya sendiri. Kubu Sparta menelan
sikap perlawanan ini, tidak mungkin melawan sebuah kota yang bertembok,
dan Themistocles pulang.
Jauh di Byzantium, Kubu Ionia sedang mulai mengeluhkan keadaannya
di bawah komando Kubu Sparta. Mereka mendatangi komandan Athena,
Xanthippus, dan mengeluh bahwa Jendral Pausanias dari Kubu Sparta
berlagak seperti seorang tiran—dan, lebih serius lagi, membuat negosiasi
rahasia dengan Xerxes. Ini merupakan tuduhan yang hampir tidak dapat
diabaikan dan saat dewan bangsa Sparta mendengar ini, mereka meminta Pausanias pulang untuk diadili. Xanthippus mengambil alih komando
tertinggi menggantikannya, dan ini merupakan suatu kemenangan untuk
Kubu Athena.
Kembali di Sparta, Pausanias dibebaskan. Tetapi karirnya jatuh; suatu skandal kecil menjadi penyebabnya. Kubu Sparta mengirimkan seorang komandan
pengganti ke Byzantium, tetapi Xanthippus menolak untuk menyerahkan komandonya. Sekarang Athenalah, bukan Sparta yang memimpin angkatan
perang gabungan. Kubu Sparta, yang kesal, berkemas dan pulang — dan
begitu pula semua tentaranya dari kota-kota Peloponesia.
Ini yaitu lonceng kematian bagi Liga Helenik yang tua. Tetapi Kubu
Athena dengan seenaknya mendeklarasikan pembentukan suatu aliansi baru,
Liga Delia, dengan Athena sebagai kepalanya. Di tempat asalnya, Kubu Sparta
menyatakan diri sebagai pemimpin dari Liga Peloponesia yang mencakup
hanya kota-kota Peloponesia dan tidak ada pihak lain.
Pausanias sendiri, di bawah kecurigaan yang makin bertambah dan menjadi target dari tuduhan penghianatan yang tidak terbukti (banyak dikompori
oleh kenyataan bahwa ia kadang-kadang terlihat di Byzantium, berpakaian
seperti orang Persia), akhirnya menyadari bahwa ia tidak bisa menghindari
penangkapan kembali dan pengadilan lagi. Ia mengungsi ke dalam sebuah
kamar dari salah satu kuil Sparta. Di sinilah, pejabat-pejabat Sparta menem-
boknya, mengangkat atap dari kamar itu dan membiarkannya mati kelaparan.
Orang yang telah menyelamatkan Peloponesia mati ditonton oleh orangorang senegaranya sendiri.
Tapi ini bukanlah akhir dari masalah ini. Kembali ke Athena, Themistocles
telah mulai mendesakkan rencananya sendiri untuk keamanan Athena (ini
melibatkan pembakaran kapal-kapal dari kota-kota Yunani yang lain, dan
berlayar berkeliling untuk meminta uang dari pulau-pulau Yunani yang
lebih kecil.7
Themistocles yaitu seorang pragmatik, selalu bersedia untuk
mengorbankan harga dirinya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
saat tentara-tentara yang lain mengritik usulnya, Themistocles mulai membuat pidato-pidato di depan publik tentang betapa besarnya hutang Athena
kepadanya, dan sudah selayaknya bangsa Athena memenuhi apa yang dimintanya. sesudah berbuat semacam ini, ia berhasil membuat cukup banyak
orang Athena jengkel (termasuk yang pernah ikut berperang di Mycale juga)
sampai membuangnya. “Ini,” komentar Plutarkhos, “yaitu praktik yang
biasa … Pembuangan bukanlah suatu alat untuk menghukum kejahatan,
tetapi merupakan suatu cara untuk menghilangkan dan mengurangi kecemburuan—suatu emosi yang mendapatkan kepuasan bila merendahkan orang
yang terkemuka.”8
Inilah sisi bayangan demokrasi Yunani. Bangsa Yunani tidak ramah terhadap
orang-orang besar mereka, kecuali orang-orang itu punya cukup keberuntungan untuk menghilangkan dirinya sendiri dari panggung politik dengan cara
mati. Marathon belum menyelamatkan Miltiades; Platea tidak berbuat apaapa untuk Pausanias; dan Salamis tidak mau menyelamatkan Themitocles.
sesudah pembuangannya, Kubu Sparta mengirimkan pesan pada Kubu Athena
memberitahukan kepada mereka bahwa dalam investigasi terhadap Pausanias
telah ditemukan, “pada waku berlangsungnya pertanyaan-pertanyaan”, suatu
bukti yang tidak dijelaskan yang menyatakan bahwa Themistocles juga memiliki simpati pro-Persia. Kubu Athena mengirimkan seorang pembunuh
untuk membunuh jenderal yang dikucilkan itu, tetapi Themistocles tidak
dapat ditangkap dengan mudah. Ia melakukan perjalanan-perjalanan panjang, selalu menghindari kapal-kapal dan pelabuhan-pelabuhan Yunani, dan
ahirnya (senantiasa pragmatis) tiba di Kubu Persia dan menawarkan diri sebagai seorang penasihat untuk urusan Yunani, dengan syarat Xerxes setuju
untuk membayar hadiah atas penangkapan dirinya.
Untungnya, Xerxes kelihatannya senang dengan keterusterangan ini. Ia
menjadikan Themistocles sebuah hadiah dan menyuruhnya memberitahukan
kepadanya “apa yang ia ketahui tentang keadaan di Yunani.” Themistocles bersedia, tetapi percakapannya kelihatannya sebagian besar hanya mengenai seni
yang tidak berarti. Pengungkapan-pengungkapannya, komentar Plutarkhos,
tidak memberikan keuntungan militer pada Kubu Persia, tetapi kebanyakan
hanya mengenai pakaian, kesusastraan dan makanan Yunani.9
Ia meninggal
dalam pengasingan dalam usianya yang keenam puluh lima kemungkinan
karena sakit maupun karena racun yang diminumnya saat ia tidak tahan
lagi terhadap pembuangannya.10
Sementara itu, serdadu-serdadu dari Liga Delia, yang dipimpin oleh
komandan-komandan Athena, berangkat untuk merebut kembali berbagai
pulau dan kota dari Persia. Kubu Persia melawan kembali, tetapi tidak dengan
sepenuh hati. Kerajaan Persia mulai tumbuh kurang sehat karena kebusukankebusukan internal. Penolakan Xerxes yang angkuh untuk bertanggung jawab
atas kekalahan di Salamis hanyalah sebuah gejala dari kepribadiannya yang
tidak mau menjembatani rintangan apa pun, dan cerita-cerita dari beberapa
sumber yang berbeda mengungkapkan bahwa orang ini sedang tenggelam semakin terpuruk ke dalam korupsi, karena sifatnya yang suka kemewahan dan
kesenangan. Buku injil Esther menceritakan tentang pesta pora satu minggu
yang diadakan oleh Xerxes di istananya di Susa, di mana pada akhir pesta
tersebut, Xerxes (yang seperti juga tamu-tamunya, telah selama berhari-hari
menjadi hilang ingatan) memerintahkan istri kesayangannya untuk keluar
dan memamerkan diri di hadapan semua laki-laki, sehingga mereka dapat mengagumi kemolekannya. Ia menolak; Xerxes, marah dan memerintahkannya
untuk enyah dari hadapannya dan memutuskan untuk mengganti istrinya.
Ia memerintahkan semua kepala daerahnya untuk mengirimkan gadis-gadis
paling cantik di wilayahnya ke istana. Begitu mereka tiba di istana, ia melewatkan berbulan-bulan merasakan kenikmatan, memanggil mereka ke dalam
kamar tidurnya, satu orang setiap malam, sehingga ia dapat mencicipi mereka
semua sebelum menentukan pilihannya.11 Selera Xerxes terhadap wanita juga
disebutkan oleh Herodotus, yang mengatakan bahwa awalnya ia menaruh
hati pada istri saudara laki-lakinya, dan lalu pada putri saudara lakilakinya.12
Cerita-cerita ini tidak ditulis oleh seorang sahabat. Tetapi, Xerxes jelas
tidak disukai baik oleh kalangan istana maupun keluarganya pada saat ia meninggal. Crecias, pakar sejarah Yunani yang melewatkan waktu di istana Persia
kira-kira lima puluh tahun lalu , mengatakan bahwa Xerxes sedang tidur
dengan kepala sida-sida, seorang yang terpercaya yang menjaga kamarnya,
membiarkan seorang komandan tentara Persia bernama Artabanos (seorang
chiliarch, yang berarti bahwa ia yaitu komandan dari seribu pasukan elit
Persia) masuk menemui raja. Beberapa menit lalu , Xerxes meninggal.
Tahun itu yaitu tahun 465.
saat jasadnya diketemukan, Artabanos menuduh putra sulungnya,
Darius yang melakukan perbuatan itu dan berpaling pada putea bungsu, si
kepala panas, Artaxerxes yang berumur delapan belas tahun, dan mendesaknya untuk membalas dendam atas pembunuhan ayahnya. Kata Cresias,
“Darius membantah dengan keras tuduhan bahwa dialah yang membunuh
ayahnya, tetapi ia tetap dibunuh.”13
Tinggallah Artaxerxes sebagai ahli waris yang jelas, karena saudara lakilakinya yang tengah, Hystaspes telah dikirim ke daerah provinsi Baktria Utara
dan tidak diketemukan. Didorus Seculus mengutip cerita itu: segera sesudah
Artabanos mendapatkan dirinya hanya berdua dengan si raja baru, ia melepaskan semua kepura-puraannya dan menyerang Artaxerxes. Meskipun
begitu, anak muda ini melawan kembali dan meskipun terluka berhasil membunuh si kapten penghianat.14 Segera berita itu sampai ke Baktria, Hystaspes
datang menyerang dan mencoba untuk memperoleh tahta untuk dirinya
sendiri, tetapi Artaxerxes menghadapinya dalam peperangan dan beruntung.
Suatu badai pasir terjadi pada saat peperangan menggila, dan di balik tirai
badai, Artaxerxes membunuh saudara laki-lakinya dan muncul sebagai pemenang.15
Seperti biasa, kekacauan di rumah kerajaan menyebabkan pemberontakan
di seluruh kerajaan. Yang paling serius yaitu di Mesir, di mana berita tentang
kematian Xerxes meyakinkan salah satu dari putra Psammetichus III yang
masih hidup, Inaros (yang sekarang sudah lebih dari paruh baya dan tinggal di
Heliopolis), untuk merebut kembali warisan kerajaannya. Inaros yang dikirim
ke Kubu Athena dengan senang hati berlayar ke sana dan memberi bantuan
kepadanya untuk memberontak.16
Artaxerxes menghabiskan waktu sebelas tahun untuk mengalahkan kekuatan gerilya gabungan ini. saat angkatan perang Persia akhirnya berhasil
untuk menangkap Inaros, yang telah berkelakuan seperti seroang Zorro Mesir
yang tua selama satu dasawarsa, Artaxerxes memerintahkannya untuk disalibkan.
Di Yunani, lebih banyak pasukan Athena berperang di antara mereka
sendiri. Tidak lagi mudah bagi Liga Delia untuk tetap dipersatukan, dan
Athena tanpa sadar semakin menggunakan tenaga untuk melawan sekutunya sendiri. Pada tahun 460, pulau Naxos menyatakan bahwa mereka tidak
ingin masuk dalam Liga lagi (yang berarti “mengikuti perintah Athena”),
dan peperangan pun berlanjut: “Mereka harus kembali (kepada Liga) sesudah
sebuah penyerbuan,” tulis Thucydides. “Ini yaitu pertama kalinya konfederasi terpaksa menaklukkan sebuah kota sekutu.”17 Tetapi itu bukanlah yang
terakhir. Kota-kota Liga Delia yang lain memprotes tuntutan Kubu Athena
untuk memberi upeti dan kapal, dan Athena menjawab dengan kekerasan.
Mereka bergerak ke Thracia; angkatan laut Athena berperang melawan kota
Aegina dan menangkap tujuh puluh kapal. saat kota Megara, anggota dari
Liga Peloponesia, memprotes keras perseteruan perbatasan dengan Korintus
(kota Peloponesia lain), Kubu Athena tidak hanya menyambut Megara ke
dalam Liga Delia tetapi juga membantu Kubu Megara membangun tembok
pertahanan dan (tanpa diminta) mengirim pasukan Athena untuk menguasai
kota itu. “Mereka berubah menjadi tidak sopan,” Thucydides menyimpulkan, “……. Kubu Athena bukanlah pemerintah populer seperti yang dulu
pada awalnya.”18
Athena dan Sparta kelihatannya telah bertukar tempat; Kubu Athena
menjadi si pecundang dari Laut Tengah. Liga Delia masih disebut Liga Delia,
tetapi sudah menjadi sesuatu yang lebih mendekati kekaisaran Athena.*
Kota
yang indah sudah menjadi seperti benteng. Pericles, Putra Xanthippus dipilih
untuk menjadi komando militer, dan ia mengusulkan kepada Kubu Athena
untuk membangun tembok di luar Athena sampai ke pelabuhan Pireus,
dengan jarak tiga belas kilometer, sehingga barang-barang dan tentara dapat
mencapai laut tanpa takut diserang.19 Di tahun 457, pembangunan “Tembok
Panjang” ini diawali.
Persis sesudah tembok-tembok ini selesai, angkatan perang Athena dan
Sparta sendiri bentrok. Di tahun 457, sepasukan tentara Sparta bergerak
ke daerah yang disebut Boeotia, sebelah Barat Laut Atika, dengan dalih diundang oleh orang-orang Doris, bahkan sampai masuk lebih jauh ke Barat
Laut. Ini bukanlah satu-satunya motivasi mereka: “Ada dukungan rahasia
yang diberikan kepada mereka oleh salah satu dari Kubu di Athena,” kata
Thucydides, “yang berharap untuk mengakhiri pemerintahan demokrasi dan
pembangunan tembok yang panjang.”20
Kubu Athena bergerak ke Boeotia juga, dengan empat belas ribu pasukan.
saat badai pasir mereda, kubu Sparta menyatakan kemenangannya. Tentu
saja mereka tidak menebang semua pohon buah-buahan yang mereka temui
dalam perjalana