Minggu, 01 Desember 2024

dunia kuno 24





 ara mereka 


yang tertangkap dari kapal-kapal Yunani yang tenggelam itu ada Apries yang 


mati di antara mereka yang terbantai. 


Jadi Amasis sedang di atas tahta di Sais saat  ada berita bahwa Kambises, 


raja baru Persia, pada saat itu sedang mempersiapkan serbuan. 


Kambises harus mulai membuat sebuah angkatan lautnya sendiri. Orang 


Persia sendiri tidak memiliki  tradisi pelayaran; tetapi Cyrus sudah menyediakan bagi putranya kekaisaran yang melebar sepanjang pesisir pantai Laut 


Tengah, dan Kambises menganggap pelaut-pelaut Ionia dari pantai-pantai Asia 


Kecil sebagai rakyatnya. Ia membutuhkan mereka untuk membuatkan kapal 


dan mengawakinya; dan ia membuat permintaan yang sama dari kota-kota 


Finisia di bawah kekuasaannya.Angkatan laut Persia yang belum berpengalaman itu menggabungkan keahlian orang Yunani dan Finisia, dua kebudayaan 


yang sudah berpengalaman dengan air sejak awal peradaban mereka. 


Empat tahun sesudah  penobatannya, Kambises mengawali penyerangan 


atas Mesir. Angkatan lautnya mengawali perjalanannya turun ke pesisir, 


sementara pasukan Persia bergerak menyeberangi gurun pasir.Kambises, 


ditemani oleh Darius, pembawa tombaknya, memimpin; Darius, anggota 


pengawal pribadinya, yaitu  putra dari seorang bangsawan Persia yang pernah memimpin wilayah yang ditaklukkan bernama Partia, di sebelah Timur 


laut kekaisaran itu.9


 


Amasis mempersiapkan kekuatan angkatan perangnya sendiri untuk menghadapi orang Persia. Tetapi ia sudah berusia lebih dari tujuh puluh tahun dan

sudah menjalani kehidupan yang lama dan sibuk. Sebelum Kambises tiba, 


Amasis meninggal karena usia tua. 


Ini merupakan sedikit nasib baik untuk Kambises, karena tugas membela Mesir sekarang jatuh pada putra Amasis, Psammetichus III, yang bukan 


seorang jenderal yang berbakat. Psammetichus III menjajarkan angkatan perangnya di sebelah batas Timur Laut Mesir, memusatkan pertahanannya pada 


benteng perbatasan Pelusium, yang dibangun oleh Nekho III untuk menjaga kanalnya. Tidak ada yang salah dengan tindakan ini; tetapi saat  perang 


mulai berbalik melawan angkatan perang Mesir, ia menarik mereka kembali 


sampai ke Memphis. 


Ini memberi peluang masuk bagi orang Persia ke arah jalan air dari Delta 


dan membiarkan mereka merebut Memphis melalui darat maupun laut. Kita 


tidak memiliki  perincian perang selanjutnya, tetapi Psammetichus III terpaksa segera menyerah. Ia hanya menjadi pharaoh Mesir dalam waktu kurang 


dari satu tahun. 


Kambises sekarang bergaya sebagai pharaoh dari Mesir, “Raja dari Mesir 


Hulu dan Hilir, Kambises, kekasih dewi Wajet”—ini yaitu  dewi kobra dari 


Mesir Hilir yang mirip dengan yang tampil di Mahkota Merah, dahulu kala 


pada zaman penyatuan .10 Kelihatannya ia juga memerintahkan tubuh Amasis 


digali dari kuburannya dan dipisahkan anggota badannya, tetapi karena proses pemumian membuat tubuh itu begitu liat sehingga ia harus mengalihkan 


pada pembakaran. 


Herodotus (yang tidak suka pada Kambises) mengatakan bahwa ini yaitu  


tindakan penghujatan yang tidak beralasan. Yang paling mungkin terjadi, 


Kambises mencoba untuk mengidentifikasikan dirinya sebagai penerus dari 


Apries yang sudah diturunkan, dan pencemaran mayat Amasis yaitu  usahanya untuk menggambarkan jenderal tua itu sebagai perebut kekuasaan yang 


kekuasaannya untung saja berakhir. Ia memberi tahu rakyat Mesir bahwa ia 


yaitu  “kekasih Wajet,” dan bahwa ia datang untuk membebaskan mereka: 


sebuah strategi yang terkenal sekarang. 


“Kekasih Wajet” tidak meluangkan waktunya lama-lama di negaranya 


yang baru; Kambises menempatkan seorang gubernur untuk memerintah 


Mesir dan kembali pulang memasuki kekaisarannya untuk mengurus urusan 


lain. Tetapi masa jabatannya sebagai Raja Agung hanya singkat. Tiga tahun 


lalu  sesudah  penaklukan Mesir, delapan tahun sesudah  kematian Cyrus, 


masa kekuasaan Kambises berakhir tiba-tiba dengan misterius. 


Herodotus yang menceritakan kisah yang paling terperinci tentang masa 


kekuasaan Kambises, kelihatannya sudah mengumpulkan dan mengulangi setiap kisah anti-Kambises yang pernah diceritakan: ia percaya bahwa Kambises 


yaitu  orang gila yang dengan serampangan menghukum pejabat-pejabat

nya saat  mereka menegurnya, membunuh saudara laki-lakinya, mengawini 


dua dari saudara perempuannya, dan membunuh salah satu dari mereka, dan 


berangkat menaklukkan Ethiopia dalam kemarahan tanpa peduli untuk membawa persediaan makanan bagi orang-orangnya. Dilihat dari keberhasilan 


Kambises yang menggerakkan seluruh pasukan perang menyeberangi gurun 


pasir Arabia dengan selamat masuk ke Mesir, ini kelihatannya tidak mungkin.


Komentar Herodotus yang tidak dipikirkan lebih dahulu dengan mengatakan 


bahwa narasumbernya yaitu  kebanyakan orang-orang Mesir yang mungkin 


menceritakan rasa permusuhan mereka. Kelihatannya, percobaan Kambises 


untuk menggambarkan dirinya sebagai pembebas tidak berhasil; dia bukan 


firaun yang disegani. 


Tetapi Kambises memang meninggal mendadak, dengan aneh, dan tanpa 


pewaris. 


Para narasumber lama mengatakan bahwa Kambises, saat  mulai menyerang Mesir, meninggalkan rumah tangganya di bawah pengelolaan seorang 


laki-laki yang disebut Herodotus sebagai Patizeithes.Kambises mengajak adik 


laki-lakinya Bardiya pergi bersamanya dalam operasi militernya, tetapi sesudah  


penaklukan ia menyuruhnya kembali ke Persia untuk memeriksa keadaan di 


ibu kota. 


Di suatu tempat antara Mesir dan Persia, Bardiya hilang. 


Kebetulan Patizeithes, si pengelola, memiliki  seorang adik laki-laki 


bernama Smerdis yang mirip dengan Bardiya sehingga orang tidak dapat 


membedakan satu dengan lainnya.*


 Pengelola ini menerima kabar melalui 


kurir kilat tentang kehilangan Bardiya, ia sadar bahwa ia bisa menyembunyikan berita ini rapat-rapat. Ia meyakinkan adiknya untuk berperan sebagai 


pangeran yang hilang, mendudukkannya ke atas tahta dan lalu  mengirimkan utusan-utusan untuk memproklamasikan Bardiya, putra raja asli dari 


Cyrus, sebagai raja menggantikan Kambises. 


Kambises masih berada di Suriah, memeriksa jangkauan-jangkauannya di 


wilayah Barat kekaisarannya. Menurut Herodotus, saat  Kambises mendengar bahwa tahtanya telah dicuri, ia lari menunggangi kudanya dan saat  


sedang berbuat demikian ia terantuk sarung pedangnya dan pahanya terpotong sendiri.Luka itu berubah; tiga minggu lalu  Raja Agung itu mati 


karena luka yang membusuk.11


 


Dengan kematian Kambises, si penyusup berhasil memegang tahta Persia 


selama tujuh bulan; cukup lama bagi dokumentasi Babilonia untuk mencatat

tahun kenaikannya ke atas tahta.12 Selama waktu ini, ia tidak bisa ketahuan 


karena tidak pernah keluar dari kompleks istana di Susa, atau memanggil 


bangsawan Persia yang mengenali keluarga istana dengan baik. 


Meskipun begitu permainan tebak-tebakan ini tidak dapat berlangsung 


terus, dan segera lebih dari satu orang bangsawan Persia bertanya-tanya 


mengapa mereka tidak pernah dipanggil masuk ke ruang tahta. Di antara 


mereka yaitu  Orthanes, seorang tentara yang berpengalaman dan ayah dari 


salah satu istri Kambises; dan juga Darius, si pembawa tombak Kambises 


sewaktu penaklukan Mesir, yang sudah pulang ke Persia sesudah  penyerangan 


Mesir dan sekarang berada di Susa (karena alasan yang tidak diketahui). 


Semuanya ada tujuh penguasa Persia yang setuju untuk melakukan percobaan pembunuhan terhadap si perebut (tahta) dan kakaknya. Orthanes 


kelihatannya yaitu  pemimpin dari komplotan itu, tetapi Darius menawarkan untuk menyuruh sekelompok laki-laki menyembunyikan senjata mereka, 


membunuh para sida-sida, dan memenggal leher kedua penyusup itu dan 


memamerkan mereka pada bangsawan Persia yang lain untuk membuktikan 


bahwa orang yang mengaku sebagai Bardiya, yaitu  sebenarnya sama sekali 


bukan putra Cyrus. 


Sekarang kekaisaran Persia berada di ujung tanduk. Kekaisaran inti tidak 


memiliki  raja, dan kedua putra Cyrus tidak tampak dalam pandangan. 


Masing-masing dari ketujuh anggota komplotan itu mungkin memiliki  


ambisi (Herodotus menulis bahwa ketujuh-tujuhnya memiliki  alasan yang 


bernada Yunani, dan hampir tidak mungkin berdebat tentang cara yang adil 


untuk memilih salah satu dari ketujuhnya, atau apakah Persia mungkin harus 


menjadi sebuah negara demokrasi), tetapi Darius yaitu  pilihan yang alami. 


Ia muda dan energetik, mungkin berusia sekitar tiga puluh tahun pada saat 


terbentuknya komplotan itu; dan ia sudah menjadi pembantu terpercaya 


Kambises, ia dilahirkan sebagai suku Achaemenid, dan ayahnya sudah memegang kekuasaan atas para serdadu selama sebagian waktu kekaisaran itu. 


Pada tahun 521, ia dinyatakan sebagai raja Persia oleh keenam rekan komplotannya, dan mulai menenangkan riak-riak yang disebabkan oleh kematian 


para pewaris Cyrus. 


Banyak tanda tanya dalam cerita ini. 


Kematian Kambises yang tepat waktu ini mungkin yaitu  yang pertama.


Apa yang sebetulnya terjadi pada si Raja Agung? Cerita Herodotus tidak 


mungkin, tetapi menunjukkan keteledoran yang bukan watak dari orang 


yang menghabiskan sepanjang hidupnya di sekitar obyek-obyek benda-benda 


tajam; pakar sejarah Yunani, Ctesias, yang jarang dapat dipercaya, mengatakan bahwa ia sedang mengerat kayu untuk menghilangkan kejemuannya 


saat  pahanya terpotong.14 Sebuah papyrus (kertas) Mesir hanya mencatat

bahwa Kambises meninggal “di atas selembar tikar” (suatu ungkapan yang 


aneh, yang menyatakan bahwa ia sedang sakit untuk beberapa waktu) sebelum dapat mencapai negaranya, dan bahwa Darius lalu  menjadi raja.15


Prasasti tentang kenaikan Darius sendiri, Prasasti Bisitun, mengatakan tanpa 


bertele-tele, “Kambises menyebabkan kematiannya sendiri,” suatu ungkapan 


yang biasanya memiliki  arti karena sebab-sebab alami atau semacam itu. 


Tentu saja, tidak mungkin bahwa kematian dari luka yang membusuk 


yaitu  alami karena luka yang aslinya tidak alami; Kebungkaman Darius 


dalam masalah ini bukan untuk memenangkannya. Untung baginya Kambises 


meninggal karena sebab alami, sama seperti keberuntungannya mengetahui 


bahwa orang yang di atas tahta Susa itu yaitu  seorang penyusup. 


Yang membawa kita pada misteri kedua: siapakah identitas sebenarnya dari 


“Bardiya” yang meninggal di tangan ketujuh orang Persia itu? Dan apakah 


benar mungkin seorang penyusup dapat memegang kekuasaan sampai hampir 


satu tahun, di dalam sebuah kota di mana semua orang tahu wajah rajanya? 


Mungkin Bardiya asli tidak hilang di padang pasir; mungkin ia tiba dengan 


selamat di Susa, dan lalu  mengadakan kudeta terhadap kakaknya, yang 


membuat kemarahan Kambises atas berita itu lebih bisa dipahami. 


Dalam hal ini, Darius yaitu  penjahatnya. Orang yang dibunuhnya di 


Susa bukanlah seorang penyusup sama sekali, tetapi lebih dari itu, putra 


Cyrus Agung terakhir yang sah. Sebuah kepala yang terpenggal tidak mudah 


untuk diidentifikasikan dengan pasti, khususnya kalau sudah dicincang saat  


dipisahkan. 


Watak Darius yaitu  tanda tanya besar dalam skenario ini. Ini tidak membantu alasannya karena kita mengetahui kisah Bardiya palsu kebanyakan dari 


Prasasti Bisitun Darius sendiri, yang menempatkan Darius di tempat yang paling benar: “Rakyat sangat takut akan si penyusup ini,” katanya meyakinkan, 


“karena ia terbiasa membantai banyak orang yang tadinya mengenal Bardiya 


… Tidak seorang pun berani berkata apa-apa … sampai aku datang … 


lalu  aku dan beberapa orang membantainya … Aku memperbaiki 


Persia, Midia dan tanah-tanah lain.”16


 


Sebaliknya, cerita Darius tentang Bardiya palsu sebenarnya mungkin benar. 


Sangat mungkin sekali seorang pemuda yang dibesarkan di istana Cyrus bisa 


mirip sekali dengan salah seorang putra Cyrus yang sah, dan jika Bardiya yang 


di Susa memang seorang penyusup seperti diakui oleh Darius, Bardiya yang 


asli memang benar hilang. 


Ini membawa kita pada misteri yang ketiga: apa yang terjadi pada adik 


Kambises? 


Darius benar-benar diuntungkan oleh Kambises atas kematian Bardiya. 


“Kambises membunuh Bardiya,” tulisnya, “dan rakyat tidak ada yang tahu

bahwa Bardiya sudah dibunuh.” Tetapi demi kepentingan Darius, Kambises 


dijadikan penjahatnya, karena itu memberi dinasti Cyrus ledakan ke dalam 


yang bagus dan rapi dan mengakhiri garis keturunan sehingga ia bisa mengawali sebuah dinasti baru. Kalau cerita tentang kemiripan itu benar, dan 


Bardiya yang ada di Susa itu memang seorang penyusup, penjahat dalam cerita itu mungkin bukan Kambises atau pun Darius. Cui bono: si pengelola 


Patizeithes yang sudah memanfaatkan sebaik mungkin hilangnya Bardiya. 


Kecelakaan kemiripan adiknya dengan Bardiya mungkin merupakan kisah 


terbentuknya sebuah komplotan untuk menyingkirkan putra muda Cyrus. 


Tetapi sekarang Patizeithes sudah mati. Dan begitu juga para pengikutnya (Darius sudah menyuruh membunuh mereka), dan begitu pula dengan 


Kambises, dan begitu juga Bardiya.Darius sendiri menikahi janda Kambises, 


dan tidak terdengar kabar lagi darinya tentang kematian suami pertamanya. 


Para tersangkanya hampir semuanya sudah mati, yang lainnya bungkam, dan 


misteri akan terus tidak terungkap. 


Sementara itu, lebih dari satu wilayah di luar kekaisaran telah mulai merencanakan untuk memberontak. 


Darius segera pergi berperang untuk mengamankan kekaisaran barunya. 


Kalau melihat Prasasti Bisitun, pemberontakan-pemberontakan pecah di 


antara orang-orang Babilonia dan Scythia di Utara, Midia di sebelah Timurnya 


dan bahkan Parthia, di mana ayah Darius sendiri sudah kehilangan kekuasaan 


atas angkatan perangnya. Beberapa pemberontakan kecil yang menyebar 


berkobar di antara mereka, di seluruh kekaisaran. 


Tetapi dalam waktu singkat yang mengagumkan, Darius telah berhasil 


mengumpulkan kembali ke dalam kekaisarannya. Tetapi bagaimana pun 


caranya ia sampai mendapatkan kekuasaan, Darius membuktikan bahwa ia 


sangat mampu memegang kekuasaan itu: tidak melalui tirani yang simpatik, 


seperti Cyrus sebelumnya, tetapi dengan menghancurkan musuh-musuhnya. 


Angkatan perang Kambises terdiri dari sejumlah besar orang yang terkena wajib militer, serdadu-serdadu yang dikirimkan kepadanya sebagai upeti. 


Dalam sebuah angkatan perang yang kebanyakan terdiri dari para wajib militer itu, sebagian besar dari para serdadu itu dapat dibuang, sejumlah besar 


untuk dilemparkan ke garis depan pertempuran dengan harapan untuk bisa 


menahan lawan hanya karena jumlahnya yang besar. Ini yaitu  strategi yang 


berhasil untuk Kambises karena pihak lawan tidak berpengalaman, dan belum 


membantu Cyrus sama sekali dalam perangnya melawan suku-suku Scythia. 


Darius memiliki  visi yang berbeda untuk angkatan perangnya. Daripada 


mengisi dengan tentara bayaran dan serdadu upeti, Darius merencanakan sebuah angkatan perang yang profesional, yang lebih kecil, tetapi diberi pangan 


yang lebih baik, lebih terlatih, dan lebih setia. Tentara intinya yang pro

fesional dan tetap, terdiri dari sepuluh ribu serdadu kaki dan sepuluh ribu 


pasukan berkuda, semua orang Persia atau Midia, dan akan bergerak jauh 


lebih cepat daripada pasukan angkatan perang sebelumnya yang besar dan 


berat.17 “Pasukan Persia dan Midia yang berada di bawah kekuasaanku yaitu  


angkatan perang kecil,” tulis Darius, pada prasastinya sendiri.18 Pasukan-pasukan terikat bersama oleh rasa nasionalis, dengan kesetiaan yang begitu kuat 


sehingga sepuluh ribu serdadu infanteri menyebut di antara mereka sendiri 


Teman dan kecemburuan dijaga supaya tidak memasuki tingkatan mereka. 


Satu divisi dari angkatan perang baru ini memadamkan pemberontakan di 


sebelah Timur Media, sementara Darius sedang memimpin angkatan perang 


kecil lain untuk menangani pemberontakan orang Babilonia, dan satu skuadron lain melakukan perjalanan ke Asia Kecil. Pasukan inti—kecil, cepat, 


fleksibel, terlatih—berhasil. Dalam hampir belum lebih dari satu tahun, pemberontakan-pemberontakan berakhir. Relief Darius yang besar dan megah, 


terukir pada karang yang menghadap jalan masuk ke Susa (semua orang pasti 


bisa melihatnya), memperlihatkan ia dengan kaki di atas dada si penyusup 


tahta yang tidak berdaya, Bardiya palsu, bersama raja-raja Babilonia, Scythia, 


Midia, dan enam negara lain terikat dan terantai di depannya. 


Darius yaitu  administrator dan sekaligus jenderal yang brilian (suatu 


gabungan yang jarang). Ia mengatur kekaisaran yang ditaklukkannya kembali menjadi provinsi-provinsi yang ditentukan dengan lebih teratur, atau 


satrap-satrap, masing-masing diperintah oleh seorang satrap (bupati) yang


terpercaya, dan memberi tugas kepada setiap satrap untuk memberikan upeti 


yang harus dikirim ke Susa setiap tahun. Satrap yang tidak mengirimkan 


jumlah yang benar, atau yang tidak berhasil mengatur satrap mereka, dapat 


dikenai dihukum mati. Kelihatannya ini berhasil dengan sangat baik bagi 


Darius; ini mentransfer pekerjaan mengintimidasi bangsa-bangsa yang terjajah dari raja ke para gubernur, yang terpaksa harus lebih rajin mengawasi 


wilayah-wilayah mereka daripada seandainya mereka itu yaitu  Mata-Mata 


atau Telinga-Telinga Cyrus sebelumnya. 


Kita bisa melihat sekilas tentang hal ini dalam buku biblis/injil Ezra. Satrap 


yang mengawasi Yerusalem memperhatikan bahwa konstruksi bangunan kuil 


(dan tembok-tembok pertahanannya) telah maju dalam suatu derajat yang 


mengkhawatirkan. Gedung yang berdiri itu pasti kelihatan mencurigakan 


seperti pusat dari sebuah benteng, karena sang satrap, orang yang bernama 


Tatnai, melakukan perjalanan khusus ke situ untuk menyelidiki para pembangunnya apa maksud pembangunan yang sedang mereka lakukan itu. 


Orang Yahudi memprotes karena Cyrus telah memberi mereka izin untuk 


membangun, tetapi Tatnai tidak mau mempercayai mereka. Ia memerintahkan 


mereka untuk berhenti membangun gedung itu sampai ia bisa melaporkan kegiatan itu kepada Darius. “Raja harus mengetahuinya,” terbaca dari laporan itu, “bahwa orang-orang itu membangunnya dengan batu-batu besar 


dan meletakkan balok-balok ke dalam tembok-tembok; pekerjaan itu maju 


pesat.”19 Darius memerintahkan supaya arsip kerajaan diperiksa. Akhirnya sebuah salinan dari dekrit Cyrus ditemukan, di sebuah perpustakaan lama di 


Ekbatana, dan Darius memberi izin kepada sang satrap untuk meneruskan 


pembangunan gedung itu. Kisah dalam injil bernada tidak simpatik terhadap 


Tatnai, tetapi orang ini tidak diragukan lagi cemas akan adanya benih-benih 


pemberontakan yang dapat menghilangkan kepalanya. 


Dengan keseluruhan kekaisaran dalam keadaan stabil, Darius bisa 


mengalihkan pandangannya ke meda-medan yang baru. Ia berharap untuk 


menggerakkan angkatan perangnya menuju ke India.I , bagi orang Persia, tanah yang asing dan tidak dikenal, seperti 


saat  Alexander dari Makedonia menemukannya satu setengah abad sesudahnya. Orang India di daerah Utara ternyata keturunan dari bangsa Aria yang 


sama yang juga masuk dalam silsilah keluarga Persia. Dalam bahasa Persia, nama-nama para bangsawan Darius dikenal bersaudara dengan nama-nama 


para pangeran India yang menguasai mahajanapada: Utana, putra Thukra; 


Widafarnah, putra Wayaspara; Bagabuxsa, putra Datuwahya. 


Sementara orang Persia melebarkan cengkeraman mereka ke arah Timur 


dan Barat, kerajaan India, Magadha sedang mencoba untuk menelan tetangga-tetangganya sendiri. Bimbisara yang ambisius yang sudah menjajah Anga 


dan mengakui sebagian dari Kosal sebagai maskawin istrinya, telah menurunkan putra yang sama ambisiusnya. Tidak rela menunggu kesempatannya 


untuk berkuasa, putranya ini, Ajatashatru, mengadakan pemberontakan 


terhadap bapaknya, memenjarakannya, dan membiarkannya mati kelaparan: 


“Bimbisara dipenjarakan oleh putranya sendiri di sebuah menara,” kata cerita 


“Kecemburuan Dewadatta.”*


 


Ibunya amat sangat berduka karena kehilangan suaminya sehingga ia 


meninggal. Pada saat itu, saudara laki-lakinya, sekarang raja Kosal, mengakui 


kembali tanah yang pernah menjadi maskawinnya, dan Ajatashatru pergi 


berperang untuk merebutnya kembali. 


Awalnya, serdadunya dipukul mundur oleh kekuatan pertahanan Kosal, 


tetapi Kosal mendapat kesulitan internal sendiri. Putera mahkota, yang seambisius Ajatashatru sendiri, mengambil kesempatan dari konflik itu untuk 


mengambil bagiannya sendiri atas tahta, dan mengusir ayahnya keluar dari 


Kosal. lalu  ia sendiri mulai perang melawan gana-sangha dari Shakya, 


persekutuan suku yang melahirkan ajaran Budha.Ia menghapus mereka 


semua; sejak saat itu, mereka hilang dari catatan sejarah.20 


Sementara itu, ayahnya yang diturunkan dari tahta, lari ke arah ibu kota 


Ajatashatru, Rajagriha (kota khas yang sangat dibentengi dengan rapat oleh 


dinding-dinding alam yang dibentuk oleh lima bukit yang mengelilinginya).21


saat  ia mencapai kota itu, ia minta perlindungan. Sepertinya ini yaitu  


keputusan yang tidak bijaksana, tetapi ia yaitu  paman Ajatashatru, dan dapat 


meminta sedikit hak istimewa sebagai saudara. Ia juga seorang manula, dan 


pada saat ia sampai ke tembok, ia sudah begitu capai karena perjalanannya 


sehingga sebelum gerbang betul-betul dibuka ia sudah mati di depannya. 


Dalam hal ini, Ajatashatru mendapat alasan lagi untuk berperang dengan 


Kosal. Ia mengumpulkan kekuatannya, bersumpah dengan keras (dan di 


depan umum) untuk membalaskan dendam atas kematian pamannya 


(tanpa mengingat serbuannya sendiri ke tanah pamannya yang sebenarnya

menyebabkan terjadinya situasi itu.) Tetapi sebelum ia dapat sampai ke 


Kosal, ia terpaksa kembali dan mengatasi masalah dengan keluarganya 


sendiri. Adiknya yang membantunya menjadi wakil wali kerajaan jajahan 


Anga, menawarkan diri untuk menjadi raja. Ia sedang mempersiapkan sebuah 


persekutuan dengan gana-sangha yang terletak persis di sebelah Utaranya, 


Licchavi, untuk melawan Arjatashatru. Arjatashatru membangun benteng 


pada garis depan antara kedua wilayah, benteng Pataliputra di tepi sungai 


Ganga, dan pergi berperang. 


Itu yaitu  perang yang berlangsung selama dua belas tahun. Setidaknya 


Ajatashatru terhindar dari bentrokan dengan sepupunya di Kosol pada saat 


yang bersamaan. Sebuah banjir bandang membinasakan hampir seluruh 


pasukan Kosol, yang dengan tidak bijaksana berkemah di tepi sungai 


(sesudahnya, bencana yang sama pernah menenggelamkan sejumlah pengikut 


kemah Alexander pada salah satu operasi militernya ke daerah Timur). Dengan 


hilangnya pasukannya, Ajatashatru hanya tinggal berbaris dan mengambil 


Kosol.23


 


Perang dua belas tahun dengan saudaranya ini, beberapa rinciannya terdapat pada kisah-kisah pengikut ajaran Budha, memaksa Ajatashatru membuat 


inovasi-inovasi baru. Karena satu hal, ia terkenal sebagai penemu beberapa 


senjata perang baru, termasuk sebuah ketapel yang bisa melemparkan batu 


dan semacam kereta perang. Perang dua belas tahun juga membutuhkan sebuah pasukan yang profesional, yang hanya dibayar bukan untuk hal lain 


selain bertempur: angkatan militer tetap India yang pertama.24


Angkatan perangnya bukan satu-satunya senjata Ajatashatru. saat  


Budha wafat, dalam perjalanan ke Utara memasuki kerajaan Malla, 


Ajatashatru segera mengaku bahwa Magadha berhak menjaga warisan suci 


Budha. Ia memerintahkan diadakan sebuah dewan di ibu kota, Rajagriha, 


dengan tujuan mengumpulkan dan mulai menulis ucapan-ucapan Budha, 


yaitu sutta. Dewan pengikut Budha yang pertama memimpin komposisi pertama dari kumpulan ucapan-ucapan itu yang lalu  menjadi Pali Canon, 


dan pekerjaan itu dilaksanakan di bawah pengawasan Ajatashatru. 


Pembangunan kekaisaran, bersamaan dengan penggunaan tradisi religius 


untuk mencapai kepentingan politik, perselisihan keluarga dalam garis keturunan raja, angkatan perang yang profesional: India Utara bergabung dengan 


dunia ke arah Barat. 


S  barangkali sudah pernah dicapai tentara Persia di bawah 


pimpinan Cyrus, meskipun hanya ini yang bisa kita ringkaskan. Cyrus pasti 


tidak bertemu dengan suku-suku India atau berjuang memasuki lembah

sungai Indus. Tetapi Darius tahu bahwa Indus ada di sana. Ia hanya tidak 


tahun ke mana arahnya. 


Jadi ia menyewa seorang pelaut Caria bernama Skylax, seorang berkebangsaan Yunani dari Barat Daya Asia Kecil, untuk menemani sebuah ekspedisi 


sepanjang sungai dan membuat peta atas apa yang dilihatnya. Menurut 


Herodotus, titik awal dari perjalanan itu yaitu  sebuah negara yang disebutnya Pactyice, yang berada di sebelah Utara Indus: kemungkinan baik Cyrus 


maupun Darius mencapai Indus dengan melewati Celah Khayber. Begitu 


melalu jalan itu, ekspedisi itu pasti membuat kapal-kapal di bantaran sungai 


Indus dan lalu  berlayar menyusuri sungai, melalui wilayah dari mahajanapada yang bernama Gandhara. Mereka melewati gurun pasir Thar, 


sebelum mencapai laut. saat  mereka berlayar ke arah Barat, mereka mengitari seluruh pesisir Selatan semenanjung Arabia, dan kembali ke atas ke Laut 


Merah. Darius telah memerintahkan untuk membangun sebuah terusan dari 


sungai Nil ke Laut merah sesudah  mulai mengendap, sehingga 


kapal-kapal lalu  dapat


melewati Delta masuk ke laut 


Laut Tengah. 


“sesudah  pelayaran berkeliling yang berhasil ini,” kata 


Herodotus, sesudah  menggambarkan pelayaran selama tiga 


tahun itu, “Darius menaklukkan bangsa India.”25 Tentu 


bukan penaklukkan “semua 


bangsa India,” tetapi Darius 


berhasil memasuki Punjab, 


mungkin mendominasi kerajaan-kerajaan Gandhara dan 


Kamboja: dalam sebuah prasasti


di Susa, ia membuat daftar tentang kerajinan emas dari Mesir, 


batu-batuan Lydia, dan kayukayuan dari Gandhara sebagai 


bahan-bahan yang dibawanya 


dari tempat-tempat yang jauh 


dari kekaisarannya untuk membangun sebuah istana baru.

Sebuah prasasti lain menyebut jajahannya di Timur Jauh sebagai “Satrapi 


India.” Itu yaitu  satrapi yang kedua puluh dari kerajaannya, dengan tugas 


mengirimkan upeti tahunan berupa debu/bubuk emas ke Susa.26


Selama masa ini, beberapa tulisan di Babilonia menggambarkan peta yang 


paling kuno di dunia yang masih ada. Lempengan tanah liat itu memperlihatkan Babilonia di Efrat, Asyur di sebelah Timurnya, dan kota-kota lain, 


semuanya dikelilingi oleh “air pahit”—Teluk Persia, delapan negara terletak 


di luarnya, mungkin tidak jauh tetapi meskipun begitu cukup dekat untuk 


diletakkan dalam sebuah peta untuk pertama kalinya. 


Di tahun in jugalah prasasti Babilonia menyebutkan seorang wanita dari 


India, Busasa, yang memiliki  sebuah penginapan di kota Kish. Diperkirakan 


ia melakukan perjalanan menyusuri sungai Indus dan ke atas ke Teluk Persia 


melalui laut: bukan pindah dari India ke Babilonia, tetapi sebenarnya pindah 


dari satu bagian kekaisaran Darius ke bagian lainnya.27 Persia sudah menjadi 


sebuah jembatan antara India dan bangsa-bangsa dari daerah yang paling jauh 


di sebelah Barat

G A R I S WA K T U 6 3


 INDIA PERSIA DAN MESIR


  


 Enam belas Kerajaan di lembah sungai Gangga


 Psammetichus II


 Kelahiran Mahawira (trad. 599) Astyages Apries


 Kambises I


 Kelahiran Bhuda (trad. 563) Amasis


 Cyrus II (Agung) (559)


 Bimbisara dari Magadha 


 Kematian Mahawira (trad. 527) Kambises II (530)


 Psammetichus III


 Darius I


 Ajatashatru dari Magadha 


 Kematian Budha (trad. 483)




K , menggelembung keluar ke hampir semua arah, membuat sedikit kemajuan ke arah Barat Daya, tempat bangsa Scythia hidup. 


“Scythia,” yang oleh Herodotus dan pakar sejarah kuno lainnya 


dimaksudkan seolah-olah mudah ditemukan di peta seperti New Jersey, 


kenyataannya bukan seperti itu. Bangsa Scythia memiliki  banyak suku 


dan banyak raja, dan mereka terus berpindah tempat selama dua ratus tahun. 


Pada tahun 516 SM, pusat tanah air mereka terletak antara kedua sungai besar 


yang mengalir ke Laut Hitam: sungai Danube di sebelah Baratnya dan sungai 


Don di sebelah Timurnya. 


Orang-orang Scythia ini yaitu  bangsa nomad saat  pertama kali mereka 


muncul dalam catatan bangsa Asyur, kembali sebelum tahun 700 SM, dan 


mereka masih tetap nomad pada tahun 516. “Seandainya kita memiliki kotakota, kita mungkin akan khawatir direbut,” salah satu raja Scythia memberi 


tahu Darius, saat  ia pertama kali mengancam dengan invasi bangsa Persia, 


“dan kalau kita memiliki  tanah pertanian kita akan khawatir terbengkalai 


… tetapi kita tidak memiliki keduanya.”1


 Adat-istiadat mereka bengis. Mereka 


membuat cangkir-cangkir dari tengkorak yang jatuh dari musuh-musuhnya, 


dan menguliti lengan kanan mereka (“kuku-kuku dan semuanya,” komentar 


Herodotus) untuk menggunakannya sebagai penutup tempat anak panah; 


mereka menyeret tubuh-tubuh saudaranya yang sudah mati untuk ikut berpesta 


selama empat puluh hari sesudah  kematian, mempersembahkan makanan dan 


minuman kepada mayat-mayat itu; mereka melemparkan biji-biji kanabis 


(candu) ke atas batu yang membara dan menghirup asapnya, “menjerit-jerit 


kegirangan karena asapnya” (suatu yang berbeda dari pengetahuan umum tentang kebiasaan menghisap mariyuana yaitu membuat orang bermimpi dan 


tidak agresif tanpa dapat dihindari).2


Pada tahun 516, Darius sudah mulai merencanakan operasi militernya 


melawan bangsa Scythia. Ia sudah mulai mengarahkan banyak perhatian pada 


tapal batas Barat Daya, di Asia Kecil, yang menjadi pusat administrasinya 


yang kedua. Untuk mempermudah masuknya ke Sardis, Darius membuat 


sebuah jalan baru dari Susa terus memasuki Asia Kecil. Pada Jalan Kerajaan ini 


ditempatkan pos-pos pemberhentian untuk pergantian kuda-kuda, sehingga 


seorang utusan dapat dengan cepat pergi dari arah Barat ke ibu kota dan 


kembali lagi. 


Saat itu Darius sendiri sedang berkuda sepanjang Jalan Kerajaan ke Sardis, 


dan lalu  dari Sardis ke batas luar wilayahnya. Untuk menyerang bangsa 


Scythia, ia harus membawa angkatan lautnya ke atas ke pesisir Asia Kecil, 


melalui jalan yang terkenal bernama Helespont dan masuk ke Selat Bosforus. 


Dari situ, mereka akan berlayar ke Laut Hitam dan lalu  ke atas ke 


sungai Danube (yang dikenal oleh Herodotus sebagai Ister), sepanjang batas 


luar sebelah Selatan dari wilayah bangsa Scythia.3


Sementara itu, angkatan daratnya akan harus menyeberangi selat yang 


memisahkan Asia Kecil dari tanah yang sekarang kita kenal sebagai Eropa. 


Sebetulnya itu bukan permukaan selat yang terlalu luas, tetapi belum pernah 


ada kekaisaran Timur yang menyeberanginya. Darius menugaskan pekerjaan 


membangun jembatan menyeberangi Selat Bosforus kepada salah satu insinyur 


Yunaninya, seorang Ionia bernama Mandrocles. lalu  ia mengirimkan 


orang-orangnya. Pasukan Persia mengawali barisan panjang sepanjang Jalan Kerajaan menuju Sardis, sebuah angkatan yang begitu padat sehingga mereka menggetarkan 


bumi saat  melewati kota yang ditundukkan demi kota yang ditundukkan. 


Sementara itu, si insinyur Mandrocles sudah mengukur selat itu. Pada tempat 


yang tersempit, sekitar 650 meter, atau 720 yard lebarnya (panjangnya tujuh 


kali lapangan bola Amerika), terlalu lebar untuk jembatan biasa. Sebaliknya, 


Mandrocles mendesain sebuah jembatan yang dibangun melewati perahu-perahu: perahu-perahu yang rendah, deknya datar, diikat satu sama lain dengan 


tali membentuk fondasi terapung bagi jalan berpapan yang ditutupi dengan 


pasir dan batu. Ini yaitu  jembatan ponton yang pertama dalam sejarah: 


Sebuah jalan raya yang diberi papan-papan, yang diikat/dijahit satu sama lain 


dengan flax (serat sejenis tanaman yang menjalar yang dibuat tali),” menurut 


kata-kata penyair Yunani Aechylus.4


 Sampai sekarang, berabad-abad lalu , masih dipakai sebagai pola untuk pembuatan jembatan-jembatan oleh 


para tentara. 


Beribu-ribu serdadu Persia yang berjalan kaki dan pasukan berkuda berbaris melewati jembatan itu, menuju ke tempat yang sempit di sungai Danube. 


Dari sana mereka akan bertemu dengan detasemen angkatan laut dan membangun sebuah jembatan ponton lain memasuki wilayah Scythia. Kota-kota 


Thracia di seberangnya tidak mencoba untuk menghalangi kedatangan pasukan itu. Kebanyakan orang Thracia takut pada orang Scythia, dan pasukan 


Persia mungkin malah akan berperan sebagai pelindung untuk melawan 


mereka. 


Bangsa Scythia tidak berbaris menghadapi lawan. Sebaliknya, suku-suku 


ini mundur segera dari hadapan orang Persia, menutupi sumur-sumur dan 


mata air-mata air dan membakari pohon-pohon dan padang rumput sambil 


pergi. Orang-orang Persia yang mengikuti, mendapatkan mereka berbaris 


melewati tanah tandus, ke sana-ke sini mencari makanan dan minuman, 


kuda-kuda dan orang-orangnya menjadi semakin lapar dan haus. Mereka 


tidak pernah bisa memulai pertempuran frontal, sehingga mereka tidak bisa 


menggunakan keahlian mereka yang terlatih. “Keseluruhan kejadian itu berlarut-larut tiada akhir,” tulis Herodotus, “ … dan segalanya mulai berbalik 


menjadi buruk bagi Darius.”5


Akhirnya, cukup buruk sehingga Raja Agung itu pulang kembali. Seluruh 


pasukan Persia berbaris kembali ke Selatan, kembali melewati jembatan ponton menyeberangi sungai Danube, meninggalkan bangsa Scythia yang belum 


tertaklukkan di belakangnya. Pakar sejarah istana Persia, dan raja-raja Persia 


yang selanjutnya, mengatasi masalah ini dengan hanya menuliskan sejarah 


tanah-tanah di sebelah Selatan sungai Danube. Untuk alasan praktis, tanah

tanah di seberang sungai itu hilang begitu saja. Jika bangsa Persia tidak dapat 


merebutnya, maka jelas sudah tanah itu tidak penting.6


Tetapi Darius tidak meninggalkan tanpa merusak. Ia menuju kembali ke 


Sardis dan meninggalkan pasukannya di belakangnya di bawah jenderalnya 


yang paling terpercaya, Megabazus, orang Persia dengan perintah supaya menaklukkan Thracia. 


Kota-kota Thracia yang tadinya berharap untuk dilepaskan dari ancaman 


bangsa Scythia sekarang mendapatkan kota-kota mereka jatuh, satu per satu 


di bawah dominasi bangsa Persia. Megabazus yaitu  seorang jenderal yang 


kompeten, dan serdadu Persia yaitu  petarung yang ahli, tetapi tugas mereka 


lebih dipermudah dengan sifat Thracia yang terpecah-pecah: tiap kota memiliki pemimpin pejuang dan pasukan masing-masing. “Andaikata Thracia 


dikuasai oleh satu orang atau memiliki  satu kepentingan yang sama,” komentar Herodotus, “mereka mungkin akan menjadi tidak terkalahkan dan 


akan menjadi bangsa yang jauh lebih kuat di dunia … Tetapi itu tidak mungkin pernah terjadi, dan itulah mengapa mereka lemah.

Megabazus mengubah Thracia menjadi sebuah satrapi, yaitu Skudra.8


lalu  dia berbalik ke Selatan dan mengarahkan matanya ke negara selanjutnya: Makedonia. 


M, yang terletak antara Thracia dan kota negara bagian dari daratan 


Yunani, berbeda baik dari Thracia di atas dan Yunani di bawah. Kota-kota 


Makedonia yaitu  milik satu kerajaan, yang dikuasai oleh satu raja. 


Raja-raja Makedonia yang pertama berasal dari pemimpin pejuang yang 


bernama Argead. Orang Argead aslinya berasal dari Selatan, dan mungkin 


kebanyakan orang Yunani; penyair Hesiod melengkapi bangsa Makedonia 


dengan warisan mitologi nenek moyang yang menjadikan mereka sepupu dari 


pahlawan-pahlawan Yunani dan keturunan dewa Zeus, mungkin merefleksikan hubungan kuno yang sesungguhnya semacam itu.*


 


Pindah ke arah Utara, orang Argead menguasai tanah di sekitar Teluk 


Thermaik dan sedikit jauh ke Utara, membangun ibu kota (Aegae, dekat dengan benteng kuno Edessa), mengorganisasikan sebuah angkatan perang, dan 


menarik pajak. Makedonia yaitu  negara pertama di Eropa yang mencapai 


tingkat organisasi setinggi ini


Tetapi kerajaannya terguling dengan keras. Raja-raja Makedonia tidak 


berasal dari tradisi Timur yang menobatkan kerajaan dengan kedewaan. 


Mereka yaitu  pejuang yang memegang tahta dengan kekuatan. Dan meskipun 


pusat Makedonia berada kuat dalam kekuasaan mereka, cengkeraman mereka 


terhadap bagian-bagian Utara Makedonia lebih goyah. Di sebelah Barat 


terletak persekutuan liar suku-suku yang disebut bangsa Iliria (kemungkinan 


penduduk pindahan dari Barat Daya, karena jejak-jejak arkeologis yang 


ditinggalkan memiliki  persamaan yang besar dengan jejak-jejak dari bangsa 


Celt di Hallstatt Barat, yang berjajar di sebelah Utara Italia); ke Utara, terdapat 


suku-suku Thracia yang terkenal secara kolektif sebagai bangsa Paeonia. 


Pada tahun Megabazus dan orang Persianya muncul di cakrawala dengan 


orang-orang Thracia yang sudah tertaklukkan di belakang mereka, raja 


Makedonia yaitu  Amyntas I (menurut tradisi, raja Argead yang kesembilan). 


Orang Persia menggelinding masuk ke jantung tanah air Makedonia, 


membakari kota-kota orang Paenoia. Amyntas, yang melihat asap di cakrawala, 


memutuskan segera bahwa perlawanan akan sia-sia. 


saat  tujuh delegasi Persia yang dipimpin oleh putra Megabazus sendiri, 


menyeberangi perbatasan Makedonia dengan pesan, Amyntas menerima 


mereka dengan kehormatan di istananya di Aegea. “Mereka menuntut bumi 


dan air untuk Raja Darius,” cerita Herodotus,10 sebuah adat istiadat Persia 


yang menyimbolkan dominasi atas tanah dan lautan dari negara yang terebut. 


Amyntas segera menyetujui. Ia juga menawarkan putrinya untuk dinikahkan 


dengan putra Megabazus, suatu cara menyambut yang khas. Persekutuan ini 


ternyata berhasil baik untuk pihak Makedonia; Suku Iliria maupun suku 


Paenoia yang lain tidak mengganggu batas Utara mereka, karena jika mereka 


melakukan itu mungkin akan berisiko membuat orang Persia marah. 


Sementara itu, orang Yunani yang di Selatan dengan cepat mendekati kepanikan. Dengan penyerbuan Megabazus sekitar daerah Utara, dan 


Amyntas dari Makedonia sekarang menjadi sekutu Persia, sekarang hanya ada 


sedikit batas antara ambisi Persia dan semenanjung Yunani. 


Sayangnya kota-kota Yunani sudah lama terpecah-pecah seperti suku-suku 


Thracia, dan kedua bangsa yang paling kuat yaitu Athena dan Sparta sedang 


menderita kesulitan-kesulitan internal. 


Rori oo belum mengatur Athena masuk dalam kedamaian. 


Kitab Undang-Undang yang terkenal itu sudah mengatur kembali 


pemerintahan kota itu. Pejabat-pejabat tinggi Athena masih tetap terdiri 


dari para archon (kesembilan hakim kepala Yunani kuno), tetapi ada dua 


tingkatan lain dalam pemerintahan di bawah. Dewan Empat Ratus, diambil 


dari kebanyakan golongan warga negara menengah dan atas Athena, yang memperdebatkan undang-undang dan memutuskan mana saja yang 


seharusnya diterapkan untuk hak pilih. Populasi pemilih Athena membentuk 


tingkat yang paling rendah dalam pemerintahan yaitu Majelis. 


Setiap warga negara Athena termasuk dalam Majelis, yang tidak sedemokratis 


seperti bunyinya; untuk menjadi seorang warga negara Athena, kita harus 


memiliki  harta milik.11Tetapi Solon juga sudah mengatur bahwa putraputra para warga negara mewarisi kewarganegaraan, bahkan jika bapak mereka 


sudah jatuh miskin dan kehilangan tanahnya. Ini sebetulnya dimaksudkan 


supaya menjauhkan kekuasaan voting untuk tidak terkonsentrasi ke dalam 


tangan kelompok para monopoli yang kaya yang jumlahnya semakin sedikit. 


Seperti para pembaharu hukum sendiri, ini tidak memuaskan dua per 


tiga warga negara Athena. Orang-orang kaya menginginkan lebih banyak 


pengaruh daripada yang diberikan Majelis; Orang-orang Athena yang paling miskin dibatasi keanggotaannya pada cabang pemerintahan Athena yang 


paling rendah. 


Orang Athena terbagi menjadi tiga kelompok yang berseteru mengenai 


reformasi Solon, masing-masing dengan julukannya. Golongan Pesisir ingin 


mempertahankan reformasi Solon, Golongan Daratan (dari keluarga-keluarga 


lama, Garis Keturunan yang Utama dari Athena) ingin mengembalikan 


semua kekuasaan ke dalam tangan orang-orang Athena yang paling kaya, dan 


Golongan Perbukitan menginginkan demokrasi lengkap, dalam arti golongan 


miskin dan tidak punya tanah diberi hak istimewa yang persis sama dengan 


semua orang.Mereka yaitu  yang paling liar di antara ketiganya, dan pemimpin 


mereka yaitu  Peisistratus, yang menurut Aristoteles, “seorang demokrat yang 


ekstrem,”12 Karena satu hal, ia terluka dalam pertempuran melawan musuhmusuh Athena yang menjadikannya punya daya tarik (menjadi pejabat militer 


selalu merupakan keuntungan bagi seseorang yang menginginkan rakyat 


biasa berpihak kepadanya), dan untuk orang lain ia kelihatannya memiliki  


kepribadian yang sangat magnetis: Ada semacam pesona yang cerdik dalam 


caranya berbicara,” komentar Plutarkhos. “Ia begitu baik dalam membawakan 


bidang-bidang yang bukan bakat alaminya, sehingga ia lebih mendapat nama 


karenanya daripada mereka yang benar-benar berbakat dalam bidang itu.”13 Ia 


juga mengeluh bahwa ia selalu dalam keadaan bahaya karena musuh-musuhnya 


dapat membunuhnya setiap saat, hal ini bukan karena paranoid, tetapi karena 


luar biasa pandai; hal itu memberinya alasan untuk mengumpulkan pengawal 


pribadi yang kuat di sekitarnya. 


Kelompok rakyatnya terdiri dari orang bersenjata yang mengkhawatirkan 


kebanyakan golongan konservatif Athena, dan bahkan Solon, yang baru kembali dari perjalanannya di tanah-tanah liar, juga cemas. Tetapi Solon pada waktu  

itu sudah amat tua, suaranya bergetar dan penampilan kepemimpinannya 


sudah berkurang. Ia tidak dapat berbuat banyak terhadap peristiwa-peristiwa 


yang terjadi. 


Pada tahun 560, Peisistratus dan pengawal pribadinya yang menggunakan 


pentungan menyerbu masuk ke Akropolis, dan Peisistartus mengumumkan 


bahwa ia akan mengambil alih kota. Pemberontakan itu baru saja akan berhasil seperti pemberontakan Cylon. Ia terlalu memperhitungkan kekuatan 


pengikutnya, dan Golongan Pesisir dan Golongan Daratan yang melupakan 


perbedaan mereka, bergabung, dan mengusir Golongan Perbukitan keluar 


dari Athena. 


Peisistartus mengumpulkan kembali kekuatannya di pengasingan. Ia sudah 


mencoba dengan hanya menggunakan kekuatan; sekarang ia akan mencoba 


memakai strategi. Ia membuat persekutuan rahasia dengan Megacles yang 


aristokratik, pemimpin dari Golongan Pesisir, menjanjikan akan menikahi 


putrinya sebagai balasan karena sudah membantunya mengenyahkan 


Golongan Daratan (ternyata kedua pihak sudah cekcok, sekarang mereka 


tidak lagi bersatu melawan rakyat miskin), dan pulang. 


Kali ini Peisistratus dengan dukungan gabungan terdiri dari para 


pengikutnya sendiri dan pengikut Megacles, berhasil untuk memegang 


kekuasaan sedikit lebih lama. Tetapi iasegera mendapat kesulitan lagi. 


Kali ini karena ia membuat sebal istrinya karena “tidak berhubungan seks 


dengannya yang wajar,” kata Herodotus, dan “lalu  ia menceritakan pada 


ibunya, yang mungkin menanyai atau tidak menanyai putrinya.”14 Megacles, 


diberitahu tentang perkembangan ini (dan kemungkinan sudah menyesali 


persekutuannya dengan Golongan Perbukitan yang kasar), memutuskan 


untuk berpindah pihak lagi, dan bergabung dengan Golongan Daratan untuk 


mengusir Peisistratus keluar. 


Peisistratus sudah mencoba pemberontakan; ia sudah mencoba persekutuan 


politik; jalan kembalinya ke kekuasaan tinggal dengan cara membelinya, dan 


itulah jalan yang ditempuhnya. Ia menghabiskan waktu sekitar sepuluh tahunan 


bekerja di tambang perak, dan lalu  pada tahun 546, ia menyewa sebuah 


pasukan tentara bayaran dan memasuki Athena kembali dengan orang-orang 


bersenjata di belakangnya. Ia memerintahkan mereka untuk melucuti senjata 


warga negara Athena (hak untuk mempersenjatai diri tampaknya bukan salah 


satu hak istimewa demokratis yang ada dalam agendanya), dan sejak itu ia 


memerintah sebagai seorang tiran.15


Di matanya sendiri, ia mendominasi Athena demi kebaikan mereka sendiri. 


Dan sebenarnya ia menjadi sangat populer; ia mengurangi pajak untuk kaum 


miskin, ”memberikan uang muka kepada rakyat yang lebih miskin untuk 


membantu mereka dalam pekerjaan mereka,”16 dan pada umumnya bertindak

seperti seorang penolong yang lembut dan rendah hati, sepanjang tidak ada 


yang membuatnya marah. 


saat  ia wafat pada tahun 528, putra tertuanya, Hippias (dari perkawinan 


sebelumnya, sebelum dengan tidak menentu melompat ke putri Megacles) 


mewarisi pekerjaannya sebagai tiran, dengan gaya seperti keraja-rajaan. Ini 


tidak menyebabkan panas dalam perut sampai sebuah krisis keluarga mencuat. Menurut Aristoteleses, adik laki-laki Hippia, Hipparchus, tergila-gila pada 


seorang pemuda ganteng bernama Harmodius, yang tidak mau berhubungan 


dengannya. Merasa terhina, Hipparchus di depan umum menyatakan bahwa 


Harmodius yaitu  seseorang yang akhlaknya merosot. 


Harmodius sangat marah. Ia merekrut temannya, dan mereka berdua 


menyerang Hipparchus pada saat sedang ramai-ramainya sebuah festival 


religius dan membunuhnya. Mereka berharap bahwa kebisingan dan perayaan 


itu akan menutupi perbuatan mereka, tetapi pengawal istana membunuh 


Harmodius dan menangkap kaki tangannya. 


Pembunuhan adiknya membuat Hippias murka. Ia memerintahkan kaki 


tangan yang muda itu disiksa untuk waktu yang lama, sampai pemuda itu 


menjadi gila karena kesakitan, lalu menuduh berbagai warga negara Athena 


berkomplot menentang Hippias dan rumah tangganya, dan lalu  akhirnya dibebaskan dari penderitaannya dengan kematian. 


“Sebagai akibat dari pembalasan dendam atas pembunuhan adiknya,” 


tulis Aristoteleses, “dan hukuman mati dan pelenyapan sejumlah besar orang, 


Hippias menjadi orang yang dicurigai dan sakit hati.17Ia mulai mengadakan 


pembersihan terhadap setiap orang yang disebut oleh pemuda antek itu, dan 


siapa saja yang menghalanginya. 


Orang Athena terbebas dari kekacauan ini oleh seorang penyelamat yang 


tidak disangka-sangka: raja tua dari Sparta. Raja ini, Cleomenes, sudah berkalikali diberitahu oleh seorang nabi wanita di Delphi bahwa tugas ilahinya yaitu  


menggulingkan tiran di Athena. Pada tahun 508, ia bangkit dan bergerak ke 


Athena sebagai pimpinan pasukan Sparta.*


 


Orakel dari Delphi hampir tidak memihak (para bangsawan Athena yang 


melarikan diri dari paranoia Hippia, telah membangunkan sebuah kuil pualam 


yang indah, menggantikan tempat tinggal para orakel yang terbuat dari batu 


biasa yang lama), dan Cleomenes sangat mungkin tidak terlalu meluap-luap 


keinginannya untuk melihat persamaan derajat di Athena. Sebenarnya, ekspansi Sparta menyeberang ke pusat Pelopennese telah menghasilkan suatu 


masyarakat yang sangat tidak sederajat. Warga negara asli Sparta ada di atas.

Di bawah mereka terletak banyak golongan bawah yang terdiri dari mereka yang ditaklukkan, yang tidak bisa dipercaya sebagai warga negara: para 


pembantu, budak, dan buruh. Orang Sparta menyukai keadaan seperti itu. 


Persamaan derajat di Sparta hanya terdapat antara warga negara laki-laki di 


atas tiga puluhan yang boleh memilih dalam majelis kota. Bahkan di sana, 


orang Sparta tidak diizinkan berdebat. Mengemukakan pendapat tidak dianggap berguna dalam pemerintahan. Orang-orang muda menghabiskan waktu 


mudanya, cerita Plutarkhos, terlatih untuk bungkam dan patuh.18 Perdebatan 


bukan bagian dari pelatihan ini, itulah mengapa nama Yunani kuno untuk 


bangsa Sparta—Lyconia—menjadi kata Inggris kita laconic (singkat/pendek).19


Pergerakan Cleomenes ke Athena disebabkan bukan oleh kecintaan akan 


persamaan derajat, tetapi oleh ketakutan atas kedatangan penggilas Persia. 


Kalau Athena jatuh dalam perpecahan berkeping-keping, hampir tidak mungkin akan mampu melawan barisan Persia di Selatan dan Athena yaitu  batas 


yang paling besar yang masih tertinggal antara Sparta dan Persia. Cleomenes 


berharap bisa mengusir Hippia keluar, menghentikan percekcokan, dan 


mengembalikan kekuatan Athena. 


Pasukan Sparta mengusir Hippia keluar, dan membantu orang Athena 


mengadakan pemilihan. Tetapi, mereka menolak untuk tidak ikut campur 


dalam urusan internal Athena, dan menaruh beban mereka pada pundak seorang calon.*


 Orang Athena, yang melihat hal ini sebagai usaha Sparta untuk 


menelan Athena masuk ke orbitnya sendiri sebagai kota bawahannya, berusaha mencari sekutu yang kuat untuk membantu mereka melawan kota yang 


dominan dari Selatan itu. 


Seseorang dari Majelis (Herodotus tidak mengatakan siapa) menyarankan 


bahwa keangkuhan Sparta hanya dapat dicegah kalau Athena besekutu dengan 


angkatan perang yang luar biasa besar … seperti angkatan perangnya Persia. 


Jadi pergilah sebuah delegasi ke Sardis untuk meminta pada gubernur di sana 


(Saudara angkat Darius, Artaphanes, yang ditinggalkan untuk mengurus 


wilayah itu saat  Darius berangkat kembali ke Persepolis) untuk bersekutu 


melawan pihak Sparta. 


Orang Athena kelihatannya menilai terlalu tinggi kedudukan mereka di 


kancah internasional; kelihatannya ini seperti usulan yang beralasan yang

sempurna untuk mereka, tetapi Herodotus menulis bahwa delegasi itu “sedang akan menyampaikan pesannya saat  Arphanes … menanyai pada 


orang-orang Athena itu jati diri mereka dan dari mana mereka berasal.” Tidak 


salah lagi sebetulnya ia sudah tahu jawabannya, tetapi itu yaitu  pertanyaan 


yang sangat mengecilkan hati, yang diikuti dengan ultimatum kasar: pihak 


Persia hanya akan membantu pihak Athena kalau mereka setuju mengirimkan 


tanah dan air kepada Darius sebagai simbol penyerahan seutuhnya. 


Delegasi itu, karena dikepung oleh orang Persia, menyetujui, setidaknya 


dengan berbuat demikian mereka bisa sel