Minggu, 01 Desember 2024

dunia kuno 22




 an Astyages, ia menganggap perjanjian damai antara Lydia dan 


Midia bubar dan bergerak ke arah kediaman kakek-pamannya Croesus. 


Kedua angkatan perang bertemu di sungai Halys dan bertempur dengan 


seri. Croesus mundur, bermaksud untuk meminta bantuan Babilonia, 


tetapi Cyrus (yang lebih paham dengan tidak memberinya waktu untuk ini) 


menekan ke depan masuk ke Lydia dan akhirnya memojokkan pasukan Lydia 


di depan Sardis sendiri. Ia mencerai-beraikan pasukan berkuda Lydia dengan

membawa masuk unta-unta (yang menakuti kuda-kuda sehingga tiba-tiba 


melompat), menyerang kota itu, dan menjatuhkannya hanya dalam empat 


belas hari. 15


 


Cyrus berpikir bahwa orang-orangnya layak mendapat hadiah, karena itu 


ia membiarkan mereka masuk kota, merampas kekayaannya yang banyak 


diceritakan dalam dongeng. Sementara Croesus—ditahan dan dibawa ke 


hadapan Cyrus—memandang dari tembok di sebelah penangkapnya. Ia 


tidak mengatakan apa pun, karena itu Cyrus bertanya kepadanya mengapa ia 


tidak sedih melihat kekayaannya menghilang. “Itu bukan kekayaanku,” kata 


Croesus, “itu yaitu  kekayaanmu yang mereka curi.” Karena itu Cyrus segera 


memerintahkan agar perampasan itu dihentikan.16


Cyrus, seorang yang paling pragmatis, memberi hadiah kepada orang lain 


dengan sangat dermawan selama itu nantinya akan memberikan keuntungan 


baginya.*


 Bahkan penulis-penulis yang lebih mutakhir mengidealkannya—


seperti jenderal Yunani Xenophon, yang bertempur di pihak Persia untuk 


beberapa waktu dan menulis Pendidikan Cyrus untuk menerangkan secara 


tepat bagaimana pengekangan, keadilan, kepandaian, dan “kebaikan jiwa”17


Cyrus membantunya untuk mendirikan kekaisaran yang paling besar di 


dunia—mengungkapkan dengan sembarangan bahwa strategi si Raja Agung 


yaitu  paksaan, ketakutan, dan dominasi. Xenophon mengawalinya dengan 


“yaitu  lebih mudah bagi seorang manusia untuk menguasai segala rupa 


hewan daripada menguasai manusia.” Tetapi,


Cyrus, seorang Persia … menguasai banyak rakyat, kota dan bangsa, semua 


patuh kepadanya … ia dipatuhi oleh orang dengan sukarela, meskipun mereka jauh darinya dengan jarak perjalanan beberapa hari; bahkan oleh orang 


lain, yang jauh darinya dengan jarak perjalanan beberapa bulan; oleh orang blain yang belum pernah melihatnya; dan oleh yang lain lagi yang tahu betul 


bahwa mereka tidak akan pernah bertemu dengannya. Bagaimana pun juga, 


mereka mau menyerah kepadanya, karena sejauh itu ia lebih hebat daripada 


raja-raja yang lain.18


Dari semua keadilan dan kebajikan jiwa Cyrus, ia melebihi segala raja 


terutama dalam menciptakan teror. “Ia dapat menyampaikan rasa takut 


kepada dirinya kepada banyak orang di dunia sehingga ia mengintimidasi 


semuanya,” komentar Xenophon, sebelum melanjutkan dengan nyanyian 


pujian atas keadilan Cyrus, “dan tidak seorang pun mencoba berbuat sesuatu 


untuk melawannya.”19 Ia membeli apa yang tidak dapat dicapainya dengan 


ketakutan; ia sangat dermawan dengan kekayaannya sendiri terutama saat  


ia melihat adanya keuntungan yang lebih besar di hadapannya. “Ia melebihi 


semua orang dalam mencari makanan,” kata Xenophon, lalu ,” … ia 


jauh melebihi manusia lain dalam memberikan hadiah-hadiah paling banyak 


… Siapa lagi, dengan besarnya hadiahnya, bisa dikatakan bisa membuat 


orang lain lebih menyukainya daripada para saudara, ayah, atau anak mereka 


sendiri? Siapa yang dapat membalas dendam pada musuh yang berada jauh 


dalam perjalanan yang memakan waktu berbulan-bulan selain daripada raja 


Persia? Siapa lagi selain Cyrus, sesudah  menggulingkan sebuah kekaisaran, 


malahan disebut “bapak” saat  ia wafat?”20


Ini yaitu  penggunaan sebutan “bapak” yang mengerikan, dan menjadi 


semakin mengerikan saat  Xenophon meneruskan dengan menunjukkan 


bahwa “Bapak Cyrus” menggunakan hadiah-hadiahnya untuk meyakinkan 


rakyat di seluruh kekaisarannya untuk menjadi “apa yang disebut Mata 


dan Telinga sang Raja.” dan melaporkan kepadanya apa saja “yang akan 


menguntungkan sang raja … Ada banyak Telinga raja, dan banyak Mata; dan 


rakyat di mana-mana takut untuk mengatakan apa yang tidak menguntungkan 


bagi sang raja, persis seperti seolah-olah ia sedang mendengarkan, dan takut 


melakukan apa yang tidak menguntungkan, persis seperti seolah-olah ia 


sedang hadir di situ.”21


 


Meskipun begitu, Xenophon tetap menekankan bahwa ia melihat dalam 


diri Cyrus, sesuatu yang baru: model kaisar yang baru. Ia salah kalau berpikir 


bahwa “kebaruan” ini yaitu  keadilan, kebajikan, dan kejujuran dari sang raja. 


Cyrus, seperti semua raja agung lain sebelumnya, memegang kekaisarannya 


dengan kekuasaan dan ketakutan. Tetapi kekaisarannya pastilah “baru” dalam 


jumlah bangsa-bangsa yang berbeda sehingga berhasil mempersatukan bangsabangsa itudi bawah satu kekuasaan. Sekarang bangsa Midia, Lydia (termasuk 


Frigia), dan provinsi-provinsi Asyur Utara (yang ditaklukkan oleh kakeknya)

semuanya yaitu  bagian dari Persia. Cyrus memberi tugas kepada Harpagus 


untuk menaklukkan kota-kota Ionia sepanjang pantai, dan ia sendiri kembali 


pulang untuk melakukan operasi militer ke wilayah sebelah Timur Midia; 


prasasti-prasasti dan sebutan-sebutan dalam teks-teks kuno mengungkapkan 


bahwa ia hampir terus bertempur melewati sungai Indus, meskipun ia tidak 


berhasil masuk ke lembah Indus.22 Ia juga tidak sampai ke laut. Bangsa Persia 


belum menjadi kekuatan dalam mengarungi laut. 


Tiga kerajaan tetap ada: tempat kediaman bangsa Scythia yang tersebar di 


Utara, Mesir jauh di sebelah Selatan, dan yang paling berkuasa dari semuanya 


yaitu  Babilonia di sebelah Barat. 


Nabonidus belum terlalu memperhatikan kekaisarannya. Sebetulnya ia 


sudah membuat putranya Beltsazar menjadi wali bersamanya, menyerahkan 


Babilonia kepadanya dan berangkat ke Selatan masuk ke Arabia, di mana ia 


menetapkan tempat tinggalnya jauh dari pusat kerajaannya sendiri. 


Apa tepatnya yang dilakukan Nabonidus jauh di Arabia?


Sejarah keruntuhan Babilonia dikarang tepat sesudah  masa pemerintahannya, 


Ayat-ayat Nabonidus, ditulis oleh musuhnya orang Persia, yang berminat 


untuk menunjukkan ketidaktepatannya dalam memerintah, dan karenanya 


harus dibubuhi sesendok garam. Tetapi Kisah yang sembarangan ini 


menceritakan kebenaran, saat  kisah ini menuduh penyembahan Nabonidus 


kepada seorang dewa yang lain yang bukan Marduk. Kisah ini menyebut 


dewa Nanna, dan mengatakan bahwa ia tidak dikenal oleh rakyat Babilonia: 


seorang dewa


yang tidak seorang pun di dalam negeri ini pernah melihatnya,


dia tempatkannya di atas pijakan,


dia menyebutnya dengan nama Nanna,


dimahkotainya dengan sebuah tiara,


penampilannya seperti bulan waktu gerhana.23


Dewa ini mungkin tidak dikenal oleh orang Persia, tetapi ia pasti bukan 


dewa asing bagi orang Babilonia. Ia tidak lain daripada dewa bulan yang 


kuno, Sin, dari kota tua Uria. 


Sudah tentu Nabonidus menyembah Sin; ibunya sendiri yang yaitu  


seorang imam wanita dari bulan, menyebutkan kesolehan putranya. Tetapi 


penyembahan Nabonidus membawanya ke dalam kesulitan. Meskipun 


prasastinya sendiri menggambarkan kenaikannya ke atas tahta (dan kejatuhan 


para pewaris Nebukhadnezzar) merupakan berkat dari Sin, penyembahan ini 


menyeretnya jauh dari tahta yang didapatnya dengan kesulitan seperti itu. Ia langsung menemui kesulitan berhadapan dengan para imam Marduk, yang 


mendapatkan pengaruh besar di bawah pemerintahan Nebukhadnezzar, dan 


menemukan bahwa perlawanan mereka cukup serius sehingga membuat 


Babilonia tidak dapat dihuninya: “Mereka tidak menghormati ritual-ritual 


(Sin),” ia mengeluh pada salah satu prasastinya,” … dan (Sin) membuatku 


meninggalkan kotaku Babilonia dalam perjalanan ke Tema … Selama sepuluh 


tahun lamanya aku … tidak memasuki kotaku sendiri, Babilonia.”24


Solusinya sangat sederhana: ia menyerahkan kota Babilonia kepada putranya sendiri Beltsazar, yang dijadikannya wali bersama, dan meninggalkan 


kota yang dipilih Marduk. Ia melakukan perjalanan jauh memasuki Arabia 


dan berhenti di kota padang pasir Tema, seperti ditunjukkan dalam Kisah : 


Ia melepaskan segalanya, menyerahkan kerajaan kepada putranya,


Dan dengan angkatan perangnya, ia sendiri berbalik ke arah Tema, 


jauh ke arah Barat, 


saat  tiba, ia membunuh pangeran Tema dalam peperangan,


Membantai kawanan penduduk kota dan penduduk pedesaan,


Dan ia sendiri tinggal di Tema.25


Ini sama sekali bukan perpindahan karena putus asa. Tema terletak di 


tengah-tengah jalan perdagangan, sebuah kota yang dilewati emas dan garam 


yang berharga terus-menerus. Dari kota itu, Nabonidus dapat menangangi 


perdagangan Babilonia, dan surat-menyuratnya dengan Beltsazar memperjelas bahwa ia sebetulnya tidak “melepaskan segalanya.” Putranya—yang 


berhubungan lebih baik dengan Marduk daripada ayahnya—sudah tentu 


berkuasa di bawah arahannya. 


Meskipun begitu ia mendapatkan dirinya berada dalam suatu dilemna yang 


muncul dari keyakinan religius. Kewajiban-kewajian suci dan sekularnya bentrok, 


dan karena ia harus mengorbankan satu atau lainnya, ia memilih mengorbankan 


kewajiban sekularnya. Ia bahkan tidak kembali ke Babilonia pada Festival Tahun 


Baru, di mana raja bersama dewa Marduk melakukan prosesi kemenangan melewati Gerbang Ishtar, dengan maksud untuk menguatkan kembali haknya atas 


tahta. Nabonidus yang dicengkeram oleh kecintaannya pada dewanya sendiri 


tidak dapat memaksakan dirinya untuk berbuat demikian.*


Inilah yang paling melemahkan Babilonia, dan memberikan kesempatan pada 


Cyrus. Pada tahun 540, Cyrus sudah mulai mengirimkan pasukan penyerang 


untuk mengadakan perang-perang kecil dengan orang Babilonia sepanjang 


perbatasan sebelah Timur. Pengacauan mereka makin menjadi cukup serius 


sehingga Nabonidus mempersiapkan diri untuk melakukan perjalanan ke 


Utara, pulang kembali ke jantung negaranya sendiri.26


Pada saat ia tiba di sana, Cyrus sedang merencanakan sebuah penyerangan ke Babilonia langsung. Nabonidus yang sekarang memegang pimpinan 


memerintahkan pasukan Babilonia untuk bergerak ke arah musuh. Mereka 


menyeberangi sungai Tigris dan bertemu dengan pasukan Persia, di bawah 


Cyrus, di Opis. 


“Orang Babilonia bentrok dengannya,” kata Herodotus dengan terusterang, “tetapi mereka kalah dalam perang itu dan dipukul mundur ke dalam 


kota.”27 Segera orang Babilonia membarikade diri dalam kota di bawah 


arahan Nabonidus. Mereka semua memiliki  persediaan makanan dan 


air yang cukup, menurut Xenophon, cukup untuk hidup selama dua puluh 


tahun.28 Kenaikan Cyrus ke tahta berjalan secara bertahap sehingga orangorang Babilonia punya waktu untuk mempersiapkan diri dengan baik untuk 


menghadapi penyerbuan (sebuah tindakan yang bijaksana, tetapi berarti 


mereka tidak punya kepercayaan yang besar terhadap kemampuan angkatan 


perangnya untuk bisa mengusir Cyrus). 


Cyrus, yang menyadari bahwa akan memakan waktu berbulan-bulan, 


kalau tidak bertahun-tahun, untuk membuat para pemberontak kelaparan dan 


keluar dari kota yang begitu besar dan sangat banyak persediaannya, membuat 


rencana lain. Xenophon menerangkannya: Sungai Tigris, yang mengalir tepat 


di tengah-tengah Babilonia, lebih dalam dari pada ketinggian dua orang. Kota 


tidak akan mudah dibuat banjir, berkat penguatan Nebukhadnezzar, tetapi 


Cyrus memiliki  strategi lain. Ia menggali parit-parit sepanjang sungai 


Tigris, di hulu sungai dari kota, dan sepanjang suatu malam ia dan orangorangnya membuka semua parit tersebut secara bersamaan. Mengalihkan 


arus utamanya jauh ke berbagai arah, ketinggian sungai Tigris yang mengalir 


di tengah kota menurun segera, cukup bagi serdadu Persia untuk bergerak 


melalui lumpur di dasar sungai, di bawah tembok-tembok kota. Unit 


penyerang inti memanjat keluar dari dasar sungai di dalam kota pada malam 


hari, tertutup dalam lumpur dan terseok-seok sepanjang jalan-jalan, berteriakteriak seperti orang mabuk yang gembira, sampai mereka mencapai istana 


dan tiba-tiba menyerangnya. Xenophon menunjukkan bahwa ada beberapa 


upacara religius yang sedang terjadi yang membantu penyamaran serbuan itu; 


Kitab Daniel cocok dengan mengatakan Beltsazar wali bersama itu sedang 


berpesta di dalam istana dengan ratusan bangsawan dan sudah sama sekali 


mabuk saat  orang Persia memasuki istana. Nabonidus ternyata sedang berada di tempat lain di dalam kota; ia ditangkap dan dijadikan tahanan tanpa dilukai. Tetapi Beltsazar terbunuh dalam 


pertempuran selanjutnya. Gerbang-gerbang dibuka dari dalam. Orang Persia 


yang lain masuk, dan kota jatuh. Tanggalnya yaitu  14 Oktober 539 SM. 


Tidak diragukan lagi Cyrus sudah mendengar gerutuan bahwa Nabonidus 


telah meremehkan Marduk, dan bahwa Marduk sedang menghukum kota 


karena penghinaan ini. Segera Cyrus menjadi yang terpilih oleh Marduk. 


Ia menaiki kuda ke dalam kota “untuk memegang tangan Marduk” dalam 


upacara religius tradisional. Bagaimana pun juga ia yaitu  cucu keponakan 


Nebukhadnezzar karena perkawinan dan, tahta diakui berdasarkan sedikit 


pertalian darah. Dan ia membuat para penulisnya menerangkan bahwa 


dalam tradisi Merodakh-baladan/Napoleonik ia sebetulnya yaitu  pembebas 


Babilonia, ia yaitu  tokoh yang memulihkan keanggunan kunonya. 


Ia menyelamatkan Babilonia karena dibutuhkan


Nabonidus, raja yang tidak menghormati Marduk, 


Marduk mengirimnya ke dalam tangan Cyrus.


Semua orang bertiarap dan mencium kakinya, 


Mereka bergembira dalam kekuasaannya yang tertinggi dan wajah 


mereka bersinar.


Aku, Cyrus, membebaskan penduduk Babilonia dari kuk mereka. 


Aku memperbaiki tempat tinggal mereka, membersihkan 


puing-puingnya,


Marduk dewa yang agung bergembira karena perbuatan-perbuatanku. 


Aku mengembalikan para dewa ke tempat mereka yang layak


Di bawah perintah Marduk, dewa yang agung.29


Dengan cara yang persis sama, ia mengumumkan kepada para orang 


Yahudi bahwa ia akan merestorasi kehormatan mereka dengan Allah Yahwe 


mereka. Ini membuatnya sangat disukai oleh bangsa Yahudi dalam pengasingan. “Pada tahun pertama zaman Cyrus raja Persia,” begitu buku Ezra diawali, 


berarti tahun pertama Cyrus mendominasi Babilonia, “Tuhan menggerakkan 


hati Cyrus raja Persia itu untuk membuat pernyataan: Tuhan, Allah semesta 


langit, telah memberikan semua kerajaan di bumi ini dan ia menugaskan aku 


untuk mendirikan sebuah bait baginya di Yerusalem dan Yehuda. Siapa pun 


di antara kamu termasuk umatnya, Allahnya menyertainya, dan biarlah ia 


berangkat pulang ke Yerusalem di Yehuda, dan mendirikan bait Allah, Tuhan 


orang Israel.’ ”30 Cyrus juga mengembalikan harta karun yang diambil dari 


Kuil Solomon yang ditemukannya dalam perbendaharaan Babilonia, dan 


contoh lain tentang caranya menggunakan kekayaan (dalam hal ini, yang  dirampas oleh orang lain) untuk memperkuat posisinya sendiri. Untuk ini, ia 


mendapatkan gelar dari orang Yahudi “Yang diurapi Tuhan.”


Sedikit lewat dari satu tahun sesudah  perjalanan kembali ke Yerusalem 


dimulai, orang-orang yang kembali dari pengasingan meletakkan fondasi dari 


Kuil Kedua pada perayaan dalam festival besar. Para imam tampil kembali 


dalam jubah-jubah yang tidak pernah mereka kenakan sejak perusakan kota 


oleh Nebukhadnezzar; ada trompet dan simbal dan nyanyian. Fondasi yang 


baru itu, suram dan berubah di antara reruntuhan sedemikian rupa, tidak 


seperti pada zaman kemuliaannya dulu sehingga orang-orang tua yang melihatnya tidak tahan melihat perbedaannya. Sedangkan para orang muda yang 


kembali dari pembuangan berteriak-teriak, “para imam yang tua … dan para 


kepala keluarga, yang telah melihat kuil sebelumnya, menangis dengan keras 


saat  mereka melihat fondasi dari kuil ini .. Tidak seorang pun dapat membedakan bunyi teriakan kegembiraan dengan bunyi tangisan; dan suara itu 


terdengar dari jauh 

G A R I S WA K T U 5 9


 ROMA DAN BABILONIA PERSIA


 Sargon II 


  


 Sankherib 


 Tullus Hostilius Shamash-shun-ukin 


 Cyrus I


 Ancus Marcius Kandalu 


 Cyarxes


 Sin-suhm-ishkun 


 Tarquinus Tua Nabopolassar 


 Kejatuhan Minewah (612) 


 Nebukhadnezzar (605-562) 


 Kejatuhan Yerusalem (587) Astyages


 Servius Tullus (578) Kambises I


 Amel-Marduk 


 Labash-Marduk Cyrus II (Agung) (599)


 Nabonidus (556-539) 


 Jatuhnya Babilon Cyrus II (Agung) (539)





K   tidak campur aduk. Ia mengambil alih kerajaan 


yang besar dari Nebukhadnezzar sebagai salah satu dari rumah kerajaannya, 


dan mempertahankan Ecbatana sebagai tempat tinggal musim panas; tinggi 


di atas pegunungan, dihalangi salju pada sebagian besar musim dingin, tetapi 


jelas jauh lebih nyaman daripada daratan Persia yang panas selama bulanbulan musim panas. Istananya di Anshan tetap sebagai rumah yang lain.



Tetapi untuk administrasi dari kerajaannya yang baru, Cyrus membangun 


sendiri sebuah ibu kota baru : Pasargadae.


Dalam kekaisaran Persianya, orang-orang yang dikalahkan berhasil untuk 


meneruskan kehidupannya sehari-hari tanpa banyak gangguan. Hal yang 


baru dari kekaisaran Cyrus terletak pada kemampuannya untuk menganggapnya, bukan sebagai bangsa Persia di mana rakyatnya harus dibuat lebih 


bersifat Persia, tetapi lebih sebagai jaringan bangsa di bawah peraturan Persia. 


Berbeda dengan orang-orang Assiria, ia tidak berusaha untuk menghancurkan 


kesetiaan atau identitas bangsa. Sebaliknya ia melihat dirinya sebagai pendamping yang penuh kebajikan untuk identitas tersebut. Dan sementara itu, 


ia terus memasang Mata dan Telinganya untuk menjaga timbulnya masalah

C     telah meninggalkan Harpagus di Asia 


Kecil untuk menyelesaikan penaklukan dari Lydia dengan menguasai kotakota Ionia, sepanjang pantai, yang merupakan sekutu Lydia.


Menurut Herodotus, operasi militer Harpagus menyebabkan efek domino. 


Ia memulai operasi ini dengan Phocaea, di tengah pantai; sebuah kota yang 


orang-orangnya yaitu  “orang-orang Yunani yang pertama yang melakukan 


perjalanan jauh di laut.” Terkepung oleh Harpagus, yang sibuk membangun 


operasi pengembangan sumber daya bumi di balik dinding batu mereka, 


mereka memberi tahu Harpagus bahwa mereka akan mempertimbangkan 


negosiasi untuk menyerah jika ia mau menarik mundur pasukannya selama 


satu hari saja, untuk membiarkan mereka memperdebatkan masalah secara 


damai. Ia melakukan itu, dan orang-orang Pochea “meluncurkan penteconter


mereka” (kapal dengan lima puluh dayung dan satu persegi mainsail milik 


mereka yang khas), “menempatkan kaum wanita, anak-anak dan barangbarang pribadi mereka ke dalam kapal...menaikkan diri mereka sendiri ke 


dalam kapal,” dan berlayar jauh: “Jadi, Persia mendapatkan kendali atas 


Phocaea yang telah dikosongkan dari manusia.”


Bangsa Phocaea telah membangun pos perdagangan yang disebut Alalia di 


pulau Cyrnus — sebuah nama Yunani untuk Corsica. Setengah dari bangsa 


Phocaea, dihantui oleh kerinduan pulang ke kampung halamannya, memutuskan untuk kembali ke kota yang mereka tinggalkan dan kemungkinan 


menghadapi murka Persia. Setengah yang lain berlayar untuk Alalia.I


sesudah  menetap di Corsica, mereka memantapkan diri untuk membentuk sebuah kerajaan perdagangan mereka sendiri. Penteconters cocok untuk 


perdagangan; mereka membawa awak yang besar (kapal minimal dengan lima 


puluh orang pendayung ditambah awak kapal dan kapten), semuanya dapat 


berkelahi, jika perlu, yang membuat penteconter ini lebih ditakuti oleh bajak

 laut daripada kapal dagang (yang biasanya hanya terdiri dari lima atau enam 


orang dalam kapal).2


 bangsa Phocaea berencana untuk mendominasi rute 


perdagangan Laut Tengah Barat, di mana kota-kota Yunani lainnya belum 


memikirkan daerah tersebut sejauh itu. Untuk bertindak sebagai pos perdagangan ke Barat, mereka membangun sebuah koloni di pantai yang sekarang 


menjadi Perancis Selatan.


Koloni baru ini, Massalia, terhubung dengan jaringan perdagangan Yunani 


menuju jaringan-pekerjaan dari suku-suku yang, sampai saat itu, hampir 


tidak dikenal. Mereka yaitu  petarung liar suku barbar yang datang dari kedalaman tanah kasar yang lebih jauh dari pantai, yang bersama mereka emas dan 


garam, batu amber dan bulu, dan (yang paling bernilai dari semuanya) timah. 


Bangsa Phocaea telah berhadapan dengan bangsa Celt.


“C”    untuk suku-suku yang mengembara di sekitar pusat di Eropa Barat antara tahun 600 dan 500 SM. Baik orang Yunani 


maupun Roma menyebut bangsa ini sebagai “Gallia” atau “Celt” beberapa 


saat sesudahnya, tetapi antara tahun 600 dan 500 SM, mereka tidak memiliki 


semacam “identitas etnis.”3


 Mereka sekedar suku-suku yang tersebar dengan 


asal yang sama.


Asal mereka yaitu  Indo-Eropa, yang berarti bahwa mereka telah datang, 


lama sebelumnya, dari tanah yang sama antara Laut Kaspia dan Laut Hitam, 


yang pertama kali diduduki oleh orang-orang yang lalu  dikenal sebagai 


bangsa Hitti, Mycenas, dan Arya.4


 Kesamaan bahasa antara empat bangsa 


Indo-Eropa ini menunjukkan bahwa mereka mengembara dari satu titik 


yang sama untuk menetap di empat wilayah yang berbeda: orang-orang Hitti 


ke Barat, ke Asia Kecil; orang-orang Mycenas ke Barat dan lalu ke Selatan 


menuju semenanjung Utara Yunani, yaitu “Celt” di sebelah Utara dari Alps; 


orang-orang Arya pertama ke Timur lalu ke Selatan menuju India.


Orang-orang Indo-Eropa istimewa yang lalu  dikenal sebagai Celt 


itu tidak menulis, jadi kami hanya bisa mencoba untuk membaca kubur dan 


barang-barang mereka yang tertinggal. Pada saat Massalia dibangun, sekitar 


tahun 630 SM, salah satu gaya tertentu pemakaman tersebar dari Austria 


modern ke Selatan sungai Loire. Kami menyebutnya sebagai peradaban 


Hallstatt, mengikuti nama lokasi yang sangat dikenal: sebuah kuburan dan 


tambang garam di Donau Selatan.

Suku Hallstatt yang mengisi kuburan mereka dengan perhiasan emas, pedang, dan tombak, makanan dan minuman, dan hidangan untuk digunakan 


oleh mereka yang telah mati. Pemimpin-pemimpin mereka telah meninggal 


dikelilingi oleh makam para pejuang yang pedang besi panjangnya dikubur, 


barang milik mereka yang paling berharga.5


 Pedagang dari suku Hallstatt 


mengendarai kereta mereka ke Massalia, sarat dengan batu amber, garam, dan 


timah jauh dari tambang modern Cornwall. Ini yaitu  semua barang berharga dan langka, dan perdagangan yang dibuat Massalia menjadi bertambah 


di kota.


Perdagangan dengan Phocaea yang menguntungkan diteruskan sejak 


Massalia semakin berkembang tak terkendalikan ke Etruski. Kota-kota 


dari Etruria telah sibuk mendirikan kota-kota yang semakin jauh ke Utara. 


Sekarang orang-orang Yunani yang agresif mendorong ke dalam wilayah 


yang dianggap orang-orang Etruski sebagai milik mereka sendiri untuk 


dimanfaatkan. Koloni Yunani muncul dengan tiba-tiba di sepanjang pantai 


Selatan dari Prancis modern, Monaco, Nice, St Tropez, dan mereka semua 


memiliki  tempat asal sebagai pos-pos perdagangan Yunani.6


Tekanan itu mendesak kota Etruria — yang semandiri seperti kota-kota 


di Yunani — ke dalam sebuah asosiasi. Lima kota Etruski di Italia telah bergabung bersama dalam sebuah aliansi melawan Roma seabad sebelumnya. 


Kini, dua belas kota Etruski telah siap untuk menggabungkan nasibnya bersama mereka ke dalam sebuah asosiasi yang dibentuk dalam bentuk imitasi dari 


amphictyonys Yunani, kota-kota bergabung untuk tujuan yang sama sambil 


melestarikan kemerdekaan politis mereka. Persatuan Etruskin, yang dibentuk 


sekitar tahun 550 SM, termasuk Veii, Tarquiniusii, dan Volsinii.7


Meskipun bersatu, persatuan Etruskin tidak bisa berharap untuk mampu 


memerangi penyerbu Phocaean. Bangsa Phocaea bisa memanggil ratusan 


kapal sekutu dari Yunani untuk setiap perang yang meletus. Dan selanjutnya, 


Herodotus melanjutkan, orang-orang Etruski masuk ke dalam persatuan 


dengan orang-orang Carthaginia.


K, yang terbentang di pantai Utara Afrika di bawah Laut Tengah, 


telah berumur tiga ratus tahun pada tahun 550. Kedua kota tertua dari fede

rasi Finisia yang longgar, Tirus dan Sidon, sekarang berada di bawah kekuasaan 


Cyrus. Tetapi Karthago, lebih jauh, merupakan pusat kerajaan kecilnya sendiri. Di tahun 550, rajanya yaitu  Mago, kerajaan Karthago yang pertama 


yang mana kami memiliki catatan sejarahnya.8


Pada zaman Mago, Karthago telah menanamkan koloni perdagangan 


mereka sendiri di Laut Tengah. Orang-orang Carthaginia tidak sebahagia 


orang-orang Etruski untuk melihat Yunani sibuk menjajah di sekitar mereka, 


dan mereka sangat setuju untuk bergabung dalam sebuah serangan terhadap 


orang-orang Phocaea di Alalia.*


 Sebuah catatan aliansi bersejarah tertulis 


di dalam buku Politik karya Aristotel, yang menyebutkan bahwa “bangsa 


Etruski dan bangsa Karthago” pernah membentuk sebuah komunitas “untuk 


kepentingan perdagangan dan mitra bisnis.” 9


Bangsa Yunani di Alalia (atau Korsika), mendapat angin dari rencana itu, 


siap-siap untuk berperang: “Bangsa Phocaea memiliki enam puluh kapal yang 


telah siap,” Herodotus menulis, “dan pergi bertemu musuh di Laut Sardinia.” 


Dalam pertempuran selanjutnya, empat puluh kapal Phocaean hancur, dan 


sisanya dua puluh lagi sangat rusak sehingga mereka tidak bisa lagi bertempur. Namun mereka masih bisa mengambang, sehingga orang-orang Phocaea 


berlayar kembali ke Corsica, memuat kapal mereka dengan kaum wanita 


dan anak-anak sekali lagi, dan menarik mundur ke Rhegium, sebuah kota di 


Yunani di ujung dari bot Italia.


Peperangan laut di Alalia itu yaitu  perang laut yang terbesar kedua 


yang pernah ada (Rameses III terhadap Orang-Orang Laut yaitu  yang pertama). Dampak langsungnya yaitu  bahwa bangsa Etruskin sementara yaitu  


merupakan anjing yang terbaik di daerah tersebut. Mereka mengambil alih 


Korsika dan, tak terganggu oleh orang-orang Phocaean yang keliling dengan 


penteconters, membangun perdagangan koloni sendiri, sejauh pantai Barat 


dari Spanyol (atau demikianlah ditulis Stephanus dari Byzantium.) Mereka 


berada pada kekuasaan tertinggi mereka, pakar di semenanjung Utara dari 


Tiber.10


Massalia sendiri memiliki jalinan dengan potongan Alalia, tetapi orangorang Entrusca tidak menghancurkannya. sesudah  menghapuskan kota 


induk, mereka tidak terlalu cemas dengan anak-anaknya yang tersebar luas. 


Sepertinya Massalia berjuang selama beberapa saat, namun bukannya tumbang, kota tersebut bertahan hingga abad ke dua puluh satu; sekarang dikenal 


dengan nama Marseilles.

Peperangan juga telah memberi ruangan bagi Karthago untuk mengembangkan diri. Melalui perjanjian dengan orang-orang Entrusca, mereka menuntut 


penguasaan terhadap Sardinia; dan tanpa terganggu oleh orang-orang Yunani 


di Laut Tengah Barat, mereka pun mengembangkan jangkauannya hingga 


pantai Spanyol. 


S   menarik mundur dan Bangsa Karthago dan Etruski berlayar di Laut Tengah, Roma semakin berkembang baik dalam jumlah dan 


kekuatan. Semakin banyak daerah yang diklaim, semakin besar pula masalah 


internalnya. Bagaimana mungkin seorang raja dari satu ras memerintah atas 


satu satuan masyarakat yang saling bermusuhan satu sama lain, bahkan menolak untuk saling menikahi? Dan bagaimana bisa raja itu berurusan dengan 


suatu aristokrasi yang keras dan independen yang dapat membuatnya tertuduh atas pembunuhan penguasa pertamanya yang setengah ilahi? 


Di zaman penguasaan Etruski, raja Roma dan orang-orang Roma 


tampaknya telah mencoba untuk menyelesaikan suatu kompromi antara absolutisme raja, gaya Cyrus, dan diatur oleh masyarakat, seperti di Athena. 


Sejarah mengenai kompromi tersebut dikaburkan oleh sejarawan Roma pendahulu, yang sepertinya semua membaca tatanan masa lalu  sebagai 


tatanan zaman sebelumnya. Tetapi kelihatan bahwa, bahkan di zaman rajaraja, orang-orang Roma telah memberikan pendapat tentang permasalahan 


kota.


Sejarawan Roma, Varro, menyebut suatu pembagian awal orang-orang 


Roma menjadi tiga “suku” dari beberapa jenis, yang mungkin mewakili tiga 


kelompok nasional Sabin, Larial, dan Etruski (meskipun catatan awal dari 


Roma tidak berkata apa-apa tentang ini). “Livius, di sisi lain, pengakuan Servius 


Tullius dengan memisahkan orang-orang Roma menjadi enam “kelas”, tidak 


berdasar pada keturunan, melainkan pada kekayaan; cara yang bermanfaat dengan memulai dari awal, untuk sebuah kota yang mandiri yang mana seorang 


manusia yang berkembang sendiri bisa menunjukkan dirinya. Orang kaya di 


Roma tersebut diharapkan untuk mempertahankan kota dengan helm perunggu, perisai, pelindung kaki, pelindung dada, pedang, dan tombak, sementara 


yang miskin diharapkan untuk membawa hanya bandil dan batu.12 Bahkan di 


bawah raja-raja dari Roma, warga kota Roma yang diharapkan untuk mempertahankan kota mereka sendiri—dan, mungkin, untuk menentukan kapan dan 


di mana serangan diperlukan. Dengan banyak diberi kuasa atas kota mereka, 


warga negara Roma tidak akan patuh dengan aturan raja lagi.


Pada akhir dari empat puluh tahun kekuasaan Servius Tullius, kerajaannya 


meledak di dalam.


Orang yg melakukan kejahatan yaitu  keponakan dari Servius Tullius,

Tarquiniusius Muda. Dia tidak hanya ambisius tetapi juga jahat; kejahatan 


itu segera terendus saat  ia memulai perselingkuhan dengan adik istri Tullia, 


yang juga jahat: “Ada kekuatan magnetis dalam kejahatan,” Livius mengamati, 


“yang sama menarik ke arah yang sama.” Tarquiniusius Muda sendiri telah 


menikah, namun daripada membuat hal ini menghalangi jalan, dua orang 


yang bercinta ini berkomplot merencanakan kematian pasangan mereka 


masing-masing, dan lalu  menikah.


“Mulai dari hari itu,” Livius menulis, “Servius, kini sudah menjadi tua, 


hidup dalam bahaya yang semakin meningkat.” Tullia, perwujudan asli dari 


Lady Macbeth, yang penuh berambisi bahwa suami barunya harus menjadi raja, dan “segera menemukan bahwa satu kejahatan pasti memicu yang 


berikut ... ia tidak memberikan suaminya kesempatan untuk istirahat baik 


malam atau siang hari.” “Aku tidak ingin seorang laki-laki yang hanya puas 


untuk menjadi suamiku,” ia menceramahinya, “Aku ingin seorang laki-laki 


yang layak dimahkotai!”


Didorong untuk bertindak, Tarquinius Muda memaksa masuk ke dalam 


ruang tahta saat  Servius Tullius itu sedang keluar, ia mendudukkan dirinya 


di atas kursi tahta itu, dan menyatakan dirinya raja. Servius, mendengar pelanggaran tersebut, berlarilah ke ruang tahta untuk menghadapi si perampok, 


tetapi Tarquinius, yang telah “terlalu jauh melangkah dan sulit untuk kembali,” menghempaskan sang raja keluar ke jalan dengan tangannya sendiri, di 


mana pembunuhan tersebut mengakhiri hidup orang tua tersebut. “Dengan 


Servius,” Livius menulis, “martabat raja yang benar berakhir; tidak pernah lagi 


raja Romawi memerintah sesuai dengan kemanusiaan dan keadilan.” 


Tarquinius Muda, sekarang memegang kendali tahta, dan segera dirinya 


mendapatkan nama panggilan Tarquiniusius Superbus: “Tarquinius yang 


Bangga.” Ia membentuk pengawal untuk berjaga-kuat agar masyarakat kota 


Roma menuruti perintahnya; ia menghabisi pendukung setia Servius; ia 


mendakwa orang tak bersalah atas kejahatan besar, sehingga ia bisa merampas 


uang mereka. “Ia telah merampas dengan paksa tahta di mana ia tidak memiliki hak apa pun untuk itu,” Livius memberitahu kita.


Orang-orang yang tidak memilihnya, Senat belum memberikan sanksi 


atas kenaikan tahtanya. Tanpa berharap belas kasih, ia hanya dapat memerintah dengan ketakutan. Dia dihukum dengan hukuman mati, dibuang, atau 


penyitaan harta dari orang yang pernah menjadi tersangka atau yang tidak 


disukainya, ia merusak tradisi yang telah terbentuk oleh senat pada semua 


urusan bisnis umum, ia membuat dan belum merapikan pakta dan aliansi 


dengan siapa dia senangi tanpa referensi apa pun, baik majelis perwakilan 


rendah atau pun senat.


Semua ini yaitu  pelanggaran-pelanggaran yang serius. Tetapi yang menja

di klimaks yaitu  saat  anaknya, diduga mewarisi tahta Roma, memperkosa 


seorang istri bangsawan Roma bernama Lucretia, istri salah seorang temannya 


sendiri. Karena malu, Lucretia bunuh diri. Tubuhnya tergeletak di alun-alun 


kota sementara suaminya keluar menyerukan orang-orang sebangsanya untuk 


membantu membalaskan kematian istrinya. Tidak perlu waktu lama kemarahan atas pemerkosaan Lucretia berubah menjadi kemarahan atas tindakan 


kejam dari seluruh keluarga.


Tarquinius Pembangga sendiri sedang berada di luar Roma pada saat itu, 


memimpin sebuah serangan atas kota tetangga Ardea. saat  berita tentang 


pemberontakan terdengar olehnya, ia kembali ke Roma, tetapi pada saat ia 


tiba, pemberontak itu berjalan dengan lancar, “Tarquinius menemukan pintu 


gerbang kota tertutup olehnya,” Livius menulis, “dan pembuangan diputuskan.” para pasukan “antusias” dalam huru-hara, dan Tarquinius dipaksa 


untuk melarikan diri ke Utara Etruria dengan putranya.


Suami yang kehilangan Lucretia dan salah seorang teman kepercayaannya 


dipilih sebagai pemimpin kota, dengan suara rakyat terbanyak dari tentara: 


hanya anggota dari kelompok yang telah dibentuk oleh Servius Tullius yang 


diizinkan untuk memberikan suara. Kedua laki-laki tersebut diberi wewenang 


untuk menyatakan perang dan membuat keputusan - tetapi dengan suatu perbedaan. Kekuasaan mereka hanya bertahan satu tahun, dan setiap orang dapat 


memveto keputusan saya lain. Mereka sekarang consul: yang tertinggi di kantor pemerintah Roma. Roma telah dibebaskan dari monarki, dan Republik 


Roma mulai.*


Livius, sumber saya yang paling lengkap untuk tahun-tahun ini, membuat cerita ini kuat diwarnai, dengan pro-Republik. Sejauh ia peduli, begitu 


Tarquinius Pembangga dilempar keluar dari kota, keseluruhan sejarah Roma 


dibuat berbelok ke kanan: “Tugasku mulai saat ini yaitu  melacak sejarah 


dari bangsa yang merdeka,” Livius menyatakan, “yang diatur oleh pejabat negara yang setiap tahun dipilih dan tidak tunduk kepada tingkah setiap orang, 


tetapi kepada otoritas hukum utama. 


Pengusiran dari Tarquinius Pembangga mungkin tidak memiliki dasar sejarah tetapi tidak mungkin bahwa orang Roma tiba-tiba menyadari kekurangan

dari bentuk kerajaan. Sebaliknya raja Etruski yang berpindah menunjukkan 


pengurangan dari dominasi bangsa Etruski.


Roma telah diperintah oleh orang Etruski sejak pengangkatan dari 


Tarquinius Tua seratus tahun sebelumnya. Namun, sejak kemenangan di laut 


Alalia di 535, Etruski berusaha keras untuk mempertahankan kekuasaan.


Peristiwa yang mengikuti pengusiran Tarquinius Pembangga menunjukkan 


kelalaian dari Etruski. Di Etruria, ia pergi dari kota ke kota, mencoba untuk 


mengumpulkan sebuah koalisi anti-Roma. “Aku memiliki darah yang sama 


seperti Anda,” yaitu  argumen yang paling kuat. Orang Veii dan Tarquinii 


merespon. Dua barisan tentara mengiring dari belakang Tarquinius, kembali 


menuju Roma, dalam upaya untuk mengembalikan kekuasaan Etruski atas 


kota yang paling penting di sebelah Selatan Etruria.


Mereka bertemu dengan pasukan Romawi dan dikalahkan dalam sebuah 


perkelahian sengit yang hampir seri; Livius menandakan bahwa pasukan 


Roma menang karena mereka kehilangan satu orang yang lebih sedikit 


dibandingkan dengan orang Etruski. Orang-orang Etruski yang lalu  


mulai merencanakan serangan kedua di Roma, saat ini di bawah kepemimpinan Lars Porsena, raja dari kota Etruski, Clusium.


Berita mengenai penyerangan kembali telah diterima di Roma dengan 


sedikit panik. Baru-baru ini mereka telah berhasil menyingkirkan Veii dan 


Tarquiniusii, dan Lars Porsena sendiri memiliki reputasi sebagai penyerang 


yang ganas. Dalam ketakutan, petani di pinggiran kota meninggalkan peternakan mereka dan melarikan diri di dalam tembok kota.


Ini yaitu  keganjilan dari pertahanan Roma bahwa kota itu pada tiga 


sisinya dilindungi oleh tembok, namun pada keempat—sisi Timur—hanya 


oleh sungai Tiber.


Sungai pada umumnya dianggap tidak bisa diseberangi, namun hanya ada 


satu cara yang bisa membuat tentara menyeberang Tiber dan langsung masuk 


ke kota: sebuah jembatan kayu yang terbentang dari Timur ke luar kota, yang 


dikenal sebagai Janiculum, menyeberang sungai, tepat ke jantung Roma.


Lars Porsena melakukan pendekatan yang pertama dari arah ini, menjauhkan diri dari tembok Tiber. Tentara Etruski menyapu seperti badai, dan 


melewati Janiculum tanpa kesulitan; prajurit Romawi yang menempatkan 


dirinya di situ segera membuang senjata mereka dan berlari menyeberangi 


jembatan demi keselamatan.


Kecuali satu: prajurit Horasius, yang mengambil posisinya di ujung Barat 


jembatan, ia siap siaga untuk terus bertahan: “satu-satunya yang tidak mundur,” Livius menulis, “pedang dan perisai siap untuk beraksi.”14


Menurut legenda Roma, Horasius mampu menahan orang-orang Etruski 


cukup lama hingga pasukan penghancur dari Roma tiba dan menghancur

kan jembatan. sesudah  mengabaikan seruan mereka untuk kembali mundur 


menyeberangi jembatan sebelum jembatan diambil alih, ia berjuang sampai 


pasukan lawan berkurang satu demi satu. “Serangan orang-orang Etruski 


tiba-tiba diredakan oleh jembatan yang hancur dan prajurit Roma serentak 


meneriakkan kemenangan, mereka telah menyelesaikan pekerjaan pada waktunya,” Livius menulis. Horasius, sekarang terpisah dari kota, terjun ke sungai 


yang penuh baju baja dan berenang melewatinya. “Ini yaitu  buah karya yang 


mulia,” Livius menyimpulkan, “legendaris, mungkin, pokoknya peristiwa ini 


ditakdirkan untuk menjadi kisah sepanjang masa.”


Seperti penarikan tentara Sankherib dari tembok Yerusalem, pertahanan 


Horasius untuk sebuah jembatan itu yaitu  pertempuran kecil di garis depan 


yang bisa terus kita ingat karena sebuah puisi; dalam hal ini, puisi Thomas 


Babington Macaulay berjudul Balada-Balada Romawi Kuno, di mana Horasius 


menjadi sesosok model patriotik keberanian Inggris: 


lalu  berbicara Horasius si pemberani,


Kapten dari pintu gerbang:


“Kepada setiap orang di atas bumi


Kematian akan datang cepat atau lambat.


Dan bagaimana orang dapat mati dengan lebih baik


Daripada menghadapi perselisihan yang menakutkan,


Demi abu dari ayah-ayahnya,


Dan kuil-kuil para dewa?”15


Walaupun mungkin cukup berani, pertahanan dari jembatan itu tidak 


mengakhiri serangan orang Etruski. Porsena menyebar seluruh kekuatannya 


ke Janiculum, memblokir sungai sehingga Roma tidak mendapat pasokan 


makanan oleh kapal-kapal, dan mengepung tembok. Pengepungan, dilengkapi oleh berbagai perkelahian yang tidak menentu berlanjut, hingga Porsena 


pada akhirnya sepakat untuk menarik mundur kembali pasukannya asalkan 


Roma menyerah kalah. Kedua kota itu bersumpah dalam suatu perjanjian 


perdamaian untuk melakukan sesuatu untuk mengubah hubungan mereka, 


setidaknya menghentikan permusuhan.


Perjanjian menunjukkan bahwa Etruski dan Roma kini memiliki kekuasaan yang berimbang. Mengingat bahwa Etruski telah lebih dominan selama 


beberapa dasawarsa, ini merupakan kekalahan untuk kota Etruria. Dan Roma 


sendiri membuat perjanjian dengan Karthago, disumpah di tahun yang sama, 


yang mengakui bahwa pantai Selatan Tiber bukan sebagai wilayah Etruski, 


tetapi sebagai wilayah Roma.

Polybius mencatat perjanjian ini dalam Bangkitnya Kekaisaran Roma. 


Sejauh yang ia ketahui, Roma dan Karthago menyetujui persahabatan 


pada kondisi tertentu, yang paling penting yaitu  bahwa kapal-kapal 


Roma tidak boleh berlayar jauh ke Barat melebihi Tanjung yang Cerah 


Tanjung Bon modern.*


 Kapten Roma yang berubah haluan dan mendarat 


di daerah terlarang itu hanya dibolehkan untuk melakukan perbaikan kapal 


dan meninggalkan tempat itu dalam waktu lima hari, tanpa membeli atau 


membawa pergi “apa pun yang tidak dibutuhkan untuk perbaikan kapal 


itu atau untuk pengurbanan.”16 Perdagangan apa pun yang terjadi di Timur 


Tanjung yang Cerah harus dilakukan di hadapan seorang pegawai kota praja 


(kemungkinan untuk menjaga orang-orang Roma dari perdagangan senjata 


dekat tanah Karthago). Sebagai gantinya, orang-orang Karthago sepakat 


untuk meninggalkan seluruh penduduk Latin saja, untuk tidak membangun 


benteng-benteng dekat mereka, dan untuk menahan diri agar tidak memasuki 


wilayah Latin dengan senjata. Jelas sekali, Roma yang paling berkepentingan 


untuk masa depan ekspansi politiknya, sementara Karthagos cukup terfokus 


pada kekuatan perdagangannya.


Bangsa Etruskin, di sisi lain, tidak tampak. Mereka juga hampir kehilangan kekuasaan pada tanah di sekitar sungai Po; kelompok pejuang Celtic 


sedang dalam perjalanan mereka melalui pegunungan Alpen, di bawah bagian 


Utara Italia. 


Menurut Livius, mereka didorong oleh sebuah ledakan penduduk; orang 


Prancis telah menjadi “sangat kaya dan banyak penduduknya sehingga pengaturan jumlah penduduk besar yang efektif merupakan suatu kesulitan yang 


serius. “ Maka raja Celt dari Prancis mengirimkan dua keponakannya keluar, dengan dua kelompok pengikutnya, untuk mencari lahan baru. Satu 


keponakan pergi ke Utara, menjadi “Jerman Selatan,” sedangkan yang satunya 


pergi ke Selatan dengan “tuan rumah yang luas” ke arah pegunungan Alpen. 


Mereka melewati gunung-gunung dan “mengalahkan orang-orang Etruski di 


dekat sungai Ticinus, dan... menemukan kota Mediolanium”—sekarang sebagai kota Milan.

Dan itu bukanlah akhir dari invasi tersebut., Livius terus menjelaskan 


setidaknya empat gelombang berturut-turut dari invasi Prancis, tiap suku 


mengusir penduduk Etruskin yang tinggal di kota-kota di Selatan pegunungan 


Alpen, dan membangun kota mereka sendiri di lembah-lembah sungai Po. 


Gelombang keempat orang-orang Celt menemukan bahwa “semua negeri di 


antara pegunungan Alpen dan Po sudah diduduki” dan lalu “melintasi sungai 


dengan rakit-rakit,” mengusir orang-orang Etruskin yang tinggal di antara Po 


dan bubungan pegunungan Alpen, dan menetap di sana juga.17


Celt telah menjadi sosok yang menyeramkan, menyerang lereng bawah 


gunung ke arah tembok kota Etruski. Kata “Celt,” diberikan kepada suku 


ini oleh Yunani dan Roma, yang berasal dari akar Indo-Eropa yang berarti 


“menyerang,” dan banyak senjata ditemukan di kuburan mereka - tombak 


berukuran tujuh kaki, pedang besi dengan ujung-ujung yang lancip dan tepi 


yang tajam, kereta-kereta perang, topi baja dan perisai—menjadi saksi kehebatan mereka dalam berperang.18 “Mereka tidur di atas jerami dan daun,” 


Polybius menuturkan, “makan daging, dan tidak mempraktikkan aktivitas 


lainnya selain perang dan pertanian.”19


Invasi ini dimulai sekitar tahun 505 SM, yang merupakan bagian dari 


sebuah gerakan besar seluruh budaya Celtic. Sekitar masa ini, kebiasaan baru 


dimulai untuk menutup perjanjian Hallstatt yang lama; ini yaitu  budaya 


yang menggunakan buhulan, lekukan, dan garis-garis seperti labirin sebagai 


hiasan, dan pemimpin yang dikuburkan tidak menggunakan kereta berkuda, 


seperti di kuburan Hallstatt, tetapi dengan kereta perang beroda dua. Ini bukanlah sebuah pengambilalihan yang damai. Tanah pekuburan Hallstatt di 


Heuneberg, di Selatan Jerman, dirampok habis-habisan; benteng di Danube 


dibakar.20


Arkeolog memasukkan tahap dalam kebudayaan Celt ini ke dalam “La 


Tene,” nama yang diambil dari salah satu situs paling luas, di sebelah Barat 


Rhine Selatan. Di beberapa tempat, La Tene berada di sebelah Selatan situs 


Hallstatt, atau tersebar di mana-mana (seperti di Heuneburg dan Durrnberg), 


tetapi umumnya situs-situs itu berada sedikit ke Utara.21 Ini merupakan gaya 


artistik La Tene yang sekarang kita kenal sebagai “Celtic”, dan karakteristik 


dari budaya La Tene yang menggantikan budaya Hallstatt. Ini bukan sebuah 


invasi asing, tetapi sebuah pergeseran yang terjadi di dalam negeri: satu budaya Celtic menggantikan budaya Celtic lainnya.


Perjuangan dalam negeri yang berkaitan dengan dominasi lebih meningkatkan invasi ke arah Selatan menuju Italia; dan faktanya dipelihara di dalam 


catatan sejarawan Romawi, Justin, di lalu  hari: 


Alasan orang-orang Prancis datang ke Italia dan menemukan wilayah baru 


untuk menetap yaitu  karena kerusuhan dalam negeri dan perang saudara yang terus-menerus. saat  mereka lelah dengan peperangan dan melakukan perjalanan ke Italia, mereka mengusir orang-orang Etruskin dari tanah 


mereka dan menemukan Milan, Di Como, Brescia, Verona, Bergamo, Trento, 


dan Vicenza.22


Kerusuhan mungkin telah mendorong beberapa dari orang Celt pergi sejauh lebih ke pantai Barat Eropa, dan bahkan ke seberang laut ke pulau Inggris. 


Inggris telah dihuni selama beberapa abad oleh orang-orang yang kurang diketahui asal-usulnya, kecuali bahwa mereka bersama-sama membuat lingkaran 


besar dari batu-batu yang berdiri untuk sebuah tujuan yang berhubungan 


dengan langit. Konstruksi di Stonehenge, batu-batu yang paling terkenal dari 


monumen besar ini, mungkin dimulai sekitar tahun 3100 SM dan berlanjut 


selama dua ribu tahun lebih.*


 Tetapi orang-orang ini segera disingkirkan oleh 


suku perang Celt yang sama, yang mendorong ke arah Selatan orang-orang 


Etruski. Sekitar tahun 500 SM, kuburan di Inggris mulai berisi kereta perang 


untuk pertama kalinya, seperti kuburan La Tene di Selatan Jerman.


Republik Romawi merespons invasi di Utara dengan mengubah 


pemerintahan barunya. “Dalam keadaan ini yang penuh tekanan dan 


kegelisahan yang memuncak,” Livius menulis, “... proposal dibuat, untuk 


pertama kalinya, untuk menunjuk seorang diktator.” Pada saat itu tahun 501, 


hanya delapan tahun sesudah  negara Republik berawal.


Livius mencatat keinginan masyarakat (yang dimaksud, tentara) untuk 


meluluskan proposal ini ke seluruh konstelasi militer darurat: perang dengan 


berbagai kota di dekatnya, permusuhan dengan orang Sabin, ancaman 


serangan dari kota-kota Latin lainnya, kerusuhan “orang-orang kecil.” Tetapi 


yang pasti riak-riak perpindahan dari Utara, bergemuruh ke bawah Selatan, 


membuat semenanjung itu gelisah.


Kantor diktator tidak seperti di zaman modern, yang memungkinkan 


seseorang berkuasa tanpa batas. Diktator Romawi hanya memiliki  


kuasa untuk enam bulan, dan harus diangkat oleh Perwakilan Negara yang 


memerintah. Sering kali diktator yaitu  salah satu dari perwakilan tersebut. 


Perannya yaitu  untuk menjaga Roma supaya aman dalam menghadapi 


ancaman luar biasa dari luar, tetapi ia juga memiliki  kekuasaan luar biasa di 


dalam kota. Perwakilan Negara diperbolehkan untuk menjatuhkan hukuman

mati orang-orang Roma di luar tembok kota Roma, sehubungan dengan 


ekspedisi militer, namun di Roma mereka harus menyerahkan penjahatpenjahat atas keinginan dari masyarakat untuk menghukumnya. Meskipun 


diktator tersebut telah diizinkan untuk menggunakan kuasa akan hidup dan 


mati di Roma sendiri, ia tidak berkewajiban untuk berkonsultasi dengan 


rakyatnya.25


Ini mungkin untuk pertama kalinya diktator yang terpilih ditunjuk untuk 


menangani perampok-perampok Prancis, Latin, dan Etruskin, tetapi mengatur penduduk Roma yang sulit dikendalikan lagi di bawah kekuasaannya 


juga merupakan bagian dari pekerjaannya, seperti yang dijelaskan Livius. 


“Penunjukkan seorang diktator untuk pertama kalinya di Roma,” ia menulis, 


“dan penanganan kejahatan di jalan-jalan diawali dengan ayunan kapak yang 


dampaknya yaitu  menakut-nakuti rakyat agar menjadi lebih terkontrol ... 


Dari sudut pandang seorang diktator tidak ada tuntutan, dan tidak ada bantuan kecuali ketaatan yang implisit..”14


Ketaatan yang implisit: pertahanan pertama Roma. Itu yaitu  pertama 


kalinya hak-hak Republik dihentikan untuk kepentingan yang dimanfaatkan, 


dan ini bukan yang terakhir.

G A R I S WA K T U 6 0


 PERSIA ROMAWI


  


 Tarquin Tua


 Astyages


 Cambyses I Servius Tullius (578)


 Cyprus II (Agung) (559)


 Liga Etruski


 Tarquin Pembangga (535)


 Republik Romawi berawal (509)


 Invasi Celtic


 Diktator Romawi Pertama







A   Mahabharata dan pertengahan abad keenam 


SM, marga-marga yang suka berperang dari India sudah sering saling 


berperang, berunding, dan mengadakan perjanjian sampai tercapainya 


keteraturan kerajaaan-kerajaan itu menjadi lebih stabil. 


Enam belas dari kerajaan-kerajaan ini disebutkan dalam cerita-cerita 


yang disimpan dalam tradisi lisan penganut agama Budha, dan lalu  


dituliskan.*


 Di antaranya yaitu  negara Kuru, Gandhara, dan Pancala, 


kerajaan-kerajaan yang tumbuh dari akar-akar marga kuno yang bertempur 


dalam Perang Bharata; negara di wilayah jauh ke Selatan yaitu  Ashuaka, di 


bawahnya yaitu  pegunungan Vindhaya dan Satupura, dan dataran tinggi 


kering yang sekarang terkenal dengan nama Dekan; dan negara Magadha, di 


bawah lengkung sungai Gangga

Keenam belas kerajaan itudisebut sebagai mahajanapada, kata yang sangat 


mungkin berasal dari zaman yang sangat kuno. Penjuang marga Arya terdahulu yang nomad menyebut diri mereka jana (bahasa Sansekerta untuk “suku”); 


marga pejuang yang menetap di lembah sungai Gangga dan m