ra Yerusalem
saat itu. Ia mengirim utusan kepada Yosias dengan menawarkan suatu gencatan
senjata: ”Ada pertikaian apakah antara kamu dan aku? Bukanlah kamu yang
aku serang kali ini, tetapi wangsa yang merupakan lawan perangku”.25 Yosias
mengabaikan itu. ”Raja Yosias keluar menghadapinya dalam pertempuran”,
kata 2 Raja, ”tetapi Necho menghadapinya dan membunuhnya di Megiddo.”
2 Kronik 35 menambahkan detail bahwa Yosias diam-diam dibunuh oleh pemanah. Pengawalnya mengangkat sang raja dari medan pertempuran, tetapi
ia meninggal di keretanya dalam perjalanan kembali ke ibu kota. Usianya tiga
puluh sembilan tahun.
Necho II tidak berhenti untuk menindaklanjuti kemenangannya. Dengan
mundurnya orang Yudea, ia melanjutkan gerakannya untuk bertemu dengan orang Assiria di bawah pimpinan Assur-unallit. Bala tentara gabungan
itu bersama-sama berusaha merebut kembali markas Assiria di Haran, yang
kini diduduki oleh sebuah detasemen Babilonia. ”Mereka mengalahkan garnisun yang ditempatkan Nabopolassar di sana”, kata Kronik Babilonia, ”tetapi
mereka tidak mampu merebut kota”.26
Kedua bala tentara melangkah mundur. Nabopolassar tidak cenderung mencoba lagi; kesehatannya lemah, ia bukan lagi seorang muda, dan Assuruballit tidak merupakan ancaman yang berarti. Necho II memutuskan
untuk berbalik dan menyelesaikan urusannya dengan Yerusalem. Sekali lagi
ia mengirim tentaranya menyerang Yerusalem, dan dengan mudah menangkap anak lelaki dan ahli waris Yosias, Yehoahaz, sebagai tawanan. Necho II
memerintahkan supaya berangkat ke Mesir, di mana ia meninggal tak lama
lalu di pembuangan. lalu Necho mengangkat anak lelaki Yosias
yang lebih muda, Eliakim, sebagai bonekanya. Ia mengganti nama Eliakim
menjadi Yoyakim — suatu tindakan tradisional yang menyatakan kekuasaan
dan kepemilikan — dan menuntut pembayaran besar berupa upeti emas dan
perak (yang dihimpun oleh Yoyakim dengan memungut pajak baru dari rakyat secara paksa).27
Pada tahun 605, Nabopolassar mengarahkan perhatiannya kembali kepada perlawanan. Orang Mesir dan orang Assiria telah mendirikan perkemahan
di Karkhemish, tetapi Nabopolassar sudah tua dan tambah uzur karena sakit.
Sebagai pengganti, ia mengirimkan anaknya, Nebukhadnezzar, ke Selatan ke
Karkhemish sebagai pemimpin pasukan untuk menyingkirkan sisa-sisa orang
Assiria.28
Kedua bala tentara bertemu di luar kota. Dalam pertempuran sengit
jajaran pasukan Mesir pecah. Necho II mulai mundur menuju Delta, dan
meninggalkan daerah-daerah Semit Barat – suatu kekalahan yang disyukuri
oleh nabi istana Yudea Yeremiah:
Inilah pesan melawan bala tentara Necho, raja Mesir
Yang dikalahkan di Karkhemish di tepi Efrat oleh Nebukhadnezzar....
Apakah yang kulihat?
Mereka ketakutan, mereka bergerak mundur, pejuang mereka telah dikalahkan.29
Tidak ada sebutan mengenai orang pelarian Assiria di salah satu catatan
kuno tentang perang itu; tampaknya pasukan Assiria disapu bersih tanpa ada
yang selamat. Assur-uballit gugur di medan perang, tetapi tentu terinjak-injak
dan menjadi mayat yang tak dapat dikenali.
Nebukhadnezzar sendiri mengikuti jejak Necho II yang bergerak mundur,
tampaknya berniat untuk menangkap dan membunuh pharaoh itu. Tetapi
bala tentaranya yang sedang melakukan pengejaran dihentikan oleh utusanutusan yang lebih cepat yang membawa berita: Nabopolassar telah meninggal
saat Nebukhadnezzar sedang bertempur di Karkhemish. Mendengar hal
itu, Nebukhadnezzar langsung menghentikan pengejaran dan kembali ke Babilon. Tahta Babilon Barat yaitu sebuah bola yang perlu ditangkap sesaat , sebelum seorang lain merenggutnya.
Sementara itu, Necho II mundur jauh ke Selatan. Ia tidak melakukan
usaha lebih lanjut untuk menegakkan kekuasaan Mesir terhadap daerah pantai Laut Tengah. Sebaliknya, ia memusatkan usahanya untuk memperkuat
diri melawan serangan-serangan lebih lanjut dari pihak mana pun yang mengklaim mahkota Dinasti Kedua Puluh Lima yang tua itu.30
Demikianlah dua dari kekaisaran kuno terbesar berakhir sebagai kekuatan di lingkup dunia. Mesir dikurung, dan Assiria tidak ada lagi. Mahkota
Babilonia telah menjadi yang paling berkuasa di dunia.
G A R I S WA K T U 5 7
yUNANI ROMA DAN BABILON
Koloni yunani menyebar Romulus
ke Asia Kecil, Aegea, Afrika, Tiglath-Pileser III
dan dataran di sekitar Laut Hitm
Shalmaneser V
Merodach-baladan
Numa Pompilius
Sargon II
Creon Athena
Sparta Menginvasi Messene Senkhareb
Tullus Hostilius Shamash-shum-ukin
Athena menguasi Attika
Ancus Marcius Kandalu
Cyclon memberontak (632) Sin-shum-ishkun
Hukum Draco
Tarquin Tua Nabopolassar
Jatuhnya Nineweh (621)
Solon (600) Nebuchadnezzar (605)
Servius Tullus (578)
K , pangeran mahkota Nebukhadnezzar naik tahta
sebagai Nebukhadnezzar II*
dan bermaksud mengambil alih dunia yang
pernah menjadi milik bangsa Asyur.
Untuk beberapa tahun, ia tidak memiliki musuh yang serius. Nekho
II, yang menjadi lemah karena kekalahannya di Karkemis, sudah dipukul
mundur ke belakang batas-batas wilayahnya sendiri. Bangsa Lydia dari Asia
Kecil terlalu kecil untuk menjadi sebuah ancaman; bangsa Scythia yang
berkelana dan suka berperang sudah semrawut; kota-kota Yunani tersedot
perhatiannya dengan letupan-letupan internalnya sendiri. Penantang yang
paling kuat dan mungkin terhadap kekuatan Babilonia yaitu bangsa Midian,
yang memimpin pasukan Persia sebaik seperti tentara mereka sendiri; Tetapi
Cyarxes, raja Midia, yaitu juga ayah mertua Nebukhadnezzar; puterinya
Amytis (yang suaminya terus pergi beroperasi militer karena pertarungan
diadakan di luar tembok-tembok Nineweh), sekarang tinggal di istana di
Babilonia.
Penaklukan-penaklukan Nebukhadnezzar dimulai di tanah Semit Barat. Ia
menempatkan sebuah garnisun di luar tembok Yerusalem, di mana Yoyakim
dari Israel berganti sekutu, menjauhi Nekho II (yang mendudukkannya
pada tahta), menjadi sekutu Babilonia. “Selama tiga tahun” menurut 2 RajaRaja 24:1, “Yoyakim menjadi vasal (negara taklukan) Nebukhadnezzar, raja
Babilonia.” Dan Josephus menambahkan, “Raja Babilonia melewati Sungai
Efrat dan merebut Suriah, kecuali Yudea … dan Yoyakim, yang ketakutan
akan ancamannya, membeli perdamaian dengan uang.”1
Pembayaran Yoyakim hanyalah taktik untuk mengulur waktu sampai ia
dapat bersekutu kembali dengan raja-raja lain. Sekalipun Karkemis sudah
ditaklukkan, Babilonia tetap dipandang sebagai sebuah kekuatan dunia.
Tetapi Yeremia, nabi istananya, memperingatkan bahwa pengambilalihan
Nebukhadnezzar tidak terhindarkan, tetapi sudah ditakdirkan Tuhan: “Raja
Babilonia pasti akan datang dan menghancurkan tanah ini, dan memutuskan
manusia maupun binatang dari tanah ini.”
Itu yaitu peringatan yang sama seperti yang diberikan oleh Yesaya tentang Sankherib dari Asyur, seratus tahun sebelumnya. Yoyakim tidak mau
mendengarnya. saat gulungan berisi peringatan Yeremia dibacakan untuknya, ia memotong-motongnya dengan pisaunya sedikit demi sedikit dan
membuangnya ke dalam tungku api yang menyala di sebelah singgasananya.2
Ia sudah mulai melaksanakan rencana-rencananya untuk memberontak terhadap majikannya yang lama, Nekho II, di belakang punggung Nebukhadnezzar.
Hal ini tidak membuat Yeremia senang juga: “Pharaoh dan rakyatnya akan
minum dari cangkir kehancuran yang sama,” janjinya, dan menambahkan
bahwa tubuh Yoyakim akan “dilemparkan keluar dan terjemur dalam panas
di siang hari dan membeku pada malam hari.”*
Tidak terkesan dengan peringatan yang mengerikan itu, Yoyakim secara
resmi memberontak melawan Babilonia segera sesudah Nekho II siap untuk
menyerang. Ia menghentikan pengiriman upeti ke Babilonia; Nekho bergerak keluar Mesir; dan Nebukhadnezzar menuju ke bawah untuk menghadapi
ancaman itu.
Di tahun 602, Nekho II dan Nebukhadnezzar berhadapan dalam perang
—dan kedua pasukan bertempur dengan kemenangan seri. Tawarikh
bangsa Babilonia (yang untuk bagian masa pemerintahan Nebukhadnezzar
ini diceritakan sedikit-sedikit) memberitahu kita bahwa perang lain terjadi
tahun berikutnya, pada tahun 601: “Mereka saling bertempur dalam medan
pertempuran,” terbaca dalam catatan tahun 601, “dan kedua belah pihak
menderita kekalahan besar … [Nebukhadnezzar] dan pasukannya berbalik
dan [pulang] ke Babilonia.Tetapi Nebukhadnezzar bukan satu-satunya pihak yang kalah. Nekho II
sudah menghabiskan banyak orang untuk mempertahankan kekuasaannya atas
tanah-tanah Semit Barat. “Raja Mesir tidak bergerak keluar dari negaranya
lagi,” menurut 2 Raja-Raja 24, “karena raja dari Babilonia sudah merebut
semua wilayahnya, dari Wadi Mesir sampai Sungai Efrat.
Sebaliknya, Nekho II berbalik kembali ke negaranya sendiri. Dia mengerjakan terusan/kanalnya sampai mengalir dari Sungai Nil Timur menembus ke
Laut Merah. Itu yaitu prestasi yang besar: “Panjang kanal itu sedemikian
rupa sehingga membutuhkan empat hari untuk berlayar,” tulis Herodotus,
“dan terusan itu digali cukup lebar untuk dua trireme (kapal perang zaman
kuno Laut Tengah) untuk berdayung menyeberanginya,”4
Satu trireme hanya
lima belas kaki lebarnya, tetapi sebuah terusan yang lebarnya tiga puluh
kaki melebar sepanjang jalan ke Laut Merah memang sebuah prestasi yang
besar.*Untuk menjaga jalan masuknya ke sungai Nil, ia membangun sebuah
benteng: Pelusium.
Ia menyewa dua pasukan tentara bayaran untuk turun dan membantunya
melatih sebuah angkatan laut; pelaut-pelaut Yunani dari kota-kota Ionia
sekitar Laut Aegia,5
dan juga, menurut Herodotus, pelaut-pelaut Finisia,
barangkali dari salah satu kota-kota Finisia (Tyre atau Sidon, atau mungkin
kota yang dibangun oleh orang Finisia dari Kartago di pantai Afrika Utara, yang
didirikan oleh cucu keponakan Yezebel, Elissa, dan cepat sekali berkembang).
Ini membantunya untuk membangun armada, yang terdiri sebagian besar
dari trireme yang jenisnya primitif: sebuah kapal perang zaman dahulu yang
dibangun sedemikian rupa sehingga dapat menabrak kapal-kapal lain. Kapalkapal ini dijangkarkan sepanjang pantai Laut Merah.6
Herodotus bahkan
bersikeras bahwa satu kru kelasi Finisia, yang didamprat untuk mengeksplorasi
Laut Merah oleh Nekho II, berlayar turun ke Selatan dan terus berlayar.
Semua orang heran, mereka muncul lagi di Pilar Herkules—daerah muara
Laut Tengah—tiga tahun lalu , dan berlayar melewati Laut Tengah terus
kembali ke Delta Sungai Nil, Sebetulnya, mereka telah mengelilingi benuaAfrika.7
Semuanya ini mematahkan tradisi orang Mesir yang membenci laut,
tetapi Nekho II, yang selalu melihat ke masa depan, dapat memandang bahwa
perdagangan yaitu taruhan yang lebih baik daripada peperangan jika ia ingin
membangun sebuah kekaisaran.
Sementara semua eksplorasi yang menarik ini terjadi di Mesir, Yehuda
terputus. Yoyakim sudah mengharapkan dukungan Mesir; sekarang ia sendirian. “Ia kecewa dengan harapannya,” komentar Josephus. “karena Mesir
pada saat itu tidak berani bertempur.”8
Tetapi Yoyakim, yang bersikap gelisah terhadap pembalasan Babilonia,
harus menunggu empat tahun lagi sementara Nebukhadnezzar membangun
kembali angkatan perangnya dan lalu mengurus urusan lain (bertempur dengan bangsa nomad di padang pasir Arabia Utara, menurut Tawarikh
Babilonia).9
Apa yang sedang terjadi di kota pada saat itu, kita tidak tahu.
Tetapi kemungkinan beberapa pejabat Yerusalem setuju dengan Yeremia tentang kebodohan dalam perlawanan terhadap Babilonia ini; Yoyakim wafat
pada tahun 597, pada usia tiga puluh enam yang relatif masih muda, dan
segera Nebukhadnezzar berangkat menuju kota itu.
Di Yerusalem, Putra Yoyakim yang masih remaja dinaikkan ke tahta.
Tetapi begitu Nebukhadnezzar mencapai tembok-tembok Yerusalem—hanya
dalam hitungan minggu sesudah Yoyakim meninggal—raja, ibunya, keluarga
istananya, para bangsawan dan semua pejabat menyerah. Mungkin mereka
ditawari semacam imunitas, sebagai ganti dari pelayanan yang mereka berikan.
Meskipun mereka ditangkap, mereka diperlakukan dengan baik: catatan-catatan Babilonia menunjukkan bahwa Yoyakhin menghabiskan empat tahun
sesudah itu tinggal di Babilonia di bawah tanggungan raja, yang diambil dari
keuangan Babilonia.10
Angkatan perang dibawa masuk ke Babilonia, tetapi tidak dihancurkan;
perbendaharaan negara dan Kuil Solomon dirampas emasnya, tetapi gedunggedung tidak dirusak atau dibakar. Nebukhadnezzar bahkan tidak mengambil
seluruh keluarga kerajaan. Ia memberikan kepada paman Yoyakhin yaitu
Mattaniah, adik laki-laki dari raja yang wafat, nama rakyat baru Zedekia, dan
mendudukkannya ke atas tahta; Josephus menjuluki pengaturan ini dengan
nama yang menyenangkan “liga bantuan timbal balik,”11 tetapi sebenarnya
Zedekia hanyalah seorang gubernur Babilonia. Walaupun begitu, Yerusalem
dengan relatif mudah dilepaskan begitu saja.
Nebukhadnezzar juga peduli terhadap hal lain selain kekuasaannya atas
kekuatan kelas tiga (yang tidak begitu berbahaya) di wilayah Baratnya. Ia
memiliki posisinya sendiri sebagai raja agung yang harus dibangun dan
dipertahankannya, dan ia mulai menjalankan ini seperti yang dilakukan oleh
para raja Mesopotamia dua ribu tahun yang lalu: ia mulai membangun. Prasastinya sendiri mencatat restorasi dan penambahan kuil sesudah kuil
di Babilonia sendiri. Babilonia yaitu rumah bagi dewa Marduk, dan
penyembahan Nebukhadnezzar terhadap Marduk juga merupakan perayaan
kemenangan Babilonia. “O Marduk, Allahku,” terbaca pada salah satu
prasasti Nebukhadnezzar, memperingati operasi militer yang berhasil
meredam pemberontakan di wilayah Baratnya, “semoga aku tetap selalu
menjadi gubernurmu yang sah; semoga aku boleh menghela kukmu sampai
aku dikenyangkan dengan anak-cucu … semoga keturunanku berkuasa
selamanya.”12
Kesalehannya sebagai penyembah Marduk masih terlihat dalam setiap
kisah purba tentang proyek-proyeknya: “Ia paling giat menghiasi kuil Bel
dan tempat-tempat suci yang lain,” tulis Berossus.13 Ia membuat jalan-jalan
upacara bagi festival Marduk, sebuah jalan yang lebarnya tujuh puluh kaki
dari tengah-tengah kompleks kuil sampai Gerbang Ishtar tempat upacara, di
sebelah Utara kota itu, sehingga dewa bisa berjalan sepanjang jalan itu pada
perayaan Tahun Baru. Tembok-temboknya di masing-masing tepinya dilapisi dengan warna biru, dihiasi dengan ukiran-ukiran singa.14 Puing-puing
Gerbang Ishtar dan jalan yang menujuk ke tempat itu menjadi salah satu
gambaran yang paling terkenal dari Babilonia kuno, bahkan meskipun mereka
berasal dari tempat yang berlawanan dengan kehidupan Babilonia.
Nebukhadnezzar juga membangun untuknya sendiri setidaknya tiga
istana, disepuh dengan lapisan emas dan perak. Dan di salah satu istana ini, ia
membangun sebuah taman.
Sisa-sisa dari taman ini tidak dapat diidentifikasikan dengan pasti (sekumpulan tembok dan kamar besar yang teratur dengan langit-langit yang
berkubah, membuka kompleks kerajaan yang utama di tepi sungai Efrat,
masih merupakan suatu kemungkinan), tetapi kemahsyurannya masih tetap
ada dalam kisah-kisah yang ditulis oleh berbagai penulis dari zaman sesudahnya.
Diodorus dari Siculus memberikan keterangan yang paling terkenal tentang taman ini dalam bukunya yang ketiga yaitu Bibliotheca Historica.
Pada zaman dahulu yaitu seorang raja yang, demi perempuannya, mempersiapkan taman ini seperti yang akan kaudengar. Selir ini, yang begitu ia
cintai dengan lembut, yaitu kelahiran Persia, dan seperti sifat negara itu, ia
memiliki hasrat yang besar untuk berdiri di atas bukit-bukit yang tinggi
untuk memandang negara di sekitarnya. Begitulah ia memohon kepada
rajanya yang berkuasa untuk membuatkannya sebuah tempat, atau sebuah
rumah peristirahatan, yang dihiasi dengan tiruan oleh ahli-ahli yang mengherankan. Jalan masuk ke dalam tempat itu yaitu sebuah bukit, dengan gedung demi
gedung dibangun dengan suatu ketinggian yang mengagumkan, sehingga
orang dapat melihatnya dari kejauhan dan dari mana saja. Ada kubah-kubah
yang dibuat di bawah tanah yang mengusung berat kebun ini; satu kubah
dipasang di atas kubah lainnya, dan semakin tinggi gedung itu maju, semakin
besarlah kubahnya. Pada kubah-kubah bagian teratas, tembok-tembok dari
kebun ini didirikan fondasi dan dipasang, dua puluh dua kaki tebalnya …
Terdapat bak air dalam trotoarnya. Dan dalam kebun ini ada berbagai macam
pohon, yang enak dilihat, dan padang rumput yang hijau. Lebih-lebih lagi
ada saluran, yang dengan ahli mengalirkan air untuk menyediakan irigasi
untuk tanah.15
“Perempuan kelahiran Persia” ini kemungkinan sama sekali bukan orang
Persia, tetapi Midia: tidak lain daripada Amytis, puteri Cyarxes, raja tinggi
Midia. Taman-taman ini — yang mendapat sebutan “Taman Gantung” dari
keterangan ini merupakan formasi terbalik ziggurat, setiap tingkat digantungi
oleh setingkat lagi yang menggantung di bawahnya — menjadi terkenal tidak
hanya karena melewati waktu, tetapi juga ruang. Hampir setiap pakar sejarah
kuno yang menggambarkan Babilonia menyebutnya, dan dari beberapa foto
ini kita dapat menggambarkan taman-taman yang paling terkenal dalam masa
purba ini: Surganya seorang panglima perang. “Ia memerintahkan orang
membangun teras dengan batu tinggi yang dibangun sedemikian rupa sehingga
memberikan penampilan seperti pegunungan yang ditanami dengan berbagai
jenis pohon,” tulis Berossus. “Dia membangun dan menyiapkan apa yang
disebut Taman Gantung untuk istrinya, yang mencintai pegunungan karena
ia dilahirkan di Midia.”16
Gedung-gedung itu yaitu gedung perdamaian. Tetapi Nebukhadnezzar
memiliki urusan yang serius juga dalam pikirannya. Dia menyuruh orangorangnya membuat tembok ganda Babilonia, memperkuatnya sampai tembok
bagian dalam yang berdiri dua puluh satu kaki tebalnya dan tembok luarnya
setiap enam kaki diberi menara pengawas. Parit yang digali sebagian sudah
melindungi satu sisi kota; Nebukhadnezzar menyuruh orang menggali sisanya
sekeliling kota, sehingga Babilonia dikepung oleh sabuk air sepanjang empat
puluh kaki.17 Dan lalu di sisi Timurnya, ia membangun tembok lain
lagi. Tembok ini lalu digambarkan oleh serdadu Yunani, Xenophon,
sebagai “Tembok Midia,” yang merentang dari sungai Efrat sampai Tigris,
peninggalan dari tembok yang dibangun sejak lama oleh raja Sumeria ShuSin untuk menghalangi invasi bangsa Amorit.*
Tetapi tembok ini memiliki
kegunaan lain: “Ia memasang tembok-tembok itu,” tulis Berossus, “sehingga siapa pun yang bermaksud menyerbu kota tidak dapat lagi mengalihkan
aliran sungai.”18 Kerusakan Nineweh yang baru-baru ini membuatnya waspada terhadap air.
Di bawah Nebukhadnezzar, kota Babilonia tumbuh dengan pesat: komentar Aristoteles, “Dikatakan bahwa saat Babilonia direbut, sebagian besar dari
kota tidak menyadarinya sampai tiga hari lalu ,” karena begitu besarnya
kota itu.19 Tetapi meskipun semua gedung itu ada, mungkin Nebukhadnezzar tidaklah sekuat seperti yang terlihat. Pada tahun 595, ia terpaksa memadamkan pemberontakan di ibu kotanya sendiri; ia memerlukan dua bulan untuk
mengalahkan para pemberontak, yang berarti bahwa angkatan perang (mungkin sudah lelah dengan pertempuran yang tiada akhir) terlibat juga.20
Dan lalu ada bukti dari Mesir yang harus dipertimbangkan.
Nekho II, yang dua kali muncul menghadapi Nebukhadnezzar tanpa hasil,
sekarang sudah wafat. Ia meninggal pada tahun 595, dua tahun sesudah bertempur di luar Delta, dan tahtanya dilanjutkan oleh putranya Psammetichus
II.
Psammetichus II mewarisi sebuah kompleks kemiliteran Mesir yang sekarang meliputi angkatan laut. Ia menggunakan angkatan laut ini bukan untuk
perdagangan, tetapi untuk kembali kepada cara kekuasaan lama Mesir. Ia
mengadakan ekspedisi ke bawah masuk Nubia, yang sudah lama jauh dari
jangkauan para pharaoh Mesir, membawa bersamanya dua divisi: sebuah
divisi Mesir yang dipimpin oleh Amasis, seorang jenderal Mesir, dan sebuah
divisi Yunani yang dipimpin oleh seorang panglima tersendiri. Ia sendiri menempatkan diri di Aswan, tetapi kedua divisinya bertempur ke arah Selatan.21
Angkatan perang ini dikenang dengan adanya grafiti yang ditulis oleh orang
Yunani, yang tidak punya kekaguman khusus terhadap masa lalu Mesir, yang
mencoretkan pada kaki patung besar Rameses II di Abu Simbel: “Ini ditulis
oleh mereka yang berlayar bersama Psammeticus,” terbaca,” .. [yang] datang
dari Kerkis sejauh sungai mengalir. Mereka yang berbicara dalam bahasa asing
dipimpin oleh Potasimto, orang Mesir dipimpin oleh Amasis.”22
Napata disulut dengan obor, dan 4200 orang Nubia mati atau ditangkap.23
Zedekia, yang mendengar tentang penaklukan-penaklukan ini, mengirim
berita kepada Psammetichus II; jika Mesir mau menyerang Nebukhadnezzar,
Yerusalem akan bergabung dengannya. Ia “akan memberontak bersama orang
Mesir,” tulis Josephus, “dengan harapan bahwa dengan bantuan mereka, orang
Babilonia bisa diatasi.”24
Nebukhadnezzar pasti kelihatan gampang diserang, karena Psammetichus
II setuju untuk datang. Dia menggerakkan angkatan perangnya keluar dari
Delta, suatu kekuatan gabungan dari tentara bayaran Mesir dan Yunani,
melakukan perjalanan menuju peperangan di darat dengan cara tradisional.
Sebagai jawaban, angkatan perang Babilonia yang sudah tiba terlebih dahulu
di tembok-tembok Yerusalem untuk mencari tahu mengapa upeti Zedekia
terlambat, menarik diri dan menuju ke bawah untuk menghadapi ancaman
itu.
Nabi Yeremia, masih meramalkan kiamat, memperingatkan Zedekia
bahwa yang terburuk masih akan datang. “Angkatan perang Pharaoh, yang
bergerak keluar untuk mendukungmu, akan pulang kembali ke negaranya,” ia memberi tahu. “lalu orang Babilonia akan kembali… Jangan mengelabui diri kalian sendiri dengan berpikir bahwa ‘orang Babilonia pasti akan
meninggalkan kita.’ Mereka tidak akan! Bahkan seandainya kamu mampu
mengalahkan seluruh angkatan perang Babilonia, dan hanya orang-orang
yang terluka yang tertinggal di dalam kemah mereka, mereka akan keluar dan
membakar habis habis kota.”25
Ini yaitu suatu mosi tidak percaya yang kuat, tetapi Zedekia tidak
mendengarkan dan Yeremia berakhir di dalam sumur di mana tidak ada seorang pun yang bisa mendengarkannya. (“Ia menakut-nakuti para serdadu!”
keluh salah seorang perwiranya, dengan sedikit membenarkan dirinya.)
Sementara itu Nebukhadnezzar “menghadapi orang Mesir, dan terlibat perang
dengan mereka, dan mengalahkan mereka; dan sesudah ia membuat mereka
melarikan diri, ia mengerjar mereka, dan mengusir mereka keluar dari seluruh
Suriah.”26 Psammetichus II pulang kembali ke rumah. Baru beberapa minggu
lalu , dalam bulan Febuari tahun 589, ia meninggal, dan dilanjutkan
oleh putranya, Apries. Kalau Zedekia pergi ke Selatan lagi untuk meminta
bantuan dari Mesir (seperti yang lalu ditulis oleh nabi-nabi Yeremia dan
Yehezkiel), pesan-pesan itu diabaikan. Apries sudah belajar dari kesalahan
ayahnya dan tidak bermaksud untuk menentang si raja agung.*
Nebukhadnezzar lalu bertempur dalam perjalanan pulangnya
menuju tembok-tembok Yerusalem. Tentara Zedekia menguasai kota-kota
benteng Azekah dan Lakish, yang berada di garis depan pertahanan terhadap
invasi Babilonia; tetapi kota-kota ini jatuh, satu per satu. Kekalahan yang
menyakitkan dan pelan terekam pada serpihan-serpihan pecah-belah yang
diketemukan di Lakish, yang dikirimkan oleh tentara-tentara dari sana yang
berada di luar wilayah pertahanan, dan yang sedang beristirahat dari serangan.
Serangan itu akan mencapai Azekah dulu.
“Biarlah rajaku tahu,” terbaca dalam salah satu pecahan, “bahwa kami
tidak dapat lagi melihat isyarat-isyarat dari Azekah.”27 Azehkah sudah jatuh.
Sinarnya telah dipadamkan, dan tidak lama lalu gelombang Babilonia
yang gelap akan menelan Lakish juga, dan lalu membersihkan temboktembok Yerusalem.
Penyerbuan itu berlangsung dua tahun. Menurut Josephus, penyerbuan
itu dibarengi dengan “kelaparan dan wabah penyakit sampar ,” dan kelaparanlah yang akhirnya mengakhiri penyerbuan itu. Pada tahun 587, Zedekia
sudah kapok. Ia mencoba melarikan diri, kelihatannya tanpa memikirkan
sisa rakyatnya, yang tertinggal sendirian menghadapi kemarahan Babilonia. Kelaparan itu sudah menjadi begitu hebat sehingga tidak ada makanan yang
bisa dimakan rakyat,” tulis pakar sejarah dari 2 Raja-Raja. “lalu tembok
kota diterobos, dan seluruh angkatan perang melarikan diri di malam hari
melalui gerbang di antara dua tembok dekat kebun raja, meskipun orangorang Babilonia sedang mengepung kota itu. Mereka melarikan diri menuju
Lembah Yordan, tetapi tentara Babilonia mengejar raja dan mengepungnya
di dataran Yeriko. Semua tentaranya terpisahkan darinya dan tersebar, dan ia
tertangkap.”28
Nebukhadnezzar, yang biasanya tidak jahat dan serampangan seperti karakteristik raja Asyur, telah dibuat gusar sampai ingin membalas dendam.
saat Zedekia diseret ke depannya di perkemahan tentaranya, ia menyuruh
putra-putra raja itu—yang masih anak-anak—dibunuh di depan matanya,
dan lalu mata Zedekia dibutakan, sehingga pemandangan yang terakhir
yang pernah dilihatnya yaitu hukuman mati atas keluarganya.
Zedekia dikembalikan ke Babilonia dengan terantai; semua pejabat
utamanya dan para imam kepala dihukum mati persis di luar perkemahan
tentara; dan Nebukhadnezzar memerintahkan para panglimanya untuk membakar Yerusalem. Tembok-tembok diruntuhkan, rakyat kota disuruh berbaris
menuju pembuangan; istana raja, rumah-rumahnya, gedung bendahara negara
dan Kuil Solomon semuanya terbakar. Orang Yahudi dimukimkan kembali
ke seluruh Babilonia dan beberapa melarikan diri ke Mesir juga. Itulah awal
dari penyebaran yang berlangsung selama dua milenium. “Dan dengan cara
begitulah ras raja Daud mengakhiri kehidupan mereka,” Josephus menyimpulkan.29
S , para sekutu Nebukhadnezzar yaitu bangsa Midia, di bawah
ayah mertuanya Cyarxes, terus berperang ke arah Asia Kecil. saat Yerusalem
jatuh, orang Midia sudah mencapai perbatasan Lydia.
Lydia, yang dijajah oleh bangsa Krim seratus tahun sebelumnya telah
mengumpulkan kembali kekuatan mereka. Beberapa orang Lydia telah bermigrasi menyeberang ke Thrace, dan mungkin dari sana jauh ke Barat; tetapi
yang lain menetap, dan cucu buyut Gyges yaitu Alyattes sekarang menjadi
raja mereka. Di bawah kepemimpinannya, tentara Lydia menghadapi bangsa
Midia dan melawan mereka sampai menemui jalan buntu.
Dari tahun 590 sampai 585, kedua angkatan perang berhadapan di seberang sungai Halys, tidak satu pihak pun berhasil mengambil kesempatan.
Herodotus memberi komentar bahwa selama lima tahun itu, “meskipun
banyak pertempuran dimenangkan oleh pihak Midia, tetapi banyak juga yang
dimenangkan oleh pihak Lydia juga.”30 Jadi, pada tahun 585, Nebukhadnezzar
turun tangan untuk menyelesaikan jalan buntu itu. Dia mengirimkan perwira angkatan perang Babilonia bernama Nabonidus untuk membantu mengatur
gencatan senjata di antara kedua pasukan. Nabonidus kelihatannya berhasil
melaksanakan tugasnya dengan baik; kedua raja setuju untuk berdamai, yang
disahkan dengan perkawinan dari putri Alyattes yaitu Aryenis dengan putera
Cyarxes, pangeran Midia, Astyages.31
Mungkin lebih masuk akal jika Nebukhadnezzar mengirimkan sebuah
pasukan untuk menolong pihak Midia menaklukkan pihak Lydia, daripada
mengacaukan dengan perjanjian perdamaian. Tetapi sekarang Cyarxes sudah
menjadi raja Midia dan Persia selama empat puluh tahun. Ia yaitu seorang
lelaki tua, dan sakit, dan siap untuk berhenti berkelahi. Baru sebentar sesudah
sumpah perdamaian dan perkawinan raja berlangsung, ia harus beristirahat,
dan wafat tidak lama lalu . Astyages menjadi raja Midia dan Persia
menggantikannya, tetapi ia tidak meneruskan perang lagi; ia membawa istrinya pulang.
Mungkin Nebukhadnezzar tidak mengirim pasukan Babilonia karena ia
sendiri menderita sakit.
Masa pemerintahan Nebukhadnezzar—khususnya akhirnya—dihantui
oleh tanda-tanda misterius akan adanya sesuatu yang salah. Kisah yang paling
lengkap dari masa-masa sulit ini dapat ditemukan dalam Kitab Daniel yang
menggambarkan kehidupan dari empat orang dari tangkapan Yahudi yang
diseret ke Babilonia, dan dilatih kembali oleh para perwira Nebukhadnezzar
untuk dijadikan orang Babilonia. Salah satu dari tangkapan ini yaitu
Daniel sendiri yang dipanggil untuk menafsirkan mimpi Nebukhadnezzar
yang merisaukan; raja melihat di malam hari, sebuah pohon besar dengan
daun-daun yang indah, dipenuhi buah, menaungi hewan-hewan di bawahnya
dan burung-burung di cabang-cabangnya; dan lalu ia melihat pohon
itu ditebang, digunduli dan dipotong-potong, batangnya diikat dengan
perunggu.
Disebabkan karena kedua raja Asyur dan Babilonia sama-sama menyembah pohon suci sebagai sumber kekuatan mereka, mimpi ini memukul
Nebukhadnezzar sebagai pertanda buruk. Daniel yang diminta untuk menafsirkan, membenarkan sifat negatif dari mimpi itu: ia meramalkan bahwa raja
akan diserang oleh kegilaan dan kehilangan kekuasaannya untuk beberapa
waktu. Benar juga, Nebukhadnezzar kehilangan kewarasannya: “Ia terkucilkan dari antara orang-orang dan makan rumput seperti ternak. Tubuhnya
dipenuhi dengan embun dari langit sampai rambutnya tumbuh seperti bulu
burung rajawali dan kukunya seperti cakar burung,” suatu kondisi yang berlangsung selama tujuh tahun.32
Cerita ini, tentu saja, lebih dibesar-besarkan oleh komentar orang Yahudi
sesudahnya dalam kitab-kitab biblis, yang mencoba untuk membuat transformasi ini lebih masuk akal. Dalam kesusastraan biblis tidak biasa, ada cerita
orang dihukum dengan diubah menjadi hewan. Pada karangan yang lebih
mutakhir, Kehidupan Para Nabi—sebuah kisah anonim tentang kehidupan
berbagai nabi Yahudi, mungkin ditulis sekitar 100 M—melihat transformasi
sebagai simbol dari tirani Nebukhadnezzar. Kehidupan Para Nabi menggambarkan Nebukhadnezzar waras, meskipun begitu badannya separuh hewan:
Karena kepalanya dan bagian depannya yaitu kepala kerbau, kaki-kakinya dan bagian belakangnya yaitu kaki-kaki dan bagian belakang singa …
Itu yaitu gaya para tiran sehingga … pada tahun-tahun terakhirnya mereka
menjadi binatang buas.33
Ini yaitu kebalikan dari syair kepahlawanan Gilgamesh, di mana Enkidu si
manusia liar menyerupai manusia tetapi berkelana di padang-padang, makan
rumput seperti hewan. Dalam syair kepahlawanan Gilgamesh, Enkidu yaitu
bayangan seorang raja yang tirani, bayangan sisi seorang raja yang tidak beradab, suka merebut kekuasaan, yang harus digulat dengan dan dijinakkan
sebelum kerajaannya dapat sejahtera. Dalam cerita Gilgamesh dan Enkidu,
seorang manusia menjadi seorang raja yang baik (dan bayangannya lebih
seperti manusia) saat ia menepiskan godaan untuk menjalankan kekuasaannya tanpa batas. Tetapi Nebukhadnezzar berjalan ke arah sebaliknya, terus
naik menjadi otokratis dan tenggelam dari raja yang agung menjadi eksistensi
hewan.34
Meskipun tempatnya yang menarik perhatian dalam imaginasi tetangga-tetangganya, Babilonia yaitu pusat sebuah kerajaan untuk waktu yang
singkat. Hamurabi menjadi raja agungnya yang pertama; Nebukhadnezzar
yang pertama yaitu yang kedua; Nebukhadnezzar II hanyalah raja agungnya
yang ketiga dan terakhir. Babilonia tidak terbiasa dengan kaisar.
Dan demikianlah Sumeria kuno yang tidak nyaman dengan kerajaan
dibangkitkan kembali dalam cerita kegilaan Nebukhadnezzar. Nebukhadnezzar
pun dikuasai oleh sifat kebinatangan dalam dirinya. Daniel, yang lahir dalam
sebuah bangsa yang memilih rajanya melawan kemauan Tuhannya berabadabad sebelumnya, memberikan komentar teologis untuk menyimpulkan
kisahnya: manusia takut akan kerajaan karena setiap manusia menginginkan
kekuasaan dan karena bernafsu, dirusakkan oleh nafsu itu. G A R I S WA K T U 5 8
ROMA DAN BABILONIA PERSIA
Sargon II
Sankherib
Tullus Hostilius Shanmash-shum-ukin
Cyirus I
Ancus MarciusKandalu
Cyarxes
Sin-shumishkun
Tarquiniusi Tua Nabopolassar
Runtuhnya Minewah (612)
Nebukhadnezzar (605-562)
Runtuhnya Yerusalem (587) Astyages
Servius Tullus (578) Kambises I
D sebelah , raja Midia Astyages, raja tinggi
dari bangsa Midia dan Persia, mengalami mimpi buruknya sendiri. Istrinya
yang keturunan Lydia, Aryenis melahirkan seorang putri yang dinamai
Mandane beberapa tahun sebelumnya, dan sekarang Mandane sudah
mendekati usia yang cukup untuk menikah. “Ia bermimpi,” tulis Herodotus,
“bahwa ia buang air kecil begitu banyak sehingga tidak hanya memenuhi
kota, tetapi bahkan membanjiri seluruh Asia.”1
Ini selain menjijikkan juga
menjadi masalah; dan orang-orang bijaksananya, yang dimintai pendapat,
meramalkan bahwa seorang anak dari Mandane akan menjadi dewasa dan
mengambil alih kerajaan.
Astyages kenyataannya tidak memiliki putra, dan cucunya bisa saja
menjadi pewarisnya, jadi penafsiran itu tidak perlu menjadi berita buruk.
Tetapi, ia sangat sadar bahwa ayah dari anak Mandane mungkin tidak akan
rela melihat mahkota kerajaan lewat langsung dari kakek ke cucu.
Jadi, ia memilihkan suami untuk putrinya dengan hati-hati: bukan salah satu
dari para bangsawan Midia yang ambisius yang mengelilinginya di Ekbatana,
tetapi seorang laki-laki yang lebih rendah (dan lebih jauh). Ia mengirimkan
Mandane pergi ke Anshan untuk menikahi raja taklukannya Kambises, putra
dari Cyrus I, dan pewaris dari pimpinan bangsa Persia. Kambises sudah bersumpah setia kepada maharaja Midiaa, dan Astyages ternyata tidak terlalu
menganggap serius ambisinya.
Mandane hamil hampir segera (Kambises mungkin bukan orang yang ambisius, tetapi dia subur). Pada saat itu Astyages mendapat mimpi lain lagi,
kebalikan dari mimpi Nebukhadnezzar tentang sebuah pohon suci yang
roboh; sebuah pohon anggur tumbuh dari putrinya dan melingkari sekitar
wilayahnya. Atas hal ini, orang-orang bijaksananya memberitahunya bahwa
putra putrinya tidak hanya akan meneruskan tahtanya, tetapi akan menggantikannya memerintah.
Jadi Astyages mengundang putrinya berkunjung ke Ekbatana, di mana ia
tinggal dalam kemewahan istana, menunggu kelahiran bayinya. Sementara
itu ia merencanakan untuk melenyapkan anak itu. Kelihatannya Kambises
tidak memiliki pilihan lain kecuali merelakan istrinya dan putranya yang
belum lahir; Mandane pun tidak dapat menolak untuk datang.
Mandane melahirkan seorang putra yang dinamainya Cyrus mengikuti
nama ayah suaminya. Astyages yang ingin sekaligus, menghindari rasa bersalah
karena membunuh seorang anak yang bertalian darah dan untuk mempertahankan kemampuannya untuk menyangkal, menyuruh sepupu dan perwira
utamanya, Harpagus untuk melenyapkan bayi itu. Tampaknya Astyages berharap bahwa mereka semua akan berpura-pura mengatakan bahwa si bayi
mati waktu lahir, Mandane lalu akan pulang, dan ancaman atas tahtanya akan hilang.2
Harpagus juga tidak ingin berbuat sesuatu yang akan kembali lagi menuntut kepalanya di lalu hari. Solusinya yaitu , tidak seperti solusi
Astyages, menyerahkan pekerjaan itu kepada orang lain: “Anak itu harus
mati,” ia menyimpulkan, “tetapi harus salah satu dari pihak orang Astyages
sendiri yang melakukan pembunuhan dan jangan dari pihakku.”
BABYLONIA MIDIA LYDIA PERSIA
Gyges
Ardys
Selyattes
Nebopolossar Cyarxes Alyattes Teispes
Nebukhadnezzar Amytis Astyages Aryenis Croesus Cyrus I
Mandane Cambyses I
Cyrus II (Agung)
Kambises
Begitulah ia menyerahkan bayi itu kepada salah satu penggembala Astyages,
yang segera membawanya pulang dan memberikannya pada istrinya, yang
baru saja melahirkan bayi yang mati. Si penggembala sebaliknya meletakkan
mayat anaknya sendiri di luar di daerah pegunungan, dan melapor kembali
kepada Harpagus bahwa perbuatan itu sudah dilaksanakan. Dan Cyrus tumbuh di gubug si penggembala.
Cerita ini, yang diceritakan oleh Herodotus, jelas merupakan sebuah pengulangan dari suatu risiko biasa yang juga memperlihatkan penunjukan seorang
raja secara ketuhanan: seorang bayi, secara ajaib dipelihara, tumbuh menjadi
seorang pemimpin besar, berkat pemeliharaan Tuhan yang jelas terpampang
sejak awal kehidupannya. Tetapi dalam kasus Cyrus, cerita Herodotus juga
menunjukkan ketegangan hubungan politik antara Midia dan Persia. Pihak
Midia yaitu ras yang memerintah, tetapi anak dari raja taklukan Persia tidak
bisa dengan seenaknya dibunuh, meskipun oleh maharajanya sendiri.
Terjadilah hal yang tak terhindarkan; Cyrus yang sudah berumur sepuluh
tahun diketemukan oleh kakeknya yang melihatnya sedang bermain di sebuah
lapangan umum di mana ia sedang memimpin anak-anak laki lain dari desa
itu. Sekarang sudah terlambat untuk membunuhnya, karena bahkan tidak
ada yang dapat berpura-pura bahwa itu hanyalah sebuah kecelakaan. Astyages
mencari jalan keluar yang terbaik dari situasi itu dengan mengakui orang tua
anak itu. Orang bijaksananya meyakinkannya bahwa dengan bermain peran
sebagai raja, Cyrus muda sudah memenuhi pertanda mimpi anggur itu, jadi
Astyages mengirimkan Cyrus kembali kepada ke Anshan, ke rumah orang
tuanya yang belum pernah melihatnya.
lalu ia memanggil Harpagus. Tertangkap basah, Harpagus mengakui
bahwa ia menyerahkan tugasnya ke pangkuan orang lain. Astyages berlaku
seolah-olah ia berencana untuk menerima permohonan maaf sepupunya itu:
“Semuanya baik-baik saja,” ia meyakinkan Harpagus. “Aku marah sekali
karena perlawanan putriku” (kita mengira ia tidak terlalu mempermasalahkan
itu) “dan aku merasa tidak enak sama sekali atas apa yang sudah kuperbuat.
Suruhlah putramu datang ke istana untuk bertemu dengan sepupunya, dan
kita akan berpesta.”
Harpagus menyuruh putranya yang masih muda sendiri ke istana;
Astyages menyuruh anak itu dibunuh, dipanggang, dan dipakai sebagai
hidangan utama dalam pesta malam itu. “saat ia memperkirakan
bahwa Harpagus sudah kenyang,” tulis Herodotus, “Astyages menanyakan
kepadanya apakah ia menikmati santapannya. Harpagus mengiyakan, sangat
menikmati. lalu para pelayan membawakan kepala, tangan dan kaki
anak itu.” Harpagus yang melihat sisa-sisa tubuh anaknya, “tetap menguasai
diri.” Ia mengatakan pada Astyages bahwa “raja tidak pernah salah”. Lalu ia
mengambil sisa tubuh putranya dan pulang.”3
Seandainya cerita di atas benar-benar terjadi, kita dapat menyimpulkan
bahwa orang Midia terlalu suka menekan perasaan dalam tingkat yang luar
biasa. Membaca apa yang tersirat, kita akan melihat gambaran yang lebih
tidak menyenangkan dan rumit: seorang raja Midia, yang semakin terpuruk ke dalam semacam penyakit jiwa paranoid yang makin memburuk,
dengan kekuasaan yang cukup lalim untuk memerintahkan pejabat kerajaannya melaksanakan tindakan-tindakan yang buruk terhadap bangsa Midia
lain; seorang pejabat Midia, yang dikepung oleh tentara sepupu rajanya, menyaksikan anaknya berjalan menuju kematiannya yang mengerikan; seorang
keluarga kerajaan Persia yang harus mematuhi perintah-perintah rajanya,
namun tidak mampu merendahkan raja di depan umum; dan sekelompok
rakyat biasa Persia yang harus diperlakukan dengan hati-hati supaya tidak
bangkit dan protes.
Astyages masih tetap diakui sebagai maharaja bangsa Midia dan Persia.
Ia masih menjadi kakak ipar raja Babilonia, dan ia masih menjadi penguasa
kedua (atau mungkin ketiga) terbesar yang dikenal dunia. Tetapi kembali
ke Anshan, Cyrus sedang tumbuh dewasa di lingkungan Kambises, raja
Persia, dengan seorang ibu yang membenci ayah Midia. Di istana itu sendiri,
Harpagus, yang masih melayani sepupunya dengan tenang, sedang merencanakan balas dendam jangka panjang: lauk yang dihidangkan dalam keadaan
dingin. Astyages bukannya tidak menyadari kebencian ini. Ia menempatkan
seorang penjaga pada tiap jalan dari Anshan ke Ekbatana, sehingga tidak ada
yang dapat menggerakkan angkatan perang ke istananya tanpa diketahuinya.
N sebagai raja dari sebuah wilayah yang sangat luas,
sesudah empat puluh tiga tahun berkuasa. Tetapi kita bahkan tidak tahu di
mana tubuhnya dimakamkan. Yang muncul dari catatan-catatan yang sepotong-sepotong yaitu sebuah periode enam tahun yang kacau. Putranya
Amel-Marduk*
yaitu pewaris yang jelas; tetapi kelihatannya hubungan antara
ayah dan anak ini tidak baik. Ada semacam kebencian yang muncul dalam
cerita biblis tentang pembebasan Yoyakhin oleh Amel-Marduk segera sesudah
raja tua itu meninggal, tindakan mana, tidak diragukan lagi, melawan keinginan Nebukhadnezzar. “Pada tahun saat Ewil-Merodakh menjadi raja
Babilonia,” menurut 2 Raja-Raja, “ia melepaskan Yoyakhin dari penjara pada
tanggal ke dua puluh tujuh dari bulan ke dua belas. Dia berbicara dengan ramah kepadanya dan memberinya kursi kehormatan … Lalu Yoyakhin melepaskan baju penjaranya dan untuk selama sisa hidupnya ia makan dengan
teratur di meja raja.”4
Menurut tradisi yang lebih mutakhir, yang diteruskan
oleh pakar sejarah berkebangsaan Yahudi dari abad ke dua belas, Jerachmeel,
dikatakan bahwa Nebukhadnezzar sebetulnya memenjarakan Amel-Marduk
karena pengkhianatan, dan bahwa saat Amel-Marduk dibebaskan sesudah
kematian Nebukhadnezzar, ia mengambil tubuh ayahnya dari makamnya dan
melemparkannya kepada burung nasar untuk dimakan.5
Dari cerita ini kita
dapat mengambil kesimpulan bahwa Nebukhadnezzar dan putranya tidak saling mengasihi.
Tawarikh Babilonia terpecah-pecah, tetapi Berossus, seorang pakar
tawarikh dari para pharaoh, menyimpan cerita yang dramatis: Amel-Marduk
“berkuasa dengan tidak teratur dan tidak memiliki hormat pada hukum,”
sehingga suami saudara perempuannya merencanakan pembunuhannya
dan lalu mengambil alih kekuasaan sesudah kematiannya. Tetapi ia
hanya berkuasa selama empat tahun; dan saat ia mati, putranya LabashiMarduk, “masih seorang anak-anak, meneruskan tahta, dan berkuasa selama
sembilan bulan. Tetapi karena cara-caranya yang jahat, teman-temannya
berkomplot melawannya dan ia dipukuli sampai mati.”6
Penulis-penulis lain
dari masa yang sama menceritakan hal yang sama: Amel-Marduk “dibunuh
oleh sanak-keluarganya,” menurut pakar sejarah Yunani, Megasthenes, dan
Labashi-Marduk “juga kematiannya disebabkan oleh kekerasan.”7
Orang yang akhirnya mendapatkan makhkota Babilonia yaitu Nabonidus,
perwira angkatan perang yang membantu perundingan perjanjian perdamaian antara bangsa Midia dan bangsa Lydia tiga puluh tahun sebelumnya.
Ia sekarang sudah memasuki usia enam puluh tahun, dengan seorang putra
yang sudah berumur empat puluh tahun, dan memiliki pengalaman baik
sebagai seorang tentara dan seorang anggota istana.8
Tetapi ia tidak punya
darah raja. Diperkirakan dia berasal dari kota Haran, karena ibunya yang
hidupnya lama, Adda-Guppi, sudah menjadi imam wanita dari dewa bulan
Sin selama bertahun-tahun di sana. Sebuah prasasti di Haran menulis tentangnya: “Raja Babilonia, putra dan keturunan dari jantungku,” terbaca pada
prasasti itu, “seratus empat tahun yang mujur dalam kehadiran Sin, raja dari
segala dewa, kepadaku ia ada dan menyebabkan aku hidup.”9
Ini yaitu suatu warisan kehormatan, tetapi tidak bersifat kerajaan,
seperti diakui oleh Nabonidus sendiri. Dalam prasastinya sendiri yang
terkenal, sebuah silinder yang menggambarkan restorasinya atas kuil-kuil di
kota Haran dan Sippar, Nabonidus menulis, “Saya yaitu Nabonidus, yang
tidak memiliki kehormatan menjadi seseorang; kerajaan tidak ada dalam
diriku.”10 Bagaimanapun juga kedudukannya kelihatannya didukung sekaligus oleh para perwira angkatan perang dan pejabat negara, Tawarikh Babilonia
hilang dari awal masa pemerintahannya, tetapi prasastinya memberi tahu
kita, “Mereka membawaku ke tengah-tengah istana, dan menundukkan diri
mereka di bawah kakiku dan mencium kakiku dan menghormati kerajaanku
… Untuk Nebukhadnezzar yang mendahului aku, aku yaitu perwakilannya
yang kuat … pasukan-pasukan angkatan perang telah dipercayakan ke dalam
tanganku.”11
Babilon yang diserahkan pada Nabonidus sudah dilemahkan oleh enam
tahun perkelahian dalam negeri, dan Nabonidus tidak lagi memiliki
sumber uang untuk mendesak ke Selatan melawan Mesir seperti para pendahulunya. Tetapi ia tetap raja dari kekaisaran yang hebat. Ia tidak memiliki
banyak musuh. Di sebelah Timurnya, Astyages masih tetap raja dari bangsa
Midia dan Persia, dan masih merupakan sekutunya yang setia. Kambises, raja
Persia, sudah wafat pada tahun 559, tiga tahun sebelumnya dan Cyrus muda
menjadi penguasa bangsa Persia (“Cyrus menjadi raja Persia pada tahun pembukaan Olimpiade ke Lima Puluh lima,” kata pakar sejarah Yunani Diodorus
Siculus, dan ia menambahkan bahwa semua pakar sejarah setuju dengan tanggal ini);12 tetapi sejauh ini ia belum menunjukkan niatnya yang buruk tentang
percobaan pembunuhan kakeknya terhadapnya pada waktu ia masih bayi. Ia
tetap setia pada maharaja Midia, dan juga setia pada Babilonia.
Di sebelah Barat Daya, bangsa Lydia dari Asia Kecil yang kuat sekarang
dikuasai oleh Croesus, putera Alyattes, yang memperluas kekaisaran lebih
jauh lagi; Orang Frigia yaitu rakyat Lydia, dan orang Lydia bersekutu
dengan kota-kota Ionia Yunani sepanjang pantai. “Sardis berada dalam
puncak kesejahteraannya,” komentar Herodotus, “dan dikunjungi … oleh
setiap orang Yunani terpelajar yang hidup pada saat itu, termasuk Solon dari
Atena,” yang dalam masa pengasingan sepuluh tahunnya dari kota. Jalanjalan perdagangan Asia Kecil memberikan Croesus kekayaan sebanyak Midas
pendahulunya, dua ratus tahun sebelumnya; dan seperti Midas, Croesus
memiliki reputasi sebagai orang terkaya di dunia.
Nabonidus mengajak Croesus untuk mengadakan persekutuan resmi antara
tahta Babilonia dan Lydia. Ia juga berdamai dengan Mesir. Sebetulnya, dalam
waktu yang pendek sepertinya ia tidak memiliki musuh sama sekali.
Tetapi memang hanya untuk waktu yang singkat.
Cyrus belum melupakan kejahatan-kejahatan kakeknya; pasti ibunya
juga membantunya mengingatkannya. Ia yaitu yang paling pemberani dan
paling disukai dari generasinya,” menurut Herodotus. Keluarganya sendiri,
Achaemenids termasuk dalam suku Pasargadae, yang merupakan marga yang
terbesar dan paling kuat dari seluruh marga di Persia. Orang-orang ini sudah
berada di pihaknya, seandainya ia memilih untuk memberontak melawan
dominasi Midia, dan ia mulai meyakinkan suku-suku lain satu per satu untuk
bergabung dengannya, dan Cyrus mendapatkan banyak pihak yang menyetujui pesannya: “Bebaskan dirimu dari perbudakan .. setidaknya kamu sederajat
dengan bangsa Midia dalam segalanya, termasuk dalam peperangan!”13
Tambahan lagi, Harpagus tua berada di sisinya. “Ia sudah menemui semua
orang penting Midia, satu per satu,” kata Herodotus, “ dan mencoba untuk
meyakinkan pentingnya menetapkan Cyrus sebagai pemimpin dan membawa
pemerintahan Astyages kepada akhir.” Kemungkinan tingkah laku Astyages
sudah makin bertambah kejam, karena satu per satu bangsa Midia menyeberang mengikuti rencana Harpagus.
saat semua sudah siap, Cyrus dan bangsa Persianya mulai bergerak
menuju Ekbatana. Pengawas Astyages menaikkan tanda bahaya. Raja tua
itu, masih belum pikun, memerintahkan agar orang-orang bijaksana, yang
dulu menafsirkan mimpinya telah menjadi kenyataan, dilempari lembing di
luar tembok Ekbatana. lalu ia mengumpulkan pasukannya sendiri, dan
menempatkan Harpagus (yang sudah memainkan perannya dengan sempurna selama bertahun-tahun) sebagai pimpinan pasukan. Harpagus memimpin
semua orang Midia itu keluar melawan Persia, dan dengan cepat berpindah
pihak, semuanya beserta para panglimanya. Pastilah itu merupakan saat yang
paling memuaskan untuknya.
Banyak dari serdadu Astyages yang setia melarikan diri; Astyages dijadikan
tahanan, dan Cyrus menguasai Ekbatana dan menobatkan dirinya sebagai raja
dari Midia dan Persia. “Beginilah akhir dari masa pemerintahan Astyages,
sesudah ia memerintah selama tiga puluh lima tahun,” Herodotus menyimpulkan. “Berkat perbuatannya yang jahat, bangsa Midia menjadi tunduk di
bawah Persia, sesudah mendominasi bagian dari Asia yang terletak lebih jauh
dari Sungai Halys selama 128 tahun.”14 Cyrus, menunjukkan dirinya sama
seperti kakeknya tidak mau menumpahkan darah kerajaan yang telah memelihara hidupnya, ia tidak membunuh kakeknya, tetapi tetap menahannya
dalam tahanan yang nyaman sampai si tua itu meninggal secara alami.
Sekarang keluarga Achaemenid dari Persia menguasai tanah di sebelah
Timur. Cyrus tidak berniat untuk mengambil Babilonia, sekutu lamanya,
tetapi ia memiliki ambisi untuk memerintah suatu kekaisaran. Segera
sesudah kemati



