Minggu, 01 Desember 2024

dunia kuno 21




 ra Yerusalem 


saat itu. Ia mengirim utusan kepada Yosias dengan menawarkan suatu gencatan 


senjata: ”Ada pertikaian apakah antara kamu dan aku? Bukanlah kamu yang 


aku serang kali ini, tetapi wangsa yang merupakan lawan perangku”.25 Yosias 


mengabaikan itu. ”Raja Yosias keluar menghadapinya dalam pertempuran”, 


kata 2 Raja, ”tetapi Necho menghadapinya dan membunuhnya di Megiddo.” 


2 Kronik 35 menambahkan detail bahwa Yosias diam-diam dibunuh oleh pemanah. Pengawalnya mengangkat sang raja dari medan pertempuran, tetapi 


ia meninggal di keretanya dalam perjalanan kembali ke ibu kota. Usianya tiga 


puluh sembilan tahun.


Necho II tidak berhenti untuk menindaklanjuti kemenangannya. Dengan 


mundurnya orang Yudea, ia melanjutkan gerakannya untuk bertemu dengan orang Assiria di bawah pimpinan Assur-unallit. Bala tentara gabungan 


itu bersama-sama berusaha merebut kembali markas Assiria di Haran, yang 


kini diduduki oleh sebuah detasemen Babilonia. ”Mereka mengalahkan garnisun yang ditempatkan Nabopolassar di sana”, kata Kronik Babilonia, ”tetapi 


mereka tidak mampu merebut kota”.26


Kedua bala tentara melangkah mundur. Nabopolassar tidak cenderung mencoba lagi; kesehatannya lemah, ia bukan lagi seorang muda, dan Assuruballit tidak merupakan ancaman yang berarti. Necho II memutuskan 


untuk berbalik dan menyelesaikan urusannya dengan Yerusalem. Sekali lagi 


ia mengirim tentaranya menyerang Yerusalem, dan dengan mudah menangkap anak lelaki dan ahli waris Yosias, Yehoahaz, sebagai tawanan. Necho II 


memerintahkan supaya berangkat ke Mesir, di mana ia meninggal tak lama 


lalu  di pembuangan. lalu  Necho mengangkat anak lelaki Yosias 


yang lebih muda, Eliakim, sebagai bonekanya. Ia mengganti nama Eliakim 


menjadi Yoyakim — suatu tindakan tradisional yang menyatakan kekuasaan 


dan kepemilikan — dan menuntut pembayaran besar berupa upeti emas dan 


perak (yang dihimpun oleh Yoyakim dengan memungut pajak baru dari rakyat secara paksa).27


 


Pada tahun 605, Nabopolassar mengarahkan perhatiannya kembali kepada perlawanan. Orang Mesir dan orang Assiria telah mendirikan perkemahan 


di Karkhemish, tetapi Nabopolassar sudah tua dan tambah uzur karena sakit. 


Sebagai pengganti, ia mengirimkan anaknya, Nebukhadnezzar, ke Selatan ke 


Karkhemish sebagai pemimpin pasukan untuk menyingkirkan sisa-sisa orang 


Assiria.28


Kedua bala tentara bertemu di luar kota. Dalam pertempuran sengit 


jajaran pasukan Mesir pecah. Necho II mulai mundur menuju Delta, dan 


meninggalkan daerah-daerah Semit Barat – suatu kekalahan yang disyukuri 


oleh nabi istana Yudea Yeremiah:


Inilah pesan melawan bala tentara Necho, raja Mesir


Yang dikalahkan di Karkhemish di tepi Efrat oleh Nebukhadnezzar....


Apakah yang kulihat?


 Mereka ketakutan, mereka bergerak mundur, pejuang mereka telah dikalahkan.29


Tidak ada sebutan mengenai orang pelarian Assiria di salah satu catatan 


kuno tentang perang itu; tampaknya pasukan Assiria disapu bersih tanpa ada 


yang selamat. Assur-uballit gugur di medan perang, tetapi tentu terinjak-injak 


dan menjadi mayat yang tak dapat dikenali.


Nebukhadnezzar sendiri mengikuti jejak Necho II yang bergerak mundur, 


tampaknya berniat untuk menangkap dan membunuh pharaoh itu. Tetapi 


bala tentaranya yang sedang melakukan pengejaran dihentikan oleh utusanutusan yang lebih cepat yang membawa berita: Nabopolassar telah meninggal 


saat  Nebukhadnezzar sedang bertempur di Karkhemish. Mendengar hal 


itu, Nebukhadnezzar langsung menghentikan pengejaran dan kembali ke Babilon. Tahta Babilon Barat yaitu  sebuah bola yang perlu ditangkap sesaat , sebelum seorang lain merenggutnya.


Sementara itu, Necho II mundur jauh ke Selatan. Ia tidak melakukan 


usaha lebih lanjut untuk menegakkan kekuasaan Mesir terhadap daerah pantai Laut Tengah. Sebaliknya, ia memusatkan usahanya untuk memperkuat 


diri melawan serangan-serangan lebih lanjut dari pihak mana pun yang mengklaim mahkota Dinasti Kedua Puluh Lima yang tua itu.30


Demikianlah dua dari kekaisaran kuno terbesar berakhir sebagai kekuatan di lingkup dunia. Mesir dikurung, dan Assiria tidak ada lagi. Mahkota 


Babilonia telah menjadi yang paling berkuasa di dunia. 


G A R I S WA K T U 5 7


 yUNANI ROMA DAN BABILON


 Koloni yunani menyebar Romulus


 ke Asia Kecil, Aegea, Afrika, Tiglath-Pileser III


 dan dataran di sekitar Laut Hitm 


 


Shalmaneser V


 Merodach-baladan


 Numa Pompilius


 Sargon II


 Creon Athena 


 Sparta Menginvasi Messene Senkhareb


 Tullus Hostilius Shamash-shum-ukin


 Athena menguasi Attika


 Ancus Marcius Kandalu


 Cyclon memberontak (632) Sin-shum-ishkun


 Hukum Draco 


 Tarquin Tua Nabopolassar 


 Jatuhnya Nineweh (621)


 Solon (600) Nebuchadnezzar (605)


 Servius Tullus (578)


K  , pangeran mahkota Nebukhadnezzar naik tahta 


sebagai Nebukhadnezzar II*


 dan bermaksud mengambil alih dunia yang 


pernah menjadi milik bangsa Asyur. 


Untuk beberapa tahun, ia tidak memiliki  musuh yang serius. Nekho 


II, yang menjadi lemah karena kekalahannya di Karkemis, sudah dipukul 


mundur ke belakang batas-batas wilayahnya sendiri. Bangsa Lydia dari Asia 


Kecil terlalu kecil untuk menjadi sebuah ancaman; bangsa Scythia yang 


berkelana dan suka berperang sudah semrawut; kota-kota Yunani tersedot 


perhatiannya dengan letupan-letupan internalnya sendiri. Penantang yang 


paling kuat dan mungkin terhadap kekuatan Babilonia yaitu  bangsa Midian, 


yang memimpin pasukan Persia sebaik seperti tentara mereka sendiri; Tetapi 


Cyarxes, raja Midia, yaitu  juga ayah mertua Nebukhadnezzar; puterinya 


Amytis (yang suaminya terus pergi beroperasi militer karena pertarungan 


diadakan di luar tembok-tembok Nineweh), sekarang tinggal di istana di 


Babilonia. 


Penaklukan-penaklukan Nebukhadnezzar dimulai di tanah Semit Barat. Ia 


menempatkan sebuah garnisun di luar tembok Yerusalem, di mana Yoyakim 


dari Israel berganti sekutu, menjauhi Nekho II (yang mendudukkannya 


pada tahta), menjadi sekutu Babilonia. “Selama tiga tahun” menurut 2 RajaRaja 24:1, “Yoyakim menjadi vasal (negara taklukan) Nebukhadnezzar, raja 


Babilonia.” Dan Josephus menambahkan, “Raja Babilonia melewati Sungai 


Efrat dan merebut Suriah, kecuali Yudea … dan Yoyakim, yang ketakutan 


akan ancamannya, membeli perdamaian dengan uang.”1

Pembayaran Yoyakim hanyalah taktik untuk mengulur waktu sampai ia 


dapat bersekutu kembali dengan raja-raja lain. Sekalipun Karkemis sudah 


ditaklukkan, Babilonia tetap dipandang sebagai sebuah kekuatan dunia. 


Tetapi Yeremia, nabi istananya, memperingatkan bahwa pengambilalihan 


Nebukhadnezzar tidak terhindarkan, tetapi sudah ditakdirkan Tuhan: “Raja 


Babilonia pasti akan datang dan menghancurkan tanah ini, dan memutuskan 


manusia maupun binatang dari tanah ini.” 


Itu yaitu  peringatan yang sama seperti yang diberikan oleh Yesaya tentang Sankherib dari Asyur, seratus tahun sebelumnya. Yoyakim tidak mau 


mendengarnya. saat  gulungan berisi peringatan Yeremia dibacakan untuknya, ia memotong-motongnya dengan pisaunya sedikit demi sedikit dan 


membuangnya ke dalam tungku api yang menyala di sebelah singgasananya.2


Ia sudah mulai melaksanakan rencana-rencananya untuk memberontak terhadap majikannya yang lama, Nekho II, di belakang punggung Nebukhadnezzar. 


Hal ini tidak membuat Yeremia senang juga: “Pharaoh dan rakyatnya akan 


minum dari cangkir kehancuran yang sama,” janjinya, dan menambahkan 


bahwa tubuh Yoyakim akan “dilemparkan keluar dan terjemur dalam panas 


di siang hari dan membeku pada malam hari.”*


Tidak terkesan dengan peringatan yang mengerikan itu, Yoyakim secara 


resmi memberontak melawan Babilonia segera sesudah  Nekho II siap untuk 


menyerang. Ia menghentikan pengiriman upeti ke Babilonia; Nekho bergerak keluar Mesir; dan Nebukhadnezzar menuju ke bawah untuk menghadapi 


ancaman itu. 


Di tahun 602, Nekho II dan Nebukhadnezzar berhadapan dalam perang 


—dan kedua pasukan bertempur dengan kemenangan seri. Tawarikh 


bangsa Babilonia (yang untuk bagian masa pemerintahan Nebukhadnezzar 


ini diceritakan sedikit-sedikit) memberitahu kita bahwa perang lain terjadi 


tahun berikutnya, pada tahun 601: “Mereka saling bertempur dalam medan 


pertempuran,” terbaca dalam catatan tahun 601, “dan kedua belah pihak 


menderita kekalahan besar … [Nebukhadnezzar] dan pasukannya berbalik 


dan [pulang] ke Babilonia.Tetapi Nebukhadnezzar bukan satu-satunya pihak yang kalah. Nekho II 


sudah menghabiskan banyak orang untuk mempertahankan kekuasaannya atas 


tanah-tanah Semit Barat. “Raja Mesir tidak bergerak keluar dari negaranya 


lagi,” menurut 2 Raja-Raja 24, “karena raja dari Babilonia sudah merebut 


semua wilayahnya, dari Wadi Mesir sampai Sungai Efrat. 


Sebaliknya, Nekho II berbalik kembali ke negaranya sendiri. Dia mengerjakan terusan/kanalnya sampai mengalir dari Sungai Nil Timur menembus ke 


Laut Merah. Itu yaitu  prestasi yang besar: “Panjang kanal itu sedemikian 


rupa sehingga membutuhkan empat hari untuk berlayar,” tulis Herodotus, 


“dan terusan itu digali cukup lebar untuk dua trireme (kapal perang zaman 


kuno Laut Tengah) untuk berdayung menyeberanginya,”4


 Satu trireme hanya 


lima belas kaki lebarnya, tetapi sebuah terusan yang lebarnya tiga puluh 


kaki melebar sepanjang jalan ke Laut Merah memang sebuah prestasi yang 


besar.*Untuk menjaga jalan masuknya ke sungai Nil, ia membangun sebuah 


benteng: Pelusium. 


Ia menyewa dua pasukan tentara bayaran untuk turun dan membantunya 


melatih sebuah angkatan laut; pelaut-pelaut Yunani dari kota-kota Ionia 


sekitar Laut Aegia,5


 dan juga, menurut Herodotus, pelaut-pelaut Finisia, 


barangkali dari salah satu kota-kota Finisia (Tyre atau Sidon, atau mungkin 


kota yang dibangun oleh orang Finisia dari Kartago di pantai Afrika Utara, yang 


didirikan oleh cucu keponakan Yezebel, Elissa, dan cepat sekali berkembang). 


Ini membantunya untuk membangun armada, yang terdiri sebagian besar 


dari trireme yang jenisnya primitif: sebuah kapal perang zaman dahulu yang 


dibangun sedemikian rupa sehingga dapat menabrak kapal-kapal lain. Kapalkapal ini dijangkarkan sepanjang pantai Laut Merah.6


 Herodotus bahkan 


bersikeras bahwa satu kru kelasi Finisia, yang didamprat untuk mengeksplorasi 


Laut Merah oleh Nekho II, berlayar turun ke Selatan dan terus berlayar. 


Semua orang heran, mereka muncul lagi di Pilar Herkules—daerah muara 


Laut Tengah—tiga tahun lalu , dan berlayar melewati Laut Tengah terus 


kembali ke Delta Sungai Nil, Sebetulnya, mereka telah mengelilingi benuaAfrika.7


 Semuanya ini mematahkan tradisi orang Mesir yang membenci laut, 


tetapi Nekho II, yang selalu melihat ke masa depan, dapat memandang bahwa 


perdagangan yaitu  taruhan yang lebih baik daripada peperangan jika ia ingin 


membangun sebuah kekaisaran. 


Sementara semua eksplorasi yang menarik ini terjadi di Mesir, Yehuda 


terputus. Yoyakim sudah mengharapkan dukungan Mesir; sekarang ia sendirian. “Ia kecewa dengan harapannya,” komentar Josephus. “karena Mesir 


pada saat itu tidak berani bertempur.”8


Tetapi Yoyakim, yang bersikap gelisah terhadap pembalasan Babilonia, 


harus menunggu empat tahun lagi sementara Nebukhadnezzar membangun 


kembali angkatan perangnya dan lalu  mengurus urusan lain (bertempur dengan bangsa nomad di padang pasir Arabia Utara, menurut Tawarikh 


Babilonia).9


 Apa yang sedang terjadi di kota pada saat itu, kita tidak tahu. 


Tetapi kemungkinan beberapa pejabat Yerusalem setuju dengan Yeremia tentang kebodohan dalam perlawanan terhadap Babilonia ini; Yoyakim wafat 


pada tahun 597, pada usia tiga puluh enam yang relatif masih muda, dan 


segera Nebukhadnezzar berangkat menuju kota itu. 


Di Yerusalem, Putra Yoyakim yang masih remaja dinaikkan ke tahta. 


Tetapi begitu Nebukhadnezzar mencapai tembok-tembok Yerusalem—hanya 


dalam hitungan minggu sesudah  Yoyakim meninggal—raja, ibunya, keluarga 


istananya, para bangsawan dan semua pejabat menyerah. Mungkin mereka 


ditawari semacam imunitas, sebagai ganti dari pelayanan yang mereka berikan. 


Meskipun mereka ditangkap, mereka diperlakukan dengan baik: catatan-catatan Babilonia menunjukkan bahwa Yoyakhin menghabiskan empat tahun 


sesudah  itu tinggal di Babilonia di bawah tanggungan raja, yang diambil dari 


keuangan Babilonia.10


 


Angkatan perang dibawa masuk ke Babilonia, tetapi tidak dihancurkan; 


perbendaharaan negara dan Kuil Solomon dirampas emasnya, tetapi gedunggedung tidak dirusak atau dibakar. Nebukhadnezzar bahkan tidak mengambil 


seluruh keluarga kerajaan. Ia memberikan kepada paman Yoyakhin yaitu 


Mattaniah, adik laki-laki dari raja yang wafat, nama rakyat baru Zedekia, dan 


mendudukkannya ke atas tahta; Josephus menjuluki pengaturan ini dengan 


nama yang menyenangkan “liga bantuan timbal balik,”11 tetapi sebenarnya 


Zedekia hanyalah seorang gubernur Babilonia. Walaupun begitu, Yerusalem 


dengan relatif mudah dilepaskan begitu saja. 


Nebukhadnezzar juga peduli terhadap hal lain selain kekuasaannya atas 


kekuatan kelas tiga (yang tidak begitu berbahaya) di wilayah Baratnya. Ia 


memiliki  posisinya sendiri sebagai raja agung yang harus dibangun dan 


dipertahankannya, dan ia mulai menjalankan ini seperti yang dilakukan oleh 


para raja Mesopotamia dua ribu tahun yang lalu: ia mulai membangun. Prasastinya sendiri mencatat restorasi dan penambahan kuil sesudah  kuil 


di Babilonia sendiri. Babilonia yaitu  rumah bagi dewa Marduk, dan 


penyembahan Nebukhadnezzar terhadap Marduk juga merupakan perayaan 


kemenangan Babilonia. “O Marduk, Allahku,” terbaca pada salah satu 


prasasti Nebukhadnezzar, memperingati operasi militer yang berhasil 


meredam pemberontakan di wilayah Baratnya, “semoga aku tetap selalu 


menjadi gubernurmu yang sah; semoga aku boleh menghela kukmu sampai 


aku dikenyangkan dengan anak-cucu … semoga keturunanku berkuasa 


selamanya.”12


 


Kesalehannya sebagai penyembah Marduk masih terlihat dalam setiap 


kisah purba tentang proyek-proyeknya: “Ia paling giat menghiasi kuil Bel 


dan tempat-tempat suci yang lain,” tulis Berossus.13 Ia membuat jalan-jalan 


upacara bagi festival Marduk, sebuah jalan yang lebarnya tujuh puluh kaki 


dari tengah-tengah kompleks kuil sampai Gerbang Ishtar tempat upacara, di 


sebelah Utara kota itu, sehingga dewa bisa berjalan sepanjang jalan itu pada 


perayaan Tahun Baru. Tembok-temboknya di masing-masing tepinya dilapisi dengan warna biru, dihiasi dengan ukiran-ukiran singa.14 Puing-puing 


Gerbang Ishtar dan jalan yang menujuk ke tempat itu menjadi salah satu 


gambaran yang paling terkenal dari Babilonia kuno, bahkan meskipun mereka 


berasal dari tempat yang berlawanan dengan kehidupan Babilonia. 


Nebukhadnezzar juga membangun untuknya sendiri setidaknya tiga 


istana, disepuh dengan lapisan emas dan perak. Dan di salah satu istana ini, ia 


membangun sebuah taman. 


Sisa-sisa dari taman ini tidak dapat diidentifikasikan dengan pasti (sekumpulan tembok dan kamar besar yang teratur dengan langit-langit yang 


berkubah, membuka kompleks kerajaan yang utama di tepi sungai Efrat, 


masih merupakan suatu kemungkinan), tetapi kemahsyurannya masih tetap 


ada dalam kisah-kisah yang ditulis oleh berbagai penulis dari zaman sesudahnya. 


Diodorus dari Siculus memberikan keterangan yang paling terkenal tentang taman ini dalam bukunya yang ketiga yaitu Bibliotheca Historica. 


Pada zaman dahulu yaitu  seorang raja yang, demi perempuannya, mempersiapkan taman ini seperti yang akan kaudengar. Selir ini, yang begitu ia 


cintai dengan lembut, yaitu  kelahiran Persia, dan seperti sifat negara itu, ia 


memiliki  hasrat yang besar untuk berdiri di atas bukit-bukit yang tinggi 


untuk memandang negara di sekitarnya. Begitulah ia memohon kepada 


rajanya yang berkuasa untuk membuatkannya sebuah tempat, atau sebuah 


rumah peristirahatan, yang dihiasi dengan tiruan oleh ahli-ahli yang mengherankan. Jalan masuk ke dalam tempat itu yaitu  sebuah bukit, dengan gedung demi 


gedung dibangun dengan suatu ketinggian yang mengagumkan, sehingga 


orang dapat melihatnya dari kejauhan dan dari mana saja. Ada kubah-kubah 


yang dibuat di bawah tanah yang mengusung berat kebun ini; satu kubah 


dipasang di atas kubah lainnya, dan semakin tinggi gedung itu maju, semakin 


besarlah kubahnya. Pada kubah-kubah bagian teratas, tembok-tembok dari 


kebun ini didirikan fondasi dan dipasang, dua puluh dua kaki tebalnya … 


Terdapat bak air dalam trotoarnya. Dan dalam kebun ini ada berbagai macam 


pohon, yang enak dilihat, dan padang rumput yang hijau. Lebih-lebih lagi 


ada saluran, yang dengan ahli mengalirkan air untuk menyediakan irigasi 


untuk tanah.15


 


“Perempuan kelahiran Persia” ini kemungkinan sama sekali bukan orang 


Persia, tetapi Midia: tidak lain daripada Amytis, puteri Cyarxes, raja tinggi 


Midia. Taman-taman ini — yang mendapat sebutan “Taman Gantung” dari 


keterangan ini merupakan formasi terbalik ziggurat, setiap tingkat digantungi 


oleh setingkat lagi yang menggantung di bawahnya — menjadi terkenal tidak 


hanya karena melewati waktu, tetapi juga ruang. Hampir setiap pakar sejarah 


kuno yang menggambarkan Babilonia menyebutnya, dan dari beberapa foto 


ini kita dapat menggambarkan taman-taman yang paling terkenal dalam masa 


purba ini: Surganya seorang panglima perang. “Ia memerintahkan orang 


membangun teras dengan batu tinggi yang dibangun sedemikian rupa sehingga 


memberikan penampilan seperti pegunungan yang ditanami dengan berbagai 


jenis pohon,” tulis Berossus. “Dia membangun dan menyiapkan apa yang 


disebut Taman Gantung untuk istrinya, yang mencintai pegunungan karena 


ia dilahirkan di Midia.”16


Gedung-gedung itu yaitu  gedung perdamaian. Tetapi Nebukhadnezzar 


memiliki  urusan yang serius juga dalam pikirannya. Dia menyuruh orangorangnya membuat tembok ganda Babilonia, memperkuatnya sampai tembok 


bagian dalam yang berdiri dua puluh satu kaki tebalnya dan tembok luarnya 


setiap enam kaki diberi menara pengawas. Parit yang digali sebagian sudah 


melindungi satu sisi kota; Nebukhadnezzar menyuruh orang menggali sisanya 


sekeliling kota, sehingga Babilonia dikepung oleh sabuk air sepanjang empat 


puluh kaki.17 Dan lalu  di sisi Timurnya, ia membangun tembok lain 


lagi. Tembok ini lalu  digambarkan oleh serdadu Yunani, Xenophon, 


sebagai “Tembok Midia,” yang merentang dari sungai Efrat sampai Tigris, 


peninggalan dari tembok yang dibangun sejak lama oleh raja Sumeria ShuSin untuk menghalangi invasi bangsa Amorit.*


 Tetapi tembok ini memiliki  


kegunaan lain: “Ia memasang tembok-tembok itu,” tulis Berossus, “sehingga siapa pun yang bermaksud menyerbu kota tidak dapat lagi mengalihkan 


aliran sungai.”18 Kerusakan Nineweh yang baru-baru ini membuatnya waspada terhadap air. 


Di bawah Nebukhadnezzar, kota Babilonia tumbuh dengan pesat: komentar Aristoteles, “Dikatakan bahwa saat  Babilonia direbut, sebagian besar dari 


kota tidak menyadarinya sampai tiga hari lalu ,” karena begitu besarnya 


kota itu.19 Tetapi meskipun semua gedung itu ada, mungkin Nebukhadnezzar tidaklah sekuat seperti yang terlihat. Pada tahun 595, ia terpaksa memadamkan pemberontakan di ibu kotanya sendiri; ia memerlukan dua bulan untuk 


mengalahkan para pemberontak, yang berarti bahwa angkatan perang (mungkin sudah lelah dengan pertempuran yang tiada akhir) terlibat juga.20


Dan lalu  ada bukti dari Mesir yang harus dipertimbangkan. 


Nekho II, yang dua kali muncul menghadapi Nebukhadnezzar tanpa hasil, 


sekarang sudah wafat. Ia meninggal pada tahun 595, dua tahun sesudah  bertempur di luar Delta, dan tahtanya dilanjutkan oleh putranya Psammetichus 


II. 


Psammetichus II mewarisi sebuah kompleks kemiliteran Mesir yang sekarang meliputi angkatan laut. Ia menggunakan angkatan laut ini bukan untuk 


perdagangan, tetapi untuk kembali kepada cara kekuasaan lama Mesir. Ia 


mengadakan ekspedisi ke bawah masuk Nubia, yang sudah lama jauh dari 


jangkauan para pharaoh Mesir, membawa bersamanya dua divisi: sebuah 


divisi Mesir yang dipimpin oleh Amasis, seorang jenderal Mesir, dan sebuah 


divisi Yunani yang dipimpin oleh seorang panglima tersendiri. Ia sendiri menempatkan diri di Aswan, tetapi kedua divisinya bertempur ke arah Selatan.21


Angkatan perang ini dikenang dengan adanya grafiti yang ditulis oleh orang 


Yunani, yang tidak punya kekaguman khusus terhadap masa lalu Mesir, yang 


mencoretkan pada kaki patung besar Rameses II di Abu Simbel: “Ini ditulis 


oleh mereka yang berlayar bersama Psammeticus,” terbaca,” .. [yang] datang 


dari Kerkis sejauh sungai mengalir. Mereka yang berbicara dalam bahasa asing 


dipimpin oleh Potasimto, orang Mesir dipimpin oleh Amasis.”22


Napata disulut dengan obor, dan 4200 orang Nubia mati atau ditangkap.23


Zedekia, yang mendengar tentang penaklukan-penaklukan ini, mengirim 


berita kepada Psammetichus II; jika Mesir mau menyerang Nebukhadnezzar, 


Yerusalem akan bergabung dengannya. Ia “akan memberontak bersama orang 


Mesir,” tulis Josephus, “dengan harapan bahwa dengan bantuan mereka, orang 


Babilonia bisa diatasi.”24


Nebukhadnezzar pasti kelihatan gampang diserang, karena Psammetichus 


II setuju untuk datang. Dia menggerakkan angkatan perangnya keluar dari 


Delta, suatu kekuatan gabungan dari tentara bayaran Mesir dan Yunani, 


melakukan perjalanan menuju peperangan di darat dengan cara tradisional. 


Sebagai jawaban, angkatan perang Babilonia yang sudah tiba terlebih dahulu 


di tembok-tembok Yerusalem untuk mencari tahu mengapa upeti Zedekia 


terlambat, menarik diri dan menuju ke bawah untuk menghadapi ancaman 


itu. 


Nabi Yeremia, masih meramalkan kiamat, memperingatkan Zedekia 


bahwa yang terburuk masih akan datang. “Angkatan perang Pharaoh, yang 


bergerak keluar untuk mendukungmu, akan pulang kembali ke negaranya,” ia memberi tahu. “lalu  orang Babilonia akan kembali… Jangan mengelabui diri kalian sendiri dengan berpikir bahwa ‘orang Babilonia pasti akan 


meninggalkan kita.’ Mereka tidak akan! Bahkan seandainya kamu mampu 


mengalahkan seluruh angkatan perang Babilonia, dan hanya orang-orang 


yang terluka yang tertinggal di dalam kemah mereka, mereka akan keluar dan 


membakar habis habis kota.”25


Ini yaitu  suatu mosi tidak percaya yang kuat, tetapi Zedekia tidak 


mendengarkan dan Yeremia berakhir di dalam sumur di mana tidak ada seorang pun yang bisa mendengarkannya. (“Ia menakut-nakuti para serdadu!” 


keluh salah seorang perwiranya, dengan sedikit membenarkan dirinya.) 


Sementara itu Nebukhadnezzar “menghadapi orang Mesir, dan terlibat perang 


dengan mereka, dan mengalahkan mereka; dan sesudah  ia membuat mereka 


melarikan diri, ia mengerjar mereka, dan mengusir mereka keluar dari seluruh 


Suriah.”26 Psammetichus II pulang kembali ke rumah. Baru beberapa minggu 


lalu , dalam bulan Febuari tahun 589, ia meninggal, dan dilanjutkan 


oleh putranya, Apries. Kalau Zedekia pergi ke Selatan lagi untuk meminta 


bantuan dari Mesir (seperti yang lalu  ditulis oleh nabi-nabi Yeremia dan 


Yehezkiel), pesan-pesan itu diabaikan. Apries sudah belajar dari kesalahan 


ayahnya dan tidak bermaksud untuk menentang si raja agung.*


Nebukhadnezzar lalu  bertempur dalam perjalanan pulangnya 


menuju tembok-tembok Yerusalem. Tentara Zedekia menguasai kota-kota 


benteng Azekah dan Lakish, yang berada di garis depan pertahanan terhadap 


invasi Babilonia; tetapi kota-kota ini jatuh, satu per satu. Kekalahan yang 


menyakitkan dan pelan terekam pada serpihan-serpihan pecah-belah yang 


diketemukan di Lakish, yang dikirimkan oleh tentara-tentara dari sana yang 


berada di luar wilayah pertahanan, dan yang sedang beristirahat dari serangan. 


Serangan itu akan mencapai Azekah dulu. 


“Biarlah rajaku tahu,” terbaca dalam salah satu pecahan, “bahwa kami 


tidak dapat lagi melihat isyarat-isyarat dari Azekah.”27 Azehkah sudah jatuh. 


Sinarnya telah dipadamkan, dan tidak lama lalu  gelombang Babilonia 


yang gelap akan menelan Lakish juga, dan lalu  membersihkan temboktembok Yerusalem. 


Penyerbuan itu berlangsung dua tahun. Menurut Josephus, penyerbuan 


itu dibarengi dengan “kelaparan dan wabah penyakit sampar ,” dan kelaparanlah yang akhirnya mengakhiri penyerbuan itu. Pada tahun 587, Zedekia 


sudah kapok. Ia mencoba melarikan diri, kelihatannya tanpa memikirkan 


sisa rakyatnya, yang tertinggal sendirian menghadapi kemarahan Babilonia. Kelaparan itu sudah menjadi begitu hebat sehingga tidak ada makanan yang 


bisa dimakan rakyat,” tulis pakar sejarah dari 2 Raja-Raja. “lalu  tembok 


kota diterobos, dan seluruh angkatan perang melarikan diri di malam hari 


melalui gerbang di antara dua tembok dekat kebun raja, meskipun orangorang Babilonia sedang mengepung kota itu. Mereka melarikan diri menuju 


Lembah Yordan, tetapi tentara Babilonia mengejar raja dan mengepungnya 


di dataran Yeriko. Semua tentaranya terpisahkan darinya dan tersebar, dan ia 


tertangkap.”28


Nebukhadnezzar, yang biasanya tidak jahat dan serampangan seperti karakteristik raja Asyur, telah dibuat gusar sampai ingin membalas dendam. 


saat  Zedekia diseret ke depannya di perkemahan tentaranya, ia menyuruh 


putra-putra raja itu—yang masih anak-anak—dibunuh di depan matanya, 


dan lalu  mata Zedekia dibutakan, sehingga pemandangan yang terakhir 


yang pernah dilihatnya yaitu  hukuman mati atas keluarganya. 


Zedekia dikembalikan ke Babilonia dengan terantai; semua pejabat 


utamanya dan para imam kepala dihukum mati persis di luar perkemahan 


tentara; dan Nebukhadnezzar memerintahkan para panglimanya untuk membakar Yerusalem. Tembok-tembok diruntuhkan, rakyat kota disuruh berbaris 


menuju pembuangan; istana raja, rumah-rumahnya, gedung bendahara negara 


dan Kuil Solomon semuanya terbakar. Orang Yahudi dimukimkan kembali 


ke seluruh Babilonia dan beberapa melarikan diri ke Mesir juga. Itulah awal 


dari penyebaran yang berlangsung selama dua milenium. “Dan dengan cara 


begitulah ras raja Daud mengakhiri kehidupan mereka,” Josephus menyimpulkan.29


 


S , para sekutu Nebukhadnezzar yaitu bangsa Midia, di bawah 


ayah mertuanya Cyarxes, terus berperang ke arah Asia Kecil. saat  Yerusalem 


jatuh, orang Midia sudah mencapai perbatasan Lydia. 


Lydia, yang dijajah oleh bangsa Krim seratus tahun sebelumnya telah 


mengumpulkan kembali kekuatan mereka. Beberapa orang Lydia telah bermigrasi menyeberang ke Thrace, dan mungkin dari sana jauh ke Barat; tetapi 


yang lain menetap, dan cucu buyut Gyges yaitu Alyattes sekarang menjadi 


raja mereka. Di bawah kepemimpinannya, tentara Lydia menghadapi bangsa 


Midia dan melawan mereka sampai menemui jalan buntu. 


Dari tahun 590 sampai 585, kedua angkatan perang berhadapan di seberang sungai Halys, tidak satu pihak pun berhasil mengambil kesempatan. 


Herodotus memberi komentar bahwa selama lima tahun itu, “meskipun 


banyak pertempuran dimenangkan oleh pihak Midia, tetapi banyak juga yang 


dimenangkan oleh pihak Lydia juga.”30 Jadi, pada tahun 585, Nebukhadnezzar 


turun tangan untuk menyelesaikan jalan buntu itu. Dia mengirimkan perwira angkatan perang Babilonia bernama Nabonidus untuk membantu mengatur 


gencatan senjata di antara kedua pasukan. Nabonidus kelihatannya berhasil 


melaksanakan tugasnya dengan baik; kedua raja setuju untuk berdamai, yang 


disahkan dengan perkawinan dari putri Alyattes yaitu Aryenis dengan putera 


Cyarxes, pangeran Midia, Astyages.31


 


Mungkin lebih masuk akal jika Nebukhadnezzar mengirimkan sebuah 


pasukan untuk menolong pihak Midia menaklukkan pihak Lydia, daripada 


mengacaukan dengan perjanjian perdamaian. Tetapi sekarang Cyarxes sudah 


menjadi raja Midia dan Persia selama empat puluh tahun. Ia yaitu  seorang 


lelaki tua, dan sakit, dan siap untuk berhenti berkelahi. Baru sebentar sesudah  


sumpah perdamaian dan perkawinan raja berlangsung, ia harus beristirahat, 


dan wafat tidak lama lalu . Astyages menjadi raja Midia dan Persia 


menggantikannya, tetapi ia tidak meneruskan perang lagi; ia membawa istrinya pulang. 


Mungkin Nebukhadnezzar tidak mengirim pasukan Babilonia karena ia 


sendiri menderita sakit. 


Masa pemerintahan Nebukhadnezzar—khususnya akhirnya—dihantui 


oleh tanda-tanda misterius akan adanya sesuatu yang salah. Kisah yang paling 


lengkap dari masa-masa sulit ini dapat ditemukan dalam Kitab Daniel yang 


menggambarkan kehidupan dari empat orang dari tangkapan Yahudi yang 


diseret ke Babilonia, dan dilatih kembali oleh para perwira Nebukhadnezzar 


untuk dijadikan orang Babilonia. Salah satu dari tangkapan ini yaitu  


Daniel sendiri yang dipanggil untuk menafsirkan mimpi Nebukhadnezzar 


yang merisaukan; raja melihat di malam hari, sebuah pohon besar dengan 


daun-daun yang indah, dipenuhi buah, menaungi hewan-hewan di bawahnya 


dan burung-burung di cabang-cabangnya; dan lalu  ia melihat pohon 


itu ditebang, digunduli dan dipotong-potong, batangnya diikat dengan 


perunggu. 


Disebabkan karena kedua raja Asyur dan Babilonia sama-sama menyembah pohon suci sebagai sumber kekuatan mereka, mimpi ini memukul 


Nebukhadnezzar sebagai pertanda buruk. Daniel yang diminta untuk menafsirkan, membenarkan sifat negatif dari mimpi itu: ia meramalkan bahwa raja 


akan diserang oleh kegilaan dan kehilangan kekuasaannya untuk beberapa 


waktu. Benar juga, Nebukhadnezzar kehilangan kewarasannya: “Ia terkucilkan dari antara orang-orang dan makan rumput seperti ternak. Tubuhnya 


dipenuhi dengan embun dari langit sampai rambutnya tumbuh seperti bulu 


burung rajawali dan kukunya seperti cakar burung,” suatu kondisi yang berlangsung selama tujuh tahun.32


Cerita ini, tentu saja, lebih dibesar-besarkan oleh komentar orang Yahudi 


sesudahnya dalam kitab-kitab biblis, yang mencoba untuk membuat transformasi ini lebih masuk akal. Dalam kesusastraan biblis tidak biasa, ada cerita 


orang dihukum dengan diubah menjadi hewan. Pada karangan yang lebih 


mutakhir, Kehidupan Para Nabi—sebuah kisah anonim tentang kehidupan 


berbagai nabi Yahudi, mungkin ditulis sekitar 100 M—melihat transformasi 


sebagai simbol dari tirani Nebukhadnezzar. Kehidupan Para Nabi menggambarkan Nebukhadnezzar waras, meskipun begitu badannya separuh hewan: 


Karena kepalanya dan bagian depannya yaitu  kepala kerbau, kaki-kakinya dan bagian belakangnya yaitu  kaki-kaki dan bagian belakang singa … 


Itu yaitu  gaya para tiran sehingga … pada tahun-tahun terakhirnya mereka 


menjadi binatang buas.33 


Ini yaitu  kebalikan dari syair kepahlawanan Gilgamesh, di mana Enkidu si 


manusia liar menyerupai manusia tetapi berkelana di padang-padang, makan 


rumput seperti hewan. Dalam syair kepahlawanan Gilgamesh, Enkidu yaitu  


bayangan seorang raja yang tirani, bayangan sisi seorang raja yang tidak beradab, suka merebut kekuasaan, yang harus digulat dengan dan dijinakkan 


sebelum kerajaannya dapat sejahtera. Dalam cerita Gilgamesh dan Enkidu, 


seorang manusia menjadi seorang raja yang baik (dan bayangannya lebih 


seperti manusia) saat  ia menepiskan godaan untuk menjalankan kekuasaannya tanpa batas. Tetapi Nebukhadnezzar berjalan ke arah sebaliknya, terus 


naik menjadi otokratis dan tenggelam dari raja yang agung menjadi eksistensi 


hewan.34


Meskipun tempatnya yang menarik perhatian dalam imaginasi tetangga-tetangganya, Babilonia yaitu  pusat sebuah kerajaan untuk waktu yang 


singkat. Hamurabi menjadi raja agungnya yang pertama; Nebukhadnezzar 


yang pertama yaitu  yang kedua; Nebukhadnezzar II hanyalah raja agungnya 


yang ketiga dan terakhir. Babilonia tidak terbiasa dengan kaisar. 


Dan demikianlah Sumeria kuno yang tidak nyaman dengan kerajaan 


dibangkitkan kembali dalam cerita kegilaan Nebukhadnezzar. Nebukhadnezzar 


pun dikuasai oleh sifat kebinatangan dalam dirinya. Daniel, yang lahir dalam 


sebuah bangsa yang memilih rajanya melawan kemauan Tuhannya berabadabad sebelumnya, memberikan komentar teologis untuk menyimpulkan 


kisahnya: manusia takut akan kerajaan karena setiap manusia menginginkan 


kekuasaan dan karena bernafsu, dirusakkan oleh nafsu itu. G A R I S WA K T U 5 8


 ROMA DAN BABILONIA PERSIA


 Sargon II  


 Sankherib 


 Tullus Hostilius Shanmash-shum-ukin 


 Cyirus I


 Ancus MarciusKandalu 


 Cyarxes


 Sin-shumishkun 


 Tarquiniusi Tua Nabopolassar 


 Runtuhnya Minewah (612)


 Nebukhadnezzar (605-562)


 Runtuhnya Yerusalem (587) Astyages


 Servius Tullus (578) Kambises I





D sebelah  , raja Midia Astyages, raja tinggi 


dari bangsa Midia dan Persia, mengalami mimpi buruknya sendiri. Istrinya 


yang keturunan Lydia, Aryenis melahirkan seorang putri yang dinamai 


Mandane beberapa tahun sebelumnya, dan sekarang Mandane sudah 


mendekati usia yang cukup untuk menikah. “Ia bermimpi,” tulis Herodotus, 


“bahwa ia buang air kecil begitu banyak sehingga tidak hanya memenuhi 


kota, tetapi bahkan membanjiri seluruh Asia.”1


 Ini selain menjijikkan juga 


menjadi masalah; dan orang-orang bijaksananya, yang dimintai pendapat, 


meramalkan bahwa seorang anak dari Mandane akan menjadi dewasa dan 


mengambil alih kerajaan. 


Astyages kenyataannya tidak memiliki  putra, dan cucunya bisa saja 


menjadi pewarisnya, jadi penafsiran itu tidak perlu menjadi berita buruk. 


Tetapi, ia sangat sadar bahwa ayah dari anak Mandane mungkin tidak akan 


rela melihat mahkota kerajaan lewat langsung dari kakek ke cucu. 


Jadi, ia memilihkan suami untuk putrinya dengan hati-hati: bukan salah satu 


dari para bangsawan Midia yang ambisius yang mengelilinginya di Ekbatana, 


tetapi seorang laki-laki yang lebih rendah (dan lebih jauh). Ia mengirimkan 


Mandane pergi ke Anshan untuk menikahi raja taklukannya Kambises, putra 


dari Cyrus I, dan pewaris dari pimpinan bangsa Persia. Kambises sudah bersumpah setia kepada maharaja Midiaa, dan Astyages ternyata tidak terlalu 


menganggap serius ambisinya. 


Mandane hamil hampir segera (Kambises mungkin bukan orang yang ambisius, tetapi dia subur). Pada saat itu Astyages mendapat mimpi lain lagi, 


kebalikan dari mimpi Nebukhadnezzar tentang sebuah pohon suci yang 


roboh; sebuah pohon anggur tumbuh dari putrinya dan melingkari sekitar


wilayahnya. Atas hal ini, orang-orang bijaksananya memberitahunya bahwa 


putra putrinya tidak hanya akan meneruskan tahtanya, tetapi akan menggantikannya memerintah. 


Jadi Astyages mengundang putrinya berkunjung ke Ekbatana, di mana ia 


tinggal dalam kemewahan istana, menunggu kelahiran bayinya. Sementara 


itu ia merencanakan untuk melenyapkan anak itu. Kelihatannya Kambises 


tidak memiliki  pilihan lain kecuali merelakan istrinya dan putranya yang 


belum lahir; Mandane pun tidak dapat menolak untuk datang. 


Mandane melahirkan seorang putra yang dinamainya Cyrus mengikuti 


nama ayah suaminya. Astyages yang ingin sekaligus, menghindari rasa bersalah 


karena membunuh seorang anak yang bertalian darah dan untuk mempertahankan kemampuannya untuk menyangkal, menyuruh sepupu dan perwira 


utamanya, Harpagus untuk melenyapkan bayi itu. Tampaknya Astyages berharap bahwa mereka semua akan berpura-pura mengatakan bahwa si bayi 


mati waktu lahir, Mandane lalu  akan pulang, dan ancaman atas tahtanya akan hilang.2


Harpagus juga tidak ingin berbuat sesuatu yang akan kembali lagi menuntut kepalanya di lalu  hari. Solusinya yaitu , tidak seperti solusi 


Astyages, menyerahkan pekerjaan itu kepada orang lain: “Anak itu harus 


mati,” ia menyimpulkan, “tetapi harus salah satu dari pihak orang Astyages 


sendiri yang melakukan pembunuhan dan jangan dari pihakku.”


 BABYLONIA MIDIA LYDIA PERSIA


 Gyges


 Ardys


 Selyattes


 Nebopolossar Cyarxes Alyattes Teispes 


 Nebukhadnezzar Amytis Astyages Aryenis Croesus Cyrus I


 Mandane Cambyses I


 Cyrus II (Agung)


 Kambises



Begitulah ia menyerahkan bayi itu kepada salah satu penggembala Astyages, 


yang segera membawanya pulang dan memberikannya pada istrinya, yang 


baru saja melahirkan bayi yang mati. Si penggembala sebaliknya meletakkan 


mayat anaknya sendiri di luar di daerah pegunungan, dan melapor kembali 


kepada Harpagus bahwa perbuatan itu sudah dilaksanakan. Dan Cyrus tumbuh di gubug si penggembala. 


Cerita ini, yang diceritakan oleh Herodotus, jelas merupakan sebuah pengulangan dari suatu risiko biasa yang juga memperlihatkan penunjukan seorang 


raja secara ketuhanan: seorang bayi, secara ajaib dipelihara, tumbuh menjadi 


seorang pemimpin besar, berkat pemeliharaan Tuhan yang jelas terpampang 


sejak awal kehidupannya. Tetapi dalam kasus Cyrus, cerita Herodotus juga 


menunjukkan ketegangan hubungan politik antara Midia dan Persia. Pihak 


Midia yaitu  ras yang memerintah, tetapi anak dari raja taklukan Persia tidak 


bisa dengan seenaknya dibunuh, meskipun oleh maharajanya sendiri. 


Terjadilah hal yang tak terhindarkan; Cyrus yang sudah berumur sepuluh 


tahun diketemukan oleh kakeknya yang melihatnya sedang bermain di sebuah 


lapangan umum di mana ia sedang memimpin anak-anak laki lain dari desa 


itu. Sekarang sudah terlambat untuk membunuhnya, karena bahkan tidak 


ada yang dapat berpura-pura bahwa itu hanyalah sebuah kecelakaan. Astyages 


mencari jalan keluar yang terbaik dari situasi itu dengan mengakui orang tua 


anak itu. Orang bijaksananya meyakinkannya bahwa dengan bermain peran 


sebagai raja, Cyrus muda sudah memenuhi pertanda mimpi anggur itu, jadi 


Astyages mengirimkan Cyrus kembali kepada ke Anshan, ke rumah orang 


tuanya yang belum pernah melihatnya. 


lalu  ia memanggil Harpagus. Tertangkap basah, Harpagus mengakui 


bahwa ia menyerahkan tugasnya ke pangkuan orang lain. Astyages berlaku 


seolah-olah ia berencana untuk menerima permohonan maaf sepupunya itu: 


“Semuanya baik-baik saja,” ia meyakinkan Harpagus. “Aku marah sekali 


karena perlawanan putriku” (kita mengira ia tidak terlalu mempermasalahkan 


itu) “dan aku merasa tidak enak sama sekali atas apa yang sudah kuperbuat. 


Suruhlah putramu datang ke istana untuk bertemu dengan sepupunya, dan 


kita akan berpesta.” 


Harpagus menyuruh putranya yang masih muda sendiri ke istana; 


Astyages menyuruh anak itu dibunuh, dipanggang, dan dipakai sebagai 


hidangan utama dalam pesta malam itu. “saat  ia memperkirakan 


bahwa Harpagus sudah kenyang,” tulis Herodotus, “Astyages menanyakan 


kepadanya apakah ia menikmati santapannya. Harpagus mengiyakan, sangat 


menikmati. lalu  para pelayan membawakan kepala, tangan dan kaki 


anak itu.” Harpagus yang melihat sisa-sisa tubuh anaknya, “tetap menguasai

diri.” Ia mengatakan pada Astyages bahwa “raja tidak pernah salah”. Lalu ia 


mengambil sisa tubuh putranya dan pulang.”3


 


Seandainya cerita di atas benar-benar terjadi, kita dapat menyimpulkan 


bahwa orang Midia terlalu suka menekan perasaan dalam tingkat yang luar 


biasa. Membaca apa yang tersirat, kita akan melihat gambaran yang lebih 


tidak menyenangkan dan rumit: seorang raja Midia, yang semakin terpuruk ke dalam semacam penyakit jiwa paranoid yang makin memburuk, 


dengan kekuasaan yang cukup lalim untuk memerintahkan pejabat kerajaannya melaksanakan tindakan-tindakan yang buruk terhadap bangsa Midia 


lain; seorang pejabat Midia, yang dikepung oleh tentara sepupu rajanya, menyaksikan anaknya berjalan menuju kematiannya yang mengerikan; seorang 


keluarga kerajaan Persia yang harus mematuhi perintah-perintah rajanya, 


namun tidak mampu merendahkan raja di depan umum; dan sekelompok 


rakyat biasa Persia yang harus diperlakukan dengan hati-hati supaya tidak 


bangkit dan protes. 


Astyages masih tetap diakui sebagai maharaja bangsa Midia dan Persia. 


Ia masih menjadi kakak ipar raja Babilonia, dan ia masih menjadi penguasa 


kedua (atau mungkin ketiga) terbesar yang dikenal dunia. Tetapi kembali 


ke Anshan, Cyrus sedang tumbuh dewasa di lingkungan Kambises, raja 


Persia, dengan seorang ibu yang membenci ayah Midia. Di istana itu sendiri, 


Harpagus, yang masih melayani sepupunya dengan tenang, sedang merencanakan balas dendam jangka panjang: lauk yang dihidangkan dalam keadaan 


dingin. Astyages bukannya tidak menyadari kebencian ini. Ia menempatkan 


seorang penjaga pada tiap jalan dari Anshan ke Ekbatana, sehingga tidak ada 


yang dapat menggerakkan angkatan perang ke istananya tanpa diketahuinya. 


N  sebagai raja dari sebuah wilayah yang sangat luas, 


sesudah  empat puluh tiga tahun berkuasa. Tetapi kita bahkan tidak tahu di 


mana tubuhnya dimakamkan. Yang muncul dari catatan-catatan yang sepotong-sepotong yaitu  sebuah periode enam tahun yang kacau. Putranya 


Amel-Marduk*


 yaitu  pewaris yang jelas; tetapi kelihatannya hubungan antara 


ayah dan anak ini tidak baik. Ada semacam kebencian yang muncul dalam 


cerita biblis tentang pembebasan Yoyakhin oleh Amel-Marduk segera sesudah  


raja tua itu meninggal, tindakan mana, tidak diragukan lagi, melawan keinginan Nebukhadnezzar. “Pada tahun saat  Ewil-Merodakh menjadi raja 


Babilonia,” menurut 2 Raja-Raja, “ia melepaskan Yoyakhin dari penjara pada 


tanggal ke dua puluh tujuh dari bulan ke dua belas. Dia berbicara dengan ramah kepadanya dan memberinya kursi kehormatan … Lalu Yoyakhin melepaskan baju penjaranya dan untuk selama sisa hidupnya ia makan dengan 


teratur di meja raja.”4


 Menurut tradisi yang lebih mutakhir, yang diteruskan 


oleh pakar sejarah berkebangsaan Yahudi dari abad ke dua belas, Jerachmeel, 


dikatakan bahwa Nebukhadnezzar sebetulnya memenjarakan Amel-Marduk 


karena pengkhianatan, dan bahwa saat  Amel-Marduk dibebaskan sesudah  


kematian Nebukhadnezzar, ia mengambil tubuh ayahnya dari makamnya dan 


melemparkannya kepada burung nasar untuk dimakan.5


 Dari cerita ini kita 


dapat mengambil kesimpulan bahwa Nebukhadnezzar dan putranya tidak saling mengasihi. 


Tawarikh Babilonia terpecah-pecah, tetapi Berossus, seorang pakar 


tawarikh dari para pharaoh, menyimpan cerita yang dramatis: Amel-Marduk 


“berkuasa dengan tidak teratur dan tidak memiliki  hormat pada hukum,” 


sehingga suami saudara perempuannya merencanakan pembunuhannya 


dan lalu  mengambil alih kekuasaan sesudah  kematiannya. Tetapi ia 


hanya berkuasa selama empat tahun; dan saat  ia mati, putranya LabashiMarduk, “masih seorang anak-anak, meneruskan tahta, dan berkuasa selama 


sembilan bulan. Tetapi karena cara-caranya yang jahat, teman-temannya 


berkomplot melawannya dan ia dipukuli sampai mati.”6


 Penulis-penulis lain 


dari masa yang sama menceritakan hal yang sama: Amel-Marduk “dibunuh 


oleh sanak-keluarganya,” menurut pakar sejarah Yunani, Megasthenes, dan 


Labashi-Marduk “juga kematiannya disebabkan oleh kekerasan.”7


 


Orang yang akhirnya mendapatkan makhkota Babilonia yaitu  Nabonidus, 


perwira angkatan perang yang membantu perundingan perjanjian perdamaian antara bangsa Midia dan bangsa Lydia tiga puluh tahun sebelumnya. 


Ia sekarang sudah memasuki usia enam puluh tahun, dengan seorang putra 


yang sudah berumur empat puluh tahun, dan memiliki  pengalaman baik 


sebagai seorang tentara dan seorang anggota istana.8


 Tetapi ia tidak punya 


darah raja. Diperkirakan dia berasal dari kota Haran, karena ibunya yang 


hidupnya lama, Adda-Guppi, sudah menjadi imam wanita dari dewa bulan 


Sin selama bertahun-tahun di sana. Sebuah prasasti di Haran menulis tentangnya: “Raja Babilonia, putra dan keturunan dari jantungku,” terbaca pada 


prasasti itu, “seratus empat tahun yang mujur dalam kehadiran Sin, raja dari 


segala dewa, kepadaku ia ada dan menyebabkan aku hidup.”9


 


Ini yaitu  suatu warisan kehormatan, tetapi tidak bersifat kerajaan, 


seperti diakui oleh Nabonidus sendiri. Dalam prasastinya sendiri yang 


terkenal, sebuah silinder yang menggambarkan restorasinya atas kuil-kuil di 


kota Haran dan Sippar, Nabonidus menulis, “Saya yaitu  Nabonidus, yang 


tidak memiliki  kehormatan menjadi seseorang; kerajaan tidak ada dalam 


diriku.”10 Bagaimanapun juga kedudukannya kelihatannya didukung sekaligus oleh para perwira angkatan perang dan pejabat negara, Tawarikh Babilonia 


hilang dari awal masa pemerintahannya, tetapi prasastinya memberi tahu 


kita, “Mereka membawaku ke tengah-tengah istana, dan menundukkan diri 


mereka di bawah kakiku dan mencium kakiku dan menghormati kerajaanku 


… Untuk Nebukhadnezzar yang mendahului aku, aku yaitu  perwakilannya 


yang kuat … pasukan-pasukan angkatan perang telah dipercayakan ke dalam 


tanganku.”11


Babilon yang diserahkan pada Nabonidus sudah dilemahkan oleh enam 


tahun perkelahian dalam negeri, dan Nabonidus tidak lagi memiliki  


sumber uang untuk mendesak ke Selatan melawan Mesir seperti para pendahulunya. Tetapi ia tetap raja dari kekaisaran yang hebat. Ia tidak memiliki  


banyak musuh. Di sebelah Timurnya, Astyages masih tetap raja dari bangsa 


Midia dan Persia, dan masih merupakan sekutunya yang setia. Kambises, raja 


Persia, sudah wafat pada tahun 559, tiga tahun sebelumnya dan Cyrus muda 


menjadi penguasa bangsa Persia (“Cyrus menjadi raja Persia pada tahun pembukaan Olimpiade ke Lima Puluh lima,” kata pakar sejarah Yunani Diodorus 


Siculus, dan ia menambahkan bahwa semua pakar sejarah setuju dengan tanggal ini);12 tetapi sejauh ini ia belum menunjukkan niatnya yang buruk tentang 


percobaan pembunuhan kakeknya terhadapnya pada waktu ia masih bayi. Ia 


tetap setia pada maharaja Midia, dan juga setia pada Babilonia. 


Di sebelah Barat Daya, bangsa Lydia dari Asia Kecil yang kuat sekarang 


dikuasai oleh Croesus, putera Alyattes, yang memperluas kekaisaran lebih 


jauh lagi; Orang Frigia yaitu  rakyat Lydia, dan orang Lydia bersekutu 


dengan kota-kota Ionia Yunani sepanjang pantai. “Sardis berada dalam 


puncak kesejahteraannya,” komentar Herodotus, “dan dikunjungi … oleh 


setiap orang Yunani terpelajar yang hidup pada saat itu, termasuk Solon dari 


Atena,” yang dalam masa pengasingan sepuluh tahunnya dari kota. Jalanjalan perdagangan Asia Kecil memberikan Croesus kekayaan sebanyak Midas 


pendahulunya, dua ratus tahun sebelumnya; dan seperti Midas, Croesus 


memiliki  reputasi sebagai orang terkaya di dunia. 


Nabonidus mengajak Croesus untuk mengadakan persekutuan resmi antara 


tahta Babilonia dan Lydia. Ia juga berdamai dengan Mesir. Sebetulnya, dalam 


waktu yang pendek sepertinya ia tidak memiliki  musuh sama sekali. 


Tetapi memang hanya untuk waktu yang singkat. 


Cyrus belum melupakan kejahatan-kejahatan kakeknya; pasti ibunya 


juga membantunya mengingatkannya. Ia yaitu  yang paling pemberani dan 


paling disukai dari generasinya,” menurut Herodotus. Keluarganya sendiri, 


Achaemenids termasuk dalam suku Pasargadae, yang merupakan marga yang 


terbesar dan paling kuat dari seluruh marga di Persia. Orang-orang ini sudah 


berada di pihaknya, seandainya ia memilih untuk memberontak melawan

dominasi Midia, dan ia mulai meyakinkan suku-suku lain satu per satu untuk 


bergabung dengannya, dan Cyrus mendapatkan banyak pihak yang menyetujui pesannya: “Bebaskan dirimu dari perbudakan .. setidaknya kamu sederajat 


dengan bangsa Midia dalam segalanya, termasuk dalam peperangan!”13


Tambahan lagi, Harpagus tua berada di sisinya. “Ia sudah menemui semua 


orang penting Midia, satu per satu,” kata Herodotus, “ dan mencoba untuk 


meyakinkan pentingnya menetapkan Cyrus sebagai pemimpin dan membawa 


pemerintahan Astyages kepada akhir.” Kemungkinan tingkah laku Astyages 


sudah makin bertambah kejam, karena satu per satu bangsa Midia menyeberang mengikuti rencana Harpagus. 


saat  semua sudah siap, Cyrus dan bangsa Persianya mulai bergerak 


menuju Ekbatana. Pengawas Astyages menaikkan tanda bahaya. Raja tua 


itu, masih belum pikun, memerintahkan agar orang-orang bijaksana, yang 


dulu menafsirkan mimpinya telah menjadi kenyataan, dilempari lembing di 


luar tembok Ekbatana. lalu  ia mengumpulkan pasukannya sendiri, dan 


menempatkan Harpagus (yang sudah memainkan perannya dengan sempurna selama bertahun-tahun) sebagai pimpinan pasukan. Harpagus memimpin 


semua orang Midia itu keluar melawan Persia, dan dengan cepat berpindah 


pihak, semuanya beserta para panglimanya. Pastilah itu merupakan saat yang 


paling memuaskan untuknya. 


Banyak dari serdadu Astyages yang setia melarikan diri; Astyages dijadikan 


tahanan, dan Cyrus menguasai Ekbatana dan menobatkan dirinya sebagai raja 


dari Midia dan Persia. “Beginilah akhir dari masa pemerintahan Astyages, 


sesudah  ia memerintah selama tiga puluh lima tahun,” Herodotus menyimpulkan. “Berkat perbuatannya yang jahat, bangsa Midia menjadi tunduk di 


bawah Persia, sesudah  mendominasi bagian dari Asia yang terletak lebih jauh 


dari Sungai Halys selama 128 tahun.”14 Cyrus, menunjukkan dirinya sama 


seperti kakeknya tidak mau menumpahkan darah kerajaan yang telah memelihara hidupnya, ia tidak membunuh kakeknya, tetapi tetap menahannya 


dalam tahanan yang nyaman sampai si tua itu meninggal secara alami. 


Sekarang keluarga Achaemenid dari Persia menguasai tanah di sebelah 


Timur. Cyrus tidak berniat untuk mengambil Babilonia, sekutu lamanya, 


tetapi ia memiliki  ambisi untuk memerintah suatu kekaisaran. Segera 


sesudah  kemati