Minggu, 01 Desember 2024

dunia kuno 19




  dari 


Teluk, selama beberapa tahun. Sekarang ia mengumpulkan anggota sukunya 


dan bergerak untuk menyerang kota Ur, perhentian pertama dalam perjalanannya untuk merebut kembali wilayah Babilonia yang lama.4


Esarhaddon, yang mulai merasakan bahwa arwah Merodach-baladan pasti 


akan memberi azab pada raja-raja Assiria, mengirimkan tentara-tentara untuk 


membersihkan kekacauan; Nabu-zer-ketti-lisher lari ke Elam dan mendapatkan, dengan cukup terkejut, bahwa raja Elam yang baru saja dimahkotai 


tidak memiliki  keinginan untuk mengusik penguasa Assiria yang baru. Ia 


ditangkap dan, masih dalam keadaan terperanjat, dibunuh.5


Esarhaddon sendiri, segera sesudah itu, mulai mengucurkan uang dan 


orang ke Babilonia.


Penghancuran kota yang menyedihkan oleh Sankherib tidak diterima

dengan baik oleh sebagian besar istana, dan oleh banyak dari rakyatnya 


sendiri; dewa-dewa Babilonia sangat terlalu dekat dengan dewa mereka, dan 


pengambilan patung Marduk dari Babilonia merupakan penghinaan bagi 


orang banyak sehingga diharapkan akan ada pembalasan dendam dari ilahi. 


Catatan Esarhaddon sendiri menyatakan bahwa ia berhasrat untuk membangun kembali Babilonia karena cintanya pada Marduk. Namun, hal ini 


memberikan sedikit masalah; jika ia membuang banyak waktu untuk membuat janji menebus penghinaannya terhadap Marduk, ia sama saja dengan 


menyalahkan ayahnya sendiri untuk pelecehan (dan berpotensi untuk menghancurkan pengakuannya sendiri sebagai bagian dari keluarga raja-raja yang 


dipilih secara ilahi).


Ia mengatasi masalah ini dengan keberhasilannya menggambarkan 


kehancuran Babilonia tanpa pernah menyebut ayahnya. Laporannya tentang penggenangan Babilonia memberi kesan bahwa tak satu pun manusia 


mengambil peran dalam kehancuran tersebut:


Dalam pemerintahan dari raja yang sebelumnya,


Ada pertanda buruk di Babilonia.


Ada kejahatan, ketidakadilan, penipuan,


Para penghuni salah memperlakukan dewa-dewa,


melupakan persembahan dan pemujaan yang lazim,


mengambil harta kuil untuk membayar Elam,


mengambil harta Babilonia untuk yang lain.


Sebelum waktuku, Marduk menjadi murka terhadap Babilonia,


Arahtu membanjiri dan membuat kota hancur,


Babilonia menjadi sebuah gurun,


Ilalang dan pohon liar tumbuh di kota yang ditinggalkan,


dewa-dewinya meninggalkan tempat-tempat suci mereka,


para penghuninya lari menjadi pengungsi.6


Ini yaitu  sejarah yang mengerikan tetapi merupakan propaganda yang 


sangat cerdas: pengulangan ungkapan “Sebelum waktuku” yang menjauhkan 


tuduhan dari Esarhaddon tanpa harus menusuk diri ayahnya; penjelasan bahwa 


dewa-dewi meninggalkan Babilonia karena kemarahan ilahi, bukan diangkut 


oleh kendaraan-kendaraan Assiria; berkesan bahwa permohonan terhadap 


Elam telah membuat Marduk sangat marah; keterangan yang palsu tentang 


”raja sebelumnya”; dan di atas semua itu, pernyataan yang menyedihkan 


”Arahtu membanjiri” (sebagaimana berlawanan dengan yang sesungguhnya, 


”tentara-tentara Assiria telah membendungnya dengan reruntuhan dari tembok-tembok Babilonia”).7

Patung Marduk masih tetap berada di Assiria, sebagai peringatan bagi 


penduduk Babilonia bahwa dewa mereka telah tinggal dengan raja Babilonia 


yang syah. Tetapi Esarhaddon, bersandiwara sebagai wakil tuhan, membangun kembali kuil-kuil dan rumah-rumah dan meletakkan kembali jalanjalan. Ia menuliskan pujian-pujiannya sendiri ke dalam jalan-jalan di bawah 


kaki: bentuk dari bata-bata yang dipakai untuk mengeraskan jalan menuju 


komplek kuil yang megah Esagila dicetak dengan tulisan ”Bagi dewa Marduk, 


Esarhaddon, raja dunia, raja Assiria dan raja Babilonia, membuat jalan prosesi 


menuju Esagila dan Babilonia bersinar dengan bata-bata bakar dari tempat 


pembakaran yang secara adat murni.”8


Suku dari Khaldea, Bit-Dakkuri, suku yang serumpun dengan Bit-Yakin 


Merodach-baladan, sekarang memutuskan untuk berteman. Mereka mengirim surat ke Babilonia menawarkan kesetiaan, tetapi Esarhaddon, yang sedang 


tidak tertarik untuk mempercayai orang Khaldea, menulis balik dengan nada 


pahit. ”Pesan raja untuk yang bukan orang-orang Babilonia,” demikian surat 


diawali, dengan ringkas:


 ... Dengan ini aku mengirimkan balasan kepadamu, dengan segel yang 


masih utuh, suratmu yang tidak memiliki  arti bagiku. Mungkin Anda 


akan bilang, “Mengapa ia mengembalikannya pada kita?” saat  warga 


Babilonia, yang yaitu  pembantu dan kekasihku, menulis kepadaku, aku 


membuka surat itu dan membacanya. Tetapi apakah baik bagiku untuk 


menerima dan membaca surat dari tangan para kriminal?9


Surat tersebut diikuti oleh bala tentara; Esarhaddon mengirimkan tentara-tentara Assiria untuk mendorong orang-orang Khaldea pergi dari tanah Selatan 


Babilonia, kembali ke rawa-rawa.


Sementara itu ancaman baru menyatu di arah Timur Laut. Suku bangsa 


pengembara yang telah lama menjelajahi daerah sekitar pantai Laut Kaspia 


sedang berkumpul di atas suku-suku Medes dan Persia. Orang Assiria menyebut pendatang baru tersebut Gimirrai; bagi para pakar sejarah mereka dikenal 


sebagai orang-orang Cimmeria.


Orang-orang Cimmeria, seperti halnya para pengembara di pegunungan, lebih hebat dalam hal berkelahi daripada yang lain.*


 Pengembaraannya

sepanjang perbatasan Assiria Utara telah mencapai sejauh Kilikia, pinggir dari 


daerah Asia Kecil, dan mereka juga berkawan dengan raja Urarria, Rusas II 


(yang kelihatannya masih menyembunyikan pangeran pembunuh ayahnya di 


suatu tempat di pegunungannya).10 Hal ini membuat Esarhaddon membuat 


peringatan: Persekutuan Cimmeria/Urarria ini bisa berbahaya.


Dalam upaya untuk memperkuat perbatasannya di Utara, Esarhaddon 


membuat aliansi sementara dengan kelompok pengembara yang kedua yang 


merembet ke bawah dari Pegunungan Kaukasus, sebelah Utara Laut Hitam. 


Orang-orang Scythia ini akan memberinya persenjataan tambahan untuk 


menahan orang-orang Cimmeria and Urarria, namun ia tidak secara penuh 


mempercayai mereka. Lembaran catatan dari pemerintahan Esarhaddon, di 


mana pertanyaannya pada dewa matahari Shamash ditulis sehingga dapat 


dipersembahkan di kuil, mencatat kesulitan-kesulitan raja:


 Shamash, dewa yang mahabesar, apakah Rusas, raja Urartu, datang dengan persenjataannya, dan orang Cimmerian (atau siapa saja sekutunya), 


dan berperang, membunuh, menjarah, dan merampas?


 Shamash, dewa yang mahabesar, jika aku memberikan salah satu dari 


anak-anak perempuanku untuk diperistri raja dari Scythia, apakah ia akan 


mengutarakan kata-kata kesetiaan kepadaku, kata-kata perdamaian yang 


benar dan tulus? Apakah ia akan memegang perjanjianku dan melakukan 


apa saja yang membuat aku senang?


 Shamash, dewa yang mahabesar, apakah pasukan dari Cimmeria, atau 


dari Medes, atau dari musuh mana saja akan menyerang? Apakah mereka 


akan mencoba untuk menangkap kota-kota melalui terowongan, melalui 


tangga mendaki, melalui lereng and alat-alat penggempur, atau dengan 


perjanjian perdamaian—tipu muslihat?11


Tidak ada jawaban-jawaban yang jelas dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.


E dipaksa berperang pada tahun 676, saat  pengembara 


Cimmeria mendesak terlalu jauh ke Barat dan mereka sampai pada perbatasan 


Frigia.


Frigia yang makmur bukannya tidak berdaya. Kampung-kampung mereka—bangunan-bangunan batu di atas bukit, yang fondasinya masih bisa terlihat 


ribuan tahun lalu —dibangun untuk pertahanan. Monumen mereka 


yang paling khas, “monumen muslihat” masih menandai lanskap itu: potongan-potongan batu menonjol ke udara, satu sisi diukir menjadi seperti tembok, 


dengan pahatan bentuk pintu yang tidak pernah bisa dibuka. Monumen Midas 


di kota Midas menghadap matahari terbit, seperti hampir semua monumen 


muslihat yang lain. Selama beberapa saat pada waktu fajar, permukaannya yang 


kelabu berubah menjadi terang dan pintu palsunya bersinar.12


Tetapi kecepatan dan kekejaman serangan orang Cimmeria mengejutkan 


mereka. Pasukan Frigia dihalau mundur ke arah ibu kota Gordium, saat  


penduduk yang tinggal di pedesaan menerjang ke arah kota, mengharapkan 


bahwa mereka terlindung oleh tembok-tembok tersebut. Tetapi orang-orang 


Cimmeria melewati tembok dan membakar kota. Raja mereka, Midas, cucu 


laki-laki orang Midas yang telah 


memerintah pada zaman TiglathPileser, melihat bahwa kekalahan 


tidak dapat dihindarkan lagi. Ia 


bunuh diri di benteng pertahanan 


kota; pakar geografi Roma, Strabo, 


menulis enam ratus tahun lalu , mengatakan bahwa ia bunuh 


diri dengan cara meminum darah 


banteng.13 Kematian yang aneh, 


dan mengenaskan.


Esarhaddon menggerakkan 


pasukannya sendiri ke atas untuk 


menyambut ancaman tersebut. Kedua pasukan bertemu di 


Kilikia, dan Esharaddon mengaku 


menang. Ia telah membunuh raja 


Cimmeria, Teushpa, seperti yang 


ia sombongkan dalam tulisantulisannya, dengan tangannya 


sendiri.14


Penyerangan Esarhaddon 


menghentikan invasi Cimmeria, 


dan menyelamatkan Asia Kecil 


Barat dari kehancuran. Namun demikian Frigia telah tumbang. Desa-desa 


yang berantakan tidak pernah menghimpun dirinya kembali, dan jalur perda-

gangan yang pernah didominasi oleh pedagang-pedagang Frigia sekarang 


menjadi milik desa-desa dari lebih jauh ke Barat. Orang-orang ini dikenal 


dengan nama orang-orang Lydia, dan dengan dataran di sebelah Timur 


hancur, raja mereka Gyges menjadi penguasa terkuat di seluruh Asia Kecil.


M  kurang lebih telah bersatu, di bawah pharaoh-pharaoh Nubia 


dari Dinasti Dua Puluh Lima, selama sekitar delapan puluh tahun. Tirhakah, 


pangeran yang berperang sama kuat dengan Sankherib bertahun-tahun sebelumnya, sekarang menjadi raja. Esarhaddon bertekad untuk menyelesaikan 


penaklukan yang telah dimulai oleh ayahnya: “Shamash, tuhan yang mahabesar,” permohonannya berikutnya dimulai, “apakan aku harus pergi ke Mesir, 


dan berperang melawan Tirkhakah, raja Kush, dan pasukannya; dan dalam 


perang ini, apakah senjataku dan pasukanku akan menang?”15 Jawabannya 


pasti harus positif, karena riwayat Assiria mencatat, “Pada tahun ketujuh dari 


pemerintahan Esarhaddon, pasukan Assiria bergerak ke Mesir.”16


Tirhakah telah lama menunggu pentahtaannya, dan ia tidak bakalan duduk 


tenang di Delta hingga Esarhaddon datang. Angkatan perang Mesir bergerak 


ke atas menyambut orang-orang Assiria di kota daerah Palestina, Ashkelon, 


di mana orang-orang Ashkelon bergabung dengan mereka. Orang-orang 


Esarhaddon datang di Ashkelon untuk menghadapi lawan yang bergabung 


ini dalam keadaan lelah dan lemah. Dalam perjalanan yang jauh ke Selatan, 


mereka dipaksa untuk bertarung dengan suku pengembara-pengembara Arab 


yang melihat barisan panjang orang Assiria sebagai sumber empuk untuk 


makanan dan senjata.


Peperangan selanjutnya cukup pendek, dan pasukan Tirhakah menang. 


Esarhaddon mundur dari Delta. Tirhakah kembali ke Mesir, di mana ia 


masuk dalam proyek pembangunan (termasuk Kuil Amun yang terbentang 


luas di Nubia) di seluruh Negara, dalam gaya seorang pharaoh yang aman 


dalam kebesarannya.17


Tetapi sebenarnya Esarhaddon belum juga pergi. Ia sekedar mundur 


untuk mengumpulkan kembali pasukan perangnya. Dua tahun lalu , 


pada tahun 671, ia datang dengan pasukan yang sudah istirahat dan menerjang melewati pertahanan luar Mesir, terus ke bawah lagi melewati Delta dan 


melanjutkan hingga Memphis, di mana Tirhakah dan pasukannya berhenti di 


posnya yang terakhir. saat  menjadi jelas bahwa pasukan Assiria akan menang, Tirhakah melarikan diri dari medan perang dan lari ke Selatan menuju 


daerah-daerah nenek moyangnya. Esarhaddon menangkap putra dan istrinya, 


sebagian besar keluarganya, dan sebagian besar anggota istana, dan membawa 


semua orang tersebut kembali ke Nineweh sebagai tawanan. Bersama dengan 


keluarga Tirhakah, ia mengumpulkan anak-anak laki-laki dari berbagai bang

sawan—termasuk putra dari raja Sais, kota di Delta Barat—dan membawa 


mereka kembali ke Nineweh untuk mendidik mereka menjadi orang Assiria.


Ia meninggalkan Mesir dalam pengawasan para gubernur yang telah bersumpah setia kepada Assiria.18 Kesetiaan mereka nyaris tidak berlangsung 


hingga Esarhaddon tiba di Nineweh. Gubernur Sais, seseorang bernama 


Necho, tetap setia (anaknya, bagaimana pun juga, disandera di Nineweh), 


namun pengikut-pengikut dari kota-kota lain berhenti mengikuti perintah 


Assiria hampir sesaat  sesudah buntut barisan mereka hilang dari pandangan.


Esarhaddon mencapai Nineweh, berbalik lagi, dan melaju kembali ke 


Mesir. Ia tidak pernah mencapai Mesir; ia meninggal dalam pergerakan ke 


Selatan.


E  tahta Assiria kepada Ashurbanipal, anak lakilaki favoritnya yang ia pilih; tetapi ia menunjuk pangeran yang lebih muda, 


Shamash-shum-ukin, putra mahkota Babilonia, penguasa yang berdaulat di 


bawah pengawasan kakak laki-lakinya. Tahun sesudah  Ashurbanipal dimahkotai, Shamash-shum-ukin juga dimahkotai di Babilonia. Perjalanannya masuk 


ke kota didampingi oleh gambar Marduk, yang akhirnya kembali ke asalnya. 


“Selama pemerintahanku,” Ashurbanipal mengumumkan dalam tulisannya 


di Babilonia,


Tuhan yang mahabesar, dewa Marduk


 masuk ke Babilonia di tengah kegembiraan dan mengambil tempat tinggalnya


dan aku membangun kembali status istimewa dari Babilonia


dan aku mengangkat Shamash-shum-ukin, adik kesayanganku,


untuk mengambil tongkat kerajaan di Babilonia.19


lalu  ia mengambil pedang ayahnya untuk melawan Mesir. Tirhakah 


telah merayap kembali ke Utara dan mencoba untuk mendapatkan kembali 


tahtanya; Ashurbanipal menyerang masuk Mesir ke Selatan sejauh Thebes, 


membunuh setiap raja yang telah melupakan kesetiaannya kepada Assiria, 


tetapi membiarkan Necho dari Sais yang pro-Assiria. Di tempat-tempat rajaraja bawahan yang meninggal, Ashurbanipal mengangkat putra-putra Mesir 


yang dibawa ayahnya kembali ke Nineweh dan yang telah dididik di Assiria, 


seorang pria muda bernama Psammetichus, dibawa kembali dari Assiria dan 


dilantik di kota Athribis di sebelah Timur, di seberang kota orang tuanya. 


Bersama-sama, ayah dan anaknya menjadi maharaja gabungan dari semua 


kota yang lain.

Namun demikian, Tirhakah masih hidup. Kali ini ia dihalau sampai 


ke Selatan sejauh Nubia Utara dan berada di Napata, hampir di Cataract 


Keempat. Ia telah mengumumkan bahwa sepupunya akan menjadi ahli warisnya; kelihatannya anaknya sendiri telah dibunuh, di Nineweh. saat  ia mati, 


sepupunya Tantamani mewarisi jabatan yang kosong, kepemimpinan raja dari 


daerah yang berada dalam kendali kuat Assiria.


Namun lalu  Tantamani memiliki  mimpi:


 Pada Tahun I ia dimahkotai ... Baginda melihat impian di malam hari: 


dua ekor ular, satu di kanan dia, yang lain di kiri. lalu  Baginda terbangun, dan tidak menemukan mereka. Baginda berkata, “Mengapa aku 


melihat itu?” Jawabnya datang padanya: “Tanah Selatan yaitu  milikmu; 


ambilah Tanah Utara untukmu. Kedua Dewi bersinar di atas pelupuk telingamu, tanah itu diberikan padamu dalam segala panjang dan luasnya. 


Tak seorang pun berbagi denganmu.”21


Ia bangkit dari tempat tidurnya dengan perintah ilahi menggema di telinganya: rebut kembali Mesir dari tangan Assiria dan raja-raja bawahannya.


Kemenangan awalnya begitu mudah; lagi pula, orang-orang Assiria telah 


pergi dan penduduk asli tidaklah bahagia berada di bawah pemerintahan 


gubernur Assiria mereka. Tatanami maju ke Utara sepanjang bengawan Nil, 


disambut baik oleh kota-kota yang ia lewati dan sambil mengumpulkan 


sekutu di belakangnya. Di Memphis, ia datang pada hambatan pertama yang 


nyata: Necho dari Sais, yang telah bergegas ke Selatan dengan diperkuat pasukan Assiria untuk menghentikan penakluk dari Nubia.


Dalam pertempuran selanjutnya, Necho tumbang. Putranya Psammetichus 


mengambil alih tugas, tetapi ia sayangnya ternyata sangat tidak dikenal oleh 


bangsawan-bangsawan lain di Delta yang lebih suka dengan pemerintahan 


orang Nubia daripada orang Assiria; Herodotus mengatakan bahwa pada 


suatu saat Psammetichus dihalau hingga menyembunyikan diri di rawa-rawa 


dari sebelas penguasa Delta, yang keluar untuk mengambil darahnya. Ia didesak mundur dengan ketat ke arah Sais, di mana ia memagari diri di belakang 


garnisun Assiria yang ditempatkan di sana.22


Sementara itu, Delta sedang merayakan diri, dan Tantamani mengukir 


doa kemenangannya kepada Amun (“Ia yang dibimbing oleh Amun tidak 


mungkin tersesat!”) pada monumen-monumen peringatan.23


Tetapi lalu  Ashurbanipal kembali lagi, kali ini dengan pasukan 


lebih banyak. Pada tahun 663, ia menggabungkan pasukannya dengan pasukan Psammetichus yang sedang berjuang, dan bersama-sama, kedua pasukan 


memorak-porandakan Delta. Tantamani lari ke Selatan untuk kedua kalinya;

dan Thebes diserang dan dibakar untuk yang pertama kalinya dalam sejarahnya. Kuil dewa Amun dihancurkan. Harta bendanya dicuri, benteng-benteng 


diratakan, dan kedua tugu perak yang berdiri di pintu-pintunya diangkut 


pulang ke Nineweh.24 Kehancuran Thebes begitu luluh lantak sehingga menjadi ejekan di Timur Dekat zaman kuno, suatu bukti tentang apa yang dapat 


terjadi kepada siapa saja yang menentang kekuatan Assiria. Puluhan tahun 


lalu , seorang nabi Yahudi, Nahum, masih dapat menggambarkannya 


dengan sangat rinci:


Thebes, pada sungai Nil, dengan air di sekitarnya,


dilindungi oleh sungai, air sebagai temboknya,


Kush sebagai kekuatannya, sekutunya ---


Namun ia ditangkap, dibawa ke pengasingan,


 Anak-anaknya dihancurkan menjadi potongan-potongan di setiap sudut jalan,


Banyak yang dibuang dari kebangsawanannya,


dan semua orang-orang besarnya diikat dengan rantai.25


lalu  Ashurbanipal menyingkirkan semua raja bawahan dan mengangkat 


Psammetichus, satu-satunya pharaoh Mesir. Mesir memang terlalu jauh bagi 


Assiria untuk menempatkan garnisun yang besar di sana. Jika Ashurbanipal 


mesti mempertahankan Negara tersebut di bawah tangannya, ia memerlukan 


seorang raja bawahan yang kesetiaannya tidak dapat dihancurkan.


Meskipun ada indoktrinasi dari Assiria, Psammetichus bukanlah raja yang 


seperti itu. Kemauannya untuk berperang di pihak pasukan Ashurbanipal selama ini hanya muslihat, sebuah strategi seseorang yang telah menghabiskan 


masa mudanya di sekeliling musuh-musuhnya, tak berdaya dan tanpa tempat 


tinggal dengan hidup tergantung pada seutas benang. Segera sesudah  ia mendapatkan tahta, ia mulai membelok pelan-pelan menjauhi tata cara Assiria. 


Ia mulai bernegosiasi dengan berbagai gubernur di Mesir, menjanjikan kepada mereka kekuatan dalam rezim yang baru. Tidak lama lalu , seorang 


petugas Assiria yang ditempatkan di Suriah mengirim surat keluhan kepada 


Ashurbanipal, di Nineweh, tentang tingkah laku Psammetichus yang semakin 


bebas; raja muda Assiria dengan pelan tetapi pasti membersihkan kota-kotanya dari tentara-tentara Assiria yang ditempatkan di sana. Ashurbanipal 


menerima surat tersebut, tetapi tidak mengirim regu pembersih. Orangorangnya sedang sibuk di tempat lain.26


Tahun 658, Psammetichus mengirim utusan rahasia kepada Gyges, raja 


Lydia, kini satu-satunya penguasa yang kuat di Asia Kecil. Bersimpati pada 


tujuan Mesir (apa pun yang mengurangi kekuatan Assiria yang mengancam 


membuatnya lebih senang), Gyges mengirim tentara tambahan untuk ber

gabung dengan Psammetichus di Mesir. Mereka meninggalkan jejak; sambil 


dalam kebosanan menunggu kapan pertempuran akan dimulai, mereka menuliskan oret-oretan yang masih dapat dibaca pada dinding-dinding dari kuil 


di Wadi Alfa.27


Tahun 653, Psammetichus bersiap untuk memancangkan masa depannya 


dengan keberhasilan dari pemberontakannya. Ia kembali kepada tentara-tentara Assiria yang ditempatkan di Delta dan menghalau mereka keluar dari 


negaranya, ke atas masuk ke dalam wilayah Semit Barat. lalu  ia membuat Sais sebagai ibu kota kerajaannya; dan dengan menikahkan anaknya 


dengan bangsawan yang paling kuat di Thebes, ia memperluas kekuasaannya 


ke bawah hingga sejauh Cataract Pertama.


Lebih jauh ke Selatan, Nubia masih berada di bawah tambal sulam 


pemerintahan lokal, dengan lebih maju bebas dari pengaruh Mesir. Tetapi 


di sebelah Utara dari Cataract Pertama, Mesir berada dalam kuasa pharaoh 


yang sebenarnya (jika itu yaitu  yang dididik Assiria), yang mengklaim gelar 


kuno Penyatu dari Dua Daerah serta berkat dari dewa Mesir yang utama.28


Untuk pertama kalinya sesudah  bertahun-tahun, maat—perintah ilahi—telah 


kembali ke Mesir. Dinasti yang ke Dua Puluh Enam, atau Dinasti Sake, yang 


terpusat di kota kelahiran Psammetichus, Sais, telah mulai.


P  M tidak berjalan dengan mulus bagi Gyges. Orangorang Cimmeria, yang telah berhimpun kembali, sekali lagi bergerak ke Barat. 


Kali ini, Assiria menolak untuk campur tangan; Ashurbanipal menyimpan 


dendam terhadap Gyges, syukur ada tentara-tentara Lydia di Mesir. Orangorang Cimmeria, di bawah raja Dugdamme, menyerang pasukan Lydia, 


menghalaunya, membunuh Gyges, dan merampok Sardis. Dugdamme lalu  bergerak ke Selatan, sehingga membawa mereka sedikit terlalu 


dekat dengan wilayah Assiria; Ashurbanipal mau membiarkan orang-orang 


Cimmeria memberi pelajaran bangsa lain, tetapi ia tidak menghendaki mereka berada di daerahnya sendiri.


Ia mulai mengatur ekspedisi ke Utara, tetapi takut akan terjadinya gerhana 


yang menurut tafsiran para imam istana itu sebagai pertanda buruk: “Akan 


ada penyerangan atas daerahmu sendiri,” mereka memberitahu rajanya, ”dan 


tanah akan dihancurkan.”29 Untung bagi Ashurbanipal, tidak lama sesudah 


perampokan Sardis, Dugdamme jatuh sakit dengan penyakit yang menjijikkan yaitu campuran antara muntah darah dan pembusukan kulit di buah 


pelirnya.30 Penyakit tersebut menyebabkan kematiannya, dan Ashurbanipal 


yang sudah lega dapat meninggalkan ekspedisinya di Utara.


G A R I S WA K T U 5 4


ASSIRIA DAN


DAERAH SEKITAR


MESIR, ISRAEL, DAN YUDA


Ashur-Dan III (771-754)


Nabonassar Ashur-nirari V


(Babilon) (753-746)


Sarduri I Tiglath-Pileser III


(Urartu) 


Midas (Frigia)


Merodach-baladan Shalmaneser V


(Babilon) Sargon II


(721-704)


 Sankherib (704-680)


 Esarhaddon (680-668)


Shamash-shum-ukin Ashurbanipal


(Babilon) Frigia jatuh 


ke tangan Cimmeria


 


Gyges (Lydia)


Dinasti 25 (Nubian)


 Pianchi (747-716)


 (yuda) (Israel)


 Ahaz


 Hoshea


 Hizkia


 Shabaka Kejatuhan Israel


 Tirhakah (690-664)


Dynasty 26


 Necho I


 Psammetichus I





K    Psammetichus bukanlah 


kehilangan daerahnya untuk terakhir kali. Selama pemerintahannya, batasbatas telah berubah, dan sedikit masuk ke dalam. Ashurbanipal yaitu  raja 


yang cakap, tetapi tidak ada Sargon, menumpahkan semua energinya untuk 


peperangan yang berkelanjutan sehingga kerajaannya mungkin sudah sedikit 


lebih luas. Ia telah disibukkan dengan jenis-jenis pencapaian yang berbeda.


Ia bukan raja Assiria yang pertama kali mengumpulkan lempengan tanah 


liat, tetapi ia yaitu  yang pertama kali membuat koleksi itu sebagai prioritas 


di seluruh kerajaannya. Ia melakukan hal ini dengan model yang teratur: ia 


mengirimkan petugas-petugasnya ke seluruh kerajaan untuk membuat inventori dari setiap perpustakaan di mana saja di kerajaannya, dan mengumpulkan 


tiruan dari setiap lempengan yang bisa ia temukan: kutukan, ramalan, ramuan-ramuan obat, pengamatan astronomi, cerita dan dongeng (termasuk 


susunan dari cerita-cerita senilai ribuan tahun tentang pahlawan zaman purba 


Gilgamesh), semua disatukan.1


 Lama-kelamaan perpustakaan di Nineweh 


memiliki hampir tiga puluh ribu lempengan di dalamnya. Menurut pendapat 


Ashurbanipal, perpustakaannya merupakan pencapaian yang kekal dari kerajaannya:


Aku, Ashurbanipal, raja semesta,


kepada siapa dewa-dewa telah menganugerahkan kecerdasan yang luas,


yang telah mendapatkan ketajaman yang tembus batas


untuk rincian yang sulit ditembus oleh pengetahuan ilmiah


(tak satu pun dari pendahuluku memiliki pemahaman seperti ini),aku telah menempatkan lempengan-lempengan ini demi masa depan perpustakaan di Nineweh


demi hidupku dan demi kesejahteraan jiwaku,


untuk meneruskan fondasi dari singgasana kerajaanku.2


Esarhaddon mungkin telah berhasil untuk mempertahankan Mesir, tetapi 


kerajaan alam pikiran Ashurbanipal akan bertahan selama-lamanya.


Kerajaan duniawinya sedikit lebih mudah retak. Raja Elam sedang mempersiapkan penyerangan ke Babilonia, dan ke arah Utara Elam satu musuh 


baru sedang (sekali lagi) bersatu untuk membuat ancaman.


Pada tahun yang sama saat  Psammetichus memberontak, raja Elam, 


Teumann, dan pasukannya mulai bergerak ke arah Babilonia. Kemungkinan 


Teumann telah dijanjikan dengan penyambutan yang hangat. Permusuhan 


telah berkembang antara Ashurbanipal dan adiknya Shamash-shum-ukin, raja 


muda Babilonia, selama beberapa saat. Tulisan-tulisan awal dari Shamashshum-ukin menyebutkan Ashurbanipal, dengan sopan, sebagai “abang 


kesayanganku” dan “raja dari keempat bagian dari bumi,” memohon berkat 


untuk kesehatan Ashurbanipal, dan menakut-nakuti musuh-musuhnya dengan bencana.3


Tetapi jumlah catatan yang sama yang ditinggal di Babilonia oleh 


Ashurbanipal sendiri menyatakan bahwa ia telah mengelola terlalu mikro 


persoalan-persoalan kota selama bertahun-tahun.4


 Satu pasukan Elam 


dapat membantu Shamash-shum-ukin membebaskan diri dari dominasi 


Ashurbanipal.


saat  Ashurbanipal menerima berita bahwa orang-orang Elam sedang 


bergerak, ia meminta petunjuk para peramal istana. Mereka meyakinkan dia 


bahwa pertanda buruknya menguntungkan, maka ia mengambil tindakan 


melawan: ia menyeberang sungai Tigris dan menemui orang-orang Elam di 


daerahnya sendiri. Pasukannya menghalau mereka mundur ke Susa, mengakibatkan pembunuhan besar-besaran terhadap mereka. “Aku membendung 


sungai dengan tubuh orang-orang Elam,” Ashurbanipal membual, dalam 


prasasti yang diukir pada relief-relief di Nineweh, “dan saat  Teumann, 


raja dari Elam, melihat kekalahan pasukannya, ia lari untuk menyelamatkan 


dirinya.”


 Teumann, raja dari Elam, terluka; anak tertuanya menarik tangannya, dan 


mereka lari ke arah hutan. Tetapi kerangka dari kereta kerajaannya pecah 


dan jatuh menimpanya (dan memerangkap dia). Teumann, dalam keputusasaan, berkata pada anaknya, “Ambil busur [dan lindungi kita]!” Tetapi 


tiang kereta yang telah menembus Teumann, raja dari Elam, juga telah menembus anak laki-lakinya. Dengan dorongan dari Assur, aku bunuh 


mereka; aku potong leher mereka di depan satu sama lain.5


Relief-relief itu sendiri memberikan satu rincian lagi; Ashurbanipal kelihatannya membawa kepalanya pulang bersamanya dan menggantungnya di 


kebun, tempat ia dan istrinya lalu  makan malam di bawah pepohonan 


yang dihiasi tadi. Sementara itu Shamash-shum-ukin tetap berada di atas 


tahtanya. Nampaknya, tidak ada bukti bahwa ia pernah berhubungan dengan 


Teumann yang sudah mati tersebut.


Hampir sesaat  itu juga, satu pasukan lain bergerak menuju Nineweh 


sendiri.


Suku-suku bangsa Madua telah berhasil mengatur diri ke dalam kerajaan Median beberapa tahun sebelumnya. Suatu saat sebelum Ashurbanipal 


naik tahta, seorang hakim desa bernama Deioces telah mendapatkan reputasi akan kejujuran dan integritasnya yang menyebar ke seluruh suku bangsa 


Midian, sampai mereka menyatakan dia sebagai pemimpin di antara mereka 


semua. “Begitu kekuatan ada di tangannya,” Herodotus menulis, “Deioces 


menekankan agar orang-orang Medes membangun sebuah kota dan memelihara kota yang satu itu.”6


 Kota pusat tersebut yaitu  Ecbatana, dan saat  


suku-suku tersebut berkumpul di situ Ecbatana menjadi pusat dari bangsa 


yang sedang muncul.Ecbatana: satu dari kota-kota yang paling menakjubkan pada zaman purba, 


dibangun di atas lereng Timur dari Gunung Orontes. Ecbatana dikelilingi 


oleh tujuh tembok yang melingkar, yang lebih jauh terletak di lereng bukit 


dari yang berikutnya dan seterusnya, sehingga puncak dari masing-masing 


dapat dilihat semakin jauh semakin menanjak ke atas.7


 Baluarti-baluarti kota 


— posisi-posisi pertahanan di tembok, yang dibangun keluar dari tembok 


itu sendiri dalam bentuk baji yang diperkuat sehingga para pemanah dapat 


berdiri di atasnya — dicat dengan warna yang terang; kubu-kubu baluarti dari 


tembok yang paling luar berwarna putih, berikutnya berwarna hitam, lalu  merah, biru, dan merah jingga; kubu-kubu baluarti dari lingkaran yang 


kedua dari luar disepuh warna perak, dan lingkaran yang terakhir, di mana 


terletak istana kerajaan itu sendiri, disepuh keemasan. Ecbatana yaitu  salah 


satu dari pemandangan yang luar biasa dari dunia purba: enam ribu kaki di 


atas permukaan laut, bersinar di atas puncak bukit seperti permainan anakanak yang besar dan menakutkan.


Tahun 675, putra Deioces, Phraortes, telah mewarisi peran ayahnya 


sebagai pemimpin. Dari Ecbatana, Phraortes menyerang Parsua yang berdekatan: orang-orang Persia, persekutuan yang lebih longgar yang dipimpin oleh 


maharaja mereka, Achamenes. Mereka dikalahkan dan dijadikan Negara taklukan Dan dari sana, Herodotus menyatakan, Phraortes, “dengan dua Negara 


kuat di bawah perintahnya,” membuka mata untuk mengalahkan Asia, “suku 


demi suku.” Ia telah menjadi seorang raja.


Tahun 653, Phraortes juga telah berhasil membuat persekutuan dengan 


orang-orang Cimmeria yang liar. Bersama-sama, orang-orang Medes dan 


Persia dan Cimmeria memutuskan akan mengambil keuntungan dari masalah yang dihadapi Ashurbanipal di Assiria untuk bergerak ke ibu kota itu 


sendiri.


Ini yaitu  salah perhitungan. Orang-orang Scythia, yang bersekutu dengan 


Assiria karena pernikahan (saudara perempuan Ashurbanipal menikah dengan 


raja Scythia), datang dan bertempur di sisi pertahanan Assiria. Pasukan-pasukan Cimmeria, Medes, dan Persia tidak hanya dipukul mundur dari benteng 


kota Nineweh, tetapi Phraortes pun terbunuh; dan pahlawan Scythia komandan Madius mengklaim kedudukannya sebagai Madius orang Scythia, Raja 


dari Medes dan Persia.


Pada  , kejengkelan Shamash-shum-ukin terhadap kakaknya muncul ke permukaan. Ia memimpin para tentara Babilonia melawan 


Cuthah, pos terdepan Assiria tepat di Utara Babilonia, dalam upaya yang 


terang-terangan untuk memancing pasukan abangnya keluar. Ashurbanipal 


menyatukan pasukannya sendiri untuk serangan balasan; kegelisahannya tercermin dalam pertanyaannya kepada dewa matahari Shamash yang bertahan 


hidup dari saat itu. “Shamash, tuhan mahabesar,” salah satu dari yang lebih 


awal tertulis, “apakah orang Elam bergabung untuk berperang?” (Jawabnya 


mengiyakan, dan jelas tentara-tentara Elam segera datang untuk memperkuat 


pemberontakan Shamash-shum-ukin. sesudah  kematian Teumann, tidak seorang pun secara khusus berhasil menuntut singgasana Elam, dan pasukan 


tersebut kelihatannya jalan sendiri.)


Shamash-shum-ukin menenggelamkan diri di belakang tembok Babilonia 


untuk bertempur. “Apakah pasukan dari Shamash-shum-ukin akan meninggalkan Babilonia?” Ashurbanipal bertanya pada tuhannya, tidak lama sesudah 


itu, dan lalu , dengan menunjukkan kekurangyakinan tertentu, “Apakah 


pasukan Assiria akan menang melawan Shamash-shum-ukin?”8


Pasukan memang menang, tetapi tidak sampai sesudah  pengepungan selama tiga tahun berakhir dengan kelaparan dan ketakutan (“Mereka yaitu  


daging anak-anak laki-laki dan perempuan mereka karena kelaparan”). saat  


kota akhirnya tumbang, tentara Ashurbanipal tidak menunjukkan belas kasihan terhadap pemberontak yang bertahan. Catatan Ashurbanipal sendiri 


membenarkan, secara tidak langsung, mengapa dulu-dulunya kota tersebut 


dihancurkan oleh kakeknya, Sankherib: Babilonia tiada lain kecuali masalah. 


“Sisa dari apa saja yang hidup, aku hancurkan di tempat kakekku Sankherib 


dibunuh,” ia menulis, “dan tubuh-tubuh mereka yang dipotong-potong aku 


berikan untuk makanan pada anjing, babi, serigala, elang, burung-burung 


dari surga, dan ikan-ikan dari kedalaman air.”9


Shamash-shum-ukin sendiri mati, bukan di tangan seseorang, tetapi di 


dalam api di istananya sendiri. Ia telah mengorbankan dirinya sendiri untuk 


menghindari balas dendam abangnya sendiri. Ashurbanipal memerintahkan 


untuk mengubur tubuhnya dengan upacara yang pantas, meletakkan orangnya sendiri, seseorang bernama Kandalu, untuk menempati tahta, dan 


memerintah Babilonia melalui boneka ini. Kandalu melayani dalam peran 


ini selama lebih dari dua puluh tahun, tetapi kurangnya kekuasaan terlihat 


dengan ketiadaannya catatan-catatan kerajaan di Babilonia yang menyebutkan 


namanya.10


Dan lalu  Ashurbanipal bertempur di satu peperangan dalam pemerintahannya yang akan memindahkan perbatasan Assiria keluar. Di sebelah 


Timurnya, perang saudara terjadi karena adanya pergantian tahta di Elam; 


Ashurbanipal pergi ke sungai Tigris dua kali lagi dengan pasukannya, setiap 


kali bertindak dengan kekejaman yang meningkat dan ia membuat seluruh 


kawasan langsung berada di bawah pemerintahan Assiria. Kota-kota di Elam 


dibakar. Kuil-kuil dan istana-istana Susa dirampok. Demi alasan yang tidak 


lebih baik daripada pembalasan dendam, Ashurbanipal memerintahkan agar kuburan kerajaan dibuka dan tulang-tulang dari para raja diikat bersama 


sebagai tawanan:


Aku bawa tulang-tulang mereka ke Assiria,


Aku buat roh-roh mereka tidak tenang,


Aku singkirkan mereka dari makanan dan minuman sesaji mereka.11


Ia mengambil siapa saja yang dapat menuntut tahta Elam di waktu mendatang untuk dibawa ke Nineweh dengan dirantai, dan mengasingkan sejumlah 


besar warga Elam jauh dari tanah air mereka; banyak dari mereka ditempatkan 


di wilayah tua Israel, sebelah Utara dari negara kecil, yang bertahan, negara 


Yuda.


Tindakan tersebut tidak sedemikian menghancurkan indentitas nasionalnya sejauh yang diharapkannya. Dua ratus tahun lalu , gubernur dari 


daerah tersebut menulis pada raja dengan menyebutkan berbagai kelompok 


di bawah pengawasannya: di antara mereka, ia menyebutkan “orang-orang 


Elam dari Susa, dan orang-orang lain yang telah diasingkan dan ditempatkan 


oleh yang maha besar dan mulia Ashurbanipal di kota Samaria dan tempat 


lain di Seberang Efrata.”12 Bahkan di perngasingan, keturunan dari tawanan 


Ashurbanipal mengingat baik nama maupun kota asal mereka.


Tetapi sesudah  hampir dua ribu tahun keberadaannya, negara Elam telah 


dihapuskan. Ashurbanipal memiliki dua rancangan, dalam berurusan dengan 


titik-titik bermasalah di kerajaannya: menghancurkan total atau mengabaikan 


sama sekali. Mesir cukup jauh letaknya untuk akhirnya beruntung mendapatkan rancangan yang kedua; Elam, yang terlalu dekat untuk diabaikan, 


mendapatkan rancangan yang pertama.


Ini yaitu  gerakan yang tidak bijaksana. Ashurbanipal tidak membangun 


kembali sesudah  menghancurkan negara tersebut. Ia tidak mengangkat gubernur, ia tidak menempatkan penghuni kembali ke kota-kota yang dibinasakan, 


ia tidak mengupayakan untuk membuat provinsi baru Assiria menjadi sesuatu 


yang lebih daripada sekadar tanah kosong; Elam terbentang terbuka dan tidak 


dilindungi.


Penyerbuan yang pertama dilakukan dengan hati-hati: maharaja Persia, 


Teispes, bergerak dengan hati-hati masuk ke wilayah Elam, Anshan, dan 


mengklaim sebagai miliknya sendiri. Ashurbanipal tidak melakukan apa-apa 


untuk menghentikannya. Tidak juga atasan Teispes, Madius orang Scythian, 


yang sekarang menempati peran sebagai raja tinggi atas Medes maupun Persia. 


Bahkan saat  Teispes mulai menunjukkan gayanya sebagai “Raja Anshan,” 


tidak ada perlawanan. Kemungkinan sebutan “raja” diikuti dengan sikap 


tunduk yang pantas dan pembayaran upeti, bahkan saat  suku-suku Persia mulai menyebar ke seluruh daerah Elam. Tanah inilah, bukan tanah yang pernah mereka diami di masa-masa sebelumnya, yang akhirnya menjadi dikenal 


dengan nama: Persia. Di sinilah mereka mengangkat busana gaun Elamit, 


sejenis gaun panjang resmi, yang lalu  dikenal sebagai gaun Persia yang 


khas.13


Hanya tiga atau empat tahun lalu , tahun 640, Teispes meninggal 


dan meninggalkan pekerjaan sebagai maharaja Persia kepada putranya, Cyrus. 


Seperti ayahnya, Cyrus mempraktikkan kepemimpinan atas suku-suku Persia 


di bawah payung dari Madius orang Scythia, dan seperti ayahnya, ia menyebut dirinya sebagai Raja Anshan. Madius orang Scythia melanjutkan dengan 


melaksanakan pemerintahannya dari Ecbatana, dengan Anshan sebagai kota 


bawahannya.


T-  dari pemerintahan Ashurbanipal ditandai dengan kekacauan yang semakin memuncak; tulisan-tulisan terpisah-pisah, 


riwayat-riwayat tidak lengkap. Tetapi sikapnya terhadap Elam yaitu  sesuatu 


dengan apa orang dapat menilai, raja telah berkembang menjadi semakin 


ceroboh dalam urusan administrasi dari provinsi-provinsinya. Mungkin ia 


sakit, atau menjadi pikun; dari tahun 630 hingga kematiannya di tahun 627, 


putranya, Ashur-erillu-ilani, memerintah kerajaan dengan namanya, dan atas 


namanya.


Tentu saja negeri-negeri di dekatnya melakukan apa saja yang mereka suka 


tanpa takut adanya campur tangan Assiria. Orang-orang Medes dan Scythia 


telah mulai melakukan perlawatan bersenjata ke Urartu, menutup jalan lewat 


satu demi satu, menduduki satu pertahanan dan berikutnya; tembok-tembok benteng kota Urartu, yang digali dua milenium lalu , kepala-kepala 


panah Scythia ditancapkan ke dalamnya seperti percikan peluru senapan 


kuno.14 Ke atas di perbatasan Utara Urartu, atap-atap dari kayu yang tumbang di kota Teishabani (sekarang Karmir Blur) ditemukan, ditebari dengan 


kepala-kepala panah Scythia yang terbakar. Panah-panah api, ditembakkan ke 


arah kota, telah membuatnya terbakar.15


Di atas tanah Semit Barat, Raja Josiah dari Jerusalem melakukan perlawatan 


ke atas ke dalam provinsi Assiria yang pernah menjadi bagian Israel, merusak 


tempat-tempat keramat, dan mengotori altar orang-orang yang menghuni 


tempat itu karena deportasi Assiria dengan menebarkan tulang-tulang manusia di atasnya.16 Sementara itu tentara Scythia bergerak melalui Yuda dan ke 


bawah menuju Mesir, mengancam penyerbuan hingga Psammetichus keluar 


untuk membuat penawaran dengan mereka: “Dengan kombinasi antara uang 


pelicin dan permohonan, ia membujuk mereka untuk tidak datang lebih jauh 


lagi,” Herodotus menulis.17 Dan ke bawah, di bagian cekungan Teluk Persia, kutukan Merodach-baladan masih aktif; kepala suku Khaldea, Nabopolassar, 


cucu kemenakan laki-laki dari pemberontak lama, mendekatkan orang-orangnya ke tembok-tembok Babilonia.*


Untuk semua masalah ini, Nineweh tidak menanggapi.


saat  Ashurbanipal akhirnya meninggal, tahun 627, kekacauan menelan hampir setiap bagian dari kerajaan. Ashur-erillu-ilani menjadi raja Assiria, 


tetapi saudara laki-lakinya tiba-tiba pergi ke Babilonia dan mengambilnya 


sendiri untuk dirinya. Sementara itu Nabopolassar bergerak ke atas dari 


Selatan untuk mengadu peruntungan atas tahta Babilonia. Untuk enam 


tahun selanjutnya, pertempuran segitiga terjadi antara Assiria di Nineweh, 


Assiria di Babilonia, dan Nabopolassar, yang sejak semula tidak berhasil merebut Babilonia itu sendiri, tetapi melancarkan pengepungan ke kota-kota di 


dekatnya satu per satu.


Di tengah-tengah kekacauan, orang-orang Midia memukul balik maharaja Scythia, yang hingga saat itu telah memerintah mereka selama dua puluh 


delapan tahun. Orang-orang Scythia, yang umumnya prajurit dan bukan administrator, telah membuat diri mereka semakin tidak populer: “Bukan hanya 


karena mereka terbiasa dengan pajak yang pasti dari subyek hukum mereka,” 


Herodotus menyatakan, “tetapi bahwa, jika pajaknya tidak mencukupi, mereka biasanya berkeliling dan menjarah milik penduduk.”18


Orang-orang Medes, dibuat jengkel dengan perlakuan itu, menggunakan keserakahan cara Scythia untuk keuntungan diri. Anak dari mendiang 


Phraortes, Cyarxes, masih tinggal di rumah ayahnya (kelihatannya tidak 


muncul di antara orang-orang Scythia gagasan bahwa mungkin menjadi 


rencana yang bagus untuk melenyapkannya). Menurut Herodotus, Cyarxes 


mengundang penguasa Scythia dan pengawalnya ke pesta untuk menghormati mereka, membuat mereka semua mabuk total, dan membunuh mereka: 


“Maka orang Medes merebut kembali kerajaan mereka,” Herodotus menyimpulkan, “dan memegang kendali lagi menguasai penduduk yang sama 


seperti sebelumnya.” Cyarxes menjadi raja tinggi bagi orang-orang Medes 


dan Persia. Segera ia mengatur kembali pasukan untuk membuatnya lebih 


kuat. Ia membaginya menjadi beberapa regu menurut keistimewaannya (tentara pejalan kaki dengan tombak, pasukan berkuda, dan para pemanah) dan 


mulai melatih mereka agar menjadi sempurna. Di sebelah Barat tidak terdapat 


apa-apa kecuali kekacauan; di Utara, kekacauan dan suku-suku pengembara 


pejuang dan kerajaan Urartu yang sedang sekarat. Bangsa Medes dan Persia 


telah siap untuk mengambil alih semua.

G A R I S WA K T U 5 5


 ASSIRIA DAN PERSIA MESIR DAN yUDA


 Ahaz


 Shalmaneser V


MIDIA PERSIA Sargon II Hizkiah


Deioces (721-704)


 Shabaka


Akhamenes Sankherib


 (704-680)


 Tirhakah (690-664)


 Esarhaddon (680-668)


Phraortes 


 Dynasty 26


 Ashurbanipal (668-626) Necho I 


Madius Teispes Psammetichus I


orang Cyrus I 


Scythian Yosias


 Ashur-etillu-ilani


 Cyarxes



Pada tahun  , orang-orang yang dijajah Yunani 


telah keluar untuk membangun sejumlah kota sepanjang poros yang terbentang luas dari Barat Daya hingga Timur Laut. Penghuni Yunani membangun 


kembali sebuah kota baru di pantai Asia, di atas reruntuhan Troya yang berumur empat ratus tahun. Kota-kota Yunani yaitu Chalcis dan Eretria, yang 


telah mengeluarkan orang-orang yang dijajah untuk membangun tidak 


kurang dari Sembilan kota di semenanjung Italia, mengirimkan lebih banyak 


penghuni ke arah Aegea Utara; Chalcis, sebenarnya, mengirimkan begitu 


banyak sehingga keseluruhan daerah bagian Utara Aegea menjadi dikenal 


sebagai Chalcidice.1


 Pantai Aegea dikelilingi oleh kota-kota Yunani; orangorang Yunani telah menjadi, dalam kiasan Plato yang hidup, “seperti katak di 


sekitar rawa.”2


Para penghuni yang mencari peruntungan di kota-kota baru Yunani dipaksa untuk menyerahkan kewarganegaraannya di kota asal mereka, kota 


metropolitan atau “kota ibu” tempat asal mereka datang.3


 Identitas utuh mereka sebagai orang Yunani terletak pada kemampuan mereka untuk mendirikan 


pagar Yunani di tanah baru mereka. Mereka membawa dengannya keranjangkeranjang isi biji-bijian dari Yunani untuk ditanam di lading-ladang di luar 


negeri, serta kendi-kendi api dengan merk dagang Yunani untuk menyalakan 


perapian di tempat asing. Didukung oleh makanan Yunani dan dihangatkan 


dengan api Yunani, mereka membangun kuil-kuil Yunani, menceritakan 


dongeng-dongeng Yunani, dan mengirimkan perwakilan-perwakilan ke permainan olahraga Yunani, menganyam jaring Yunani yang membentang keluar 


dari semenanjung itu sendiri untuk meliputi bagian-bagian dunia yang jauh.


Kelangkaan tanah di semenanjung Yunani telah memaksa setiap kota metropolitan untuk mengirim keluar penghuni jauh sebelum kota asal mereka telah mencapai kematangannya. Jajahan-jajahan, dikelilingi oleh orang lain, 


dan kota-kota ibu berkembang bersama-sama. Sejak awal mula, menjadi 


orang Yunani berarti juga memiliki unsur-unsur budaya Asia, Italia, Finisia, 


dan Afrika juga. Pendatang-pendatang Yunani memenuhi Thrace, tanah tepat 


di sebelah Utara lintasan menuju Laut Hitam, di mana orang-orang Frigia 


telah lama berpindah menyeberang air ke arah Asia Kecil.*


 Penjelajah-penjelajah Yunani pindah melewati selat Bosforus ke Laut Hitam itu sendiri, di mana 


laki-laki dan perempuan dari Miletus — kota di Ionia, yang saat itu telah dihuni oleh penghuni-penghuni Mycenas sejak lebih dari satu abad sebelumnya 


— menanami sebanyak tujuh puluh koloni sekitar Laut Hitam dan bahkan ke 


atas ke arah Utara. Penghuni-penghuni yang dikirim keluar dari kota Megara 


(tepat sebelah Barat Athena, di atas jembatan tanah yang menghubungkan 


Peloponnesia dengan bagian Utara dari semenanjung Yunani), mencaplok 


dua tempat utama di kedua sisi dari selat Bosforus, dan membangun koloni 


kembar Megaran di pantai: Byzantium di pantai sebelah Barat, Chaldecon di 


sebelah Timur.


Di pulau Thera, tempat para penghuni yang tabah telah kembali untuk 


membangun kembali di sekitar kawah vulkanik, kekurangan lahan sangatlah 


drastis. Mendekati akhir dari periode penjajahan, mungkin sekitar tahun 630 


SM, orang-orang Thera memilih satu dari dua anak laki-lakinya untuk dikirim keluar ke “Libya”: pantai Afrika di Selatan.


Menurut orang-orang Thera sendiri, ekspedisi pertama-tama mendarat di 


suatu pulau di luar pesisir Afrika, tetapi lalu  mengirim penghuni-penghuni tambahan (“satu dari dua laki-laki bersaudara . . . mana yang harus pergi 


ditentukan dengan diundi”) untuk mengembangkan koloni Thera ke arah 


daratan utama. Pemukiman Yunani di pantai Afrika Utara menjadi dikenal 


sebagai Kirene. ** Tetapi orang-orang Kirene sendiri mengingat sejarah mereka yang lebih buruk. Mereka mengklaim bahwa penghuni asli sendiri telah 


sangat kelaparan dan tertekan berat di pulau mereka yang gersang sehingga 


mereka mencoba untuk kembali ke Thera. Akan tetapi,


orang Thera menolak membiarkan mereka mendarat . . .


mereka menembakinya setiap saat kapal mereka merapat ke pantai


 dan menyuruh mereka berlayar kembali ke Libya. Karena mereka tidak 


ada pilihan dalam hal ini, mereka kembali.4

Dalam waktu lima puluh enam tahun saat  dua raja Kirene pertama memerintah, Herodotus mengatakan bahwa “populasi orang Kirene masih tetap 


pada tingkat saat  mereka pertama datang untuk mendiami Libya.”5


 Dengan 


kata lain, kondisi di pinggiran Libya begitu sulit sehingga koloni hampir tidak 


mungkin bertahan. Namun meskipun banyak kesulitan, berbagai hal berlangsung lebih parah di Thera. Rasa permusuhan orang Thera terhadap para 


perantau yang kembali, yang akan semakin memadatkan pulau lagi, menunjukkan bahwa pengiriman keluarga-keluarga Yunani keluar ke daerah-daerah 


koloni sesungguhnya merupakan masalah hidup dan mati.


Kta , di tengah-tengah Peloponesia, mengambil pendekatan yang 


berbeda untuk masalah perkembangan.


Penghuni Sparta yaitu  orang Doria yang telah menempati di atas reruntuhan Mycenas dan membangun kota mereka sendiri. Sparta terletak di 


lembah sungai, di tepi Timur sungai Eurora, yang mengalir ke bawah dari 


pegunungan di sebelah Utara. Sungai tersebut berguna sebagai persediaan 


air, tetapi dangkal, berbatu-batu dan tidak dapat dilewati kapal; maka orangorang Sparta tidak memiliki kapal. Sementara kota-kota Yunani di pantai 


mengirim muatan penuh koloni keluar ke Timur dan ke Barat, orang-orang 


Sparta mempersenjatai diri, menyeberang pegunungan Taygetus di perbatasan 


Barat mereka, dan menyerang kota Messene, yang terletak di sisi yang lain. 


Motivasi mereka umumnya praktis; kira-kira tujuh puluh tahun lalu , 


penyair Sparta, Tyrtaeus, menulis tentang perang tersebut, menyebut kota 


tersbut “Messene yang luas ... bagus untuk membajak dan bercocok tanam.”6


Penaklukan yang tidak mudah; Tyrtaeus mengatakan bahwa orang-orang 


Sparta dan Messenia bertempur selama dua puluh tahun. Tetapi pada tahun 


630, Messene telah menjadi sebuah kota pokok orang Sparta. Sparta bukan 


lagi sekadar sebagai kota Yunani: ia telah menjadi kerajaan kecil. Di kerajaan Sparta ini, orang-orang Messenia yang ditaklukkan itu menjadi golongan 


kelas budak, yang menanam bahan makan untuk orang yang menawan mereka dengan syarat-syarat yang sekasar apa pun, seperti banyak ditemukan di 


zaman feodal abad pertengahan: “Seperti keledai, menjadi usang oleh beban 


dari tuannya,” Tynaeus mengatakan, “mereka membawa ke tuan-tuan mereka 


kewajiban yang menyedihkan yaitu separuh dari buah-buahan yang dihasilkan tanah mereka.”7


 Orang-orang Sparta sendiri menjadi aristokrat, suatu ras 


majikan pejuang laki-laki dan ibu-ibu dari para serdadu perang.


Negeri Sparta memiliki keistimewaan yang tidak ditemukan di mana 


saja pada dunia purba: ia memiliki dua raja, keturunan dari laki-laki kembar 


legendaris yang pernah memerintah Sparta beberapa generasi sebelumnya, 


sambil menghabiskan “keseluruhan dari masa dewasa mereka bertengkar satu sama lain.”8


 Orang-orang Sparta lebih senang memiliki  dua raja yang selalu 


bertengkar, daripada satu raja yang mengatur semua urusan dengan kekuatan 


yang tak bisa ditentang.*


Sistem dua raja ini, meskipun juga menimbulkan kesulitan tersendiri, dapat 


mencegah munculnya kerajaan bergaya Mesopotamia. Seperti orang Assiria, 


orang-orang Sparta tidak melihat campur tangan ilahi bahwa dewa-dewa 


harus memilih seseorang untuk memerintah mereka. Pengakuan Ashurbanipal 


untuk menjadi raja “oleh perintah dari dewa-dewa yang mahabesar,” ditunjuk oleh mereka untuk “menggunakan kedaulatan,” tidak hanya asing tetapi 


menjijikkan.9


 Di Sparta, ketakutan orang Sumeria akan kekuasaan raja yang 


diwariskan dan tak terbatas, yang pernah ditemukan dalam ungkapan di 


dongeng-dongeng kuno bahwa kekuatan tersebut hanya diakhiri oleh kematian, kembali kuat