Minggu, 01 Desember 2024

dunia kuno 17




 ranya untuk membangun dinding di 


sekitar pemukiman barunya dengan cara diberi atap, dan bahwa Romulus 


membunuhnya dalam suatu amukan yang mengerikan. Apa pun sebabnya, 


kota besar yang baru saja dibangun itu dinamakan Romulus, yang membentengi bukit Palatine dan menjadikannya pusat dari kota baru Roma. Menurut 


tradisi, tahunnya yaitu  753 SM.


Kisah yang ini hampir seluruhnya samar-samar dan bahkan hampir sama 


sekali bukan sesuatu yang nyata. Arkeologi menyatakan bahwa para penghuni 


memang membangun rumah-rumah di atas lokasi Roma antara tahun 1000 dan 


800 SM, tetapi para penulis bangsa Roma itu yaitu  pembual, mengumpulkan 


kutipan-kutipan dari cerita orang lain untuk direkayasa sendiri; cerita Romulus 


dan Remus berisi suatu tambal sulam dari legenda Yunani yang lebih tua, belum 


lagi dari petunjuk-petunjuk Sargon dan Musa.** Livius sendiri, saat  menulis 


sekitar tahun 30 SM, memulai cerita sejarahnya dengan pernyataan, ”Peristiwaperistiwa sebelum Roma ada, atau dianggap ada, sudah datang kepada kami 


dalam cerita tua yang lebih berbentuk puisi yang indah daripada sekadar catatan 


sejarah.”12


Barangkali gaung sejarah yang kita dengar secara samar-samar dalam cerita ini 


datang dari perjuangan yang berulang-ulang dua laki-laki bersaudara itu. Seribu 


tahun lebih awal, perjuangan Osiris dan Pembangun Mesir juga mencerminkan 


pertempuran nyata dengan rangkaian suksesi antara saudara-saudara sedarah. 


Dalam cerita Romulus, kita mungkin melihat peperangan antara dua orang 


yang memiliki  hubungan dekat. Peninggalan zaman kuno menunjukkan 


bahwa Roma bermula dari dua pemukiman, yang satu di atas bukit Palatinum, 


yang lain di atas Esquilinum, masing-masing bukit dipegang oleh suku Latin 


yang berbeda.13 Mungkin salah satu suku tadi turun, seperti halnya Romulus, 


dari punggung perbukitan Albania, barangkali untuk memberi makan satu penduduk yang berkembang dengan biji-bijian dari dataran Tiberia yang subur.

Kemungkinan besar kelompok yang lain datang dari bukit Sabin. Menurut 


Livius, begitu ia menguasai bukit Palatinum, Romulus membangun suatu kota 


besar (”perluasan yang cepat dari wilayah yang tertutup sebenarnya terlalu 


besar untuk kondisi populasi yang nyata,” Livius menerangkan) dan lalu  menghadapi masalah dalam hal mengisi kota itu dengan orang-orang. 


Ia membuka gerbang bagi semua pengembara dan buronan (Livius, seorang 


pendukung republik yang baik, memiliki  beberapa kepentingan dalam hal 


pembuktian bahwa warga negara pendiri Roma yaitu  ”massa rakyat” seperti 


ia tulis, yang memberi kota tersebut ”suatu tambahan nyata yang pertama 


bagi kekuatan Kota tersebut, langkah pertama untuk kebesaran di lalu  


hari”).14 Orang-orang mengisi dinding itu tetapi ia memiliki  suatu masalah; kebesaran Roma ”mungkin hanya bertahan selama satu generasi,” karena 


hampir tidak ada wanita.


Hal ini diperburuk oleh kebencian antarsuku yang mirip dengan kebencian antarsaudara kandung: desa yang berdekatan, tampilan ras yang sama 


dengan penduduk di Roma, menolak untuk mengirimkan istri karena mereka 


”membenci masyarakat yang baru, dan di saat yang sama takut ... akan pertumbuhan dari kekuatan baru di tengah-tengah mereka.”15 Maka Romulus 


mengadakan festival yang sangat besar untuk Neptunus dan mengundang 


para tetangga (orang-orang Sabin, dari kota dekat yang paling besar). Puncak 


perayaannya yaitu  saat  orang-orang Sabine sedang terlena, orang-orang 


Roma menculik semua wanita-wanita muda dan membawa mereka pergi.


Wanita-wanita tersebut, menurut Livius, ”seiring berjalannya waktu kehilangan kemarahan mereka,” karena para suami baru mereka ”merayu dengan 


kata-kata manis” (orang bertanya-tanya apa yang mungkin dibuat oleh sejarawan wanita Romawi menyangkut peristiwa ini), tetapi angkatan perang 


Sabine berbaris menghadapi Roma untuk membalas dendam dan menerobos 


benteng, mengusir para penjaga. Orang-orang Romawi, akhirnya terpaksa 


untuk menyerang kota mereka sendiri, maju ke benteng kota; saat  dua pasukan saling baku tembak, pahlawan bangsa Sabine, seorang prajurit besar 


bernama Mettius Curtius, mengeluarkan seruan perang kepada orang-orangnya. ”Tunjukkan pada mereka bahwa mencuri anak-anak perempuan itu hal 


yang berbeda dengan bertempur melawan laki-laki!” ia berteriak, dan saat itulah Romulus langsung menghampiri dia dengan satu kawanan orang Romawi 


yang paling kuat di belakangnya, dan Mettius Curtius dengan kudanya berlari 


panik terbirit-birit.


Pembantaian sangat mungkin bisa terjadi, tetapi wanita-wanita Sabine lalu  membanjiri medan perang dan memposisikan diri di antara pasukan 


yang sedang berperang, sambil memohon mereka untuk berhenti berkelahi, 


karena baik suami-suami maupun ayah-ayah mereka akan mati jika per

tempuran dilanjutkan. ”Hasil dari permohonan ini benar-benar segera dan 


mendalam,” Livius menulis. ”Ketenangan pun terjadi dan tak satu pun lakilaki bergerak. Sesaat lalu , para kapten yang berseteru maju ke depan 


untuk mengadakan perdamaian. Tentu saja, mereka melakukan lebih dari itu: 


kedua negara dipersatukan di bawah satu pemerintah, dengan Roma sebagai 


pusat kekuasaan.” Romulus, keturunan raja-raja Alba Longa dan Titus Tatius, 


raja bangsa Sabine, berkuasa secara bersama-sama. (Walaupun tidak terlalu 


lama; Tatius terbunuh dalam suatu kerusuhan beberapa tahun lalu , dan 


Romulus ”diberitakan tidak lagi merasa sedih atas kematiannya seperti yang 


sepantasnya.”)16


Legenda ini, walaupun dalam pengaruh Yunani, mungkin juga 


menunjuk pada Romawi kuno sebenarnya yang terdiri dari dua perbukitan, yang satu didiami oleh bangsa Latin dari Sabine dan yang lain oleh 


bangsa Latin dari perbukitan Albania. Lebih dari itu, hal ini menunjuk 


pada suatu permusuhan yang mendasar di pusat asal-mula Roma. Seperti 


Mesir Hulu dan Mesir Hilir, bangsa ini—dengan dasar yang sama, dengan 


kebiasaan dan bahasa yang serupa—bagaimana pun juga bermusuhan di 


pusat. Bangsa Yunani berusaha menemukan titik tengah; orang-orang Latin 


menolak untuk mengenali orang lain dari ras keturunan mereka sendiri. 


Dalam penjelmaan yang paling kuno, kota Roma memiliki  dua kutub, 


dan orang-orangnya hidup dengan punggung saling membelakangi.


ROMA bukanlah satu-satunya kota besar yang berkembang di dataran 


subur semenanjung. Para pedagang Yunani, yang mengakar dengan kuat 


dalam daerah jajahan perdagangan mereka, telah membuktikan kepada 


sanak saudara di kampungnya bahwa pantai Italia yaitu  suatu tempat yang 


bagus untuk jajahan Yunani. Sementara itu kota-kota Yunani mengalami 


tekanan dari dalam. Populasi berkembang (barangkali sebanyak enam kali 


lipat, antara tahun 800 dan 700 SM), dan bangsa ini butuh lebih banyak: 


lebih banyak logam, lebih banyak batu, lebih banyak biji-bijian, dan lebih 


banyak padang rumput.17


Yang terutama yaitu  lebih banyak tanah. Kota-kota Yunani dibatasi 


oleh pemisah alami: punggung perbukitan, celah di daratan yang berbatubatu, atau samudra. Seperti dataran Mesopotamia, semenanjung Yunani 


yaitu  ”dataran pertanian yang dibatasi.” ** Tanah biasanya dibagi sama 


rata di antara anak-anak laki-laki dalam satu keluarga, ini berarti bahwa 


semua tanah keluarga menyusut tak terelakkan, dan penyusutan ini bisa 


lebih cepat jika lebih banyak lagi anak laki-laki dilahirkan. Praktis tidak

ada lagi tanah untuk semua anak laki-laki yang lahir di tiap-tiap keluarga 


Yunani.


Penyair Yunani Hesiodos, dari daerah Boeotia, lahir sekitar pertengahan 


abad kedelapan. Dalam puisinya Kerja dan Hari, ia menguraikan keadaanya 


yang sulit: saat  ayahnya meninggal, kebun harusnya dibagi antara dia dan 


saudara tuanya Perses, tetapi kelihatannya Perses berpendapat bahwa tanah ini 


akan terlalu sempit untuk menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya, dan 


dengan demikian menyuap hakim yang ditetapkan untuk mengatasi perselisihan seperti ini supaya berhasil mendapatkan segalanya.


Warisan kami dibagi; tetapi ada begitu banyak


yang kamu rebut dan bawa lari sebagai uang suap


bagi para raja yang senang makan suap, orang-orang bodoh yang 


ingin menjadi hakim untuk perkara ini.18


Masalah ini yaitu  sekunder, tetapi sama-sama mengkhawatirkan, kesulitan 


yang dihadapi oleh kota-kota Yunani; sumber daya yang terbatas menyeret 


pada tindakan-tindakan putus asa, dan korupsi di antara tuan tanah dan 


pejabat sudah pada tingkat bencana.19


Hesiodos rindu akan suatu hari di mana manusia mendapat manfaat dari 


jerih payah mereka sendiri, lebih baik daripada melihatnya dicuri oleh orang 


yang lebih kuat, saat  mereka:


tidak mengetahui baik rasa lapar maupun kehancuran,


tetapi di antara pesta-pesta menikmati hasil dari usaha mereka.


Bagi mereka bumi membawa panen raya; dan bagi mereka


puncak dari pohon ek banyak ditumbuhi biji ek dan di 


pertengahan muncul lebah-lebah.


Biri-biri berbulu wol sampai keberatan dengan wolnya,


dan wanita-wanita melahirkan anak yang mirip dengan ayah mereka 20


yang menunjukkan bahwa orang-orang kaya pantas mendapat lebih dari 


sekedar tanah.


Hesiodos menuangkan puluhan baris yang menjelaskan bahwa para pekerja mesti mendapatkan apa yang menjadi hak mereka, bahwa petani yang 


merencanakan tanamannya secara seksama mesti memanen hasil bumi mereka, bahwa upah harus diberikan tepat waktu, dan bahwa hakim-hakim yang 


jahat harus mengharapkan datangnya keadilan ilahi. Tidak satu pun hal ini 


terjadi. Dan tidak akan pula terjadi jika melihat ketidakmampuan kota-kota 


besar untuk berkembang

Kolonisasi, bukan perombakan, yaitu  satu-satunya pemecahan. Di sekitar 


tahun 740, para pemimpin kota-kota Yunani mulai mengirim semua adik lakilakinya untuk bertani di tanah baru. Penduduk yang terdahulu datang dari 


dua kota yang sama yang telah membangun pos-pos perdagangan di Italia; 


Chalcis dan Eretrea mengirim penduduk ke Teluk Naples, di mana mereka 


mulai membangun kota Yunani Cumae, kota besar Yunani. Sekitar tahun 


733, kota Korintus menaruh kaum ningrat Archias sebagai kepala ekspedisi 


ke Sisilia, di mana ia menemukan jajahan yang disebut Sirakusa; tidak mau 


kalah, Chalcis dan Eritrea membangun tidak kurang dari empat jajahan 


(Naxus, Lentini, Catana, dan Rhegium) dalam kurun waktu dua puluh tahun 


ke depan. Sekitar tahun 700 SM, kota-kota di bagian Selatan pantai Italia 


hampir kelihatan seperti Yunani.


G A R I S WA K T U 4 9


 SEMENANJUNG YUNANI/ASIA KECIL SEMENANJUNG ITALIA


 Kebudayaan Fossa, Apulia, Adriatik Tengah, 


 Golasecca, Este, Villanova, dan Latin


 Kebudayaan Arkadia, Doria, Ionia (sek. 900)


 Homerus (sek. 800)


 Pos-pos perdagangan dibangun di Italia


 Pertandingan Olimpiade yang pertama (776) 


 Pendirian Roma (753)


 Romulus


 Koloni-koloni Yunani dibentuk di Italia





Di  783, SHALMANESER IV memasuki tahta Assiria dan menguasai selama sembilan tahun. Dalam cara yang sangat tidak khas Assiria, ia 


menyombongkan kemuliaannya. Setumpuk catatan mengenai kemenangan 


tidak menonjol yang tersisa menyatakan bahwa ia menggunakan banyak waktunya untuk berusaha agar penyerang tetap tertahan di luar Assiria. Damaskus 


telah tumbuh menjadi ibu kota besar dari kerajaan Aramis, yang disebut 


“Suriah” di dalam catatan-catatan yang sangat kuno, dan orang-orang Suriah 


cukup kuat untuk menyerang perbatasan Assiria, dan bukan sebaliknya.1


Dalam salah satu pertempuran terakhir melawan orang Suriah, Shalmaneser 


IV bahkan terpaksa membuat suatu persekutuan dengan raja Israel, Jeroboam 


II, dalam upaya untuk memukul mereka.2


Ia juga menghadapi musuh baru yang cukup merepotkan dari arah Utara. 


Di pegunungan di atas Assiria, orang-orang Hurrian yang pernah menjadi 


bagian dari kerajaan Mitanni tua telah membangun kerajaan-suku kecil. Sejak 


kejatuhan Mitanni, para tentara penyerang Assiria telah memperlakukan 


daerah terpencil Hurrian ini sebagai sumber yang nyaman untuk mencari 


logam, kayu, dan budak. Shalmaneser I telah menyombong beberapa abad 


sebelumnya bahwa ia menghancurkan lima puluh satu dari pemukimanpemukiman mereka, mencuri barang-barang mereka, dan menculik pria-pria 


muda mereka: “Orang-orang muda mereka aku pilih dan ambil untuk 


tenaga pelayan,” ia menulis, “upeti berat untuk selamanya aku bebankan atas 


mereka.”3


Di hadapan invasi yang terus-menerus dari bawah ini, orang-orang gunung 


terpaksa mengorganisasikan diri ke dalam satu kesatuan. Mereka meminjam 


tulisan Assiria untuk prasasti mereka, serta kebiasaan-kebiasaan istana Assiria 


untuk para raja mereka; kerajaan musuh dipakai sebagai model bagi mereka.Bangsa Assiria menyebut mereka orang Urartu, nama yang masih dilestarikan 


sebagai nama gunung yang tinggi dalam wilayah kunonya: Gunung Ararat. 


Dibandingkan dengan pasukan Assiria, tentara Urartu seperti nyamuknyamuk yang mengeroyok seekor gajah. Tetapi serangan Assiria untuk 


mendobrak pertahanan kokoh yang menjaga jalan-jalan pegunungan Urartu 


tidak mampu menerobos perbatasan mereka.

Tertahan oleh kedua perbatasan Barat dan Utara, Shalmaneser IV menderita karena rasa malunya saat  ia kehilangan Babilonia. Kota ini telah menjadi 


semakin merengek, di bawah gubernur Assiria sendiri. Dorong-mendorong 


massa para pemimpin militer Khaldea sekarang memperebutkan tahtanya, 


dan gubernur Assiria kelihatannya telah melarikan diri.


Di provinsi-provinsi lain yang tersebar luas dari kerajaan Assiria, gubernurgubernur mulai bertindak sebagai raja-raja kecil tanpa berkonsultasi dengan 


Caleh; gubernur Mari, dalam catatan sejarahnya sendiri, bahkan menandai 


tanggal-tanggal kejadian dalam masa jabatannya dari tahun ke tahun, tanpa 


menyebut raja sama sekali.5


 Di bawah pemerintahan putra Shalmaneser IV, 


lebih dari satu gubernur melakukan suatu upaya bersenjata untuk kemer-

dekaan, memaksa pasukan Assiria untuk bersiaga di kota-kota mereka. Dan 


pada masa cucu laki-lakinya, raja Urartu menyombong dalam catatannya 


bahwa ia telah “menaklukkan tanah ... Assiria.”6


Sebenarnya Urartu telah berhasil memperluas jajahannya tidak hanya ke 


Selatan, ke daerah yang pernah dikuasai Assiria, tetapi juga jauh ke Barat. Di 


negeri baru ini, mereka telah membangun benteng pada puncak daratan yang 


paling tinggi yang mereka bisa temukan; mereka yaitu  manusia gunung, 


yang tidak bahagia kecuali jika mereka bisa berdiri pada ketinggian dan melihat sekelilingnya. Perbatasan Urartu kini meliputi sebagian besar dari wilayah 


Hitti kuno,** dan Sarduri I dari Urartu dikirim ke Timur untuk membuat 


aliansi dengan suku Mada dan Parsua guna melawan Assiria.


Dengan kekuatan yang berbaris melawan dia, satu-satunya yang dapat dilakukan cucu laki-laki Shalmaneser IV, Ashur-Nirari V, yaitu  memelihara 


jantung kota tetap aman. Bahkan untuk ini saja ia gagal. Dinding Assur bagian dalam, garis pertahanan akhir kota terhadap invasi, telah mulai hancur dan 


roboh karena terabaikan. Tidak ada pejabat atau gubernur, bahkan raja, mengirimkan perintah untuk perbaikan; orang Assur mengumpulkan batu-batu 


yang jatuh dan memakainya untuk membangun rumah mereka sendiri.7


Seharusnya banyak yang sedikit lebih baik di Caleh, di mana markas besar 


kerajaan ditempatkan. Tujuh tahun di dalam pemerintahannya, gubernur 


Caleh, seorang yang bernama Pul, memimpin pemberontakan melawan raja.


Pul kemungkinan saudara sepupu raja, terbukti telah diserahi tanggung 


jawab untuk memimpin kota kerajaan sendiri, tetapi jika Ashur-Nirari V 


mengharapkan kesetiaan hubungan darah, maka ia telah salah perhitungan. 


Pul mengambil keuntungan dari kelemahan saudaranya untuk menyatukan 


para pendukungnya dan membunuh, tidak hanya Ashur-Nirari V, tetapi juga 


keluarganya. Ia mengklaim tahta pada awal bulan Mei, 746. Pada saat naik 


tahta, ia mengambil nama baru, nama yang mengingatkan kejayaan Assiria di 


masa lalu: Tiglath-Pileser, orang ketiga yang menyandang nama tersebut.**


Hampir pada saat yang bersamaan, seorang raja baru yang kuat juga telah 


mengambil tahta di Babilonia.


Nabonassar yaitu  seorang Khaldea. Namun ia berhasil mendapatkan 


kendali terhadap Babilonia, ia lalu  memadamkan pemberontakan 


dan menenangkan orang-orang yang tidak senang. Tradisi historis yang

dipelihara oleh orang-orang Yunani menekankan bahwa kekuatan Babilonia 


selama pemerintahannya mengizinkan ilmu pengetahuan perbintangan 


untuk tumbuh. (Sebenarnya, orang-orang Yunani sedemikian yakin terhadap 


dasar-dasar Khaldea tentang pengetahuan astronomi mereka sendiri sehingga 


mereka cenderung untuk menggunakan kata-kata “Khaldea” atau “pakar 


astronomi” bergantian, suatu pemakaian nama yang menyebar ke seluruh 


dunia zaman dulu; untuk alasan inilah buku Daniel menjelaskan bahwa 


Nebukhadnezzar II, raja Babilonia dua ratus tahun lalu , memanggil 


para “Khaldea” bersama dengan orang-orang bijak di kerajaannya saat  


ia perlu nasihat.) Selama tahun-tahun pemerintahannya, tulisan-tulisan 


Babilonia pertama dimulai untuk menyimpan daftar yang menghubungkan 


pengamatan astronomi dengan catatan cuaca harian, ketinggian permukaan 


Tigris dan Efrat, serta harga biji-bijian dan persediaan penting lain: tanda 


mengenai bukan hanya tentang kedamaian kota, tetapi juga kota dengan 


waktu senggang yang mencari-cari cara untuk lebih sejahtera.8


Segera sesudah ia memegang kendali Assiria, Tiglath-Pileser III menuju 


Selatan ke arah Babilonia dan menawarkan dirinya menjadi sekutu 


Nabonassar. Ia menghadapi masalah di arah Utara, Timur, dan Barat; ia juga 


tidak memerlukan musuh di arah Selatan. Nabonassar menerima persekutuan 


tersebut, dan Tiglath-Pileser III mengirim tentara Assiria untuk membantu 


raja Babilonia menghapuskan perlawanan bangsa Khaldea dan Aramis 


terhadap pemerintahannya.


Tetapi pemimpin-pemimin Khaldea dan Aramea berakhir dengan 


membayar upeti ke Tislath-Bawasir, tidak untuk Nabonassar. “Kotakota Babilonia dekat pantai dari Laut Bawah, aku rebut,” Tiglath-Pileser 


menyombong dalam catatan tahunannya, “ Aku gabungkan mereka dengan 


Assiria, aku menempatkan orang kasimku di sana sebagai gubernur.”9


 Di 


sebelah Utara Babilonia, di mana orang-orang Aramea pernah ditekan, 


Tiglath-Pileser membangun sebuah kota baru bernama Kar Assur, atau 


“Dinding Assur.” Dengan jelas kota untuk membantu melindungi Babilonia 


terhadap pengembara yang berusaha menyusup ke tanah Nabonassar. Pada 


kenyataannya, kota tersebut menjadi suatu pos terdepan Assiria di Babilonia, 


yang terdiri dari pejabat-pejabat Assiria, yang dijaga oleh tentara Assiria, dan 


yang dipenuhi oleh penaklukan Assiria: “Aku namakan ini Kar Assur,” catatan 


Tiglath-Pileser menjelaskan. “Aku tempatkan di situ orang-orang dari negeri 


asing, yang kutaklukkan, aku tarik upeti dari mereka, dan aku anggap mereka 


sebagai penghuni Assiria.”10 saat  Tiglath-Pileser pulang, ia mengumumkan 


dirinya (seperti Shamshi-Adad V telah melakukan sebelum dia) sebagai “Raja 


Sumer dan Akkad.”


Nabonassar, ke arah Selatan, menutup mulutnya. Selama raja Assiria mem

biarkannya sendiri untuk memerintah negerinya sendiri, ia kelihatan tidak 


terlalu mengkhawatirkan tentang jabatan apa yang disombongkan oleh orang 


lain.11 Tiglath-Pileser, sebaliknya, senang membiarkan pelaksanaan Babilonia 


sehari-hari ditangani oleh Nabonassar. Ia memiliki  bisnis di tempat lain.**


Ia berniat menggantikan gubernur yang suka melawan di provinsi-provinsi 


yang jauh dengan pejabat-pejabat yang baru saja ditugaskan, yang dituntut 


untuk mengirim laporan secara teratur; untuk tujuan ini ia mengatur sejenis 


Kuda Ekspres zaman dulu sehingga pengantar-berita berkuda bisa menyampaikan laporan ke istana dalam waktu yang lumayan cepat.


lalu , dengan teraturnya urusan rumah tangga sendiri, ia memalingkan 


perhatiannya ke Utara, di mana orang Urartu sedang berkembang ke seberang 


provinsi-provinsi yang pernah menjadi hak milik Assiria. Mereka telah 


menaklukkan perjalanan mereka ke arah Barat daya sejauh Karkhemish. 


Bahkan kota Arvad jauh di Selatan, yang secara teknis masuk Assiria menurut 


perjanjian, kini telah bergabung dengan Urartu sebagai aliansi.12


Tiglath-Pileser mengepung kota itu. Suatu serangan lanjutan, penuh 


tumpahan darah di kedua belah pihak. Dua tahun lalu , Arvad akhirnya 


jatuh.


Catatan Tiglath-Pileser mengatakan bahwa ia menghabiskan tahun 740 


”di Arvad”; raja telah mengambil tempat kediaman sementara di kota yang 


ditaklukkan tersebut, menggunakannya sebagai markas besar militer untuk 


melanjutkan pertempurannya ke Urartu. Ia mengambil baik Karkhemish 


maupun Que keluar dari kendali orang Urartia. Di tahun 735, orang-orang 


Assiria telah berbaris masuk ke pusat Urartu, dan raja Urartia, Sarduri I, dan 


tentaranya dipaksa ke Utara ke arah ibu kota mereka sendiri. ”Jurang-jurang 


dan tebing curam dari pegunungan aku mengisinya dengan [tubuh mereka],” 


Tiglath-Pileser III menyombong, dalam bahasa yang sekarang telah menjadi 


selazim seperti bahasa jargon pemerintah. Ia menambahkan, dalam sebuah 


catatan yang jelas: Sarduri ”untuk menyelamatkan nyawanya, lari pada malam 


hari dan tidak lagi muncul ... sampai ke jembatan yang menyeberang ke Efrata, 


batas dari tanahnya, aku terus mengejarnya.”13


Di sana ia berhenti. Sarduri berkumpul kembali dan menguasai Urartu 


merdeka yang lebih kecil, di wilayah yang pernah menjadi panci bagian Utara 


dari kerajaannya. Selatan tetap dalam cengkeraman tangan Assiria.

Penggambaran ulang peta oleh Tiglath-Pileser III memiliki efek dalam 


menciptakan negeri baru. Provinsi barunya telah menelan suku bangsa Frigia 


dari Timur, di pusat Asia Kecil. Kini suku bangsa dari Barat bergabung kembali dalam satu koalisi, saling merapat, menghadapi musuh dari Timur, ke 


dalam kerajaan Frigia. Tiglath-Pileser III secara kebetulan telah menciptakan 


bangsa baru di mana raja pertamanya yang benar-benar ada muncul dalam 


legenda: Raja Midas.


Siapa pun Midas itu, cerita tentang pengangkatannya telah masuk ke 


dalam dongeng pada zaman Alexander Agung, empat ratus tahun lalu . Tiba di Frigia, Alexander menemukan dirinya berhadapan dengan kereta 


kuno, dengan kuk terkait pada tiang kereta dengan simpul yang sangat besar. 


Ini, ia diberitahu, yaitu  kereta dari raja Frigia pertama. Orang-orang Frigia, 


tanpa pemimpin, telah meminta suatu ramalan tentang siapa semestinya 


yang menjadi raja mereka; ramalan menjawab bahwa manusia pertama yang 


mengendarai kereta tersebut yaitu  pilihan ilahi, dan sesudah  itu seorang petani bernama Midas muncul, menaiki kereta tersebut.** Ia dengan serta-merta 


dimahkotai sebagai raja, dan dalam ungkapan terima kasih mempersembahkan kereta itu kepada Zeus.14


Midas, menurut Herodotus, mengirim persembahan untuk firman Delphi, 


tentang tahtanya sendiri, satu dari sedikit orang bukan Yunani yang melakukannya.15 Menurut legenda lain, Midas juga menikahi seorang wanita Yunani 


dari Cyme. Kedua cerita ini mengungkapkan bahwa orang-orang Frigia, yang 


saat itu diatur di bawah seorang raja dan dengan ibu kota yang menyandang 


nama dia (Kota Midas; ”Midas” menjadi tradisi nama di kerajaan), melakukan banyak perdagangan dengan kota-kota Ionia di pantai Asia Kecil.


Perdagangan ini membuat Frigia menjadi kaya raya. Dongeng Yunani tua 


tentang Midas, di mana ia diberi kemampuan gaib untuk mengubah apa pun 


juga yang ia sentuh menjadi emas, melestarikan rasa kagum para pedagang 


Ionia atas kekayaan dari raja-raja Frigia; akibat yang menyeramkan, di mana 


sentuhan emas Midas berubah menjadi kutukan yang sedalam berkatnya, 


mencerminkan kecemburuan mereka terhadap segala kemakmuran ini.

Sementara frigia berkembang, Tiglath-Pileser berkampanye melawan 


semua musuh pada umumnya. Ia bergerak ke Timur dan menundukkan 


kembali para pemberontak, Parsua dan Mada. Begitu menang, dia melakukan 


hal yang sama untuk melawan Barat yang menyusahkan itu. saat  raja Israel, 


orang yang tak masuk hitungan bernama Menahem, melihat pasukan Assiria di 


atas kaki langit, ia mengirim empat puluh ton perak untuk menyogok musuh 


tersebut.16 Yuda bahkan lebih kooperatif; raja keturunan David saat itu, Ahaz, 


pertama-tama menggerebek kuil Solomon dan mengirim semua benda suci ke 


Tiglath-Pileser sebagai tanda kepatuhan, dan lalu  menawarkan untuk 


menjadi sekutu Assiria melawan Israel.


Dalam pertempuran lanjutan, Israel kehilangan sebagian besar dari daerahnya di Utara oleh Assiria. Kini Tiglath-Pileser menguasai Suriah dan 


mengendalikan Israel dan Yuda; Barat tidak lagi menyusahkan.


Sejauh ini, Tiglath-Pileser hanya sedikit menaruh perhatian terhadap 


Babilonia, namun kini Nabonassar meninggal dan kota masuk ke dalam 


keributan perang saudara. Tiglath-Pileser, yang baru saja menyelesaikan 


penaklukan terhadap Damaskus, memperhatikan kekacauan itu dan memutuskan bahwa saatnya telah tiba untuk membuat Babilonia menjadi bagian 


dari kerajaannya dan juga bagian dalami nama.


saat  Tiglath-Pileser menyeberang perbatasan Utara Babilon dan 


bergerak ke arah ibu kota sepanjang sungai Tigris, negeri terbelah menjadi 


dua. saat  ia mendekati, kota-kota Babilonia sedang berargumentasi apakah 


mereka harus mengundi untuk tunduk pada kerajan Assiria atau menyatakan 


perang (yang mungkin tanpa sasaran yang jelas) demi kemerdekaan. Kotakota Babilonia Utara cenderung untuk pro-Assiria; tindakan bijaksana untuk 


menjadi pro-Assiria jika Anda tinggal tepat di bagian Selatan perbatasan 


Assiria, tetapi kemauan mereka untuk melempar undian bagi Tiglath-Pileser 


menunjukkan bahwa mereka memiliki simpati lebih pada adat-istiadat dan 


dewa-dewa Assiria dibanding dengan tata cara Semit Khaldea yang sedang 


berkelahi memperebutkan tahta.


Mengetahui ini, Tiglath-Pileser mengirimkan pejabat ke Babilonia mendahuluinya, dengan instruksi untuk meminta warga negara Babilonia agar 


mereka tunduk. Mereka mengirimkan laporan kembali ke Tiglath-Pileser, 


dari belakang mengikuti jejak kampanye mereka, dalam sebuah surat yang 


ditemukan di Caleh pada tahun 1952:


Kepada tuanku raja, dari para pembantu baginda Samas-Bunaia dan 


Nabuieter. Kami datang ke Babilonia pada tanggal dua puluh delapan dan 


mengambil kedudukan kami di depan Gerbang Marduk. Kami berbicara 


dengan orang-orang Babilonia dan mengatakan, “Mengapa Anda bertindak

melawan kami, untuk kepentingan orang-orang Khaldea? Tempat mereka 


jatuh karena anggota-anggota suku Khaldea sendiri. Babilonia, menunjukkan 


kebaikan pada orang-orang Khaldea! Raja kami memperhatikan hak Anda 


sebagai warga negara Babilonia.” Kepada kami, warga negara berkata, “Kami 


tidak percaya raja akan datang,” tetapi mereka akan tunduk, jika raja datang.


Samas-bunaia dan Nabuieter cenderung untuk memilih kesukuan, dan 


Babilonia lebih menyenangi Assiria daripada Khaldea.


Kepala suku Khaldea yang sedang menduduki tahta Babilonia melarikan 


diri, dan Tiglath-Pileser menyapu melewati kota dan berlanjut ke Selatan, 


ke kota tempat ia telah mengasingkan diri: Sapea, sebuah kota dengan tiga 


dinding, yang paling pendek tingginya mencapai lima belas kaki dan dua 


dinding yang lain bahkan jauh lebih tinggi. Relief Assiria mencatat tentang 


pengepungan dan perampasan kota tersebut. Para pemanah, yang menembaki ke bawah dari atas dinding, berjatuhan di muka sergapan orang Assiria 


dan tubuh mereka menumpuk ke dalam kali yang mengelilingi kota itu. Para 


wanita dan anak-anak yang menangis dibawa ke pengasingan.18


Tiglath-Pileser lalu  bergerak ke Babilonia dan memasuki kota besar 


dalam kemenangan. Ia mengumumkan dirinya sebagai raja dan bersumpah 


setia kepada Dewa Babilonia yang agung, Marduk, selama festival Tahun Baru 


728. Orang-orang Khaldea, sesudah  begitu ketakutan oleh kejatuhan Sapea, 


bergegas ke Babilonia untuk menghormati raja baru mereka.


Di antara mereka ada seorang pemimpin perang lokal bernama MerodachBaladan. Ia yaitu , Tiglath-Pileser membuat catatan khusus, seorang “raja 


negara laut yang belum pernah tunduk kepada raja mana pun, ayah-ayahku, 


dan belum pernah mencium kaki mereka.” Tetapi sekarang ia bersumpah 


setia, dan membawa banyak hadiah yang menyenangkan sebagai upeti; kalung emas, batu mulia, batang kayu berharga, pakaian celup, dan ternak.19


Merodach-Baladan bersumpah setia kepada Assiria dengan jarinya bersilang 


di belakang punggungnya, namun Tiglath-Pileser III tidak mengetahui 


hal itu.20 Ia dipenuhi kegembiraan yang meluap, raja Babilonia dan Assiria 


bersama-sama, dan untuk menunjukkan kuasanya ia mempersembahkan 


kurban kepada para dewa Babilonia di setiap kota utama: “Di Sippar, Nippur, 


Babilonia, Borsippa, Kutha, Kish, Dilbat, dan Erekh,” ia menulis, “Aku 


mempersembahkan kurban yang murni untuk... para dewa yang agung... 


dan mereka menerima kepemimpinanku. Tanah [Babilonia] yang luas aku 


bawa ke dalam kendaliku, dan menggunakan kekuasaan tertinggi atasnya.”21


Ia yaitu  raja Assiria pertama yang muncul dalam daftar raja-raja Babilonia, 


juga yang pertama dikenal oleh orang Babilonia sebagai raja mereka sendiri.

Semua sambutan meriah berhasil menyembunyikan dengan rapi fakta bahwa 


ia tidak memiliki  hak untuk tahta mana pun.


G A R I S WA K T U 5 0


 ASSIRIA DAN


 TANAH-TANAHDI SEKITARNYA SEMENANJUNG ITALIA


 Kebudayaan Fossa, Apulia, Adriatik Tengah,


 Golasecca, Este, Villanova,


 dan Latin


 Ashurnasirpal II (911-859)


 Pos-pos perdagangan Yunani dibangun di Italia


 Shalmaneser III (858-824)


 Shamshi-Adad V (823-812)


 Sammu-amat


 Adad-mrari III Argishri (Urartu)


 Shalmaneser IV (782-770)


 Asfaur-Dan III (771-754)


 Pendirian Roma (753) Ashur-nirari V (753-746) Nabonassar


 Romulus (BabIlon)


 Koloni Yunani dibangun di Italia Tiglath-Paeser III Sarduri I (Urartu)


 Midas (Frigia)







Di  726,    “mengambil tangan Marduk,” 


Tiglath-Pileser III meninggal sesudah  hampir dua puluh tahun menempati 


tahta Assiria.


Ia meninggalkan putranya, Shalmaneser V, dengan perbatasan yang dijaga 


dengan baik, dan gabungan pemerintahan atas Assiria dan Babilonia. Tetapi 


ke bawah di bagian kepala Teluk, pengikut Khaldea yang enggan, MerodachBaladan, dengan tenang mengumpulkan pengikutnya.


Pemerintahan Shalmaneser V hampir secara total tidak memiliki catatan 


sejarah, tetapi ia kelihatannya tidak memperhatikan ancaman Khaldea yang 


meningkat. Ia berkonsentrasi pada medan di sebelah Barat. Kampanyenya 


menunjukkan keinginan yang besar untuk membawanya benar-benar ke dalam 


kendalinya; pasti ini selangkah lebih maju daripada ayahnya yang hebat, yang 


menerima upeti dari orang-orang Finisia dan Israel, tetapi memperlakukan 


mereka sebagai negara dominasi dan bukan provinsi Assiria. Menurut Josephus, 


Shalmaneser V menghabiskan hampir lima tahun untuk mengepung kota Tyrus 


di Finisia, yang sebelumnya telah memberi upeti kepada Tiglath-Pileser.1


 Ini 


juga bukan satu-satunya keunggulan ayahnya yang lebih. Tiglath-Pileser telah 


memperkecil Israel menjadi satu negara bawahan; Shalmaneser V memusnahkannya.


Untuk ini, ia memiliki  beberapa alasan. Raja Israel masa itu, seorang 


pegawai bekas angkatan perang bernama Hoshea,” tidak lagi membayar upeti 


kepada raja Assiria, padahal ia telah melakukannya dari tahun ke tahun.”2


 Matamata Shalmaneser V juga melaporkan kepadanya bahwa Hoshea telah mengirim 


utusan “pada So, raja Mesir.” Israel sedang merencanakan peperangan melawan 


bangsa Assiria, dan sedang mencari-cari masa untuk persekongkolan.    ke dalam keributan Semit Barat hanya mungkin 


disebabkan karena negeri ini telah bersatu kembali untuk sementara waktu. 


Pada abad sejak pertempuran Qarqar, Mesir terpecah lagi tidak hanya menjadi bagian Utara dan Selatan, tetapi juga menjadi kerajaan Barat dan Timur, 


menghasilkan suatu rangkaian pharaoh yang memusingkan dan tiga ibu kota 


yang terpisah: Thebes, Tanis, dan kota Delta di pusat Leontopolis. Dalam 


waktu yang singkat, ada juga para raja di Herakleopolis dan Hermopolis, 


dan sedikitnya ada lima belas keluarga lain yang menuntut semacam pangkat 


kepemimpinan, dari “raja” dan “tuan” sampai pada sebutan “kepala” suku.”3


Manetho berusaha untuk mengurangi kekacauan ini menjadi semacam keteraturan dengan mengatur para raja ke dalam Dinasti-Dinasti: Dua Puluh Dua, 


Dua Puluh Tiga, dan Dua Puluh-Empat, tetapi ketiga “dinasti” tersebut sebenarnya berkuasa secara bersamaan di kota-kota yang berbeda, dan kekuasaan 


daerah dari Dinasti Dua Puluh Dua tetap tinggal dalam dominasi Dinasti 


Dua Puluh Lima.


Selama kekacauan ini di bagian atas, daerah-daerah Selatan yang bersebelahan dengan sungai Nil—negara Afrika yaitu Nubia, bagian yang 


berpemerintahan Mesir yang biasanya disebut “Kush” oleh tuan-tuan Mesir 


—telah mengambil keuntungan dari kesibukan Mesir dengan masalah-masalahnya. Secara teknis, berbagai ‘wakil raja’ (kepala koloni) Mesir semestinya 


harus memerintah daerahnya masing-masing, tetapi kenyataannya tak seorang pun memperhatikan dengan benar. Pada saat Mesir memiliki berbagai 


dinasti, orang-orang Nubia, yang kini merupakan campuran dari suku asli 


Afrika dan orang-orang Mesir yang telah menetap di antara mereka, sebenarnya tidak diperintah oleh ‘wakil raja’ tetapi lebih oleh raja mereka 


sendiri. Kerajaan ini, yang penduduknya sendiri disebut Napata, diperintah 


oleh salah satu istana Nubia di Jebel Baikal. Yang menunjukkan jejak yang 


jelas kepemilikan Mesir: orang-orangnya memuja dewa Amun, dan para 


penguasa Nubia mengikuti tradisi lama untuk menikah antarsaudara kandung.4


Pada tahun 727, tepat sebelum Shalmaneser V menerima warisan tahta 


ayahnya, yang menjadi raja Napata yaitu  orang Nubia asli bernama Piankhe. 


Ia telah berada di atas tahta selama dua puluh tahun saat  ia mengetahui 


bahwa raja-raja Sais, Tanis, Hera-kleopolis, Hermopolis, dan Leonropolis, 


gelisah karena wilayah Napata yang semakin membesar telah membentuk 


persekutuan untuk mendorong perbatasan Mesir ke bawah hingga masuk ke 


dalam wilayah Nubia.4


Ia menyerang balik terhadap sekutu tersebut, menang, dan mengukir 


detail dari operasi militernya ke dalam suatu relief yang rinci: dewa Amun

menganugerahi berkat atas Piankhe, raja Mesir yang sesungguhnya, sementara para pimpinan perang mendekatinya dengan kerendahan hati.4


Piankhe tidak mencoba untuk menghapuskan lawannya. Sebagai gantinya, ia memilih untuk melihat Mesir sebagai satu kesatuan kerajaan, dengan 


dirinya sebagai Raja Tinggi di atas mereka:


Amun, dewa orang Napata, telah menetapkan aku sebagai pemimpin dari 


tanah ini


ia menulis dalam catatan sejarah yang lain,


seperti aku akan berkata kepada seseorang: “Jadilah raja,” dan jadilah 


dia raja,


atau: “Kamu tidak akan jadi raja,” dan dia pun tak akan jadi raja


Amun dari Thebes telah menetapkan aku jadi pemimpin Mesir.


Siapa pun yang dilindungi oleh aku tidak memiliki risiko 


kotanya ditaklukkan setidaknya jika aku bisa membantu.5


Inilah Mesir yang diminta bangsa Israel untuk bersekutu melawan ancaman Assiria yang begitu besar.


“So dari Mesir”, kepada siapa utusan-utusan Israel memohon, mungkin 


bukan Piankhe sendiri; Mesir kini diwarnai dengan “raja-raja” lokal yang 


bertindak sebagai wakil Piankhe. Dari semua kemungkinan, utusan-utusan 


Israel berakhir dalam persidangan raja Delta bernama Osorkon IV. Hoshea 


mungkin tidak mengenal secara persis siapa yang berwenang di Mesir, yang 


memiliki suasana politis yang sedemikian rumit sehingga orang Mesir sendiri pun bingung. Dan mungkin Piankhe pun tidak mengetahui bahwa duta 


Israel telah datang ke negaranya.


Walaupun demikian, siapa pun yang mendengar ajakannya tidak menjawab; Hoshea ditolak. Perjalanan ke Mesir ternyata merupakan kekeliruan 


yang utama. Shalmaneser V, yang telah terganggu oleh pengepungan yang 


lama dari pemberontak Tyrus, tidak tertarik untuk memiliki tenggang rasa terhadap perlawanan mana pun dari kota-kota yang telah ditundukkan ayahnya 


“Raja Assiria menyerbu keseluruhan daratan,” menurut bacaan II Raja-raja 


17:5, “berbaris melawan [ibu kota Israel] Samaria dan mengepungnya selama 


tiga tahun.”


Pada posisi ini catatan Assiria berkedip. saat  mereka terbuka kembali, 


Shalmaneser V - yang hanya lima tahun berada di atas tahta dan melanjutkan 


dua pengepungan secara serempak - meninggal. Seorang raja baru telah 


mengambil tahta dengan nama raja Sargon II.

Jika Shalmaneser V telah meninggal dalam pertempuran, penulis RajaRaja mungkin sudah berkata demikian. Kemungkinan besar Sargon II, 


penggantinya, yaitu  putra Tiglath-Pileser yang lebih muda, yang mengambil 


keuntungan dari kelemahan saudaranya untuk merebut kekuasaan; 


pengepungan yang panjang dan kelihatannya gagal itu tidak mungkin menjadi 


populer di antara angkatan perang, dan Shalmaneser V juga telah menjadikan 


dirinya tidak populer di tempatnya sendiri dengan cara berusaha untuk 


memperkenalkan suatu kewajiban kerja paksa kepada orang-rang Assur. Ini 


belum pernah diterima dengan baik.6


Sargon II menjanjikan warga negara Assur pembebasan pajak, dengan 


cara meyakinkan mereka untuk melupakan kematian saudaranya secara tibatiba: “Shalmaneser tidak takut pada raja semesta,” ia berkata kepada mereka, 


dalam catatan resmi tahunan. “Dia mengangkat tangannya untuk berbuat 


jahat terhadap kota itu; ia membebankan iuran feodal dan pelayanan pada 


penduduk kota tersebut, dengan kasar, dan menganggap mereka sebagai 


pengikut perkemahannya, lalu sesudah itu raja dari para dewa, dengan 


kemarahan di hatinya, melemparkan aturannya. Aku, Sargon, dengan 


kepalaku terangkat tinggi ke atas .... bahwa orang Assur dibebaskan dari pajak 


itu aku yang mengubah .... dari ‘panggilan untuk berperang’ di wilayah itu, 


panggilan ke pengadilan dari pemberi tugas, dari pajak, tol, dan uang iuran 


bagi semua kuil Assiria, aku bebaskan mereka.”7


Ia juga memecahkan pengepungan yang menemui jalan buntu. Dalam tahun 


pertama dari catatan tahunannya, 721, ia menaklukkan Samaria, mengakhiri 


cepat-cepat suatu sergapan yang telah berlangsung jauh terlalu lama. Dan 


lalu , dengan suatu kebengisan yang belum pernah ditunjukkan oleh satu 


pun dari pendahulunya, Sargon II menghapus status politis Israel dari peta. 


Ia mengambil Hoshea sebagai tawanan, memasukkannya ke dalam penjara, 


dan lalu  mulai beroperasi mendeportasi orang-orang Israel, tanggapan 


yang khas Assiria terhadap negara bawahan yang bersikeras ingin merdeka. 


Deportasi yaitu  semacam pemusnahan bangsa, bukan pembunuhan manusia, 


tetapi harga diri sebuah bangsa. Catatan Sargon sendiri menyebutkan bahwa 


ia mengeluarkan 27,290 orang Israel dari tanah tumpah darah mereka, dan 


menempatkan mereka di daerah Asia Kecil terus hingga wilayah orang-orang 


Medes.8


 Orang-orang Israel ini menjadi dikenal sebagai “sepuluh suku yang 


hilang,” bukan karena mereka hilang, tetapi karena identitas mereka sebagai 


keturunan Abraham dan penyembah Yahwe di usir ke dalam daerah liar yang 


baru tempat mereka kini dipaksa untuk membuat rumah mereka.

Bangsa Israel yang tersebar yang masih tinggal di kerajaan Utara kini 


merasakan ancaman untuk diasingkan ke tempat lain. “Bangsa di negaranya 


tanganku telah menaklukkan, aku menetap di dalamnya,” Sargon II menyebutkan.9


 Kacau balau bangsa Israel dan bangsa yang lain ini lambat laun 


berkembang menjadi budaya mereka sendiri; ini merupakan campuran dari 


agama yang berbeda-beda serta keturunan sehingga bangsa Yahudi pada abad 


pertama SM disebut orang “Samaria,” dan diremehkan sebagai manusia blasteran.


I bukan akhir segalanya. saat  orang-orang Aramea dari Suriah dan 


Hamath bergabung untuk menantang raja Assiria, SARGON II menemui 


mereka di kota Qarqar. Kali ini, seratus tahun sesudah  persilisihan besar 


antara kekuatan-kekuatan di Qarqar, tidak ada keraguan akan hasilnya. Raja 


Hamath diseret dengan rantai ke Assur, komandan Suriah “melarikan diri 


sendiri seperti seorang gembala yang telah diambil biri-birinya,” dan Sargon 


mengepung dan membakar Qarqar.’10


Dengan sepenuhnya mengendalikan Barat, ia menyeberang Mediterania 


sejauh pulau Siprus—yang ditempati oleh campuran penghuni Yunani Ionia 


dan Finisia dari pantai—dan memaksanya membayar upeti kepadanya. Ia juga 


membangun sendiri ibu kota baru, Dur-Sharrukin (”Kota Sargon”), sebelah 


Timur Laut dari Nineweh, persis di luar kaki bukit dari Pegunungan Taurus 


di mana orang Urartu masih menunggu dengan ketakutan.


Tentara Urartia bisa dengan mudah turun dari tempat tinggi mereka, 


menyerang dan lalu  mundur kembali ke celah-celah gunung di mana 


benteng mereka terlihat - berbaris ke dalam pegunungan di belakang mereka 


merupakan tantangan yang sulit. Dan orang Urartu telah berkembang 


menjadi kerajaan yang canggih dan dijaga dengan baik. Riwayat Sargon 


sendiri mengatakan, secara mengagumkan, tentang Rusas, raja Urartu, dan 


jaringan saluran serta sumur-sumur yang ia bangun; tentang kumpulan 


kuda yang diberi makan dan dijaga dengan baik, dibesarkan dalam lembah 


terlindung sampai mereka diperlukan untuk berperang; efisiensi yang hebat 


dari komunikasi Urartu, dengan menara pengintai yang dibangun tinggi pada 


puncak gunung, menjaga tumpukan bahan bakar yang bisa dinyalakan dengan 


segera. Satu mercusuar, dinyalakan, bersinar di atas puncak gunung menjadi 


suatu api unggun besar yang nampak sebagai kilatan ke pos berikutnya di 


kejauhan, di mana api unggun berikutnya dapat dinyalakan. Mereka bersinar 


bagaikan “bintang di atas puncak gunung,” dalam kata-kata Sargon sendiri, 


dan menyebarlah kabar tentang penyerangan yang lebih cepat dari kecepatan 


pembawa berita.11


Pada tahun 714, Sargon siap untuk menyerbu pegunungan, dalam 


suatu kampanye yang berbahaya dan penuh risiko yang ia putuskan untuk 


dipimpinnya sendiri. Alih-alih berbaris langsung ke Utara ke arah wilayah 


Urartu, yang akan membawa pasukannya melawan benteng Urartu yang 


paling kuat, ia memimpin pasukannya ke Timur ke arah Zagros, dengan niat 


untuk menjangkau daratan yang relatif datar di sisi yang lain dan bergerak ke 


arah perbatasan Timur Urartu yang lebih lemah.


Sargon sendiri menulis riwayat kampanye ini, dalam wujud surat resmi 


kerajaan kepada dewa Assur dan kawan-kawan ilahinya, memberitahu mereka 


semua peperangan yang diperjuangkan bagi mereka (niscaya satu surat dibacakan keras-keras kepada para dewa dan didengarkan oleh kebanyakan warga 


Assur). Pasukan berangkat di awal musim panas, mengarungi Zab Hulu dan 


Hilir, dan sampai segera di Pegunungan Zagros.12 Di sini orang-orang yang 


dari dataran rendah tersebut sampai pada tanjakan yang menjulang dan tidak 


biasa, tertutup hutan tebal di mana musuh yang tak dikenal menunggu:


[Kami lalu  datang di] pegunungan tinggi, di mana pohon-pohon 


dengan segala jenis tumbuhan terjalin; tengah-tengah dari kekacauan pegunungan, celah-celah pegunungan mereka bergerak ketakutan; di atas seluruh 


keteduhan yang terbentang, seperti suatu hutan aras; di mana ia yang menginjak jejak mereka tak melihat sinar matahar

Hutan pohon aras di atas lereng gunung, seperti hutan tempat Gilgamesh 


berkelana bertahun-tahun yang lalu, melindungi musuh yang lebih mengerikan sebab tak kelihatan.


Sargon menggerakkan orang-orangnya untuk menebas jalan melewati 


hutan dengan perkakas tembaga, sampai pasukan telah mencapai tanah 


datar di Timur. Di sini orang-orang Medes, yang terikat oleh perjanjian (dan 


ketakutan) untuk memberi makan pada rombongan Assiria, menawarkan air 


dan biji-bijian.


Dengan tambahan pasukan, Sargon memimpin mereka ke Utara untuk 


bertemu pasukan Urartu di lereng-lereng gunung tepat di sebelah Selatan kota 


modern Tabriz.** Ia telah memilih medan perang dengan baik; jauh sekali 


jaraknya dari garis benteng yang membentang yang melindungi perbatasan 


Selatan. Tetapi untuk menjangkaunya, pasukan Assiria telah bergerak sejauh 


lebih dari empat ratus delapan puluh kilometer, pada musim panas, melalui 


hutan yang menghalang dan batu karang di jalan yang curam, sedikit air dan 


sedikit makanan. Mereka kehabisan tenaga sampai pada titik untuk memberontak:


 Pasukan Assur yang terganggu, yang telah jauh-jauh datang, sangat lelah 


dan lamban untuk menanggapi, yang telah menyeberang pegunungan terjal berkali-kali hingga tidak terhitung, dengan gangguan luar biasa untuk 


mendaki dan turun, semangat mereka berubah menjadi pemberontak. 


Aku tidak bisa memberi kelegaan atas keletihan mereka, tidak ada air 


untuk memuaskan kehausan mereka.14


Sargon ditangkap: ia telah mencapai sasarannya, dan menemukan dirinya tak berdaya. Sementara pasukan Urartu, di bawah komando Rusas 


sendiri, telah berkumpul untuk menemuinya.


Dengan pasukannya yang menolak untuk mengikutinya, ia mengumpulkan pengawal pribadinya yang berada di sekitar mereka dan memimpin 


mereka dalam suatu serangan bunuh diri yang kalut pada sayap yang terdekat dari kekuatan Rusas. Sayap tersebut mundur di hadapan keputusasaan 


yang membabi buta; dan menurut riwayatnya sendiri, pasukan Sargon, melihat ia mencampakkan dirinya ke dalam barisan, memberanikan diri dan

mengikutinya masuk. Pasukan Urartu ragu-ragu, bubar, dan mulai mundur.


Pengunduran diri berubah menjadi kekalahan. Pasukan Assiria mengejar 


musuh yang berantakan ke arah Barat, melewati Danau Urmia dan ke dalam 


wilayah mereka sendiri. Rusas meninggalkan usahanya untuk mempertahankan ibu kotanya, Turushpa, dan lari ke pegunungan.


Di sini, catatan riwayat Sargon menyatakan, secara singkat, bahwa pasukan 


Assiria kembali pulang. Ia mungkin telah mencurigai bahwa pasukan Assiria 


akan memberontak selamanya jika ia ngotot untuk mengejar raja lebih jauh 


ke pedalaman yang asing dari kerajaan Urartu yang tertutup pepohonan.


Malahan, pasukan kembali ke Selatan dan, di perjalanan, merampok dan 


menjarah kota Mushashir, di mana kuil utama dari ketua dewa Urartu berdiri.15 saat  berita ini sampai ke Rusas yang berada dalam posisi mundur 


jauh, ia putus asa ”Kemegahan Assur menguasai dia,” tulis Sargon dalam 


catatannya, ”dan dengan pisau besinya sendiri ia menikam dirinya tepat di 


jantung, bagaikan seekor babi, dan mengakhiri hidupnya.”16


Kerajaan yang mengganggu di sebelah Utara telah dibuat bertekuk lutut, 


dan Sargon bergerak pulang dalam kemenangan. Saat itu bulan November, 


dan ia tidak dapat terus memburu sisa-sisa kekuatan Urartu lebih jauh ke 


dalam pegunungan tanpa memperhatikan risiko terjebak oleh musim dingin, 


yang bisa menutup jalan lewat celah gunung dengan es dan salju. Serangan 


Urartu terjadi selama kurang dari enam bulan.17


Kini ia hampir berada di puncak dunia. Ia menerima duta besar dari Mesir 


dan Ethiopia; hadiah-hadiah dan utusan-utusan berdatangan bahkan dari 


“raja Dilmun,” yang, menurut catatan Sargon sendiri, “hidup seperti ikan.”18


Ungkapan itu artinya mungkin yaitu  ia berasal dari suku Sabea dari Arab, 


yang rajanya pernah mengunjungi Solomonn dua abad sebelumnya. Ia diakui 


sebagai maharaja dari hampir seluruh bumi, kecuali di daerah tepat di sebelah 


Selatan.


Ke bawah di Babilonia, sementara itu suatu peristiwa sedang terjadi. 


Merodach-baladan, ketua suku Bit-Yakin dari Khaldea, telah mengumpulkan 


pengikut-pengikutnya yang setia di kota Ur. Hampir segera sesudah kematian Shalmanaser V, Merodach-baladan bernapas lega, bergerak ke Babilonia, 


mengusir pesaing-pesaingnya, dan menjadi raja.** Ia telah melihat tiga kali 


pergantian kerajaan Assiria dalam waktu kurang dari sepuluh tahun, dan 


menjadi yakin bahwa ia dapat menghabisi Sargon II pula. Untuk mewu-

judkan kenyataan ini, ia mengirim utusan ke Timur, dengan sebagian besar 


dari kekayaannya yang luar biasa untuk membeli dukungan Elame melawan 


Assiria.19


Ia memerlukan sekutu dari luar; negara Merodach-baladan yang baru 


tidak semuanya mendukungnya. Terutama di Utara, orang-orang Babilonia 


cenderung untuk mendukung perasaan Assiria dan tidak menyukai orangorang Khaldea. Merodach-baladan mencoba untuk melakukan pendekatan 


dengan sebuah strategi yang nantinya akan ditiru Napoleon pada dua milenium sesudahnya; ia mengumumkan bahwa ia yaitu  pembebas bangsa, 


yang akan memulihkan tradisi Babilonia yang telah lama diinjak-injak oleh 


penjajah dari Utara. Seandainya orang-orang Assiria segera tiba di luar benteng kota, mungkin taktik ini tidak akan jalan. Akan tetapi Sargon sedang 


disibukkan oleh Barat, negara-negara Laut Tengah - jajahannya yaitu Mesir 


dan Arab, dan musuh-musuhnya orang Urartu. Ia tidak punya banyak waktu 


untuk Merodach-baladan pada mulanya, dan hampir selama sepuluh tahun, 


raja Khaldea ini berhasil bergerak (dan menggertak) menuju kendali sepenuhnya atas Babilonia dan sisa-sisa tanah lainnya.


Namun pada tahun 710, Sargon memiliki  waktu senggang untuk 


kembali ke Selatan. Dan di daerah Elam, raja yang berpengalaman—seorang 


jenderal yang sepakat untuk menjadi sekutu Merodach-baladan baru saja 


meninggal; kemenakannya Shutruk-Nahhunte yang masih muda dan belum 


berpengalaman saat itu menaiki tahta. Maka Sargon II menyerang Babilonia 


pertama-tama dengan bergerak ke Timur ke Elam.


Shutruk-Nahhunte segera melarikan diri menuju ke pegunungan untuk 


berlindung; Sargon, yang t