penting dalam proses pembekuan darah dan
perbaikan pembuluh darah yang mengalami kerusakan minor, sehingga
mencegah terjadinya kehilangan darah dari pembuluh. Pada preparat apus
darah, trombosit sering terlihat berkelompok. Setiap keping trombosit
memiliki warna yang sangat terang di bagian tepi, disebut sebagai hyalomere,
dan warna yang lebih gelap di tengah akibat banyaknya granula, disebut
sebagai granulomere. Pada hyalomere ada dua sistem kanal membran,
yaitu sistem kanal terbuka dan sistem tubular. Sistem kanal terbuka langsung
berhubungan dengan vesikel yang memudahkan membran plasma trombosit
melakukan invaginasi untuk mengambil susbtansi dari plasma darah,
sedangkan sistem tubuler berhubungan dengan retikulum endoplasmik
sebagai tempat penyimpanan ion kalsium. Kedua sistem kanal membran ini
Trombosit 79
secara bersamaan memerantarai eksositosis protein (degraulasi) secara cepat
dari trombosit ke plasma melalui proses adhesi pada kolagen atau substansi
lain di luar endotelium pembuluh darah. Pada membran trombosit ada
struktur berupa glycocalyx yang membantu proses adhesi selama terjadinya
proses pembekuan darah. bagian granulomere mengandung banyak granula
selain granula spesifik, seperti granula delta dan granula alfa, juga ada
mitokondria dan partikel glikogen. Granula delta mengandung ADP, ATP dan
serotonin yang diambil dari plasma sedangkan granula alfa mengandung
PDGF (platelet derived growth factor) dan beberapa protein spesifik trombosit
yang lain. Granula-granula ini memerantarai proses pembekuan darah maupun
pembentukan sumbatan trombosit
6.1 Hemostasis
Hemostasis (hemo: darah, stasis: tetap/seimbang) yaitu proses di mana
darah dipertahankan dalam keadaan cair, yang dapat berupa berhentinya
perdarahan dari pembuluh darah yang mengalami kerusakan (bocor, robek
maupun pecah). Secara normal, plasma beserta sel-sel penyusun darah (selain
leukosit) tidak dapat keluar dari pembuluh darah yang memiliki dinding
berlapis epitel pipih selapis yang tersusun rapat. Apabila ada darah yang
keluar dari pembuluh darah, artinya telah terjadi kerusakan pada pembuluh
darah ini dan tekanan di dalam pembuluh lebih besar daripada di luar
pembuluh. Pembuluh darah yang berukuran kecil seperti kapiler, arteriola
dan venula sering mengalami kerusakan minor akibat trauma yang terjadi
sehari-hari, meskipun tidak pernah timbul gejala kerusakan jaringan. Sistem
hemostatis tubuh secara cepat dapat menutup kerusakan pembuluh darah
dan menghentikan perdarahan pada pembuluh darah berukuran kecil
ini
Hemostasis dapat mencegah terjadinya kehilangan darah pada
pembuluh darah yang berukuran kecil. Untuk kerusakan yang terjadi pada
pembuluh darah yang berukuran lebih besar, biasanya diperlukan intervensi
medis unuk perbaikan pembuluh darah dan menghentikan perdarahannya
Perdarahan hebat atau hemorrhage (hemo : darah,
rhage: meledak) yang terjadi pada arteri yang berukuran cukup besar, lebih
berbahaya dibanding perdarahan dari vena, sebab tekanan darah di arteri
lebih besar daripada tekanan darah di vena. Oleh sebab itu apabila terjadi
perdarahan pada arteri yang cukup besar, pertolongan pertama yang dapat
dilakukan yaitu dengan memberikan tekanan yang lebih besar daripada
tekanan di arteri pada area terjadinya perdarahan, agar perdarahan dapat
dihentikan sementara sebelum pembuluh darah yang rusak dapat diperbaiki.
Berbeda dengan perdarahan pada arteri, perdarahan pada vena yang cukup
besar dapat dihentikan sementara dengan hanya meninggikan daerah yang
mengalami perdarahan untuk mengurangi pengaruh gaya gravitasi pada
tekanan darah di vena yang terluka, biasanya disertai tekanan ringan di area
luka ,
Saat terjadi kerusakan pada pembuluh darah, respon hemostasis oleh
tubuh harus cepat terlokalisir pada daerah yang rusak atau daerah terjadinya
perdarahan dan terkontrol dengan baik. ada tiga mekanisme hemostasis
yang dapat dilakukan oleh tubuh yaitu spasme vaskular (vascular spasm),
pembentukan sumbatan trombosit (platelet plug) dan pembekuan darah
(blood clotting/blood coagulation) Trombosit
berperan penting terutama pada pembentukan sumbatan trombosit, juga
memiliki peranan yang penting pada kedua mekanisme hemostasis lainnya
6.2 Spasme Vaskular (Vascular Spasm)
Segera setelah terjadi kerusakan pembuluh darah arteri atau arteriola,
otot polos yang tersusun sirkuler pada dinding arteri/arteriola berkontraksi
dengan cepat. Reaksi kontraksi spontan akibat kerusakan dinding pembuluh
darah ini disebut spasme vaskular (vascular spasm). Terjadinya spasme vaskular
dapat menyempitkan pembuluh darah sehingga mengurangi kehilangan
darah selama beberapa menit hingga beberapa jam. Selama waktu ini
mekanisme hemostatik lainnya mulai beroperasi
Kontraksi spasme vaskular dapat terjadi akibat adanya:
1. Spasme myogenik lokal
2. Faktor autokoid lokal dari jaringan yang mengalami trauma dan dari
trombosit
3. Refleks saraf yang diperantarai oleh impuls saraf nyeri atau impuls
sensoris lain yang berasal dari pembuluh yang mengalami trauma atau
jaringan di sekitarnya.
Sebagian besar vasokonstriksi pada spasme vaskuler disebabkan
oleh kontraksi miogenik lokal dari pembuluh darah yang dipicu oleh
kerusakan langsung pada dinding pembuluh darah. Pada pembuluh darah
yang berukuran kecil, trombosit secara langsung menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi dengan melepaskan zat vasokonstriktor berupa thromboxane
A2. Semakin parah pembuluh darah mengalami trauma, semakin besar derajat
spasme vaskular ,
6.3 Pembentukan Sumbatan Trombosit (platelet plug)
Kerusakan minor pada pembuluh darah dapat ditutup oleh sumbatan
trombosit tanpa melalui mekanisme pembekuan darah. Sumbatan trombosit
biasa terjadi pada pembuluh darah berukuran kecil seperti kapiler, arteriola
dan venula yang dapat mengalami beberapa kerusakan kecil setiap harinya.
Proses pembentukan sumbat trombosit yaitu sebagai berikut :
1. Secara normal trombosit tidak melekat pada permukaan endotel.
Apabila terjadi kerusakan endotel, trombosit yang mengalami kontak
dengan permukaan pembuluh darah yang rusak akan menjadi lengket
dan berikatan dengan komponen jaringan yang ada pada area ini
. Perlekatan terjadi antara protein permukaan
pada trombosit (misal: Integrin) dengan jaringan kolagen yang secara
normal tidak ada pada bagian dalam pembuluh darah sebab
jaringan kolagen merupakan jaringan ikat yang melapisi pembuluh darah
bagian luar (di bawah endotel) . Proses ini dinamakan
platelet adhesion (adhesi trombosit) (Tortora & Derrickson, 2012).
2. Selama terjadi adhesi, tombosit menjadi aktif sehingga mengalami
perubahan karakteristik secara cepat dan drastis. Trombosit melakukan
pemanjangan di sitoplasmanya membentuk banyak tonjolan dan dengan
adanya protein kontraktil pada sitoplasma ini trombosit dapat
melepaskan vesikel-vesikel berisi granula dan molekul aktifnya. Proses
ini dinamakan platelet release (pelepasan granula trombosit) Pelepasan ADP dan thromboxane A2 berperan penting
dalam mengaktifkan trombosit-trombosit lain yang ada di sekitar area
yang rusak. Thromboxane A2 bersama dengan serotonin dan epinefrin
juga berfungsi sebagai vasokonstriktor yang menyebabkan kontraksi
otot pembuluh darah dan mempertahankannya dalam waktu tertentu
sehingga pembuluh darah menyempit dan menurunkan jumlah darah
yang mengalir ke area luka. Peristiwa ini dapat menginisiasi terjadinya
spasme vaskular ,
3. Pelepasan ADP membuat trombosit-trombosit lain yang ada di sekitar
area luka mengalami perlekatan dan membuat semakin banyak trombosit
lain menempel satu sama lain. Proses ini disebut platelet aggregation
(agregasi trombosit). Akumulasi dan penumpukan trombosit ini
di area jaringan yang rusak dalam jumlah besar membentuk sumbatan
trombosit (platelet plug). Sumbatan trombosit sangat efektif untuk
mencegah kehilangan darah pada pembuluh darah yang berukuran
kecil ,Kompleks aktin-miosin pada area
agregat trombosit melakukan kontraksi untuk memberikan sifat kompak
dan kuat pada sumbatan. Sumbatan trombosit tidak hanya menutup
kebocoran pembuluh darah, akan tetapi mengeluarkan molekul-molekul
kimia aktif yang menginisiasi terbentuknya pembekuan darah pada
pembuluh darah yang rusak ,Sumbatan trombosit
akan direkatkan dengan adanya pembentukan benang-benang fibrin
selama proses pembekuan darah
Gambar 5.18. Proses pembentukan sumbatan trombosit pada pembuluh darah yang
mengalami kerusakan
Proses pembentukan sumbatan trombosit turut diregulasi oleh sel-sel
endotel di sekitar jaringan yang rusak. Selama proses agregasi trombosit yang
menyebabkan semakin banyak trombosit yang teraktifkan dan berkumpul
di area luka, sel-sel endotel di sekitar area luka merespon ADP dan berbagai
molekul aktif yang disekresikan oleh trombosit yang aktif. Ssl-sel endotel
normal ini mengeluarkan prostacyclin and nitric oxide. Kedua senyawa
kimia ini dapat menghambat terjadinya agregasi trombosit secara perlahan
sehingga pembentukan sumbatan trombosit dapat dibatasi dan tidak
mengakibatkan efek buruk untuk jaringan normal di sekitarnya
6.4 Pembekuan Darah (Blood clotting/blood coagulation)
Darah beserta komponennya secara normal akan tetap berada pada
tahap liquid (cairan) selama berada dalam pembuluh darah. Apabila terjadi
kebocoran pembuluh darah yang mengakibatkan darah keluar dari pembuluh,
darah akan mengalami pembekuan menjadi tahap gel. Darah pada tahap gel ini
apabila disentrifus akan menghasilkan cairan yang terpisah dari gelnya yang
dinamakan serum. Serum merupakan plasma darah tanpa protein pembeku
darah. Sementara itu, gel ini merupakan bekuan darah yang berisi sel-sel
serta komponen darah lainnya yang terjebak pada anyaman protein pembeku
darah berupa benang-benang fibrin. Benang-benang fibrin membentuk
anyaman atau jaring yang bisa memerangkap eritrosit dan sel-sel darah
lainnya pada area bekuan darah, sebab itu massa gel hasil bekuan nampak
berwarna merah akibat banyaknya eritrosit yang terperangkap. Proses
pembentukan gel ini dinamakan koagulasi (coagulation atau clotting)
yang merupakan serangkaian reaksi kimia untuk menghasilkan benang-
benang fibrin dari protein fibrinogen serta protein dan faktor-faktor lain yang
terlarut pada plasma. Terjadinya bekuan darah dapat memperkuat formasi
sumbatan trombosit dan mendukung fungsinya dalam menutup pembuluh
darah yang rusak.
Pembekuan darah yaitu mekanisme hemostasis yang paling kuat dan
dapat menghentikan hampir seluruh perdarahan di tubuh kecuali perdarahan
hebat atau perdarahan yang sangat kecil yang tidak memerlukan mekanisme
pembekuan darah (Sherwood, 2010). Pembekuan darah melibatkan substansi
yang disebut faktor pembekuan darah (clotting factor). Faktor pembekuan
darah ini antara lain ion kalsium, beberapa enzim inaktif yang disintesis
oleh hati dan beredar di sirkulasi, serta beberapa molekul lain yang beraosiasi
dengan trombosit maupun jaringan yang rusak. Hampir seluruh faktor
pembekuan darah dinotasikan dengan angka romawi yang menunjukkan
urutan penemuan masing-maisng faktor ini . Sebagian besar faktor
pembekuan darah ini berada di plasma dalam kondisi inaktif dan akan
diaktifkan oleh serangkaian reaksi enzimatis pembekuan darah. Faktor-faktor
pembekuan darah yang terlibat dalam proses pembekuan darah, asal molekul
dan jalur aktivasi dirangkum dalam Tabel 2.
Pembekuan darah merupakan reaksi enzimatis bertingkat yang
kompleks. Setiap faktor pembekuan darah mengaktifkan banyak molekul yang
dipakai untuk reaksi selanjutnya hingga terbentuk protein pembekuan
darah dengan ukuran yang besar berupa benang-benang fibrin. Secara singkat
proses pembekuan darah dibagi dalam tiga tahapan sebagai berikut:
1. Aktifnya dua jalur yaitu jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik yang menjadi awal
terbentuknya protrombinase. saat protrombinase sudah terbentuk,
tahap selanjutnya pada proses pembekuan darah untuk kedua jalur ini
tidak berbeda, dan disebut sebagai common pathway.
2. Protrombinase merupakan enzim yang dapat mengubah protrombin
menjadi enzim trombin. Secara normal trombin tidak ada secara
bebas di plasma darah sebab akan mengakibatkan pembekuan darah
yang massif. Trombin berada dalam bentuk inaktifnya yaitu protrombin
dan membutuhkan aktivator berupa protrombinase. Protrombin
merupakan protein yang ada pada plasma darah dan disintesis oleh
hati.
3. Adanya trombin dapat mengubah fibrinogen (protein pada plasma)
yang terlarut menjadi fibrin yang tidak terlarut. Fibrin akan membentuk
benang-benang fibrin yang menginisiasi terjadinya perangkap untuk
sel-sel darah dan membentuk gel. Anyaman benang fibrin bersifat
longgar dan tidak kuat, akan tetapi sebab adanya ikatan dengan faktor
pembeku darah yaitu faktor VIII yang merupakan faktor penstabil fibrin,
anyaman benang-benang fibrin menjadi kuat dan stabil
A. Jalur Ekstrinsik
Jalur ekstrinsik pada pembekuan darah memiliki tahapan yang lebih
singkat dibanding jalur intrinsik dan berjalan dalam waktu yang lebih cepat,
dalam hitungan detik sejak terjadinya trauma. Jalur ini dinamakan jalur
ekstrinsik sebab protein jaringan yang disebut tissue factor (TF) atau disebut
juga thromboplastin keluar dari sel yang mengalami kerusakan ke aliran
darah. Tissue factor (TF) terdiri atas kompleks lipoprotein dan fosfolipid yang
akan bereaksi dengan ion kalsium yang ada pada darah dan memulai proses
pembekuan darah dengan mengaktifkan faktor X. Selanjutnya faktor X yang
aktif berikatan dengan faktor V juga dengan bantuan ion kalsium (Ca2+) untuk
membentuk enzim protrombinase. Jalur ekstrinsik selanjutnya berlanjut
menjadi common pathway.
B. Jalur Intrinsik
Jalur intrinsik pada proses pembekuan darah lebih kompleks dan terjadi
dalam waktu yang lebih lambat (membutuhkan beberapa menit) dibanding
jalur ekstrinsik. Jalur ini dinamakan sebagai jalur intrinsik sebab molekul
aktivatir yang dibutuhkan sudah ada pada darah, tidak dibutuhkan
molekul aktivator yang berasal dari adanya kerusakan sel atau jaringan. Apabila
terjadi kerusakan endotel pembuluh darah, terjadi kebocoran pembuluh
yang menyebabkan adanya kontak antara darah dengan jaringan kolagen
dan jaringan ikat disekitar endotelium. Selain itu rusaknya endotel pembuluh
darah juga menyebabkan kerusakan trombosit yang menyebabkan pelepasan
fosfolipid oleh trombosit. Adanya kontak dengan kolagen mengakibatkan
aktifnya faktor pembekuan darah yaitu faktor XII, yang dapat memulai
serangkaian reaksi untuk mengaktifkan faktor X. Fosfolipid yang dilepaskan
oleh trombosit bersama dengan ion kalsium (Ca2+) juga dapat berperan
dalam pengaktifan faktor X. Faktor X yang aktif bersama dengan faktor V akan
membentuk enzim protrombinase dan proses pembekuan darah berlanjut ke
common pathway.
Gambar 5.19. Jalur pembekuan darah, yang melibatkan 3 jalur, yakni jalur ekstrinsik, intrinsik,
dan common pathway ,
C. Common pathway (Jalur Bersama)
Pembentukan enzim protrombinase meruapakan awal terjadinya
common pathway baik yang berasal dari jalur intrinsik maupun jalur ekstrinsik.
Tahap selanjutnya setelah jalur ekstrinsik maupun intrinsik yaitu adanya
konversi protrombin menjadi trombin oleh enzim protrombinase dan ion
kalsium (Ca2+). Selanjutnya trombin dengan bantuan ion kalsium (Ca2+)
mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Trombin juga megaktifkan faktor XIII
yang merupakan faktor penstabil fibrinogen. Faktor XIII ada di plasma
darah dan juga dilepaskan oleh trombosit yang terperangkap pada anyaman
benang fibrin.
Trombin memiliki mekanisme umpan balik positif (positif feedback loop).
Pada jalur umpan balik positif pertama, trombin dapat meningkatkan laju
pembentukan prothrombiase dengan melibatkan faktor V. Protrombinase
yang terbentuk akan semakin meningkatkan koversi protrombin menjadi
trombin, begitu seterusnya. Pada jalur umpan balik positif kedua, trombin
dapat mengaktifkan trombosit untuk memperkuat agreasi dan melepaskan
fosfolipid. Fosfolipid yang dilepaskan oleh trombosit selanjutnya mengaktifkan
faktor X dan bersama faktor V membentuk protrombinase.
Vitamin K berperan penting dalam proses pembekuan darah sehingga
jumlah vitamin K dalam darah harus dipertahankan dalam nilai normal/
cukup. Meskipun vitamin K tidak terlibat langsung dalam reaksi pembentukan
bekuan darah, akan tetapi vitamin K diperlukan dalam proses sintesis faktor-
faktor pembekuan darah. Vitamin K secara normal disintesis oleh bakteri yang
berada pada usus besar lalu diserap dan masuk ke sirkulasi dengan
lemak sebagai pelarutnya.
6.5 Penguatan bekuan darah (Clot retraction)
Gel yang terbentuk dari serangkaian proses pembekuan darah dapat
menjadi penyumbat kebocoran pembuluh darah dan menghentikan keluarnya
darah dari pembuluh. Penguatan atau retraksi bekuan (clot retraction)
yaitu mekanisme penguatan dan pengetatan bekuan darah yang tersusun
oleh benang-benang fibrin. Benang-benang fibrin melekat ke permukaan
pembuluh darah yang rusak akan berkontraksi secara berangsur-angsur
dengan bantuan kontraksi trombosit. saat gumpalan memendek akibat
kontraksi, tepi pembuluh darah yang rusak akan ikut tertarik dan menjadi lebih
dekat satu sama lain. Hal ini dapat mengurangi risiko kerusakan lebih lanjut.
Selama terjadi retraksi, sejumlah kecil serum dapat lolos melewati celah antara
benang fibrin, tetapi sel sel darah yang terperangkap tidak dapat lolos. Jumlah
trombosit yang melepaskan faktor XIII dan faktor-faktor lainnya menunjang
terjadinya retraksi yang normal. Terjadinya retraksi dapat memperkuat
dan menstabilkan bekuan darah. setelah tahap retraksi, dapat terjadi proses
perbaikan permanen pembuluh darah dan proses pembentukan jaringan
ikat oleh fibroblas serta pembentukan sel-sel endotel baru di area pembuluh
darah yang rusak.
6.6 Kontrol Hemostasis
Gumpalan atau bekuan darah terjadi dalam frekuensi yang cukup sering
dalam waktu satu hari. Pada beberapa daerah di pembuluh darah yang
memiliki permukaan kasar atau pada plak aterosklerotik dipastikan terjadi
proses pembekuan darah. Proses pembekuan darah yang melibatkan adanya
umpan balik positif dari trombin memiliki kecenderungan untuk memperbesar
ukuran gumpalan dan dapat menimbulkan resiko gangguan aliran darah dapat
menyumbat keseluruhan pembuluh darah. Untuk mengontrol laju pembekuan
drah, ada sistem fibrinolitik dapat melarutkan bekuan darah berukuran
kecil atau bekuan darah pada area yang sudah mengalami perbaikan jaringan.
Proses pemecahan gumpalan atau bekuan darah ini disebut fibrinolisis.
Saat proses pembekuan darah terjadi, sebuah enzim plasma dalam
bentuk inaktif yaitu plasminogen ada dalam bekuan darah. Jaringan
tubuh dan darah memiliki substansi yang dapat mengaktifkan plasminogen
menjadi plasmin (fibrinolisin), enzim plasma aktif. Substansi ini antara
lain berupa trombin, faktor XII yang aktif, dan tissue plasminogen activator
(t-PA), yang disintesis dalam sel-sel endotel dan dilepaskan ke dalam darah.
Plasmin yang terbentuk dapat melarutkan bekuan darah dengan melisiskan
benang fibrin dan menonaktifkan fibrinogen, protrombin, faktor V dan faktor
XII.
Efek umpan balik positif yang dimiliki oleh trombin tidak dapat membuat
proses pembekuan darah meluas ke area yang tidak mengalami kerusakan.
Pembentukan bekuan darah tetap dilokalisasi di lokasi kerusakan dan
dicegah untuk meluas ke sirkulasi salah satunya dengan cara penyerapan
trombin ke area bekuan oleh fibrin yang terbentuk. Selain itu sebab faktor-
faktor pembekuan darah yang tersebar selain di lokasi kerusakan jaringan,
tidak memiliki konsentrasi dan jumlah yang cukup untuk melakukan proses
pembekuan darah pada area yang luas.
Mekanisme lain yang turut serta mengontrol proses hemostasis yaitu
adanya prostaglandin yang dihasilkan oleh endotel dan leukosit. Prostaglandin
yang disebut prostasiklin bersifat antagonis terhadap thromboxane A2.
Prostacyclin merupakan inhibitor yang sangat kuat terhadap proses adhesi dan
pelepasan trombosit. Selain itu di dalam darah ada pula zat antikoagulan
yang dapat menunda dan mencegah terjadinya proses pembekuan darah.
zat antikoagulan yang ada dalam darah salah satunya merupakan
antitrombin yang merupakan inhibitor terhadap beberapa faktor pembekuan
darah seperti faktor XII, X, dan II (protrombin). ada pula zat antikoagulan
yang dihasilkan oleh sel mast dan basofil yaitu heparin, yang jika bergabung
dengan antitrombin akan dapat meningkatkan efektivitas penghambatan
trombin. Activated Protein C (APC) merupakan antikoagulan lain yang
dapat menonaktifkan dua faktor pembekuan utama yang tidak diblokir oleh
antitrombin dan meningkatkan aktivitas t-PA.
Darah merupakan salah satu cairan tubuh yang paling banyak dipakai
sebagai spesimen untuk melakukan pemeriksaan laboratorium klinik.
Spesimen yang berasal dari manusia dapat berupa: serum, plasma, darah
(whole blood), urine, tinja, dahak, pus, sperma, swab tenggorok, swab rectum,
sekret (uretra, vagina, telinga, hidung, mata, cairan pleura, cairan bronchus,
cairan acites, cairan otak, bilasan lambung, sumsum tulang, kuku, rambut,
kerokan kulit, dan muntahan.
Pemeriksaan yang memakai specimen darah berguna untuk
membantu dokter dalam manajemen klinik, mulai dari penegakan diagnosis,
menetapkan terapi, memantau perjalanan terapi, dan juga mengestimasi
perjalanan suatu penyakit. Spesimen darah yang akan dipakai diambil
dari proses sampling, melalui pembuluh darah vena (phlebotomi), arteri,
maupun kapiler. Pemeriksaan yang umumnya memakai darah yang
berasal dari pembuluh darah vena, yang berwarna lebih gelap dan mudah
dicapai saat pengambilan darah. Sementara ada beberapa pemeriksaan
yang memakai bahan darah arteri, semisal analisis gas darah (blood gas
analysis).
Proses pemeriksaan darah perlu menjamin proses didalamnya terjaga
mutunya. Ketiga proses ini yaitu pra analitik, analitik, dan pasca analitik.
Pra analitik, mulai dari prosedur persiapan pasien, persiapan alat dan bahan,
sampling, penyimpanan sampel, pengiriman sampel, kecukupan volume
dan kualitas sampel agar layak diperiksa. Sementara tahap analitik, meliputi
prosedur analisis darah, antara lain persiapan alat dan bahan, kalibrasi alat,
quality control (QC), pengolahan sampel, keluarnya hasil, dan interpretasi hasil.
Tahap pasca analitik: dokumentasi hasil dan pelaporan hasil kepada dokter
pengirim atau pasien.
Pemeriksaan hematologi yaitu pemeriksaan yang memakai
spesimen darah untuk mengetahui sel darah baik jumlah, kualitas maupun
morfologinya. Secara umum pemeriksaan hematologi dibagi dua yaitu,
hematologi umum dan hematologic khusus. Hematologi rutin yang sering
disebut pemeriksaan darah rutin dan darah lengkap. Pemeriksaan hematologi
khusus yaitu pemeriksaan morfologi darah tepi, pemeriksaan melacak etiologi
anemia (profil Besi tubuh), pemeriksaan mengetahui diatesis hemostasis,
pemeriksaan morfologi sumsum tulang (BMP), immunophenotyping, dan
lain-lain.
Setiap pemeriksaan dalam hematologi memiliki metode pemeriksaan
yang sebaiknya mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh Internasional
Commite for Standardization in Hematology (ICSH), misal pemeriksaan
hemoglobin melalui metode cyanmethehemoglobin. Penelitian di bidang
biomedis pada umumnya memanfaatkan dasar pengetahuan darah
(hematologi) untuk melakukan proses analisa terkait adanya perturbation
atau gangguan terhadap fungsi kerja (fisiologi) tubuh yang diakibatkan
terganggunya sistem peredarah darah (circulation system). Sebagai contoh,
terjadinya gangguan akibat infeksi bakteri akan menyebabkan meningkatnya
leukosit yang beredar di dalam darah sebagai bentuk sistem pertahanan
untuk melemahkan pathogen yang masuk ke dalam tubuh. Ditambahkan
pemeriksaan serologi, juga menjadi acuan dalam menentukan kondisi
probandus, sehingga dapat dikenali jenis perturbasi yang sedang terjadi.
Sebagai contoh, infeksi plasmodium, menyebabkan menurunkan kadar
Hb pada pasien, sebagai akibat dari pecahnya eritrosit sebagai akibat aktivitas
merozoid plasmodium yang terus masuk dan keluar dari eritrosit. Kondisi
seperti ini dapat dilakukan pendeteksian selain dengan memakai
serologi, yakni melakukan pengecekan pada kadar komponen padat darah,
dapat pula dilakukan dengan menguji antibodi yang dihasilkan sebagai respon
awal saat terjadinya infeksi oleh sistem imun. IgM merupakan imunoglobulin
pertama yang umumnya muncul pada pasien penderita demam berderah,
yang muncul sebesar 50% pada hari 3, lalu mencapai 80% pada hari ke-5,
hingga akhirnya mencapai 99% pada hari ke-10. Secara bersamaan, deteksi
adanya demam berdarah, tidak hanya melibatkan pada pemeriksaan serologi
melalu pengecekan antibodi, melainkan screening aspek laboratorium lainnya,
seperti isolasi virus yang berada di dalam aliran darah, baik pada plasma atau
Apl ik as i Hematologi dalam Biomedical Sc ience 95
serum, serta deteksi adanya asam nukleat virus demam berdarah (World
Health Organization, 2004). Penelitian terbaru menunjukkan adanya aktivitas
yang dilakukan oleh virus penyebab demam berdarah melalui ikatan dan
replikasi pada trombosit, yang merupakan faktor pembekuan darah (Simon,
Sutherland, & Pryzdial, 2015). Penelitian Simon et al. menunjukkan adanya
mekanisme baru pada manifestasi virus dengue untuk melakukan perturbasi
pada penderita demam berdarah, tidak hanya melalui replikasi di dalam
eritrosit, namun juga memakai trombosit.
Penelitian di bidang cancer detection juga memakai analisis sampel
darah untuk membantu mendiagnosis pasien, memonitor perjalanan kanker
dan menilai prognosis ke depan. Kanker merupakan kumpulan dari sel-sel
yang terus membelah, dan telah mengalami mutasi pada protein tertentu
yang mengatur laju pembelahan sel, seperti protein Cyclin dan protein CDK.
Mutasi yang terjadi secara khusus dan spesifik pada jenis kanker tertentu
membawa pengembangan arah penelitian pada tahapan early detetction
terhadap kanker ini . Tim Johns Hopkins University School of Medicine
berhasil untuk mempublikasikan hasil riset yang dilakukan sehingga mampu
untuk mendeteksi delapan tipe kanker, dari analisis sampel darah penderita.
Dengan memakai tes yang diberi nama CancerSEEK, sebanyak 1005
pasien yang mengalami kanker (belum metastasis) mampu untuk dideteksi
keberadaan sel kankernya, meliputi kanker rahim, hati, perut, pancreas,
esofagus, kolon, paru-paru, dan kanker payudara. Prinsip dasar dari metode
ini yaitu terproduksi protein khusus yang akan dilepaskan oleh sel-sel yang
telah menjadi kanker, dan adanya fragmen DNA yang sangat kecil yang berasal
dari sel kanker. Sebanyak 16 gen penanda dan 8 protein yang berhubungan
dengan kedelapan jenis kanker ini , selanjutnya dilakukan proses PCR
(Polymerase Chain Reaction) untuk melihat adanya gen dan protein ini
pada plasma darah ,
Sepsis neonatal sampai saat ini masih menjadi masalah yang belum
terpecahkan secara maksimal baik untuk pelayanan maupun perawatan
neonates. Sepsis neonatal terjadi sebab adanya paparan infeksi bakteri pada
bayi, lalu menyebabkan munculnya toksin, dan mengganggu fisiologi
perkembangan dan pertumbuhan bayi. Seperti yang dibahas pada bab
mengenai leukosit, bahwa adanya gangguan infeksi bakteri akan menyebabkan
terjadinya perubahan keseimbangan kadar leukosit dalam darah. Pemeriksaan
sepsis neonatal yang terjadi pada kasus bayi yang baru lahir, haruslah
melibatkan komponen diagnosis, meliputi manifestasi klinik, faktor risiko, dan
dilanjutkan pada pemeriksaan di laboratorium. Hematologi berperan sebagai
panel dalam penentuan terjadinya sepsis neonatal , Panel
pemeriksaan hematologi meliputi jumlah lekosit (AL), jumlah netrofil absolut,
pergeseran netrofil ke kiri, rasio netrofil imatur terhadap netrofil total (rasio
I/T), rasio netrofil imatur terhadap netrofil matur (rasio I/M), granulasi toksik
netrofil, vakuolisasi netrofil dan jumlah trombosit (AT) (Setyawati, 2005). Selain
itu, diketahui bahwa penurunan trombosit juga menjadi indikasi adanya
sepsis neonatal yang terjadi pada bayi. Dari 78 korespondensi yang dilakukan
pengecekan dengan hematologi, diketahui bahwa 38 probandu mengalami
kondisi sepsis, dengan 11 probandus mengalami perubahan pada jumlah
trombosit ,
Glossarium
ADP (Adenosine
Diphosphate)
: Molekul hasil pemecahan ATP
Amilose : Enzim yang berperan dalam penguraian amilum
Antibodi : Molekul yang dihasilkan oleh sel plasma dan
berperan dalam sistem imun adaptif dalam
mengeliminasi antigen asing
Antigen : Molekul asing yang memicu respon antibodi
Aorta : Pembuluh arteri terbesar yang ada pada tubuh,
merupakan arteri yang keluar dari ventrikel kiri
jantung
APC (Activated
Protein C)
: Protein antikoagulan yang berperan dalam
kontrol hemostasis
APC (Antigen
Presenting Cells)
: Sel yang dapat mempresentasikan antigen
melalui MHC
Arteri : Pembuluh darah yang membawa darah dengan
kandungan oksigen tinggi (kecuali arteri pulmo-
nalis) dari jantung ke seluruh tubuh dan memiliki
dinding pembuluh tebal
Asidofilik : Sifat suatu zat yang mengikat substansi dengan
pH asam
Asidosis : Kondisi pH darah yang terlalu asam dan menye-
babkan terganggunya proses pengikatan oksigen
oleh hemoglobin
ATP (Adenosine
Triphosphate)
: Molekul sumber energi sel
Azurophilic : Sifat suatu substansi di dalam sel yang bereaksi
dengan pewarnaan Romanowsky menghasilkan
warna biru keunguan. Granula azurofilik
merupakan granula primer yang terbentuk
pertama kali pada neutrofil.
Basofilik : Sifat suatu zat yang mengikat substansi dengan
pH basa
BCR (B cell
receptor)
: Reseptor pada permukaan sel B yang dapat
mengenali antigen secara langsu
BFU (Burst
Forming Unit)
: Koloni sel progenitor yang pertama kali muncul
pada jalur hematopoiesis
Bohr Effect : Afinitas hemoglobin gerhadap oksigen dan
karbondioksida yang dipengaruhi oleh pH darah
Buffer : Zat yang berfungsi untuk mempertahankan pH
larutan
Cascade effect : Suatu rantai reaksi yang berkesinambungan dan
mempengaruhi satu sama lain
CD4 (Cluster
Determination
4)
: Molekul penanda permukaan sel T helper
CD8 (Cluster
Determination
8)
: Molekul penanda permukan sel T sitotoksik
CFU (Colony
Forming Unit)
: Koloni sel progenitor yang lebih matur daripada
BFU
Chylomicrons : Bentuk molekul lipid yang dapat dibawa oleh
darah
CLP (Common
Lymphoid
Progenitor)
: Sering juga disebut dengan Lymphoid Stem Cell
(sel punca Lymphoid) merupakan hasil diferen-
siasi pertama dari HSC dan menjadi asal muasal
limfost T dan limfosit B
104
Chloride shift : Pertukaran ion Cl- masuk ke dalam eritrosit untuk
menggantikan ion H2CO3- yang keluar dari
eritrosit
CMP (Common
Myeloid
Progenitor)
: Sering juga disebut sebagai Myeloid Stem Cell
(sel punca Myeloid) merupakan hasil diferen-
siasi pertama dari HSC dan menjadi asal muasal
eritrosit, trombosit dan leukosit granuler serta
monosit
CSF (Colony
Stimulating
Factor)
: Senyawa kimia yang memicu terbentuknya
koloni sel dari sel punca hematopoietic
Diapedesis : Proses berpindahnya leukosit dari pembuluh
darah ke jaringan sekitarnya dengan cara
menembus endotel pembuluh darah
Diastole : Tekanan darah saat ventrikel jantung mengalami
relaksasi
Disakaridase : Enzim yang berperan dalam penguraian
disakarida (laktosa, fruktosa, sukrosa) dalam
proses pencernaan
EDTA (Etylene-
diamine
Tetraacetic Acid)
: Zat antikoagulan yang memiliki dua gugus
hidroksil yang aktif dan dapat mengikat ion Fe3+/
Fe2+
EPO : Erythropoietin, hormon yang dihasilkan oleh
ginjal dan merupakan regulator utama proses
eritropoiesis
Eritrosit : Eritrosit
Fagositosis : Proses memasukkan benda asing (yang berupa
padatan)ke dalam sel
Ferritin : Protein penyimpan ion besi di jaringan dan sel-sel
tubuh
Filtrasi : Proses penyaringan suatu campuran
Fluida : Zat cair yang bergerak
Heart Murmur : keadaan saat siklus jantung berlangsung
tidak seperti pada keadaan normal dan terjadi
perubahan pada siklus yang terbentuk
Hemoglobin : Pigmen yang tersusun atas protein dan ion besi,
berfungsi penting dalam pengikatan oksigen
pada eritrosit
Henry’s Law : Hukum kelarutan gas dalam cairan yang menya-
takan bahwa jumlah molekul gas yang terlarut
dalam suatu cairan, sesuai dengan tekanan
parsial dan kelarutan gas ini
Homeostasis : Mekanisme untuk mempertahankan kondisi
tubuh dan status sistem organ tetap dalam batas
nilai normal
HSC (Hemato-
poietic Stem
Cell)
: Sel punca hematopoietik yang bersifat pluripoten
dan menjadi asal muasal seluruh sel-sel darah
IFN-α (Inter-
feron alfa)
: Salah satu sitokin yang berperan penting
dalam sistem imun untuk memicu respon imun
terhadap antigen
IgG : Immunoglobulin G, merupakan salah satu kelas
immunoglobulin
IgM : Immunoglobulin M, merupakan salah stau kelas
immunoglobulin
Interleukin : Salah satu jenis sitokin yang dihasilkan oleh
leukosit
Ion binding
molecule
transport
: Protein transmembran yang berfungsi sebagai
transporter ion untuk membantu keluar
masuknya ion melalui membran sel
Leukosit : Sel darah putih
Ligan FLT-3 : Ligan FMS-like tyrosine kinase merupakan
reseptor tirosin kinase kelas III yang terekspresi
pada keseluruhan sel progenitor myeloid dan
lymphoid
Like-dis-
solve-like
: Asas kelarutan zat yang menyatakn bahwa suatu
zat dalam campuran akan saling larut apabila
memiliki polaritas yang sama
MHC (Major
Histocompati-
bility Complex)
: Protein permukaan yang diekspresikan oleh sel
presenter antigen untuk mempresentasikan
antigen pada sel T
PCO2 : Tekanan parsial karbondioksida pada jaringan
tubuh (termasuk pada darah)
Plasma : Bagian darah yang berupa cairan dengan banyak
protein terlarut termasuk faktor pembeku darah
PO2 : Tekanan parsial oksigen pada jaringan tubuh
(termasuk pada darah)
SCF (Stem Cell
Factor)
: Salah satu faktor pertumbuhan yang dapat
memicu sel punca hematopoietik maupun sel
progenitor untuk berdiferensiasi
Sentrifugasi : Proses pemusingan dengan memanfaatkan
gaya sentrifugal suatu substansi dalam wadah
sehingga dapat dipisahkan berdasar berat
jenisnya, memakai mesin sentrifuge
Serum : Bagian darah yang berupa cairan tanpa disertai
protein dan faktor pembeku darah
Sistole : Tekanan darah saat ventrikel jantung mengalami
kontraksi
Sitokin : Senyawa kimia yang menjadi sinyal perintah
maupun penghambat untuk berbagai proses di
tingkat seluler-molekuler
TCR (T cell
Receptor)
: Reseptor pada permukaan sel T yang dapat
mengenali antigen yang dipresentasikan melalui
MHC
TPO : Thrombopoietin, hormon yang dihasilkan oleh
hati dna merupakan regulator utama proses
trombopoiesis
Transferrin : Protein plasma yang dapat mengikat ion besi dan
membawanya dalam aliran darah
Trombosit : keping darah (trombosit) untuk pembekuan
darah
Vena : Pembuluh darah yang membawa darah dengan
kandungan karbondioksida tinggi (kecuali
vena pulmonalis) dari seluruh tubuh kembali ke
jantung
Vena porta
hepatica
: Vena yang melalui hati sebelum kembali ke
jantung