Jumat, 06 Desember 2024

dasar hematologi 3

 

















penting dalam proses pembekuan darah dan 

perbaikan pembuluh darah yang mengalami kerusakan minor, sehingga 

mencegah terjadinya kehilangan darah dari pembuluh. Pada preparat apus 

darah, trombosit sering terlihat berkelompok. Setiap keping trombosit 

memiliki warna yang sangat terang di bagian tepi, disebut sebagai hyalomere, 

dan warna yang lebih gelap di tengah akibat banyaknya granula, disebut 

sebagai granulomere. Pada hyalomere ada  dua sistem kanal membran, 

yaitu sistem kanal terbuka dan sistem tubular. Sistem kanal terbuka langsung 

berhubungan dengan vesikel yang memudahkan membran plasma trombosit 

melakukan invaginasi untuk mengambil susbtansi dari plasma darah, 

sedangkan sistem tubuler berhubungan dengan retikulum endoplasmik 

sebagai tempat penyimpanan ion kalsium. Kedua sistem kanal membran ini 

Trombosit 79

secara bersamaan memerantarai eksositosis protein (degraulasi) secara cepat 

dari trombosit ke plasma melalui proses adhesi pada kolagen atau substansi 

lain di luar endotelium pembuluh darah. Pada membran trombosit ada  

struktur berupa glycocalyx yang membantu proses adhesi selama terjadinya 

proses pembekuan darah. bagian granulomere mengandung banyak granula 

selain granula spesifik, seperti granula delta dan granula alfa, juga ada  

mitokondria dan partikel glikogen. Granula delta mengandung ADP, ATP dan 

serotonin yang diambil dari plasma sedangkan granula alfa mengandung 

PDGF (platelet derived growth factor) dan beberapa protein spesifik trombosit 

yang lain. Granula-granula ini memerantarai proses pembekuan darah maupun 

pembentukan sumbatan trombosit 

6.1 Hemostasis

Hemostasis (hemo: darah, stasis: tetap/seimbang) yaitu  proses di mana 

darah dipertahankan dalam keadaan cair, yang dapat berupa berhentinya 

perdarahan dari pembuluh darah yang mengalami kerusakan (bocor, robek 

maupun pecah). Secara normal, plasma beserta sel-sel penyusun darah (selain 

leukosit) tidak dapat keluar dari pembuluh darah yang memiliki dinding 

berlapis epitel pipih selapis yang tersusun rapat. Apabila ada darah yang 

keluar dari pembuluh darah, artinya telah terjadi kerusakan pada pembuluh 

darah ini  dan tekanan di dalam pembuluh lebih besar daripada di luar 

pembuluh. Pembuluh darah yang berukuran kecil seperti kapiler, arteriola 

dan venula sering mengalami kerusakan minor akibat trauma yang terjadi 

sehari-hari, meskipun tidak pernah timbul gejala kerusakan jaringan. Sistem 

hemostatis tubuh secara cepat dapat menutup kerusakan pembuluh darah 

dan menghentikan perdarahan pada pembuluh darah berukuran kecil 

ini  

Hemostasis dapat mencegah terjadinya kehilangan darah pada 

pembuluh darah yang berukuran kecil. Untuk kerusakan yang terjadi pada 

pembuluh darah yang berukuran lebih besar, biasanya diperlukan intervensi 

medis unuk perbaikan pembuluh darah dan menghentikan perdarahannya 

 Perdarahan hebat atau hemorrhage (hemo : darah, 

rhage: meledak) yang terjadi pada arteri yang berukuran cukup besar, lebih 

berbahaya dibanding perdarahan dari vena, sebab  tekanan darah di arteri 

lebih besar daripada tekanan darah di vena. Oleh sebab  itu apabila terjadi 

perdarahan pada arteri yang cukup besar, pertolongan pertama yang dapat 

dilakukan yaitu  dengan memberikan tekanan yang lebih besar daripada 

tekanan di arteri pada area terjadinya perdarahan, agar perdarahan dapat 

dihentikan sementara sebelum pembuluh darah yang rusak dapat diperbaiki. 

Berbeda dengan perdarahan pada arteri, perdarahan pada vena yang cukup 

besar dapat dihentikan sementara dengan hanya meninggikan daerah yang 

mengalami perdarahan untuk mengurangi pengaruh gaya gravitasi pada 

tekanan darah di vena yang terluka, biasanya disertai tekanan ringan di area 

luka ,

Saat terjadi kerusakan pada pembuluh darah, respon hemostasis oleh 

tubuh harus cepat terlokalisir pada daerah yang rusak atau daerah terjadinya 

perdarahan dan terkontrol dengan baik. ada  tiga mekanisme hemostasis 

yang dapat dilakukan oleh tubuh yaitu spasme vaskular (vascular spasm), 

pembentukan sumbatan trombosit (platelet plug) dan pembekuan darah 

(blood clotting/blood coagulation)  Trombosit 

berperan penting terutama pada pembentukan sumbatan trombosit, juga 

memiliki peranan yang penting pada kedua mekanisme hemostasis lainnya 

6.2 Spasme Vaskular (Vascular Spasm)

Segera setelah terjadi kerusakan pembuluh darah arteri atau arteriola, 

otot polos yang tersusun sirkuler pada dinding arteri/arteriola berkontraksi 

dengan cepat. Reaksi kontraksi spontan akibat kerusakan dinding pembuluh 

darah ini disebut spasme vaskular (vascular spasm). Terjadinya spasme vaskular 

dapat menyempitkan pembuluh darah sehingga mengurangi kehilangan 

darah selama beberapa menit hingga beberapa jam. Selama waktu ini  

mekanisme hemostatik lainnya mulai beroperasi 

Kontraksi spasme vaskular dapat terjadi akibat adanya:

1. Spasme myogenik lokal

2. Faktor autokoid lokal dari jaringan yang mengalami trauma dan dari 

trombosit


3. Refleks saraf yang diperantarai oleh impuls saraf nyeri atau impuls 

sensoris lain yang berasal dari pembuluh yang mengalami trauma atau 

jaringan di sekitarnya. 

Sebagian besar vasokonstriksi pada spasme vaskuler disebabkan 

oleh kontraksi miogenik lokal dari pembuluh darah yang dipicu oleh 

kerusakan langsung pada dinding pembuluh darah. Pada pembuluh darah 

yang berukuran kecil, trombosit secara langsung menyebabkan terjadinya 

vasokonstriksi dengan melepaskan zat vasokonstriktor berupa thromboxane 

A2. Semakin parah pembuluh darah mengalami trauma, semakin besar derajat 

spasme vaskular ,

6.3 Pembentukan Sumbatan Trombosit (platelet plug)

Kerusakan minor pada pembuluh darah dapat ditutup oleh sumbatan 

trombosit tanpa melalui mekanisme pembekuan darah. Sumbatan trombosit 

biasa terjadi pada pembuluh darah berukuran kecil seperti kapiler, arteriola 

dan venula yang dapat mengalami beberapa kerusakan kecil setiap harinya. 

Proses pembentukan sumbat trombosit yaitu  sebagai berikut :

1. Secara normal trombosit tidak melekat pada permukaan endotel. 

Apabila terjadi kerusakan endotel, trombosit yang mengalami kontak 

dengan permukaan pembuluh darah yang rusak akan menjadi lengket 

dan berikatan dengan komponen jaringan yang ada pada area ini  

. Perlekatan terjadi antara protein permukaan 

pada trombosit (misal: Integrin) dengan jaringan kolagen yang secara 

normal tidak ada  pada bagian dalam pembuluh darah sebab  

jaringan kolagen merupakan jaringan ikat yang melapisi pembuluh darah 

bagian luar (di bawah endotel) . Proses ini dinamakan 

platelet adhesion (adhesi trombosit) (Tortora & Derrickson, 2012).

2. Selama terjadi adhesi, tombosit menjadi aktif sehingga mengalami 

perubahan karakteristik secara cepat dan drastis. Trombosit melakukan 

pemanjangan di sitoplasmanya membentuk banyak tonjolan dan dengan 

adanya protein kontraktil pada sitoplasma ini  trombosit dapat 

melepaskan vesikel-vesikel berisi granula dan molekul aktifnya. Proses 

ini dinamakan platelet release (pelepasan granula trombosit)  Pelepasan ADP dan thromboxane A2 berperan penting 

dalam mengaktifkan trombosit-trombosit lain yang ada di sekitar area 

yang rusak. Thromboxane A2 bersama dengan serotonin dan epinefrin 

juga berfungsi sebagai vasokonstriktor yang menyebabkan kontraksi 

otot pembuluh darah dan mempertahankannya dalam waktu tertentu 

sehingga pembuluh darah menyempit dan menurunkan jumlah darah 

yang mengalir ke area luka. Peristiwa ini dapat menginisiasi terjadinya 

spasme vaskular ,

3. Pelepasan ADP membuat trombosit-trombosit lain yang ada di sekitar 

area luka mengalami perlekatan dan membuat semakin banyak trombosit 

lain menempel satu sama lain. Proses ini disebut platelet aggregation 

(agregasi trombosit). Akumulasi dan penumpukan trombosit ini  

di area jaringan yang rusak dalam jumlah besar membentuk sumbatan 

trombosit (platelet plug). Sumbatan trombosit sangat efektif untuk 

mencegah kehilangan darah pada pembuluh darah yang berukuran 

kecil ,Kompleks aktin-miosin pada area 

agregat trombosit melakukan kontraksi untuk memberikan sifat kompak 

dan kuat pada sumbatan. Sumbatan trombosit tidak hanya menutup 

kebocoran pembuluh darah, akan tetapi mengeluarkan molekul-molekul 

kimia aktif yang menginisiasi terbentuknya pembekuan darah pada 

pembuluh darah yang rusak ,Sumbatan trombosit 

akan direkatkan dengan adanya pembentukan benang-benang fibrin 

selama proses pembekuan darah 

Gambar 5.18. Proses pembentukan sumbatan trombosit pada pembuluh darah yang 

mengalami kerusakan 

Proses pembentukan sumbatan trombosit turut diregulasi oleh sel-sel 

endotel di sekitar jaringan yang rusak. Selama proses agregasi trombosit yang 

menyebabkan semakin banyak trombosit yang teraktifkan dan berkumpul 

di area luka, sel-sel endotel di sekitar area luka merespon ADP dan berbagai 

molekul aktif yang disekresikan oleh trombosit yang aktif. Ssl-sel endotel 

normal ini  mengeluarkan prostacyclin and nitric oxide. Kedua senyawa 

kimia ini dapat menghambat terjadinya agregasi trombosit secara perlahan 

sehingga pembentukan sumbatan trombosit dapat dibatasi dan tidak 

mengakibatkan efek buruk untuk jaringan normal di sekitarnya 


6.4 Pembekuan Darah (Blood clotting/blood coagulation)

Darah beserta komponennya secara normal akan tetap berada pada 

tahap  liquid (cairan) selama berada dalam pembuluh darah. Apabila terjadi 

kebocoran pembuluh darah yang mengakibatkan darah keluar dari pembuluh, 

darah akan mengalami pembekuan menjadi tahap  gel. Darah pada tahap  gel ini 

apabila disentrifus akan menghasilkan cairan yang terpisah dari gelnya yang 

dinamakan serum. Serum merupakan plasma darah tanpa protein pembeku 

darah. Sementara itu, gel ini  merupakan bekuan darah yang berisi sel-sel 

serta komponen darah lainnya yang terjebak pada anyaman protein pembeku 

darah berupa benang-benang fibrin. Benang-benang fibrin membentuk 

anyaman atau jaring yang bisa memerangkap eritrosit dan sel-sel darah 

lainnya pada area bekuan darah, sebab  itu massa gel hasil bekuan nampak 

berwarna merah akibat banyaknya eritrosit yang terperangkap. Proses 

pembentukan gel ini  dinamakan koagulasi (coagulation atau clotting) 

yang merupakan serangkaian reaksi kimia untuk menghasilkan benang-

benang fibrin dari protein fibrinogen serta protein dan faktor-faktor lain yang 

terlarut pada plasma. Terjadinya bekuan darah dapat memperkuat formasi 

sumbatan trombosit dan mendukung fungsinya dalam menutup pembuluh 

darah yang rusak. 

Pembekuan darah yaitu  mekanisme hemostasis yang paling kuat dan 

dapat menghentikan hampir seluruh perdarahan di tubuh kecuali perdarahan 

hebat atau perdarahan yang sangat kecil yang tidak memerlukan mekanisme 

pembekuan darah (Sherwood, 2010). Pembekuan darah melibatkan substansi 

yang disebut faktor pembekuan darah (clotting factor). Faktor pembekuan 

darah ini  antara lain ion kalsium, beberapa enzim inaktif yang disintesis 

oleh hati dan beredar di sirkulasi, serta beberapa molekul lain yang beraosiasi 

dengan trombosit maupun jaringan yang rusak. Hampir seluruh faktor 

pembekuan darah dinotasikan dengan angka romawi yang menunjukkan 

urutan penemuan masing-maisng faktor ini . Sebagian besar faktor 

pembekuan darah ini  berada di plasma dalam kondisi inaktif dan akan 

diaktifkan oleh serangkaian reaksi enzimatis pembekuan darah. Faktor-faktor 

pembekuan darah yang terlibat dalam proses pembekuan darah, asal molekul 

dan jalur aktivasi dirangkum dalam Tabel 2.

Pembekuan darah merupakan reaksi enzimatis bertingkat yang 

kompleks. Setiap faktor pembekuan darah mengaktifkan banyak molekul yang 

dipakai  untuk reaksi selanjutnya hingga terbentuk protein pembekuan 

darah dengan ukuran yang besar berupa benang-benang fibrin. Secara singkat 

proses pembekuan darah dibagi dalam tiga tahapan sebagai berikut:

1. Aktifnya dua jalur yaitu jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik yang menjadi awal 

terbentuknya protrombinase. saat  protrombinase sudah terbentuk, 

tahap selanjutnya pada proses pembekuan darah untuk kedua jalur ini 

tidak berbeda, dan disebut sebagai common pathway.

2. Protrombinase merupakan enzim yang dapat mengubah protrombin 

menjadi enzim trombin. Secara normal trombin tidak ada  secara 

bebas di plasma darah sebab  akan mengakibatkan pembekuan darah 

yang massif. Trombin berada dalam bentuk inaktifnya yaitu protrombin 

dan membutuhkan aktivator berupa protrombinase. Protrombin 

merupakan protein yang ada  pada plasma darah dan disintesis oleh 

hati.

3. Adanya trombin dapat mengubah fibrinogen (protein pada plasma) 

yang terlarut menjadi fibrin yang tidak terlarut. Fibrin akan membentuk 

benang-benang fibrin yang menginisiasi terjadinya perangkap untuk 

sel-sel darah dan membentuk gel. Anyaman benang fibrin bersifat 

longgar dan tidak kuat, akan tetapi sebab  adanya ikatan dengan faktor 

pembeku darah yaitu faktor VIII yang merupakan faktor penstabil fibrin, 

anyaman benang-benang fibrin menjadi kuat dan stabil 


A. Jalur Ekstrinsik

Jalur ekstrinsik pada pembekuan darah memiliki tahapan yang lebih 

singkat dibanding jalur intrinsik dan berjalan dalam waktu yang lebih cepat, 

dalam hitungan detik sejak terjadinya trauma. Jalur ini dinamakan jalur 

ekstrinsik sebab  protein jaringan yang disebut tissue factor (TF) atau disebut 

juga thromboplastin keluar dari sel yang mengalami kerusakan ke aliran 

darah. Tissue factor (TF) terdiri atas kompleks lipoprotein dan fosfolipid yang 

akan bereaksi dengan ion kalsium yang ada pada darah dan memulai proses 

pembekuan darah dengan mengaktifkan faktor X. Selanjutnya faktor X yang 

aktif berikatan dengan faktor V juga dengan bantuan ion kalsium (Ca2+) untuk 

membentuk enzim protrombinase. Jalur ekstrinsik selanjutnya berlanjut 

menjadi common pathway.

B. Jalur Intrinsik

Jalur intrinsik pada proses pembekuan darah lebih kompleks dan terjadi 

dalam waktu yang lebih lambat (membutuhkan beberapa menit) dibanding 

jalur ekstrinsik. Jalur ini dinamakan sebagai jalur intrinsik sebab  molekul 

aktivatir yang dibutuhkan sudah ada  pada darah, tidak dibutuhkan 

molekul aktivator yang berasal dari adanya kerusakan sel atau jaringan. Apabila 

terjadi kerusakan endotel pembuluh darah, terjadi kebocoran pembuluh 

yang menyebabkan adanya kontak antara darah dengan jaringan kolagen 

dan jaringan ikat disekitar endotelium. Selain itu rusaknya endotel pembuluh 

darah juga menyebabkan kerusakan trombosit yang menyebabkan pelepasan 

fosfolipid oleh trombosit. Adanya kontak dengan kolagen mengakibatkan 

aktifnya faktor pembekuan darah yaitu faktor XII, yang dapat memulai 

serangkaian reaksi untuk mengaktifkan faktor X. Fosfolipid yang dilepaskan 

oleh trombosit bersama dengan ion kalsium (Ca2+) juga dapat berperan 

dalam pengaktifan faktor X. Faktor X yang aktif bersama dengan faktor V akan 

membentuk enzim protrombinase dan proses pembekuan darah berlanjut ke 

common pathway.


Gambar 5.19. Jalur pembekuan darah, yang melibatkan 3 jalur, yakni jalur ekstrinsik, intrinsik, 

dan common pathway ,

C. Common pathway (Jalur Bersama)

Pembentukan enzim protrombinase meruapakan awal terjadinya 

common pathway baik yang berasal dari jalur intrinsik maupun jalur ekstrinsik. 

Tahap selanjutnya setelah jalur ekstrinsik maupun intrinsik yaitu  adanya 

konversi protrombin menjadi trombin oleh enzim protrombinase dan ion 

kalsium (Ca2+). Selanjutnya trombin dengan bantuan ion kalsium (Ca2+) 

mengubah fibrinogen menjadi fibrin. Trombin juga megaktifkan faktor XIII 

yang merupakan faktor penstabil fibrinogen. Faktor XIII ada  di plasma 

darah dan juga dilepaskan oleh trombosit yang terperangkap pada anyaman 

benang fibrin.

Trombin memiliki mekanisme umpan balik positif (positif feedback loop). 

Pada jalur umpan balik positif pertama, trombin dapat meningkatkan laju 

pembentukan prothrombiase dengan melibatkan faktor V. Protrombinase 

yang terbentuk akan semakin meningkatkan koversi protrombin menjadi 

trombin, begitu seterusnya. Pada jalur umpan balik positif kedua, trombin 

dapat mengaktifkan trombosit untuk memperkuat agreasi dan melepaskan 

fosfolipid. Fosfolipid yang dilepaskan oleh trombosit selanjutnya mengaktifkan 

faktor X dan bersama faktor V membentuk protrombinase.

Vitamin K berperan penting dalam proses pembekuan darah sehingga 

jumlah vitamin K dalam darah harus dipertahankan dalam nilai normal/

cukup. Meskipun vitamin K tidak terlibat langsung dalam reaksi pembentukan 

bekuan darah, akan tetapi vitamin K diperlukan dalam proses sintesis faktor-

faktor pembekuan darah. Vitamin K secara normal disintesis oleh bakteri yang 

berada pada usus besar lalu  diserap dan masuk ke sirkulasi dengan 

lemak sebagai pelarutnya.

6.5 Penguatan bekuan darah (Clot retraction)

Gel yang terbentuk dari serangkaian proses pembekuan darah dapat 

menjadi penyumbat kebocoran pembuluh darah dan menghentikan keluarnya 

darah dari pembuluh. Penguatan atau retraksi bekuan (clot retraction) 

yaitu  mekanisme penguatan dan pengetatan bekuan darah yang tersusun 

oleh benang-benang fibrin. Benang-benang fibrin melekat ke permukaan 

pembuluh darah yang rusak akan berkontraksi secara berangsur-angsur 

dengan bantuan kontraksi trombosit. saat  gumpalan memendek akibat 

kontraksi, tepi pembuluh darah yang rusak akan ikut tertarik dan menjadi lebih 

dekat satu sama lain. Hal ini dapat mengurangi risiko kerusakan lebih lanjut. 

Selama terjadi retraksi, sejumlah kecil serum dapat lolos melewati celah antara 

benang fibrin, tetapi sel sel darah yang terperangkap tidak dapat lolos. Jumlah 

trombosit yang melepaskan faktor XIII dan faktor-faktor lainnya menunjang 

terjadinya retraksi yang normal.  Terjadinya retraksi dapat memperkuat 

dan menstabilkan bekuan darah. setelah tahap  retraksi, dapat terjadi proses 

perbaikan permanen pembuluh darah dan proses pembentukan jaringan 

ikat oleh fibroblas serta pembentukan sel-sel endotel baru di area pembuluh 

darah yang rusak.

6.6 Kontrol Hemostasis

Gumpalan atau bekuan darah terjadi dalam frekuensi yang cukup sering 

dalam waktu satu hari. Pada beberapa daerah di pembuluh darah yang 

memiliki permukaan kasar atau pada plak aterosklerotik dipastikan terjadi 

proses pembekuan darah. Proses pembekuan darah yang melibatkan adanya 

umpan balik positif dari trombin memiliki kecenderungan untuk memperbesar 

ukuran gumpalan dan dapat menimbulkan resiko gangguan aliran darah dapat 

menyumbat keseluruhan pembuluh darah. Untuk mengontrol laju pembekuan 

drah, ada  sistem fibrinolitik dapat melarutkan bekuan darah berukuran 

kecil atau bekuan darah pada area yang sudah mengalami perbaikan jaringan. 

Proses pemecahan gumpalan atau bekuan darah ini disebut fibrinolisis.  

Saat proses pembekuan darah terjadi, sebuah enzim plasma dalam 

bentuk inaktif yaitu plasminogen ada  dalam bekuan darah. Jaringan 

tubuh dan darah memiliki substansi yang dapat mengaktifkan plasminogen 

menjadi plasmin (fibrinolisin), enzim plasma aktif. Substansi ini  antara 

lain berupa trombin, faktor XII yang aktif, dan tissue plasminogen activator 

(t-PA), yang disintesis dalam sel-sel endotel dan dilepaskan ke dalam darah. 

Plasmin yang terbentuk dapat melarutkan bekuan darah dengan melisiskan 

benang fibrin dan menonaktifkan fibrinogen, protrombin, faktor V dan faktor 

XII.

Efek umpan balik positif yang dimiliki oleh trombin tidak dapat membuat 

proses pembekuan darah meluas ke area yang tidak mengalami kerusakan. 

Pembentukan bekuan darah tetap dilokalisasi di lokasi kerusakan dan 

dicegah untuk meluas ke sirkulasi salah satunya dengan cara penyerapan 


trombin ke area bekuan oleh fibrin yang terbentuk. Selain itu sebab  faktor-

faktor pembekuan darah yang tersebar selain di lokasi kerusakan jaringan, 

tidak memiliki konsentrasi dan jumlah yang cukup untuk melakukan proses 

pembekuan darah pada area yang luas.

Mekanisme lain yang turut serta mengontrol proses hemostasis yaitu  

adanya prostaglandin yang dihasilkan oleh endotel dan leukosit. Prostaglandin 

yang disebut prostasiklin bersifat antagonis terhadap thromboxane A2. 

Prostacyclin merupakan inhibitor yang sangat kuat terhadap proses adhesi dan 

pelepasan trombosit. Selain itu di dalam darah ada  pula zat antikoagulan 

yang dapat menunda dan mencegah terjadinya proses pembekuan darah. 

zat antikoagulan yang ada  dalam darah salah satunya merupakan 

antitrombin yang merupakan inhibitor terhadap beberapa faktor pembekuan 

darah seperti faktor XII, X, dan II (protrombin). ada  pula zat antikoagulan 

yang dihasilkan oleh sel mast dan basofil yaitu heparin, yang jika bergabung 

dengan antitrombin akan dapat meningkatkan efektivitas penghambatan 

trombin. Activated Protein C (APC) merupakan antikoagulan lain yang 

dapat  menonaktifkan dua faktor pembekuan utama yang tidak diblokir oleh 

antitrombin dan meningkatkan aktivitas t-PA.


Darah merupakan salah satu cairan tubuh yang paling banyak dipakai 

sebagai spesimen untuk melakukan pemeriksaan laboratorium klinik. 

Spesimen yang berasal dari manusia dapat berupa: serum, plasma, darah 

(whole blood), urine, tinja, dahak, pus, sperma, swab tenggorok, swab rectum, 

sekret (uretra, vagina, telinga, hidung, mata, cairan pleura, cairan bronchus, 

cairan acites, cairan otak, bilasan lambung, sumsum tulang, kuku, rambut, 

kerokan kulit, dan muntahan.

Pemeriksaan yang memakai  specimen darah berguna untuk 

membantu dokter dalam manajemen klinik, mulai dari penegakan diagnosis, 

menetapkan terapi, memantau perjalanan terapi, dan juga mengestimasi 

perjalanan suatu penyakit. Spesimen darah yang akan dipakai  diambil 

dari proses sampling, melalui pembuluh darah vena (phlebotomi), arteri, 

maupun kapiler. Pemeriksaan yang umumnya memakai  darah yang 

berasal dari pembuluh darah vena, yang berwarna lebih gelap dan mudah 

dicapai saat pengambilan darah. Sementara ada beberapa pemeriksaan 

yang memakai  bahan darah arteri, semisal analisis gas darah (blood gas 

analysis).

Proses pemeriksaan darah perlu menjamin proses didalamnya terjaga 

mutunya. Ketiga proses ini  yaitu pra analitik, analitik, dan pasca analitik. 

Pra analitik, mulai dari prosedur persiapan pasien, persiapan alat dan bahan, 

sampling, penyimpanan sampel, pengiriman sampel, kecukupan volume 

dan kualitas sampel agar layak diperiksa. Sementara tahap analitik, meliputi 

prosedur analisis darah, antara lain persiapan alat dan bahan, kalibrasi alat, 

quality control (QC), pengolahan sampel, keluarnya hasil, dan interpretasi hasil. 

Tahap pasca analitik: dokumentasi hasil dan pelaporan hasil kepada dokter 

pengirim atau pasien.

Pemeriksaan hematologi yaitu  pemeriksaan yang memakai  

spesimen darah untuk mengetahui sel darah baik jumlah, kualitas maupun 

morfologinya. Secara umum pemeriksaan hematologi dibagi dua yaitu, 

hematologi umum dan hematologic khusus. Hematologi rutin yang sering 

disebut pemeriksaan darah rutin dan darah lengkap.  Pemeriksaan hematologi 

khusus yaitu pemeriksaan morfologi darah tepi, pemeriksaan melacak etiologi 

anemia (profil Besi tubuh), pemeriksaan mengetahui diatesis hemostasis, 

pemeriksaan morfologi sumsum tulang (BMP), immunophenotyping, dan 

lain-lain.

Setiap pemeriksaan dalam hematologi memiliki metode pemeriksaan 

yang sebaiknya mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh Internasional 

Commite for Standardization in Hematology (ICSH), misal pemeriksaan 

hemoglobin melalui metode cyanmethehemoglobin. Penelitian di bidang 

biomedis pada umumnya memanfaatkan dasar pengetahuan darah 

(hematologi) untuk melakukan proses analisa terkait adanya perturbation 

atau gangguan terhadap fungsi kerja (fisiologi) tubuh yang diakibatkan 

terganggunya sistem peredarah darah (circulation system). Sebagai contoh, 

terjadinya gangguan akibat infeksi bakteri akan menyebabkan meningkatnya 

leukosit yang beredar di dalam darah sebagai bentuk sistem pertahanan 

untuk melemahkan pathogen yang masuk ke dalam tubuh. Ditambahkan 

pemeriksaan serologi, juga menjadi acuan dalam menentukan kondisi 

probandus, sehingga dapat dikenali jenis perturbasi yang sedang terjadi. 

Sebagai contoh, infeksi plasmodium, menyebabkan menurunkan kadar 

Hb pada pasien, sebagai akibat dari pecahnya eritrosit sebagai akibat aktivitas 

merozoid plasmodium yang terus masuk dan keluar dari eritrosit. Kondisi 

seperti ini dapat dilakukan pendeteksian selain dengan memakai  

serologi, yakni melakukan pengecekan pada kadar komponen padat darah, 

dapat pula dilakukan dengan menguji antibodi yang dihasilkan sebagai respon 

awal saat  terjadinya infeksi oleh sistem imun. IgM merupakan imunoglobulin 

pertama yang umumnya muncul pada pasien penderita demam berderah, 

yang muncul sebesar 50% pada hari 3, lalu mencapai 80% pada hari ke-5, 

hingga akhirnya mencapai 99% pada hari ke-10. Secara bersamaan, deteksi 

adanya demam berdarah, tidak hanya melibatkan pada pemeriksaan serologi 

melalu pengecekan antibodi, melainkan screening aspek laboratorium lainnya, 

seperti isolasi virus yang berada di dalam aliran darah, baik pada plasma atau 

Apl ik as i  Hematologi  dalam Biomedical  Sc ience 95

serum, serta deteksi adanya asam nukleat virus demam berdarah (World 

Health Organization, 2004). Penelitian terbaru menunjukkan adanya aktivitas 

yang dilakukan oleh virus penyebab demam berdarah melalui ikatan dan 

replikasi pada trombosit, yang merupakan faktor pembekuan darah (Simon, 

Sutherland, & Pryzdial, 2015). Penelitian Simon et al. menunjukkan adanya 

mekanisme baru pada manifestasi virus dengue untuk melakukan perturbasi 

pada penderita demam berdarah, tidak hanya melalui replikasi di dalam 

eritrosit, namun juga memakai  trombosit.

Penelitian di bidang cancer detection juga memakai  analisis sampel 

darah untuk membantu mendiagnosis pasien, memonitor perjalanan kanker 

dan menilai prognosis ke depan. Kanker merupakan kumpulan dari sel-sel 

yang terus membelah, dan telah mengalami mutasi pada protein tertentu 

yang mengatur laju pembelahan sel, seperti protein Cyclin dan protein CDK. 

Mutasi yang terjadi secara khusus dan spesifik pada jenis kanker tertentu 

membawa pengembangan arah penelitian pada tahapan early detetction 

terhadap kanker ini . Tim Johns Hopkins University School of Medicine 

berhasil untuk mempublikasikan hasil riset yang dilakukan sehingga mampu 

untuk mendeteksi delapan tipe kanker, dari analisis sampel darah penderita. 

Dengan memakai  tes yang diberi nama CancerSEEK, sebanyak 1005 

pasien yang mengalami kanker (belum metastasis) mampu untuk dideteksi 

keberadaan sel kankernya, meliputi kanker rahim, hati, perut, pancreas, 

esofagus, kolon, paru-paru, dan kanker payudara. Prinsip dasar dari metode 

ini yaitu  terproduksi protein khusus yang akan dilepaskan oleh sel-sel yang 

telah menjadi kanker, dan adanya fragmen DNA yang sangat kecil yang berasal 

dari sel kanker. Sebanyak 16 gen penanda dan 8 protein yang berhubungan 

dengan kedelapan jenis kanker ini , selanjutnya dilakukan proses PCR 

(Polymerase Chain Reaction) untuk melihat adanya gen dan protein ini  

pada plasma darah ,

Sepsis neonatal sampai saat ini masih menjadi masalah yang belum 

terpecahkan secara maksimal baik untuk pelayanan maupun perawatan 

neonates. Sepsis neonatal terjadi sebab  adanya paparan infeksi bakteri pada 

bayi, lalu  menyebabkan munculnya toksin, dan mengganggu fisiologi 

perkembangan dan pertumbuhan bayi. Seperti yang dibahas pada bab 

mengenai leukosit, bahwa adanya gangguan infeksi bakteri akan menyebabkan 

terjadinya perubahan keseimbangan kadar leukosit dalam darah. Pemeriksaan 

sepsis neonatal yang terjadi pada kasus bayi yang baru lahir, haruslah 

melibatkan komponen diagnosis, meliputi manifestasi klinik, faktor risiko, dan 

dilanjutkan pada pemeriksaan di laboratorium. Hematologi berperan sebagai 

panel dalam penentuan terjadinya sepsis neonatal , Panel 

pemeriksaan hematologi meliputi jumlah lekosit (AL), jumlah netrofil absolut, 

pergeseran netrofil ke kiri, rasio netrofil imatur terhadap netrofil total (rasio 

I/T), rasio netrofil imatur terhadap netrofil matur (rasio I/M), granulasi toksik 

netrofil, vakuolisasi netrofil dan jumlah trombosit (AT) (Setyawati, 2005). Selain 

itu, diketahui bahwa penurunan trombosit juga menjadi indikasi adanya 

sepsis neonatal yang terjadi pada bayi. Dari 78 korespondensi yang dilakukan 

pengecekan dengan hematologi, diketahui bahwa 38 probandu mengalami 

kondisi sepsis, dengan 11 probandus mengalami perubahan pada jumlah 

trombosit ,


Glossarium

ADP (Adenosine 

Diphosphate)

: Molekul hasil pemecahan ATP

Amilose : Enzim yang berperan dalam penguraian amilum

Antibodi : Molekul yang dihasilkan oleh sel plasma dan 

berperan dalam sistem imun adaptif dalam 

mengeliminasi antigen asing

Antigen : Molekul asing yang memicu respon antibodi

Aorta : Pembuluh arteri terbesar yang ada pada tubuh, 

merupakan arteri yang keluar dari ventrikel kiri 

jantung

APC (Activated 

Protein C)

: Protein antikoagulan yang berperan dalam 

kontrol hemostasis

APC (Antigen 

Presenting Cells)

: Sel yang dapat mempresentasikan antigen 

melalui MHC

Arteri : Pembuluh darah yang membawa darah dengan 

kandungan oksigen tinggi (kecuali arteri pulmo-

nalis) dari jantung ke seluruh tubuh dan memiliki 

dinding pembuluh tebal

Asidofilik : Sifat suatu zat yang mengikat substansi dengan 

pH asam

Asidosis : Kondisi pH darah yang terlalu asam dan menye-

babkan terganggunya proses pengikatan oksigen 

oleh hemoglobin

ATP (Adenosine 

Triphosphate)

: Molekul sumber energi sel

Azurophilic : Sifat suatu substansi di dalam sel yang bereaksi 

dengan pewarnaan Romanowsky menghasilkan 

warna biru keunguan. Granula azurofilik 

merupakan granula primer yang terbentuk 

pertama kali pada neutrofil.

Basofilik : Sifat suatu zat yang mengikat substansi dengan 

pH basa

BCR (B cell 

receptor)

: Reseptor pada permukaan sel B yang dapat 

mengenali antigen secara langsu

BFU (Burst 

Forming Unit)

: Koloni sel progenitor yang pertama kali muncul 

pada jalur hematopoiesis

Bohr Effect : Afinitas hemoglobin gerhadap oksigen dan 

karbondioksida yang dipengaruhi oleh pH darah

Buffer : Zat yang berfungsi untuk mempertahankan pH 

larutan

Cascade effect : Suatu rantai reaksi yang berkesinambungan dan 

mempengaruhi satu sama lain

CD4 (Cluster 

Determination 

4)

: Molekul penanda permukaan sel T helper

CD8 (Cluster 

Determination 

8)

: Molekul penanda permukan sel T sitotoksik

CFU (Colony 

Forming Unit)

: Koloni sel progenitor yang lebih matur daripada 

BFU 

Chylomicrons : Bentuk molekul lipid yang dapat dibawa oleh 

darah

CLP (Common 

Lymphoid 

Progenitor)

: Sering juga disebut dengan Lymphoid Stem Cell 

(sel punca Lymphoid) merupakan hasil diferen-

siasi pertama dari HSC dan menjadi asal muasal 

limfost T dan limfosit B

104

Chloride shift : Pertukaran ion Cl- masuk ke dalam eritrosit untuk 

menggantikan ion H2CO3- yang keluar dari 

eritrosit 

CMP (Common 

Myeloid 

Progenitor)

: Sering juga disebut sebagai Myeloid Stem Cell 

(sel punca Myeloid) merupakan hasil diferen-

siasi pertama dari HSC dan menjadi asal muasal 

eritrosit, trombosit dan leukosit granuler serta 

monosit

CSF (Colony 

Stimulating 

Factor)

: Senyawa kimia yang memicu terbentuknya 

koloni sel dari sel punca hematopoietic

Diapedesis : Proses berpindahnya leukosit dari pembuluh 

darah ke jaringan sekitarnya dengan cara 

menembus endotel pembuluh darah

Diastole : Tekanan darah saat ventrikel jantung mengalami 

relaksasi

Disakaridase : Enzim yang berperan dalam penguraian 

disakarida (laktosa, fruktosa, sukrosa) dalam 

proses pencernaan

EDTA (Etylene-

diamine 

Tetraacetic Acid)

: Zat antikoagulan yang memiliki dua gugus 

hidroksil yang aktif dan dapat mengikat ion Fe3+/

Fe2+

EPO : Erythropoietin, hormon yang dihasilkan oleh 

ginjal dan merupakan regulator utama proses 

eritropoiesis

Eritrosit : Eritrosit

Fagositosis : Proses memasukkan benda asing (yang berupa 

padatan)ke dalam sel

Ferritin : Protein penyimpan ion besi di jaringan dan sel-sel 

tubuh

Filtrasi : Proses penyaringan suatu campuran

Fluida : Zat cair yang bergerak

Heart Murmur : keadaan saat siklus jantung berlangsung 

tidak seperti pada keadaan normal dan terjadi 

perubahan pada siklus yang terbentuk

Hemoglobin : Pigmen yang tersusun atas protein dan ion besi, 

berfungsi penting dalam pengikatan oksigen 

pada eritrosit

Henry’s Law : Hukum kelarutan gas dalam cairan yang menya-

takan bahwa jumlah molekul gas yang terlarut 

dalam suatu cairan, sesuai dengan tekanan 

parsial dan kelarutan gas ini 

Homeostasis : Mekanisme untuk mempertahankan kondisi 

tubuh dan status sistem organ tetap dalam batas 

nilai normal

HSC (Hemato-

poietic Stem 

Cell)

: Sel punca hematopoietik yang bersifat pluripoten 

dan menjadi asal muasal seluruh sel-sel darah

IFN-α (Inter-

feron alfa)

: Salah satu sitokin yang berperan penting 

dalam sistem imun untuk memicu respon imun 

terhadap antigen

IgG : Immunoglobulin G, merupakan salah satu kelas 

immunoglobulin

IgM : Immunoglobulin M, merupakan salah stau kelas 

immunoglobulin

Interleukin : Salah satu jenis sitokin yang dihasilkan oleh 

leukosit

Ion binding 

molecule 

transport

: Protein transmembran yang berfungsi sebagai 

transporter ion untuk membantu keluar 

masuknya ion melalui membran sel 

Leukosit : Sel darah putih

Ligan FLT-3 : Ligan FMS-like tyrosine kinase merupakan 

reseptor tirosin kinase kelas III yang terekspresi 

pada keseluruhan sel progenitor myeloid dan 

lymphoid

Like-dis-

solve-like

: Asas kelarutan zat yang menyatakn bahwa suatu 

zat dalam campuran akan saling larut apabila 

memiliki polaritas yang sama

MHC (Major 

Histocompati-

bility Complex)

: Protein permukaan yang diekspresikan oleh sel 

presenter antigen untuk mempresentasikan 

antigen pada sel T 

PCO2 : Tekanan parsial karbondioksida pada jaringan 

tubuh (termasuk pada darah)

Plasma : Bagian darah yang berupa cairan dengan banyak 

protein terlarut termasuk faktor pembeku darah

PO2 : Tekanan parsial oksigen pada jaringan tubuh 

(termasuk pada darah)

SCF (Stem Cell 

Factor)

: Salah satu faktor pertumbuhan yang dapat 

memicu sel punca hematopoietik maupun sel 

progenitor untuk berdiferensiasi

Sentrifugasi : Proses pemusingan dengan memanfaatkan 

gaya sentrifugal suatu substansi dalam wadah 

sehingga dapat dipisahkan berdasar  berat 

jenisnya, memakai  mesin sentrifuge

Serum : Bagian darah yang berupa cairan tanpa disertai 

protein dan faktor pembeku darah

Sistole : Tekanan darah saat ventrikel jantung mengalami 

kontraksi

Sitokin : Senyawa kimia yang menjadi sinyal perintah 

maupun penghambat untuk berbagai proses di 

tingkat seluler-molekuler

TCR (T cell 

Receptor)

: Reseptor pada permukaan sel T yang dapat 

mengenali antigen yang dipresentasikan melalui 

MHC

TPO : Thrombopoietin, hormon yang dihasilkan oleh 

hati dna merupakan regulator utama proses 

trombopoiesis

Transferrin : Protein plasma yang dapat mengikat ion besi dan 

membawanya dalam aliran darah 

Trombosit : keping darah (trombosit) untuk pembekuan 

darah

Vena : Pembuluh darah yang membawa darah dengan 

kandungan karbondioksida tinggi (kecuali 

vena pulmonalis) dari seluruh tubuh kembali ke 

jantung

Vena porta 

hepatica

: Vena yang melalui hati sebelum kembali ke 

jantung