Jumat, 06 Desember 2024

dasar hematologi 1


















Darah

Darah yaitu  fluida yang mengalir pada tubuh manusia dan vertebrata 

tingkat tinggi lainnya , Darah berperan penting dalam 

semua proses fisiologis yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup. Darah 

berperan penting sebagai fluida yang membawa nutrisi ke seluruh bagian 

tubuh, lalu  membawa kembali hasil metabolisme nutrisi ini  untuk 

lalu  dilanjutkan pada proses eksresi hasil metabolisme ini  yang 

melibatkan bantuan organ-organ eksresi seperti paru-paru, ginjal, dan kulit. 

Sebanyak 7-8% berat tubuh manusia ditentukan oleh volume darah 

(Carter, 2018) yang mengalir setiap waktu melalui pembuluh arteri dan venanya 

yang dipompa oleh jantung. Darah memiliki temperatur normal pada suhu 38°C, 

dengan pH yang berkisar antara 7.35 hingga 7.45. Peranan pH sangat penting 

sebab  berperan sebagai sistem buffer untuk menjaga asam-basa kondisi darah 

yang berpengaruh pada fisiologis manusia. Darah yang memiliki kandungan 

oksigen tinggi akan memiliki warna merah yang lebih terang. Namun sebaliknya 

pada darah yang rendah kadar oksigennya akan memiliki warna merah yang 

lebih gelap. 

Volume darah pada manusia berbeda disebab kan perbedaan pada jenis 

kelamin, yang menentukan proporsi ukuran tubuh. Laki-laki dewasa memiliki 

kisaran volume darah 5-6 L, sedangkan pada wanita dewasa berkisar antara 4-5 

L . Darah sendiri memiliki dua komponen utama 

yang terdiri dari komponen cair dan komponen padat. Komponen cair yaitu 

plasma darah, dan komponen padat terdiri dari sel darah merah atau yang 

disebut sebagai eritrosit, sel darah putih atau leukosit, dan keping darah atau 

trombosit yang berperan dalam proses pembekuan darah (American Society of 

Hematology, 2018). Keseluruhan komponen darah yang mengalir pada tubuh 

manusia dikenal sebagai whole blood, yang tersusun atas sebagian besar 55% 

yaitu  plasma darah, dan sisanya sebanyak 45% yaitu  sel-sel darah (Gambar 

1.1).

Gambar 1.1. Komponen darah yang dapat diamati melalui proses sentrifugasi darah dengan 

komponennya. 

Adapun fungsi darah yang selama ini diketahui, meliputi sebagai berikut:

a. Penghantaran oksigen dan nutrisi ke seluruh bagian tubuh dan jaringan

b. Pembentukan agen pembekuan darah

c. Homeostasis suhu tubuh

d. Pembentukan antibodi untuk melawan infeksi pathogen 

e. Pengangkutan hasil metabolisme menuju ginjal dan hati untuk proses 

filtrasi

f. Pengangkut hormon yang diekskresikan oleh sel-sel tubuh ke jaringan/

organ target

Darah memiliki hubungan yang erat dengan sistem peredaran darah. 

Sistem peredaran darah tidak dapat dilepaskan pula hubungannya dengan 

sistem pernafasan, sistem pencernaan, sistem ekskresi, sistem sekresi, dan 

sistem kekebalan tubuh (imun) pada manusia. Darah juga dikenal sebagai 

jaringan penghubung yang berbentuk cair (fluid connective tissue), sebab  

Darah 3

sel-sel darah turut mengalir dan bersirkulasi di dalam tubuh dan menjalankan 

fungsi untuk sistem tubuh manusia . Darah yang mengalir 

dalam tubuh manusia mengandung berbagai komponen yang dibutuhkan 

untuk setiap sistem yang bekerja, seperti glukosa dan nutrient lainnya yang 

dihantarkan ke setiap sel di setiap organ, sehingga mampu menyokong fungsi 

fisiologis manusia.

Peredaran darah manusia tidak dapat dilepaskan dari kerja fungsi 

organ jantung, yang berperan sebagai pompa untuk mengalirkan darah 

ke seluruh anggota tubuh (sistem kardiovaskular) (Gambar 1.2). Selain itu, 

pembuluh darah arteri dan vena berperan penting dalam mengalirkan darah 

ke setiap organ, yang lalu  disambung oleh pembuluh kapiler, dengan 

ukuran yang lebih kecil, sehingga mampu menembus jaringan di setiap 

organ, dan berfungsi dalam transport hasil metabolisme yang dihasilkan. 

Pembuluh arteri dan vena dibedakan berdasar  pada arah darah yang 

dibawa. Pembuluh arteri membawa darah dari jantung menuju ke seluruh 

organ tubuh. Sedangkan pada pembuluh vena, berperan dalam membawa 

darah dari seluruh organ kembali menuju jantung. Untuk pengecualian, 

vena porta berperan untuk membawa darah diantara dua kapiler. Sebagai 

contoh, vena porta hepatica membawa darah dari kapiler sistem pencernaan 

menuju ke organ hati , Pembuluh darah arteri dan vena 

memiliki ketebalan dinding yang berbeda. Dinding pembuluh arteri lebih 

tebal dibandingkan dengan pembuluh vena. Namun, secara anatomi, kedua 

pembuluh memiliki dua selaput yang membungkus endothelium (bagian 

dalam pembuluh darah). Bagian terluar kedua pembuluh secara berurutan 

tersusun atas jaringan penghubung (connective tissue), seperti serabut elastis 

(elastic fiber) dan kolagen dan pada bagian selanjutnya tersusun atas otot 

polos (smooth muscle) dan serabut elastis (elastic fiber).  

Transport nutrient, glukosa, dan hasil metabolisme berlangsung secara 

difusi yang terjadi antar kapiler darah. Difusi merupakan pergerakan zat 

terlarut dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Pada sistem peredaran 

darah, aliran darah terjadi secara masif dan besar (bulk flow), sehingga darah 

mengalir dari tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah ,. Aliran darah yang cepat dan masif ini membuat transport glukosa dan 

nutrisi berlangsung secara cepat ke seluruh organ tubuh, dan dapat mencapai 

setiap sel-sel pada organ ini . Secara bersamaan, proses pertukaran 

hasil metabolisme juga berlangsung secara cepat, sehingga darah kembali 

membawa produk metabolisme untuk dilakukan proses eksreksi, baik melalui 

sistem pernafasan ataupun sistem eksresi. 

Sistem peredaran darah pada manusia termasuk pada sistem peredaran 

tertutup, yang terbagi menjadi dua jalur, yaitu jalur paru-paru (pulmonary 

circuit), dan jalur seluruh tubuh (systemic circuit) . Jalur 

paru-paru (pulmonary circuit) berperan sebagai tempat pertukaran darah kaya 

O2 dengan darah yang miskin O2 (kaya akan kadar CO2), yang dilakukan pada 

organ jantung di sebelah kanan. Jalur seluruh tubuh (systemic circuit) berperan 

untuk mengalirkan darah kaya akan oksigen, yang akan dipompa menuju 

seluruh organ tubuh manusia, dan dilakukan oleh organ jantung di sebelah 

kiri. Selama proses pemompaan darah dari jantung ke seluruh tubuh, lalu dari 

seluruh tubuh menuju kembali ke jantung, sistem syaraf dan hormon berperan 

dalam mengatur detak jantung (heart rate) dan tekanan darah (blood pressure). 

Tekanan darah terjadi sebagai hasil gaya yang diberikan oleh darah terhadap 

dinding pembuluh darah saat  darah dipompa oleh jantung dari dan menuju ke 

jantung kembali. Saat terjadi pemompaan darah oleh jantung, pembuluh darah, 

arteri dan vena memiliki elastisitas untuk mengempis (dilatasi) atau berkontrasi 

dengan mengembang sehingga tetap menjaga darah mengalir dengan normal 

ke seluruh tubuh ,

Kontraksi dan relaksasi pada jantung memiliki siklus dan iramanya 

tersendiri, yang dikenal sebagai siklus jantung (cardiac cycle). saat  jantung 

berkontraksi (sistole), organ ini  akan memompa darah, dan saat  

mengalami relaksasi (diastole), ruangan jantung akan terisi oleh darah. Proses 

kontraksi dan relaksasi menyebabkan darah bergerak dari atrium menuju 

serambi yang lalu  dialirkan menuju bagian aorta (pembluh besar). 

Ritme yang berlangsung hanya membutuhkan 0.8 detik. Pada 0.4 detik bagian 

atrium dan serambi jantung akan mengalami relaksasi (diastole), sehingga 

semua ruang jantung akan terisi oleh darah. lalu , 0.1 detik, atrium akan 

mengalami kontraksi (sistole), sehingga darah terdorong menuju ventrikel 

yang berada dalam kondisi relaksasi (diastole). lalu , 0.3 detik, ventrikel 

akan mengalami kontraksi (sistole) yang akan memompa darah menuju aorta, 

sedangkan atrium berada dalam keadaan relaksasi (diastole) ,

Pada beberapa kasus, siklus jantung terkadang berlangsung tidak 

seperti pada keadaan normal, dan terjadi perubahan pada siklus yang 

terbentuk. Keadaan seperti ini umumnya dikenal sebagai heart murmur. Hal ini 

umumnya terjadi sebab  adanya kecacatan pada katup jantung yang dimiliki, 

semisal diakibatkan oleh adanya infeksi. Kasus heart murmur umumnya tidak 

berpengaruh besar terhadap kinerja jantung, sehingga terkadang tidak 

membutuhkan penanganan yang serius, seperti pembedahan.

 

Bilik kiri

Bilik kanan Septum

Serambi  

kanan

Serambi 

kiri

B

Gambar 1.2. A) Sistem peredarah darah pada manusia. Jantung memiliki peranan penting 

untuk memompa darah dari dan menuju ke jantung. B) Sayatan membujur organ jantung. 

A

Terlihat adanya 4 ruang pada organ jantung manusia. Bagian septum yang ditunjuk oleh 

panah hitam befungsi dalam memisahkan darah yang mengandung kadar oksigen yang 

tinggi, dengan darah yang miskin akan oksigen, dan kaya akan karbon dioksida. 

Gambar 1.3. Siklus jantung yang dimulai pada saat atrium mengalami kontraksi lalu  

berlanjut hingga ventrikel mengalami relaksasi. Selama siklus yang terjadi, elektrokardiogram 

(EKG) merekam impuls yang terbentuk selama siklus berlangsung yang dikirim melalui area 

kulit. 

Sistem tubuh tidak dapat bekerja secara sendiri-sendiri. Hal ini 

disebab kan adanya saling keterkaitan antara satu sistem dengan sistem 

tubuh yang lainnya. Pada bab ini kita telah mengenal sistem tubuh, yakni 

berupa cairan dalam tubuh yaitu darah, yang lalu  sistem darah memiliki 

kaitan erat dengan sistem peredaran darah yang melibatkan kerja fungsi organ 

jantung (sistem kardiovaskular). Pada sub-bab selanjutnya, kita akan mencoba 

membahas hubungan antara sistem peredaran darah dengan sistem tubuh 

lainnya secara umum, meliputi hubungan sistem peredaran darah dengan 

sistem pernafasan, sistem pencernaan, sistem eksresi, dan terakhir yaitu  

hubungan antara sistem peredaran darah dengan sistem imun (kekebalan 

tubuh) yang berperan dalam menjaga tubuh dari serangan pathogen.

a. Darah dan Sistem Pernafasan

Sistem pernafasan memiliki peranan penting dalam melakukan 

suplai oksigen ke seluruh sel-sel tubuh. Proses terjadinya pertukaran 

oksigen dan karbon dioksida, sebagai hasil dari respirasi seluler, melibatkan 

sistem peredaran darah sebagai sistem pengangkut hasil metabolisme 

ini . Salah satu komponen darah yang memegang peranan penting 

dalam proses pertukaran O2 dan CO2 yang terjadi yaitu  hemoglobin 

yang ada  pada eritrosit. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa 

pH darah berkisar pada rentang 7.35 hingga 7.45. Hemoglobin memiliki 

afinitas terhadap pengikatan O2 dan CO2 yang dipengaruhi oleh kondisi 

pH ini , yang dikenal sebagai Bohr effect , Pada efek ini , kondisi pH yang 

berada dalam keadaan basa menyebabkan hemoglobin memiliki afinitas 

yang tinggi untuk mengikat oksigen, namun saat  pH berada dalam 

kondisi asam, afinitas ini  menurun disebab kan perubahan bentuk 

dari struktur hemoglobin ini  (perlu diingat bahwa hemoglobin 

merupakan protein pigmen darah, dan karakteristik protein pada 

umumnya terpengaruh pada keadaan asam dan basa). Perlu diketahui 

pula bahwa O2 memiliki kelarutan yang sangat rendah, 1/24 lebih kecil 

 di plasma darah jika dibandingkan dengan 

CO2. 

Pada sistem pernafasan, organ paru-paru berperan sebagai tempat 

pertukaran kedua gas ini . Alveoli merupakan bagian terkecil pada 

paru-paru yang banyak memiliki pembuluh darah kapiler, serta tersusun 

atas sel epitel pipih selapis. Pada alveoli inilah difusi kedua gas terjadi. 

Proses pernafasan yang terjadi melibatkan peristiwa respirasi eksternal 

(pulmonary circuit) dan internal (systemic circuit) (Gambar 1.4). Keduanya 

berbeda dalam hal lokasi terjadinya difusi O2 dan CO2. berdasar  

Henry’s law, jumlah molekul gas yang terlarut dalam suatu cairan, 

sesuai dengan tekanan parsial dan kelarutan gas ini . Respirasi 

8 Hematologi  Dasar

eksternal terjadi saat  berlangsung pertukaran udara dalam paru-paru 

(pulmonary circuit), di mana tekanan parsial O2 (PO2) dalam pembuluh 

kapiler alveoli yaitu  40 mmHg, sedangkan tekanan parsial O2 dalam 

ruang alveoli yaitu  105 mmHg. Kondisi ini menyebabkan O2 berdifusi 

menuju pembuluh darah kapiler, sehingga tekanan parsial O2 menjadi 

105 mmHg. Sedangkan pada CO2, tekanan parsial dalam pembuluh 

kapiler sebesar 45 mmHg, sedangkan tekanan parsial CO2 dalam ruang 

alveoli sebesar 40 mmHg. Perbedaan ini menyebabkan CO2 berdifusi dari 

pembuluh kapiler menuju ruang alveoli, sehingga tekanan parsial CO2 

dalam darah menjadi 40 mmHg. O2 yang masuk terlarut dalam plasma 

akan diikat oleh hemoglobin dan membentuk oxyhemoglobin, serta siap 

untuk diedarkan menuju seluruh sel-sel jaringan/organ. 

Pada respirasi internal (systemic circuit) difusi oksigen dan karbon 

dioksida berlangsung antara pembuluh kapiler dan sel-sel yang berada 

pada jaringan/organ. Dalam keadaan berakvititas, sel-sel jaringan/organ 

akan memakai  O2 lebih besar dibandingkan saat  dalam keadaan 

beristirahat. Tekanan parsial O2 di dalam sel-sel jaringan/organ yang berada 

dalam keadaan istirahat berada pada 40 mmHg, sedangkan pada sel-sel 

jaringan/organ yang sedang beraktivitas berada pada <40 mmHg. Dalam 

kondisi aktif ini , hasil respirasi seluler selain menghasilkan energi 

dalam bentuk ATP, juga menghasilkan CO2, yang mengakibatkan tekanan 

parsial CO2 dalam sel-sel jaringan/organ sebesar >45 mmHg. Darah yang 

dipompa dari ventrikel kiri menuju aorta lalu dialirkan ke seluruh tubuh 

hingga mencapai kapiler, pembuluh terkecil, jaringan/organ, membawa 

konsentrasi O2 yang tinggi dengan PO2 >100 mmHg. Perbedaan tekanan 

parsial ini , akan menyebabkan terjadinya difusi O2 dan CO2. CO2 akan 

berdifusi menuju ke pembuluh kapiler, sedangkan O2 berdifusi masuk 

ke dalam sel-sel jaringan/organ. Hal ini menyebabkan PCO2 di dalam 

pembuluh kapiler menjadi 45 mmHg, sedangkan PO2 di dalam pembuluh 

kapiler menjadi 40 mmHg. Darah yang kaya akan CO2 ini , selanjutnya 

kembali menuju bilik kanan jantung, untuk lalu  dipompa kembali 

oleh ventrikel kanan menuju paru-paru, dan berlanjut memasuki tahapan 

respirasi eksternal (pulmonary circuit).

Gambar 1.4. Proses respirasi eksternal dan internal yang terjadi pada manusia. Pertukaran 

O2 dan CO2 berlangsung pada organ paru-paru. Darah kaya akan oksigen akan dialirkan ke 

seluruh tubuh, lalu  darah akan membawa hasil metabolisme berupa CO2 kembali ke 

jantung, yang lalu  akan dilakukan proses pengeluaran CO2 melalui paru-paru dan darah 

kembali memiliki kadar O2 yang tinggi. 

Pengangkutan karbon dioksida di dalam darah dilakukan melalui 

mekanisme kelarutan pada plasma darah dan pengangkutan melalui 

hemoglobin sehingga membentuk carbaminohemoglobin. Darah 

yang diangkut melalui hemoglobin hanya berkisar dari 20-30% dari 

total karbon dioksida terlarut. Hal ini bermakna sebagian besar karbon 

dioksida (berkisar 80-70%) diangkut melalui plasma darah. saat  karbon 

dioksida berdifusi ke dalam eritrosit, enzim carbonic anhydrase (ion 

zinc berperan sebagai kofaktor) mengkatalisis reaksi karbon dioksida 

dengan air, sehingga membentuk asam bikarbonat (H2CO3). Asam 

bikarbonat akan terdisosiasi menjadi ion H+ dan ion bikarbonat (HCO3

-). 

Ion bikarbonat akan berdifusi ke luar eritrosit dan berada di aliran 

plasma darah, sedangkan ion H+ akan berada di dalam eritrosit. Untuk 

menghindari terjadinya kondisi asam, yang mengakibatkan terjadinya 

gangguan pada proses pengangkutan CO2, ion Cl- akan berdifusi masuk 

ke dalam eritrosit sehingga mencegah terjadinya asidosis, proses ini 

dikenal sebagai chloride shift . 

b. Darah dan Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan juga melibatkan fungsi sistem peredaran darah 

untuk menyalurkan nutrisi ke seluruh sel-sel jaringan/organ. Makanan 

yang diperoleh mengandung senyawa-senyawa yang dibutuhkan oleh 

tubuh, baik glukosa, asam amino, asam lemak, vitamin, dan mineral 

lainnya. Secara umum, makanan akan diproses melalui kinerja mekanik 

dan enzimatik untuk memperoleh monomer-monomer yang mudah 

untuk ditransport ke dalam sel-sel melalui jaringan pembuluh darah. 

Sebagai contoh, nasi yang kita makan mengandung karbohidrat yang 

merupakan polisakarida. Kerja enzim amilase, yang diproduksi dalam 

saliva dan cairan pankreas, serta disakaridase, yang diproduksi oleh 

epitel di usus halus menyebabkan polisakarida ini  terpecah hingga 

membentuk monosakarida, yang salah satunya yaitu  glukosa. Protein 

yang kita makan akan diproses secara enzimatik untuk memutus rantai 

polipeptida sehingga dapat diperoleh asam amino yang penting dalam 

proses pertumbuhan dan perkembangan. Lemak sendiri merupakan 

rantai panjang hidrokarbon. Pemecahan lemak oleh enzim lipase yang 

dihasilkan oleh pankreas akan memecah rantai panjang hidrokabron ini 

menjadi asam lemak dan gliserol.

Penyerapan nutrisi makanan terjadi di bagian usus halus. Pada 

bagian ini ada  lipatan yang dikenal sebagai jonjot usus halus, yang 

berfungsi untuk memperluas bidang penyerapan nutrisi. Pada setiap 

lipatan ada  vili usus halus yang nampak semacam sikat (brush) 

yang berperan dalam menyerap nutrisi. Transport nutrisi menuju ke 

pembuluh darah dilakukan melalui transport baik secara aktif maupun 

pasif bergantung pada jenis nutrisinya, seperti yang ditunjukkan pada 

Gambar 1.5. Sebagai contoh, fruktosa akan bergerak melalui difusi 

terfasilitasi dengan menuruni gradien konsentrasi sel-sel epitel usus 

halus, hingga akhirnya diserap oleh pembuluh darah kapiler. Asam 

amino, glukosa, maupun vitamin akan ditransport secara aktif melawan 

gradien konsentrasi melewasi sel-sel epitel pada vili, hingga lalu , 

ditransport secara difusi terfasilitasi menuju ke pembuluh darah kapiler. 

Transport aktif molekul ini  melawan gadien konsentrasi melibatkan 

ion binding molecule transporter . 

Glukosa akan terikat pada transporter, di mana 1 molekul ion Na+ 

akan ditransport ke luar sel, dan 2-3 molekul glukosa akan masuk ke dalam 

sel. Pada transport asam amino memiliki mekanisme yang sama, hanya 

transport aktif melibatkan H+ binding molecule transporter. Transport 

aktif beberapa molekul ini  akan sangat menguntungkan sebab  

semakin banyak nutrisi yang dapat diserap, jika dibandingkan transport 

pasif melalui difusi. Adapun transport lemak memiliki mekanisme 

tersendiri. 

Lemak yang mengalami proses pencernaan akan dipecah menjadi 

asam lemak dan gliserida. Asam lemak terbagi menjadi asam lemak rantai 

panjang, dan asam lemak rantai pendek yang berbeda kelarutannya. Pada 

rantai asam lemak pendek dengan rantai kurang dari 10 karbon bersifat 

lebih hidrofobik namun masih dapat terlarut dalam air, sehingga transport 

berlangsung secara difusi menuju pembuluh darah kapiler. Sedangkan 

pada asam lemak rantai panjang, asam lemak rantai pendek dengan rantai 

karbon lebih dari 10, serta gliserida dengan berat molekul yang besar, 

transport dilakukan dengan bantuan garam-garam empedu, sehingga 

membuat molekul ini  dapat terlarut dalam air. Garam-garam empedu 

yang disekresikan akan membentuk misel sebab  sifat amfifatik molekul ini. 

Rantai asam lemak dan gliserida akan membentuk trigliserida yang akan 

diagregasi oleh garam empedu membentuk chylomicrons. Asas like dissolve 

like, berlaku pada pembentukan molekul ini . Trigliserida yaitu  

senyawa hidrofobik, yang akan berdifusi ke dalam molekul misel yang 

memiliki sifat hidrofobik pula, sehingga terbentuk molekul chylomicrons. 

Chylomicrons tidak dapat menembus pembuluh darah sebab  kecilnya pori 

pada pembuluh darah kapiler, namun molekul ini akan ditransportasikan 

memakai  sistem limfatik menuju bagian jugular, yang bermuara 

pada pembuluh darah besar di bagian subclavia, dan pada akhirnya akan 

masuk ke dalam sistem sirkulasi darah. Transportasi nutrisi akan dibawa 

oleh pembuluh darah menuju sistem porta hepatica (pembuluh darah di 

hati) untuk dilakukan proses detoksifikasi, yang selanjutnya nutrisi yang 

sudah terbebas dari toksin akan dialirkan ke seluruh tubuh ,

Gambar 1.5. Mekanisme pengangkutan nutrisi dari lumen usus halus menuju ke pembuluh 

darah. Transpor aktif dan difusi terjadi secara bersamaan untuk memperbesar penyerapan 

nutrisi 

c. Darah dan Sistem Urin

Sebagai fluida yang mengalir, darah akan membawa hasil 

metabolisme yang dihasilkan oleh sel-sel pada jaringan atau organ. 

Hasil metabolisme ini  akan diangkut oleh darah lalu dikeluarkan 

dari dalam tubuh, melalui organ eksresi, salah satunya yakni ginjal. 

Hasil ekskresi melalui organ ini akan dibuang dalam bentuk urin. Proses 

pembentukan urin sendiri dimulai saat  pembuluh kapiler darah, yakni 

arteri aferen membawa hasil metabolisme dalam plasma darah menuju 

glomerulus, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.6. Pada bagian 

ini proses filtrasi terjadi, di mana plasma dan senyawa yang terlarut di 

dalamnya akan keluar dari pembuluh kapiler, dan menuju ke kapsula 

bowmani dengan dilakukan proses penyaringan berdasar  ukuran 

senyawa yang melewatinya. Sel darah dan molekul besar lainnya akan 

tetap berada dalam pembuluh darah sebab  besarnya ukuran molekul 

ini untuk dipompa keluar dari pembuluh kapiler. Cairan plasma yang 

berada di area kapsula bowmani disebut sebagai renal filtrat, hanya saja 

cairan ini tidak mengandung sel darah dan lebih sedikit protein yang 

terlarut. Cairan ini mengandung semua senyawa produk metabolisme 

dan juga senyawa mineral yang masih bermanfaat bagi sistem fisiologis 

tubuh. Tahapan selanjutnya yaitu  proses reabsorbsi terhadap senyawa-

senyawa yang masih berfungsi, dengan pengaturan melalui sistem saraf 

tepi dan sistem hormonal, seperti aldosterone, atrial natriuretic peptide, 

antidiuretic hormon. Air, glukosa, dan asam amino, beserta beberapa ion 

mineral seperti Na+, Cl-, K+, HCO3

-, Mg2+ serta Ca2+ akan kembali diserap 

dan masuk ke pembuluh darah melalui pembuluh kapiler peritubular 

(pembuluh kapiler yang berada pada area Lengkung Henle nefron). Pada 

tahapan terakhir, terjadi proses sekresi senyawa-senyawa toksik berupa 

ion H+, K+ berlebih, NH3, urea, dan kreatinin, serta antibiotik seperti 

penisilin, keluar dari dalam tubuh. Pembuangan ion H+ berperan dalam 

menjaga kesetimbangan pH darah agar tetap berada pada level 7.35-7.45 

Gambar 1.6. Proses pembentukan urine pada nefron ginjal

Selain dengan memakai  sistem urin, proses eksresi juga 

melibatkan keluarnya keringat dari lapisan kulit, yang diatur melalui 

kelenjar keringat (sweat gland). Kelenjar ini termasuk pada kelenjar ekrin 

dan apokrin. Namun, berkaitan dengan fungsinya sebagai sistem eksresi, 

kelenjar keringat berperan sebagai kelenjar ekrin. Kelenjar ini berperan 

secara bersamaan untuk mengatur regulasi atau homeostasis suhu 

tubuh. saat  temperatur tubuh meningkat, kelenjar ini akan melepas 

keringat, yang merupakan campuran ion-ion natrium dan klorida, serta 

beberapa senyawa akhir metabolisme yang mengandung nitrogen. 

Keringat ini  pada akhirnya secara langsung menangkap panas 

dari tubuh, sehingga air akan langsung menguap, dan suhu tubuh akan 

mengalami penurunan temperatur ,

d. Darah dan Sistem Imun

Darah juga berperan sebagai barrier untuk melindungi tubuh, baik 

sel maupun jaringan dari infeksi luar, baik berupa bakteri, virus, ataupun 

gangguan lainnya, yang dapat mengganggu kerja fisiologi tubuh. Dalam 

plasma darah terkandung antibodi, yang merupakan protein spesifik 

terhadap antigen (benda asing, baik berupa protein virus atau bakteri) 

yang masuk ke dalam tubuh. Antibodi diproduksi saat pertama kali terjadi 

infeksi, yang lalu  pada tahapan berikutnya, ada  mekanisme 

untuk mengingat tipe infeksi yang pertama kali masuk ke dalam tubuh. 

Sel B memori akan melakukan proses aktivasi, sehingga tubuh akan 

melakukan respon seluler yang lebih cepat, dibandingkan jika terjadi 

proses infeksi di awal. Proses ini tentu saja dimanfaatkan oleh ilmuwan 

dengan melakukan proses imunisasi pada bayi hingga umur tertentu, 

untuk menyiapkan tubuh bayi ini  dari serangan virus ataupun 

bakteri pathogen. Imunisasi sebenarnya yaitu  proses inisiasi tubuh 

sedini mungkin, sehingga tubuh terlebih dahulu menyiapkan antibodi 

guna menghadapi sewaktu-waktu terjadinya infeksi berulang pada 

tubuh. Imunisasi pada dasarnya sangatlah tidak berbahaya sebab  bahan 

antigen yang dimasukan, baik berupa bagian virus ataupun bakteri, 

sudah terlebih dahulu dilemahkan. Pada tahapan inisiasi ini , maka 

bisa terjadi proses peradangan ataupun demam.  

Darah yang mengalir membawa leukosit dapat diumpamakan 

sebagai bala tentara yang berasal dari pertahanan di dalam tubuh untuk 

mencegah terjadinya infeksi yang berlanjut. Jika diingat dengan mudah, 

saat terjadi luka, baik terkena goresan, ataupun tusukan jarum atau paku, 

maka darah akan mengalir, yang artinya ada goresan di sekitar luka 

yang menembus lapisan jaringan kulit, sehingga menyentuh kapiler-

Darah 15

kapiler pembuluh darah. Pernahkan terasa adanya rasa sedikit panas, 

lalu terjadinya warna kemerahan di sekitar luka? Inilah salah satu kerja 

dari sel-sel leukosit. saat  terjadi luka akibat goresan ataupun tusukan, 

respon peradangan terjadi.

Sel mast akan mengeluarkan sebuah senyawa kimia, histamin, yang 

akan membuat pembuluh darah mengalami dilatasi atau pelebaran, 

sehingga mudah bagi sel-sel darah putih, khususnya makrofag untuk 

melakukan diapedesis, melewati pembuluh darah, menuju ke tempat 

terjadinya luka. Selain histamin, sitokin, juga akan dilepas untuk menarik 

sel-sel darah putih lainnya agar menuju tempat terjadinya luka, sehingga 

adanya mikroorganisme yang masuk melalui luka dapat segera teratasi 

dan mencegah terjadinya infeksi yang lebih parah. Adanya sitokin yang 

menarik sel-sel darah putih, melalui aliran pembuluh darah, menyebabkan 

kulit di sekitar luka akan mengalami warna kemerahan dan terasa sedikit 

panas (Gambar 1.7). Sel-sel makrofag tentu saja akan melakukan proses 

fagositosis, yaitu sebuah proses memasukkan benda asing ke dalam 

sel-selnya untuk dilakukan proses destruksi atau melisiskan sel-sel 

pathogen. 

Gambar 1.7. Proses terjadinya inflamasi sebagai respon jika terjadi gangguan saat  telah 

melewati barir terluar yaitu kulit.

Penting untuk diketahui, bahwa peranan sistem vaskular terdiri 

atas sirkulasi limfa dan sirkulasi darah yang berkaitan antara satu dengan 

yang lainnya, sehingga mampu menyusun sistem imun di dalam tubuh, 

yang ditunjukkan pada Gambar 1.8. Seperti yang sempat dibahas di awal, 

keterkaitan Sel B memori untuk memproduksi antibodi, secara singkatnya 

dipengaruhi oleh kehadiran Sel T dan makrofag (sel darah putih). saat  

terjadi masuknya pathogen ataupun virus, lalu  dilakukan proses 

pelemahan, maka sebagain cairan masih berada di ruang antar sel, yang 

dikenal sebagai cairan interstisial. Cairan ini akan diangkut melalui sistem 

limfatik, yang pada akhirnya akan kembali bermuara pada pembuluh 

darah. Sistem limfatik melibatkan nodus limfatikus, nodula, limfa, dan 

kelenjar timus. Sel makrofag, sel limfosit T, dan limfosit B terlibat dalam 

proses pembentukan sistem imun baik yang termediasi (melibatkan 

limfosit B) ataupun sistem imun seluler (melibatkan limfosit T). Secara 

dasar, makrofag berperan sebagai sel yang memberikan atau menyiapkan 

antigen (antigen-presenting cell (APC)) untuk lalu  dikenali oleh sel 

T helper, yang selanjutkan akan distimulasi melalui jalur limfosit B dan 

limfosit T. Jika jalur yang distimulasi yaitu  jalur aktivasi limfosit T, maka 

akan terbentuk sitotoksik sel T yang selanjutnya akan melakukan ikatan 

secara langsung dengan antigen, dan melakukan proses lisis. Namun, jika 

jalur yang distimulasi yaitu  jalur aktivasi limfosit B, maka akan terbentuk 

plasma sel, yang akan mensekresikan antibodi, untuk dilakukan proses 

disrupsi pada antigen ataupun proses neutralisasi , seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.9.

Gambar 1.8. Hubungan antara sistem limfatik dan sistem pembuluh darah. Terlihat bahwa 

muara dari sistem limfatik berada pada vena subklavia di bagian jugular atau bahu

Gambar 1.9. Mekanisme pembentukan sel-sel imun, baik melalui sel limfosit T dan sel limfosit 

B, yang dibantu dengan adanya sel T helper, yang berikan dengan makrofag yang membawa 

sebagian protein penting virus atau bakteri (antigen) 



 

Hematopoiesis

Hematopoiesis biasa juga disebut hemopoiesis (Haema: Darah, Poiesis: 

membuat) merupakan proses pembentukan sel-sel darah secara keseluruhan, 

yang meliputi proses pembentukan eritrosit, leukosit dan tombosit. Pada 

embrio, hematopoiesis terjadi pertama kali pada yolk sac lalu berlanjut terjadi 

pada liver, limpa, timus dan nodus limfatikus saat  sudah menjadi janin. 

Selanjutnya proses hematopoiesis terjadi pada sumsum merah pada tulang 

tepat tiga bulan sebelum kelahiran janin dan berlanjut setelah proses kelahiran 

hingga sepanjang hidup ,

Bagian inti dari tulang tersusun atas sumsum merah dan sumsum kuning. 

Sumsum merah merupakan tempat dibentuknya sel-sel darah sedangkan 

sumsum kuning tersusun sebagian besar oleh jaringan adiposa (sel lemak). 

Seiring proses pertumbuhan dan perkembangan, sumsum merah pada 

tulang akan berganti menjadi sumsum kuning. Akan tetapi sumsum kuning 

dapat kembali menjadi sumsum merah jika diperlukan, seperti saat terjadi 

peningkatan proses pembentukan sel-sel darah. Sumsum merah pada tulang 

merupakan jaringan ikat khusus yang tervaskularisasi dengan baik, terletak 

pada area diantara trabekula pada tulang spons. Tulang pada alat gerak atas, 

gelang bahu dan panggul serta bagian epifisis dari tulang paha dan tulang 

lengan atas merupakan tulang-tulang yang memiliki sumsum merah tempat 

terjadinya hematopoiesis. Sel-sel yang menyusun sumsum merah pada 

tulang sebanyak 0,05-0,1%  berasal dari jaringan mesenkimal dan disebut 

sebagai pluripotent stem cells atau hemocytoblasts. Sel-sel ini  memiliki 

kemampuan untuk berdiferensiasi dan berkembang menjadi seluruh sel yang 

dibutuhkan oleh tubuh  

Hematopoiesis merupakan proses seluler yang menyebabkan sel-sel 

progenitor di sumsum tulang mengalami diferensiasi menjadi sel-sel darah 

yang matur dan memiliki fungsi biologis yang spesifik. Diantara fungsi 

sel-sel darah yaitu  mengangkut oksigen dan nutrisi, membentuk clot saat 

terjadi luka dan kerusakan pada pembuluh darah serta menjaga tubuh dari 

infeksi sebagai sistem pertahanan tubuh (sistem imun) ,

Proses pembentukan sel-sel darah ini  dibagi menjadi Eritropoiesis 

(untuk pembentukan eritrosit), Granulositopoiesis, Monositopoiesis dan 

Limfositopoiesis (untuk pembentukan leukosit granuler, monosit dan limfosit) 

serta Trombositopoiesis (untuk pembentukan trombosit) ,

Eritropoiesis dan trombopoiesis merupakan dua proses yang berjalan secara 

terpisah, sedangkan granulositopoiesis dan monositopoiesis berjalan secara 

simultan dan berhubungan. Limfositopoiesis merupakan proses pembentukan 

limfosit dan paling terpisah dari keempat proses lainnya (Gambar 2.1) 

Seluruh sel-sel darah berasal dari sel punca hematopoietik (Hematopoietic 

stem cell) yang bersifat pluripoten. Sel punca hematopoietik ini  lalu  

berdiferensiasi menghasilkan dua jenis sel induk progenitor yang memiliki 

potensi terbatas (hanya akan berdiferensiasi menjadi sel tertentu) yaitu Myeloid 

stem cell dan Lymphoid stem cell (atau biasa disebut sebagai Common Myeloid 

Progenitor dan Common Lymphoid Progenitor) , Myeloid stem 

cells akan berdiferensiasi lebih lanjut dan membentuk sel eritrosit, trombosit, 

granulosit dan monosit. Sementara Lymphoid stem cells akan berdiferensiasi dan 

membentuk limfosit B, limfosit T serta sel NK (Natural Killer). Lymphoid stem cell yang 

merupakan sel progenitor limfosit akan bermigrasi dari sumsum tulang merah 

ke timus, limpa dan nodus limfatikus sebagai organ limfoid tempat terjadinya 

diferensiasi dan maturasi limfosit  

Myeloid stem cell selanjutnya berdiferensiasi menjadi sel-sel progenitor 

untuk masing-masing calon sel darah (selain limfosit). Sel-sel progenitor 

untuk pembentukan sel-sel darah yang matur disebut colony forming unit 

(CFU) sebab  sel-sel ini  mampu membentuk satu tipe koloni sel saat 

dikultur secara in vitro ,CFU dinamakan berdasar  calon 

sel matur yang akan dibentuknya yaitu CFU-E untuk sel-sel progenitor 

eritrosit, CFU-Meg untuk sel-sel progenitor Megakariosit yang menjadi calon 

trombosit, CFU-GM untuk sel-sel progenitor leukosit granuler dan makrofag 


Gambar 2.1. Ilustrasi pembentukan sel-sel darah (Hematopoiesis)

Selanjutnya masing-masing CFU berdiferensiasi menjadi sel prekursor 

sesuai dengan sinyal yang diterima oleh masing-masing koloni ini . Proses 

ini sangat tergantung pada lingkungan mikro di sekitar sel yang dipenuhi 

oleh sinyal-sinyal molekuler yang disebut hematopoietic growth factor (faktor 

pertumbuhan untuk proses hematopoiesis). Faktor pertumbuhan ini salah 

satunya dikenal dengan nama CSF (Colony stimulating factor) yang memicu 

sel-sel progenitor maupun sel prekursor untuk berdiferensiasi sesuai dengan 

jalur pembentukan masing-masing sel darah , Selain CSF 

ada  pula hormon seperti Erythropoietin (EPO) dan Thrombopoietin (TPO) 

serta senyawa kimia berupa sitokin dan interleukin (IL). EPO meningkatkan 

jumlah prekursor eritrosit, sedangkan TPO memicu pembentukan trombosit 

dari sel megakariosit. Sitokin memicu proliferasi sel progeitor pada sumsum 

tulang merah sedangkan interleukin berperan penting dalam pembentukan 

leukosit 


 Eritropoiesis

Eritropoiesis merupakan proses pembentukan eritrosit (sel darah merah) 

yang berasal dari sel punca hematopoietik (hematopoietic stem cell) yang 

bersifat pluripoten. Sel punca hematopoietik ini  lalu  berdiferensiasi 

menjadi sel punca Myeloid (Myeloid stem cell atau Common Myeloid Progenitor). 

Sel punca Myeloid ini  lalu  berdiferensiasi lebih lanjut menjadi 

Megakaryocyte-Erythroid Progenitor (MEP) dan sebab  adanya faktor-faktor 

pertumbuhan lalu  berdiferensiasi lebih lanjut menjadi BFU-E (Burst 

forming unit-erythrocyte). Faktor-faktor pertumbuhan ini  diantaranya 

yaitu  SCF (Stem Cell Factor), TPO, IL-3, IL-11 dan ligan FLT-3. BFU-E merupakan 

sel progenitor paling awal pada jalur eritropoiesis yang bersifat motil dan 

menjadi awal terbentuknya multi-subunit koloni sel . BFU-E ada  pada sumsum tulang merah dengan 

frekuensi 40-120/105 sel dan juga beredar di sirkulasi perifer dengan frekuensi 

10-40/105 sel , BFU-E memiliki kemampuan 

proliferasi yang sangat tinggi apabila bertemu dengan sitokin yang sesuai dan 

dapat menghasilkan beberapa koloni dengan jumlah 30.000 hingga 40.000 

sel per koloninya secara in vitro. Sebagian dari koloni sel yang dihasilkan oleh 

BFU-E mengalami maturasi lebih awal dibanding yang lain, disebut sebagai 

CFU-E (Colony forming unit-erythroid) (Gambar 2.2) 

CFU-E merupakan sel progenitor yang terdiri dari 16-125 sel per koloninya 

dengan frekuensi lima sampai delapan kali lebih banyak dibanding BFU-E di 

sumsum merah tetapi secara normal tidak ada  pada sirkulasi darah perifer. 

Sifat sel-sel pada CFU-E yang matur berbeda dengan BFU-E yang memiliki 

kemampuan proliferasi yang tinggi, dapat beregenerasi, merespon terhadap 

beberapa kombinasi sitokin dan mengekspresikan antigen permukaan yang 

spesifik sebagai penanda sel progenitor. CFU-E matur bersifat lebih mirip 

sel prekursor eritrosit dibanding sel BFU-E, dengan kemampuan proliferasi 

yang rendah, tidak dapat beregenerasi, tidak lagi mengekspresikan penanda 

spesifik sel progenitor dan sangat peka terhadap eritropoietin (EPO) 

 

Gambar 2.2. Proses diferensiasi Hematopoietic Stem Cell (HSC) hingga menjadi Eritrosit ; 

Common Myeloid Progenitor (CMP); Megakaryocyte-Erythroid Progenitor (MEP); BFU-E (Burst 

forming unit-erythrocyte); CFU-E (Colony forming unit-erythroid) 

Selanjutnya sel-sel progenitor pada CFU mengalami diferensiasi lebih 

lanjut membentuk sel prekursor yaitu pro-erythroblast dengan ciri-ciri 

berukuran besar, memiliki nukleus yang hampir memenuhi sitoplasma, 

kromatin longgar dan sitoplasma bersifat basofilik. Pro-erythroblast selanjutnya 

mengalami diferensiasi menjadi early basophilic erythroblast dengan nukleus 

yang lebih terkondensasi dan aktivitas sintesis hemoglobin pada poliribosom 

(polisom) bebas serta sitoplasmanya basofilik. Selanjutnya terjadi penurunan 

volume sel, pengurangan jumlah polisom bebas dan ada  hemoglobin 

yang mengisi sebagian daerah sitoplasma sehingga sitoplasma bersifat 

basofilik dan asidofilik. Pada tahap ini terbentuk sel polychromatophilic 

erythroblast (Gambar 2.3) 

Pada tahap selanjutnya volume sel terus menurun dan nukleus semakin 

terkondensasi, materi basofilik pada sitoplasma juga semakin berkurang 

sehingga pada akhir tahap ini sel sepenuhnya menjadi asidofilik, disebut sebagai 

orthochromatophilic erythroblast (atau Normoblast). tahap  selanjutnya yaitu  proses 

pengeluaran nukleus dari dalam sel dan segera difagosit oleh makrofag. Sel pada 

tahap  ini masih memiliki beberapa polisom yang dapat memunculkan warna 


biru sebab  bersifat basofilik, sudah tidak memiliki nukleus dan disebut sebagai 

Reticulocyte (Retikulosit). Retikulosit sudah dapat beredar pada sirkulasi dan 

menyusun sebanyak 1% dari total keseluruhan eritrosit. Selama berada di sirkulasi, 

retikulosit kehilangan seluruh polisom secara cepat dan mengalami maturasi 

menjadi eritrosit  (Gambar 2.3) ,

Gambar 2.3. Sel-sel yang berada pada tahapan pembentukan eritrosit (Eritropoiesis). Pada 

setiap sel hasil diferensiasi terjadi perubahan warna sitoplasma (dari basofilik menjadi 

asidofilik) serta terjadi kondensasi nukleus hingga pada akhir tahap  maturasi dihasilkan eritrosit 

yang tidak memiliki nukleus ,

Secara normal pada orang dewasa terjadi proses destruksi eritrosit setiap 

120 hari (akan dijelaskan lebih lanjut pada Bab 3). Laju eritropoiesis atau 

pembentukan eritrosit secara normal harus seimbang dengan laju destruksi 

eritrosit. Apabila ada  ketidakseimbangan antara kedua proses ini akan 

menyebabkan terjadinya kondisi patologis yang berkaitan dengan jumlah 

eritrosit yang beredar pada sirkulasi. Kondisi patologis ini dapat berakibat fatal 

sebab  kaitannya dengan proses pengangkutan oksigen ke seluruh tubuh 

yang akan terganggu apabila ada  abnormalitas jumlah eritrosit.


 Granulositopoiesis

Granulositopoiesis merupakan proses pembentukan leukosit granuler 

yang berasal dari sel punca myeloid (Myeloid Stem Cell) atau Common 

Myeloid Progenitor (CMP). Sel punca myeloid ini  berdiferensiasi dengan 

pengaruh sitokin seperti Interleukin-3 (IL-3) menjadi CFU-GM (Colony Forming 

Unit-Granulocyte-Monocyte) yang merupakan populasi sel progenitor 

. Selanjutnya dengan pengaruh sitokin seperti IL-1, IL-6, 

SCF (Stem Cell Factor), ligan FLT3 dan GM-CSF (Granulocyte-Macrophag Colony 

Stimulating Factor), CFU-GM mengalami diferensiasi lebih lanjut menjadi 

Myeloblast 

Myeloblast merupakan sel prekursor yang ditandai dengan kromatin 

dengan dispersi halus serta warna nukleolus yang pucat. Granulositopoiesis 

melibatkan proses perubahan sutoplasma pada sel-sel prekursor Myeloblast 

dengan adanya sintesis protein yang menghasilkan granula azurophilic dan 

granula spesifik (Gambar 2.4) . Protein ini  diproduksi 

di retikulum endoplasmik kasar dan diproses menjadi granula oleh badan 

golgi. Granula yang pertama diproduksi yaitu  granula azurophilic yang 

mengandung enzim lisosom hidrolase dan myeloproksidase serta terwarnai 

dengan pewarnaan basa. Sel dengan banyak granula azurophilic dan sitoplasma 

basofilik disebut dengan promyelocyte. Masing-masing promyelocyte memiliki 

gen aktif yang berbeda dan menentukan proses diferensiasi selanjutnya. 

Gambar 2.4. Proses pembentukan granula azurophilic dan granula spesifik pada 

granulositopoiesis ,

Pada proses berikutnya, badan golgi memproduksi granula spesifik yang 

terdiri atas tiga jenis granula : granula neutrofilik, asidofilik, dan basofilik sesuai 

dengan pengaktifan gen pada masing-masing sel promyelocyte. Produksi granula 

spesifik dalam jumlah besar mendominasi sitoplasma dibandingkan granula 

azurophilic. tahap  ini merupakan awal munculnya perbedaan antara ketiga jenis 

leukosit granuler dan sel pada tahap  ini disebut dengan myelocyte. Tahap akhir proses 

granulositopoiesis ditandai dengan semakin banyaknya granula spesifik yang 

memenuhi sitoplasma dan pada pengamatan mikroskopis mulai dapat diamati 

perbedaan antara ketiga jenis sel yang memiliki granula spesifik berbeda. Sel-sel 

ini  pada tahap ini disebut dengan metamyelocyte. Maturasi metamyelocyte 

menjadi neutrofil, basofil dan eosinofil berjalan seiring dengan proses kondensasi 

nukleus pada setiap sel ,

Maturasi metamyelocyte menjadi neutrofil, basofil dan eosinofil sangat 

dipengaruhi oleh adanya faktor pertumbuhan maupun sitokin (Gambar 2.5). 

Seperti faktor pertumbuhan G-CSF (Granulocyte-Colony Stimulating Factor) yang 

meregulasi maturasi Metamyelocyte menjadi Neutrofil sedangkan untuk maturasi 

eosinophilic-myelocyte menjadi eosinofil dibutuhkan sitokin IL-5 dan GM-CSF 

(Granulocyte-Macrophage-Colony Stimulating Factor). Untuk maturasi basophilic-

myelocyte menjadi basofil membutuhkan sitokin seperti IL-3 dan IL-4 ,

Secara normal, proses pembentukan leukosit granuler berlangsung antara 

10 hingga 14 hari , Sumsum merah pada tulang menghasilkan 

granulosit, terutama neutrofil, dalam jumlah besar untuk memasok kebutuhan 

dasar leukosit yang bersirkulasi dan bertahan hidup di darah perifer hanya selama 

3 sampai 6 jam. Sumsum merah juga memiliki kapasitas untuk meningkatkan 

produksi granulosit secara drastis dalam menanggapi berbagai tekanan. Regulasi 

produksi granulosit dikendalikan oleh berbagai sitokin yang menginduksi 

program diferensiasi myeloid melalui interaksi yang diatur secara hati-hati dari 

beberapa faktor transkripsi umum dan myeloid spesifik 

Gambar 2.5. Sitokin dan faktor pertumbuhan yang mempengaruhi proses diferensiasi sel 

punca Myeloid hingga menjadi sel leukosit granuler dan monosit; CFU-Baso (Colony-forming 

unit-basophil) ; CFU-E/Meg (Colony forming unit-erythrocyte/megakaryocyte); CFU-Eo (Colony-

tforming unit-eosinophil); CFU-G (Colony-forming unit-granulocyte); CFU-GEMM (Colony-

forming unit-granulocyte, erythrocyte, macrophage, megakaryocyte); CFU-GM, (Colony-forming 

unit-granulocyte macrophage); CFU-M (Colony-forming unit macrophage); G-CSF (granulocyte 

colony-stimulating factor); GM-CSF (Granulocyte macrophage colony-stimulating factor); IL 

(Interleukin); M-CSF (Monocyte colony-stimulating factor); PHSC (Pluripotent Hematopoietic Stem 

Cell); SCF (Stem Cell Factor). 


Monositopoiesis

Monositopoiesis merupakan proses pembentukan monosit yang berasal 

dari sel punca myeloid (Myeloid Stem Cell) atau common myeloid progenitor 

(CMP). Sel punca myeloid ini  berdiferensiasi dengan pengaruh sitokin 

seperti IL-3 (Interleukin-3) menjadi koloni sel progenitor yang disebut CFU-GM 

(Colony Forming Unit-Granulocyte-Monocyte) (Gambar 2.1.). Selanjutnya CFU-GM 

berdiferensiasi menjadi CFU-M (Colony Forming Unit-Macrophage) dengan 

pengaruh sitokin seperti SCF, IL-3, IL-6, GM-CSF dan G-CSF (Gambar 2.5). Pada 

tahap  berikutnya terjadi diferensiasi pada sel-sel progenitor membentuk sel-sel 

prekursor yang disebut Monoblast.  

Secara morfologi, monoblast sulit dibedakan dengan myeloblast. Monoblast 

selanjutnya berdifrensiasi membentuk promonocyte yang ditandai dengan 

morfologi sel yang besar dengan diameter sel berukuran hingga 18µm, memiliki 

sitoplasma basofilik dan nukleus yang sedikit berlekuk. Selanjutnya promonocyte 

mengalami dua kali pembelahan disertai dengan diferensiasi hingga menjadi 

monosit ,Diferensiasi terjadi dengan waktu maturasi antara 50 

hingga 60 jam dan terjadi maturasi morfologis yang ditandai dengan adanya 

pembentukan lobulus nukleus secara progresif ,

Pelepasan monosit yang dipicu oleh stres terjadi terutama melalui pelepasan 

monosit prematur dari populai sel promonosit yang masih mengalami proliferasi. 

Kelangsungan hidup monosit dalam darah terhitung pendek, berkisar antara 8 

hingga 72 jam. Monosit lalu  memasuki jaringan, lalu  berkembang 

menjadi makrofag yang dapat bertahan 2 hingga 3 bulan di jaringan (Gambar 

2.1) 


 Limfositopoiesis

Limfositopoiesis merupakan proses pembentukan limfosit yang 

berasal dari Hematopoietic Stem Cell (HSC) yang lalu  berdiferensiasi 

menjadi Lymphoid Stem Cell (LSC) atau Common Lymphoid Progenitor (CLP). 

Sel-sel progenitor limfosit ini pada awalnya berada pada sumsum merah 

dan berdiferensiasi menjadi sel-sel prekursor limfosit yaitu lymphoblast. 

Lymphoblast merupakan sel-sel prekursor yang terbagi atas B-Lymphoblast, 

T-lymphobast dan NK-Lymphoblast. Diferensiasi sel-sel progenitor menjadi 

sel-sel prekursor limfoid dipengaruhi oleh beberapa sitokin. CLP dipengaruhi 

oleh IL-7 (interleukin 7) sehingga dapat berdiferensiasi menjadi B-lymphoblast 

dan NK-lymphoblast sementara IL-2 bersama dengan IL-7 mempengaruhi CLP 

untuk berdiferensiasi menjadi T-lymphoblast. Selanjutnya B-Lymphoblast tetap 

berada di sumsum tulang merah dan mendapat pengaruh dari IL-2, IL-4, IL6 

dan IL-15 untuk berdiferensiasi menjadi sel limfosit B. Sementara T-lymphoblast 

mengalami migrasi ke Timus sebagai organ limfoid primer dan mengalami 

diferensiasi dengan pengaruh IL-2, IL-7, IL-12, IL-15 sehingga terbentuk sel 

limfosit T (Gambar 2.6) (Wadhwa & Thorpe, 2008). Baik sel limfosit T dan limfosit 

B yang terbentuk pada akhir Limfositopoiesis merupakan sel naif yang belum 

aktif. Pengaktifan sel limfosit sebagai bagian utama dalam sistem imun adaptif 

dilakukan pada organ limfoid sekunder dengan cara pengenalan terhadap 

antigen yang masuk 

Gambar 2.6. Limfositopoiesis yang dipengaruhi oleh berbagai sitokin 


 Trombositopoiesis

Trombositopoiesis merupakan proses pembentukan trombosit atau 

keping darah yang berasal dari Hematopoietic Stem Cell (HSC). HSC berdiferensiasi 

menjadi myeloid stem cell atau common myeloid progenitor (CMP) yang 

selanjutnya dipengaruhi oleh beberapa sitokin seperti SCF, IL-3, IL-6, IL-11, LIF 

(Leukemia Inhibitory Factor), G-CSF dan EPO (eritropoietin), dapat berdiferensiasi 

menjadi CFU-Meg (Colony Forming Unit-Megakaryoblast) 

Selanjutnya CFU-Meg yang merupakan koloni sel progenitor berdiferensiasi 

lebih lanjut membentuk sel prekurosor berupa pro-megakaryoblast. lalu  

dilanjutkan dengan tahapan pembentukan megakaryoblast dan dipengaruhi 

terutama oleh TPO. Megakaryoblast ditandai dengan bentuk sel besar 

dengan diameter 25-50 μm, nukleus yang besar berbentuk seperti ginjal dan 

sitoplasmanya bersifat basofilik yang disebabkan oleh banyaknya sintesis 

protein yang terjadi di dalam sel ini . Megakaryoblast lalu berdiferensiasi 

menjadi pro-megakaryocyte yang memiliki bentuk sel sedikit lebih besar dengan 

nukleus yang seakan berlobus dan sitoplasmanya dipenuhi dengan granula 

spesifik keping darah (trombosit specific granules). Maturasi pro-megakayocyte 

berlanjut hingga menghasilkan megakaryocyte dengan ciri-ciri nukleus sel 

yang memiliki banyak lobus serta poliploid dan terletak pada daerah tepi sel. 

Sitoplasma megakaryocyte ditandai dengan banyaknya granula spesifik keping 

darah, granula alfa dan granula padat 

Megakaryocyte menghasilkan trombosit dengan cara memanjangkan 

sitoplasmanya membentuk tonjolan sepanjang >100 μm dan lebar antara 2-4 

μm yang disebut dengan protrombosits. Selanjutnya tonjolan sitoplasma ini 

dilepaskan dari bagian sel megakaryocyte sebagai trombosit pada aliran darah. 

Pelepasan trombosit dilakukan melalui sinusoid yang ada  pada sumsum 

merah 


Plasma Darah

Plasma darah merupakan komponen terbanyak pada whole blood yang 

memenuhi hampir separuh dari penyusunnya. Plasma darah merupakan 

cairan matriks ekstraseluler bening dengan sedikit warna kekuningan, yang 

tersusun atas berbagai komponen, meliputi air (92%), dan 8% sisanya terdiri 

atas glukosa, lemak, protein, vitamin, hormon, enzim, antibodi, karbon 

dioksida, dan mineral lainnya ,Warna kuning yang ada  pada plasma darah merupakan pigmen 

warna yang diperoleh dari proses perombakan eritrosit yang sudah tua, yakni 

bilirubin, serta adanya pigmen karotenoid, hemoglobin, dan protein iron 

transferrin ,

Pada plasma darah, protein yang terkandung pada pada umumnya, 

terdiri atas protein albumin, globulin, dan fibrinogen, namun beberapa 

penelitian terkini menunjukkan bahwa di dalam plasma darah sendiri 

setidaknya mengandung lebih dari 500 protein yang dimungkinkan berasal 

dari proses metabolisme yang dihasilkan oleh tubuh (Carter, 2018). Plasma 

darah berperan penting dalam menjaga homeostasis yang terjadi di dalam 

darah, semisal menjaga tekanan normal darah, dan volume darah, selain 

itu, plasma darah berperan dalam membawa produk samping metabolisme 

yang tidak dibutuhkan. Selain itu, adanya antibodi yang dibawa oleh plasma 

darah erat kaitannya dengan sistem imun yang ada pada sistem pertahanan 

manusia. Selain itu, mineral yang umumnya dijumpai pada plasma darah, 

semisal Fe3+, Na+, Ca+, Cl-, Mg2+ berperan sebagai elektrolit bagi sel-sel darah, 

dan dapat mengatur osmolaritas pada plasma darah ,

Plasma dan serum memiliki komposisi yang berbeda. Plasma darah 

diperoleh dari pemisahan cairan ekstraseluler ini  dengan komponen 

darah lainnya. Prinsip pemisahan didasarkan pada perbedaan berat molekul, 

dengan memakai  sentrifugasi. Setelah dilakukan proses sentrifugasi, 

plasma darah akan berada di bagian paling atas, dan dapat dipakai  untuk 

keperluan diagnostik medis, semisal untuk analisis diagnostik penyakit 

kanker ,penyakit Alzheimer , hingga sepsis 

. Umumnya, dikenal adanya plasma darah dan serum 

darah. Keduanya dibedakan berdasar  ada tidaknya zat penggumpal darah 

(fibrinogen) (Gambar 3.1). Plasma darah diperoleh tanpa menghilangkan 

zat-zat pembekuan darah yakni fibrinogen di dalam komponennya, sedangkan 

serum diperoleh dengan menggumpalkan fibrinogen secara alami, lalu 

lalu  dipisahkan dengan cairan ekstraselulernya. Pada pemisahan plasma 

darah, untuk mencegah terjadinya penggumpalan pada darah, umumnya 

ditambahkan zat anti-koagulan, seperti Etylenediamine Tetraacetic Acid (EDTA), 

struktur ditunjukkan oleh Gambar 3.2. 

Gambar 3.1. Plasma darah dan serum darah. Keduanya dibedakan dengan ada tidaknya faktor 

pembekuan darah (fibrinogen). Serum darah diperoleh dari sentrifugasi darah yang sudah 

mengalami pembekuan secara alami, sedangkan plasma darah diperoleh dengan sentrifugasi 

darah yang sudah diberi zat anti-koagulan

Plasma Darah 33

Gambar 3.2. Struktur EDTA

EDTA merupakan senyawa dengan empat gugus asam karboksilat dan 

dua kelompok senyawa amino yang mampu mengikat ion kalsium (Ca2+) dan 

ion logam lainnya, semisal Fe3+. Kalsium berperan penting sebagai ion yang 

berperan dalam cascade effect untuk terjadinya pembekuan darah Pengikatan ion Ca2+ akan menyebabkan terhambatnya 

proses pembekuan darah, disebab kan terhambatnya polimerasi monomer 

benang-benang fibrin yang terbentuk dari fibrinogen, setelah teraktivasi oleh 

trombin  seperti yang terlihat pada 

Gambar 3.3. Ion kalsium menjadi kofaktor protein trombin untuk mengaktivasi 

fibrinogen menjadi fibrin .

Gambar 3.3. Proses pembekuan darah yang melibatkan proses pengubahan fibrinogen 

menjadi benang-benang fibrin.

34 Hematologi  Dasar

Plasma darah berperan juga sebagai cairan yang membawa panas yang 

dihasilkan dari respirasi seluler yang dilakukan oleh sel ataupun jaringan. 

Respirasi seluler yang terjadi yaitu  sebagai sebuah proses pemecahan nutrisi, 

berupa karbohidrat (molekul yang menyimpan engeri dalam ikatan kimianya) 

yang dikonsumsi menjadi energi kimia yang dihasilkan dalam bentuk ATP 

di organel mitokondria. Dalam hukum termodinamika, perubahan bentuk 

yang terjadi dalam sebuah reaksi akan menghasilkan energi entalpi untuk 

tetap menjaga kesetimbangan reaksi, dan dalam hal ini berupa energi panas. 

Pembuluh darah yang melewati organ, di mana jaringan atau sel-selnya aktif 

melakukan respirasi seluler akan membawa energi panas dalam alirannya, 

sehingga temperatur tubuh tetap terjaga, sebab  aliran plasma terus bersikulasi 

di dalam tubuh ,

 

Eritrosit

Eritrosit (sel darah merah) merupakan komponen sel dengan jumlah 

terbesar dalam darah dan memiliki fungsi penting dalam darah yaitu sebagai 

sel pengangkut oksigen. Jumlah eritrosit pada laki-laki dewasa yang sehat 

sekitar 5,4 juta sel per mikroliter darah, sedangkan untuk wanita dewasa sehat 

berjumlah sekitar 4,8 juta sel per mikroliter darah 

Eritrosit merupakan satu satunya sel darah yang dapat menjalankan fungsinya 

tanpa meninggalkan pembuluh darah , Eritrosit berbentuk 

seperti cakram bikonkaf dengan diameter sekitar 7,5 µm, ketebalan sekitar 

2,6 µm di tepi dan 0,75 µm ditengah. sebab  ukuran dan bentuknya yang 

relatif seragam dan hampir pada seluruh jaringan tubuh ada  eritrosit, 

maka para pakar histologi biasa memakai  eritrosit sebagai standar untuk 

memperkirakan ukuran sel-sel lain yang berdekatan ,

Gambar 4.1. a. Gambaran SEM (Scanning Eelectron Microscope) eritrosit yang diwarnai; b. 

Penampang eritrosit dengan ketebalan di tepi dan di tengah yang berbeda sehingga memiliki 

bentuk bikonkaf yang dapat memaksimalkan fungi pengangkutan oksigen, pertukaran 

gas serta memberikan eritrosit kemampuan menyesuaikan bentuknya secara fleksibel saat 

melewati pembuluh darah yang kecil (kapiler) 

Struktur bikonkaf yang dimiliki eritrosit membuat nilai rasio luas 

permukaan berbanding volume menjadi besar dan memaksimalkan proses 

pertukaran gas ,Eritrosit tidak memiliki nukleus dan organela 

sel lain untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan oksigen. Sitoplasmanya 

dipenuhi oleh molekul hemoglobin yang disintesis sebelum eritrosit 

36 Hematologi  Dasar

kehilangan nukleusnya. Hemoglobin menyumbang sekitar 33 dari berat total 

eritrosit dan berfungsi mengikat oksigen untuk dibawa pada aliran darah 


Eritrosit memiliki membran plasma yang kuat namun fleksibel, dapat 

menyesuaikan perubahan bentuk eritrosit saat melewati kapiler yang sempit 

tanpa mengalami kerusakan membran sel 

Membran plasma eritrosit tersusun atas 40% lipid, 10% karbohidrat dan 50% 

protein yang sebagian besar merupakan protein integral yang tertanam 

pada dua lapis fosfolipid membran sel, termasuk kanal ion seperti protein 

band 3 dan glycophorin A. ada  pula protein perifer yang ada  pada 

bagian internal membran plasma, termasuk protein spectrin dan ankyrin 

yang berfungsi mengikatkan spectrin pada protein band 3 dan glycophorin A. 

Ikatan antara spectrin, ankyrin, protein band 3 dan glycophorin A ini berfungsi 

mempertahankan stabilitas membran dan mempertahankan bentuk sel serta 

menciptakan elastisitas sel saat melewati kapiler yang sempit ,

Eritrosit memiliki struktur yang sangat disesuaikan dengan fungsinya yaitu 

pengangkutan oksigen. Eritrosit bahkan tidak memiliki mitokondria sehingga 

produksi ATP intraseluler dilakukan secara anaerob (tanpa oksigen) dan tidak 

memakai  oksigen yang dibawa didalam sel untuk metabolismenya. 

ada  enzim glikolitik dalam jumlah besar pada sitoplasma eritrosit untuk 

menjalankan proses glikolisis sebagai satu-satunya sumber ATP untuk sel. 

Enzim glikolitik juga berfungsi mempertahankan konsentrasi ion intraseluler 

dengan mekanisme transpor aktif pada membran sel ,


 Hemoglobin

Hemoglobin tersusun atas sebuah protein yang disebut globin yang 

terdiri atas empat rantai polipeptida. Empat polipeptida ini  merupakan 

gabungan antara dua rantai alfa dan dua rantai beta globin (Gambar 4.2). 

Masing-masing rantai polipeptida ini  mengikat sebuah pigmen 

nonprotein yang disebut heme. Heme mengandung ion besi (Fe2+) pada 

bagian tengfahnya, yang dapat berikatan dengan oksigen secara reversibel 

. Oksigen terikat pada hemoglobin sebanyak 98,5% 

dari total oksigen yang dibawa oleh darah, sebab  sifat oksigen yang memiliki 

kelarutan rendah pada plasma darah. Hemoglobin merupakan sebuah protein 

pigmen yang berwarna merah dalam kondisi mengikat oksigen dan berwarna 

kebiruan dalam kondisi kurang oksigen. Oleh sebab  itu, darah di pembuluh 

arteri yang merupakan darah kaya oksigen akan berwarna merah, sedangkan 

darah di vena yang merupakan darah dengan kandungan oksigen rendah, 

akan berwana kebiruan ,

 

Gambar 4.2. a. Struktur molekul hemoglobin ; b. Struktur heme.

Hemoglobin disintesis pertama kali pada pro-erythroblast dan 

berlanjut sampai tahap retikulosit pada proses eritropoiesis. Saat retikulosit 

meninggalkan sumsum tulang merah dan memasuki sirkulasi, masih terjadi 

proses isntesis hemoglobin dalam jumlah kecil hingga retikulosit matur 

menjadi eritrosit dan proses sintesis hemoglobin berakhir. Tahap pertama 

dalam pembentukan eritrosit yaitu  terjadinya ikatan antara suksinil-koA yang 

merupakan salah satu senyawa intermediet pada siklus Krebs, dengan glisin, 

membentuk molekul pyrrole. Selanjutnya empat molekul pyrrole membentuk 

protoporphyrin IX yang lalu  berkombinasi dengan ion besi untuk 

membentuk molekul heme. Tahap akhir pembentukan hemoglobin ditandai 

dengan terjadinya ikatan antara heme dengan polipeptida yang disintesis 

oleh ribosom yaitu globin membentuk rantai hemoglobin. Empat buah rantai 

hemoglobin saling berikatan dan membentuk sebuah molekul hemoglobin 


Satu molekul hemoglobin dapat berikatan dengan empat molekul 

a b


oksigen pada keempat ion besi yang ada pada bagian tengah setiap rantai 

penyusunnya. saat  darah dialirkan dari jantung ke paru-paru melalui arteri 

pulmonalis, terjadi proses pengikatan oksigen oleh hemoglobin dan dibawa 

sepanjang aliran darah menuju jantung lalu dialirkan ke seluruh tubuh. Saat 

mencapai kapiler, terjadi reaksi pelepasan oksigen dari ion besi (Fe2+) sehingga 

oksgen dapat berdifusi keluar dari erirosit ke cairan interstitial lalu  

masuk ke dalam setiap sel sel tubuh , 

Setiap eritrosit dapat mengandung sekitar 280 juta molekul hemoglobin. 

Selain mengangkut oksigen, hemoglobin juga mengangkut sekitar 23% 

dari total karbondioksida yang dibawa oleh darah, selain yang terlarut pada 

plasma darah dan yang dibawa dalam bentuk ion bikarbonat. Saat darah 

mengalir melalui kapiler dan melepaskan oksigen dari hemoglobin, terjadi 

reaksi pengikatan karbondioksida oleh beberapa asam amino yang ada  

pada rantai globin penyusun hemoglobin. Saat darah kembali ke paru-paru, 

karbondioksida yang dibawa oleh hemoglobin dilepaskan untuk dikeluarkan 

dari tubuh ,

Di samping perannya dalam transpor oksigen dan karbondioksida, 

hemoglobin juga berperan penting dalam pengaturan tekanan darah dan 

aliran darah. Dalam darah ada  hormon berbentuk gas yang dikenal 

dengan Nitrit Oksida (NO), yang dihasilkan oleh sel endotel pelapis pembuluh 

darah. Hormon gas NO ini berikatan dengan hemoglobin. Pada beberapa 

keadaan, hemoglobin dapat melepaskan NO yang menyebabkan terjadinya 

vasodilatasi, yaitu pelebaran diameter pembuluh darah sebab  relaksasi 

sel-sel otot polos pada dinding pembuluh darah. Terjadinya vasodilatasi dapat 

meningkatkan aliran darah sekaligus meningkatkan laju pengantaran oksigen 

ke sel-sel tubuh disekitar area pelepasan NO 

Selain itu, eritrosit juga mengandung enzim karbonik anhidrase 

(Carbonic Anhydrase/CA) yang dapat mempercepat konversi karbondioksida 

dan air menjadi asam karbonat, dan selanjutnya mengalami disosiasi menjadi 

H+ dan HCO3

- (Gambar 4.3.). Adanya reaksi reversibel ini  memungkinkan 

sekitar 70% karbondioksida diangkut oleh darah dalam bentuk ion bikarbonat 

yang terlarut pada plasma darah. Selain itu, adanya ion H+ dan HCO3

- dalam 


darah berperan sebagai buffer yang dapat mengontrol pH darah agar tetap 

optimal dan stabil, juga sebagai buffer untuk cairan interstitial-ekstraseluler .

CO2            +      H2O      ↔      H2CO3        ↔          H+           +       HCO3

-

karbondioksida          air           asam karbonat    ion hidrogen    ion bikarbonat

Gambar 4.3. Reaksi reversibel pengubahan CO2 menjadi ion hidrogen dan ion bikarbonat 

dalam eritrosit 

Selain fungsi transpor oksigen, karbondioksida dan berperan sebagai 

buffer, hemoglobin juga dapat berikatan dengan karbonmonoksida (CO). 

Secara normal dalam darah tidak ada  karbonmonoksida. Oksigen dan 

karbonmonoksida berikatan pada sisi hemoglobin yang sama, akan tetapi 

afinitas (kekuatan pengikatan) hemoglobin terhadap karbonmonoksida 240 

kali lebih tinggi dibanding afinitas hemoglobin terhadap oksigen. sebab  

itulah apabila ada  kadar CO yang cukup tinggi di udara sekitar dan masuk 

ke saluran pernafasan, dapat menyebabkan terjadinya kekurangan oksigen 

dalam darah akibat terjadinya ikatan yang sangat kuat antara hemoglobin 

dengan CO, sehingga hemoglobin tidak dapat mengikat oksigen. 

Ikatan