Jumat, 26 Januari 2024

skizofrenia






Skizofrenia yaitu  suatu penyakit 
yang mempengaruhi otak dan 
memicu  timbulnya pikiran, 
persepsi, emosi, gerakan dan perilaku 
yang aneh dan terganggu ,Prevalensi penderita Skizofrenia 
di Indonesia yaitu  0,3%-1% dan 
terbanyak pada usia sekitar 18-45 tahun, 
terdapat juga beberapa penderita yang 
mengalami pada usia 11-12 tahun 
menyatakan bahwa 
90% pasien skizofrenia mengalami 
halusinasi. Halusinasi merupakan suatu 
kejadian melihat, mendengar, 
menyentuh, mencium, ataupun 
merasakan sesuatu tanpa adanya 
rangsangan eksternal terhadap organ 
sensori ,
Halusinasi yang dialami oleh pasien 
skizofrenia dapat berupa halusinasi 
visual, halusinasi pendengaran ataupun 
halusinasi campuran. bahwa 20% 
pasien skizofrenia mengalami halusinasi 
penglihatan dan pendengaran secara 
bersamaan, 70% lagi mengalami 
halusinasi pendengaran, dan 10% lagi 
mengalami halusinasi yang lainnya. 
Pasien yang mengalami halusinasi 
dapat kehilangan kontrol terhadap 
dirinya sehingga dapat membahayakan 
diri sendiri, orang lain bahkan 
lingkungan di sekitarnya. Hal ini terjadi 
jika halusinasi yang dialami klien sudah 
sampai fase ke empat (IV) yaitu dimana 
klien sampai mengalami panik berat dan 
perilakunya dikendalikan oleh 
halusinasinya.
Dampak yang dapat ditimbulkan 
oleh pasien yang mengalami halusinasi 
yaitu  kehilangan kontrol dirinya. 
Dalam kondisi ini pasien dapat 
melakukan bunuh diri (suicide), 
membunuh orang lain (homicide), dan 
bahkan merusak lingkungan 
disekitarnya. Untuk memperkecil 
dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan 
penanganan halusinasi yang tepat 
Aktivitas fisik 
merefleksi isi halusinasi seperti; 
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri 
atau katatonia. Tidak mampu berespon 
terhadap perintah yang komplek dan 
tidak mampu berespon lebih dari satu 
orang .
Berbagai terapi yang dikembangkan 
dalam menangani pasien dengan 
halusinasi difokuskan kepada pasien 
secara individu, kelompok, maupun 
keluarga maupun komunitas. Tindakan 
generalis halusinasi yaitu  terapi umum 
yang diberikan untuk membantu pasien 
mengenal halusinasi, melatih, 
menghardik halusinasi, bercakap-cakap 
dengan orang lain, melatih melakukan 
aktivitas yang terjadwal, serta minum
obat secara teratur ,Tindakan keperawatan pasien 
dengan halusinasi yaitu  Standar 
Asuhan Keperawatan Halusinasi yang 
meliputi membantu klien mengenal 
halusinasi, melatih klien cara 
menghardik halusinasi, bercakap-cakap 
dengan orang lain, melatih melakukan 
aktivitas yang terjadwal serta minum 
obat secara teratur ,
Penelitian yang pernah dilakukan 
sebelumnya oleh Caroline (2008) 
meneliti bahwa dengan pelaksanaan 
Standar Asuhan Keperawatan (SAK) 
generalis halusinasi, kemampuan 
kognitif pasien diketahui meningkat 
47% dan kemampuan psikomotor 
pasien juga diketahui meningkat 48%. 
Penerapan SAK generalis halusinasi 
juga mampu menurunkan tanda dan 
gejala halusinasi sebesar 14%. 
Meskipun demikian, terapi obat 
psikofarma antipsikotik masih menjadi 
fokus utama dibandingkan tindakan￾tindakan terapi lainnya.
Wicaksana (2008) mengemukakan 
bahwa pengobatan skizofrenia saat ini 
masih terfokus pada tindakan 
farmakoterapi. Terapi-terapi lain seperti 
psikoterapi suportif, terapi perilaku, 
terapi perilaku kognitif dan terapi kerja 
masih menjadi pilihan kedua. Broker 
(2008) juga mengemukakan bahwa obat 
yaitu  terapi pertama dan biasanya 
satu-satunya pilihan. Obat memang 
memberikan efek positif, namun efek 
ini terjadi secara sempurna hanya pada 
sedikit pasien. Sebagian besar pasien 
terus mengalami gejala dan terapi 
alternatif terus dikampanyekan 
mengingat pentingnya dilakukan 
tindakan ini.
Desain penelitian kuantitatif dengan 
rancangan quasi experiment design with 
two groupsnon-eksperimen dengan 
rancangan deskriptif korelatif. Tindakan 
yang diberikan pada kelompok 
eksperimen yaitu  generalis halusinasi. 
Adapun tindakan rehabilitasi dan 
farmakoterapi tetap diberikan kepada 
kedua kelompok untuk memenuhi hak 
pasien dan menghormati etika 
penelitian.
Tindakan generalis halusinasi 
diberikan sesuai dengan SOP RSJ 
Grhasia PEMDA DIY dan dilakukan 
oleh 2 perawat bangsal sebagai asisten 
peneliti. Sebelum pengambilan data 
penelitian telah dilakukan uji persepsi 
antara peneliti dengan asisten peneliti. 
Hasil uji kappa menunjukkan nilai 
 sehingga persepsi peneliti 
dengan kedua asisten peneliti yaitu  
sama.

berdasar  tabel 4.1, secara umum 
diketahui bahwa responden pada kedua 
kelompok secara mayoritas berjenis 
kelamin laki-laki, memiliki latar 
belakang pendidikan yang rendah, tidak 
bekerja dan tidak kawin. Diketahui 
juga bahwa pada kelompok kontrol
sebagian besar responden memiliki 
frekuensi rawat inap 1x dan pada 
kelompok eksperimen sebagian besar 
memiliki frekuensi rawat inap 2-3x.
Adapun ditinjau dari rentang usia
responden, diketahui bahwa pada kedua 
kelompok, sebagian besar responden 
berada pada rentang usia dewasa akhir. 
Rentang usia tertua yakni rentang 
lansia akhir hanya dimiliki oleh 
kelompok eksperimen.

Frekuensi Halusinasi Pasien Skizofrenia di RSJ Grhasia PEMDA DIY Sebelum 
dan Setelah Pemberian Tindakan Generalis Halusinasi
Tabel 4.2 Frekuensi Halusinasi Sebelum Pemberian Tindakan Generalis 
Halusinasi

berdasar  tabel 4.2 diketahui 
bahwa responden pada kelompok 
kontrol dan eksperimen sebelum 
menerima tindakan generalis halusinasi 
memiliki proporsi tingkat frekuensi 
halusinasi yang sama. Pada kedua 
kelompok, sebagian besar responden 
memiliki frekuensi halusinasi pada 
tingkat sedang dengan persentase pada 
kedua kelompok masing-masing sebesar 
58,3%. Adapun sisanya memiliki 
frekuensi halusinasi pada tingkat tinggi 
dengan persentase masing-masing 
sebesar 16,7% dan frekuensi halusinasi 
pada tingkat rendah dengan persentase 
masing-masing sebesar 25%.

Tabel 4.3 kelompok eksperimen 
memiliki tingkat frekuensi halusinasi 
yang lebih rendah dibandingkan pada 
kelompok kontrol. Pada kelompok 
eksperimen, tidak ada responden yang 
memiliki frekuensi halusinasi pada 
kategori tinggi, 83,3% responden 
memiliki frekuensi halusinasi rendah 
dan 16,7% sisanya memiliki frekuensi 
halusinasi tingkat sedang. 
Adapun pada kelompok kontrol, 
diketahui masih ada 41,7% responden 
yang memiliki frekuensi halusinasi pada 
tingkat tinggi. Sebagian besar 
responden pada kelompok kontrol 
berada pada tingkat halusinasi sedang 
dengan persentase sebesar 50% dan
hanya 8,3% responden saja yang 
memiliki frekuensi halusinasi pada
Hasil uji wilcoxon signed rank
pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa 
terdapat perbedaan tingkat halusinasi 
sebelum dan sesudah pemberian 
tindakan generalis halusinasi pada 
kedua kelompok. Hal ini dapat dilihat 
dari besarnya nilai signifikansi (p) dari 
kedua kelompok sebelum dan sesudah 
pemberian tindakan generalis 
halusinasi yang nilainya lebih kecil 
dari 0,005 (p<0,005). 
Pada kelompok kontrol, perbedaan 
tingkat halusinasi data sebelum dan 
sesudah pemberian tindakan generalis 
halusinasi yaitu  signifikan dengan 
nilai p sebesar 0,014. Nilai z sebesar -
2,236 dengan tanda minus 
menunjukkan penurunan frekuensi 
halusinasi. Nilai harga mutlak z hitung 
sebesar 2,449 tersebut besarnya lebih 
besar dari nilai z tabel sebesar 1,96 
juga menunjukkan adanya perbedaan 
yang signifikan tingkat halusinasi dari 
data sebelum dan
sesudah pemberian tindakan generalis 
halusinasi.
Sebanyak 5 responden diketahui 
mengalami penurunan tingkat 
frekuensi halusinasi dari sebelum dan 
sesudah pemberian tindakan generalis 
halusinasi, 7 responden lagi tidak 
mengalami perubahan tingkat 
frekuensi halusinasi dari sebelum dan 
sesudah pemberian tindakan generalis 
halusinasi dan tidak ada responden 
yang mengalami peningkatan tingkat 
frekuensi halusinasi dari sebelum dan 
sesudah pemberian tindakan generalis 
halusinasi.
Adapun pada kelompok 
eksperimen, perbedaan tingkat 
halusinasi sebelum dan sesudah 
pemberian tindakan generalis 
halusinasi yaitu  signifikan dengan 
nilai p sebesar 0,003. Nilai z sebesar -
3,000 dengan tanda minus 
menunjukkan penurunan frekuensi 
halusinasi. Nilai harga mutlak z hitung 
sebesar 3,000 tersebut besarnya lebih 
besar dari nilai z tabel sebesar 1,96 
juga menunjukkan adanya perbedaan 
yang signifikan tingkat halusinasi dari 
data sebelum dan sesudah pemberian 
tindakan generalis halusinasi. 
Sebanyak 9 responden diketahui 
mengalami penurunan tingkat 
frekuensi halusinasi dari sebelum dan 
sesudah pemberian tindakan generalis 
halusinasi, 3 responden lagi 
mengalami tidak mengalami 
perubahan frekuensi halusinasi dari
sebelum dan sesudah pemberian 
tindakan generalis halusinasi dan tidak 
ada responden yang mengalami 
peningkatan tingkat frekuensi
halusinasi dari sebelum dan sesudah 
pemberian tindakan generalis 
halusinasi. 
Demikian sehingga penurunan 
tingkat frekuensi halusinasi pada 
responden kelompok eksperimen 
yaitu  lebih tinggi daripada penurunan 
tingkat halusinasi pada responden 
kelompok kontrol meskipun tingkat 
penurunan keduanya yaitu  
signifikan.
Pengaruh Tindakan Generalis 
Halusinasi Terhadap Frekuensi 
Halusinasi Pasien Skizofrenia di 
RSJ Grhasia PEMDA DIY
Hasil uji wilcoxon signed rank
menunjukkan bahwa terdapat 
perbedaan tingkat halusinasi dari 
sebelum dan sesudah pemberian 
tindakan generalis halusinasi pada 
kedua kelompok (p<0,005). 
Pada kedua kelompok tidak 
ditemukan adanya responden yang 
mengalami kenaikan frekuensi 
halusinasi. Fenomena yang terjadi 
yaitu  penurunan frekuensi halusinasi 
dan sisanya tidak mengalami 
perubahan frekuensi halusinasi. Dalam 
hal ini, responden pada kelompok 
eksperimen mengalami penurunan 
yang lebih banyak dibandingkan 
kelompok kontrol kelompok kontrol 
yang hanya menerima tindakan 
rehabilitasi dan farmakoterapi. 
Tercatat bahwa jumlah responden 
yang mengalami penurunan frekuensi 
halusinasi pada kelompok eksperimen 
yaitu  sebanyak 9 responden dan pada 
kelompok kontrol lebih sedikit, yakni 
sebanyak 5 responden. Kelompok 
eksperimen yang menerima intervensi 
tambahan berupa tindakan generalis 
halusinasi tercatat mengalami 
perubahan dari semula 58,3% 
respondennya memiliki frekuensi 
halusinasi pada tingkat sedang 
menjadi 83,3% respondennya 
memiliki frekuensi halusinasi pada 
tingkat rendah. 
Tindakan generalis halusinasi 
yaitu  tindakan terapi alternatif 
setelah farmakoterapi. Tindakan 
generalis halusinasi membantu klien 
mengenal halusinasi, melatih, 
menghardik halusinasi, bercakap￾cakap dengan orang lain, melatih 
melakukan aktivitas yang terjadwal, 
serta minum obat secara teratur ,
Tindakan generalis halusinasi 
bertujuan untuk membantu pasien 
mengenal halusinasinya dan 
membantu pasienagar mampu 
memberdayakan sistem pendukung
untuk mengontrol halusinasinya.
Penelitin berasumsi bahwa 
keefektifan tindakan generalis 
halusinasi dalam penelitian ini juga
didukung oleh karakteristik halusinasi 
yang dialami oleh responden. Dalam 
penelitian ini seluruh jenis halusinasi 
yang dialami oleh pasien skizofrenia 
keseluruhannya berupa halusinasi 
auditori (pendengaran). Jenis 
halusinasi auditori merupakan jenis 
halusinasi yang paling mudah dikenali 
oleh pasien skizofrenia dibandingkan 
jenis halusinasi gabungan atau 
halusinasi tunggal lain seperti 
halusinasi bau dan halusinasi visual ,
Hasil penelitian lain yang juga 
mendukung penelitian ini yaitu  hasil 
penelitian ini yaitu   Dalam kedua penelitian 
tersebut juga ditemukan hal yang 
sejalan dengan penelitian ini yaitu 
bahwa terapi generalis halusinasi 
terbukti mampu meningkatkan 
kemampuan kognitif dan psikomotor 
pasien skizofrenia dalam 
mengendalikan halusinasi sehingga 
menurunkan tanda-tanda halusinasi. 
Adapun efektivitas dari tindakan 
generalis halusinasi pada penelitian ini 
dapat dilihat pada responden 
kelompok eksperimen setelah 
pemberian tindakan generalis 
halusinasi yang menunjukkan 
absennya angka kejadian responden 
yang mengalami halusinasi pada 
tingkat tinggi dan tingginya angka 
kejadian responden yang mengalami 
halusinasi pada tingkat rendah pada 
kelompok eksperimen dibandingkan 
dengan data responden kelompok 
eksterimen sebelum tindakan generalis 
halusinasi.
Frekuensi halusinasi pasien
skizofrenia di RSJ Grhasia PEMDA 
DIY sebelum pemberian tindakan 
generalis halusinasi pada kedua 
kelompok yaitu  58,3% berada pada 
tingkat sedang. Setelah pemberian 
tindakan generalis halusinasi, 83,3%
responden pada kelompok eksperimen 
memiliki frekuensi halusinasi pada 
tingkat rendah dan 50% responden 
pada kelompok kontrol memiliki
frekuensi halusinasi pada tingkat 
sedang.
Saran
RSJ Grhasia Pemda DIY 
disarankan untuk meningkatkan 
kualitas pemberian tindakan generalis 
halusinasi sebagai terapi alternatif di 
samping farmakoterapi. Diantaranya 
dengan melakukan diklat keperawatan 
guna meningkatkan kemampuan 
perawat dalam memberikan tindakan 
generalis pada pasien skizofrenia.