Jumat, 26 Januari 2024

kriminologi 4



sosial yang benar-
benar kompleks yang harus secara sistematik dipelajari dari 
banyak segi. Suatu kenyataan yang dikemukakan Chambliss 
yaitu  bahwa setiap warga secara sistematik mengingkari 
beberapa kejahatan, walaupun menghukum jenis-jenis 
kejahatan lainnya.
Pemahaman mengenai realitas sosial kejahatan jelas erat 
sekali tali temalinya dengan kesimpulan yang diperoleh oleh 
Chambliss dalam bukunya yang lain yang menegaskan bahwa 
kejahatan yaitu  suatu gejala politik. Yang dirumuskan sebagai 
kejahatan dan delinkuensi yaitu  hasil proses politik, dimana 
aturan-aturan yang melarang atau menganjurkan warga 
warga untuk melakukan atau tidak melakukan suatu 
aturan yang sudah disepakati. Proses inilah yang harus dipahami 
dalam mempelajari kejahatan. Dengan begitu, mempertanyakan 
“mengapa suatu tindakan dirumuskan sebagai kejahatan 
sedang  tindakan-tindakan yang lain tidak”, yaitu  titik tolak 
bagi setiap studi sistematik mengenai kejahatan dan penjahat. 
Tak ada suatu tindakan pun yang pada dasarnya kejahatan. 
Jika kita akan menjelaskan kekuatan-kekuatan sosial yang 
menyebabkan kejahatan, maka pertama-tama harus dijelaskan 
kekuatan-kekuatan sosial yang menyebabkan sejumlah tindakan 
dirumuskan sebagai kejahatan sedang  tindakan-tindakan 
yang lain tidak dirumuskan demikian.
Dengan berangkat dari pemikiran bahwa realitas sosial 
kejahatan yaitu  suatu realitas konseptual dan juga realitas 
fenomenal, Richard Quinney telah membentangkan teori 
mengenai realitas sosial kejahatan yang terdiri dari 6 preposisi 
yang masing-masing mengandung sejumlah pernyataan. 
Preposisi yang pertama menyangkut rumusan kejahatan, 4 
yang lain merupakan satuan penjelasan, sedang  preposisi 
terakhir merangkum semuanya dalam menggambarkan realitas 
sosial kejahatan.
Menurut Richard Quinney kejahatan yaitu  suatu 
ketentuan mengenai perilaku manusia yang diciptakan 
oleh golongan berkuasa dalam warga yang secara 
politis terorganisir. Dalam pengertian ini pembuat undang-
undang, polisi, jaksa, dan hakim yang mewakili segmen-
segmen warga bertanggungjawab dalam menentukan 
dan menegakkan hukum (pidana). Dari sudut pandang 
ini dapat dihindari “perspektif klinis” yang melihat pada 
kualitas tindakan dan menganggap kejahatan sebagai patologi 
individual. Mengikuti jalan pikiran ini semakin banyak jumlah 
pembentukan dan penerapan ketentuan-ketentuan tentang 
kejahatan memuat perilaku-perilaku yang bertentangan dengan 
kepentingan dari segmen-segmen warga yang mempunyai 
kekuasaan untuk menyusun kebijaksanaan umum. 
Pada preposisi ketiga diutarakan bahwa ketentuan 
mengenai kejahatan diterapkan oleh segmen-segmen dalam 
warga yang mempunyai kekuasaan untuk menegakkan 
dan melaksanakan hukum pidana. Dengan demikian 
kemungkinan pelaksanaan ketentuan itu dipengaruhi oleh 
faktor organisasional dan kewargaan yaitu harapan-
harapan warga terhadap penegak hukum, laporan dan 
kenyataan kejahatan dan organisasi, ideologi dan tindakan 
alat-alat penegak hukum yang memperoleh delegasi untuk 
menegakkan hukum negara.
Preposisi keempat menyatakan bahwa pola-pola perilaku 
dibangun dalam masayarakat yang terorganisir dalam 
hubugannya dengan ketentuan-ketentuan tentang kejahatan 
dan dalam konteks ini seseorang melakukan tindakan-tindakan 
yang mempunyai kemungkinan nisbi untuk ditentukan sebagai 
kejahatan. Kemungkinan seseorang mengembangkan pola-pola 
tindakan yang mempunyai potensi besar ditentukan sebagai 
kejahatan tergantung pada struktur kesempatan pengalaman-
pengalaman dalam proses belajar persekutuan-persekutuan dan 
identifikasi interpersonal dan konsepsi diri.
“Konsepsi tentang kejahatan dibentuk dan disebarkan 
didalam segmen-segmen warga melalui pelbagai sarana 
komunikasi” merupakan preposisi ke lima.
Adapun preposisi ke enam yang merangkum ke lima preposisi 
terdahulu menyebutkan bahwa realitas kejahatan dibangun 
oleh pembentukan dan penerapan ketentuan-ketentuan tentang 
kejahatan dan pembentukan konsepsi kejahatan.
B. Etiologi dan Inti Kejahatan
Ada kecenderungan menyatakan bahwa kejahatan terjadi 
sebab ketidakserasian pada individu, khususnya mengenai 
hubungan timbal balik antara faktor-faktor ekspresif dengan 
160  Kriminologi: Sebuah Pengantar160  Kriminologi: Sebuah Pengantar
Penanggulangan Masalah Kejahatan
kekuatan-kekuatan normatif. jika kekuatan ekspresif 
mencakup faktor-faktor psikologis dan biologis, maka kekuatan 
normatif meliputi faktor-faktor keluarga, agama, dan sosio 
kultural. Taraf keserasian antara kekuatan-kekuatan ini  
menentukan, apakah dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan 
dasarnya, manusia akan mematuhi norma dan perilaku teratur 
yang ada, atau akan menyeleweng sehingga menimbulkan 
gangguan pada ketertiban dan ketentraman kehidupan 
manusia.
Faktor-faktor biopsikogenik terdiri dari: mesomorfik fisik, 
yakni keadaan fisik yang dikaitkan dengan sifat atau temperamen 
tertentu yang menyebabkan perilaku jahat; gangguan psikologis, 
seperti gangguan syaraf, ego yang defektif dan seterusnya; ekses 
dan kebutuhan misalnya, alkoholisme, kecanduan narkotika 
dan lain-lain.
Faktor-faktor sosiogenik yang meliputi; asosiasi diferensial, 
misalnya menjadi anggota gang, asosiasi dengan pola perilaku 
kriminal, dan seterusnya; frustasi sebab perbedaan perlakuan 
atau kepahitan di masa lampau (seperti misalnya yang ada  
pada bekas narapidana); tekanan-tekanan sebab rasa takut, 
adanya ancaman-ancaman, kemiskinan, dan lain sebagainya.
C. Pencegahan Kejahatan
Dari sekian macam cara pencegahan kejahatan, 
nampak suatu aliran yang hendak menjalankan metode 
yang dinamakannya “sterilization of criminals”. Aliran ini 
berpendapat bahwa pencegahan kejahatan dapat dilakukan 
dengan jalan melaksanakan operasi fisik terhadap kriminal. 
Mereka beranggapan bahwa criminality and traits yaitu  suatu 
heredity. Bagi mereka, pembawaan itulah merupakan sumber 
dari kejahatan. Untuk mencegah kejahatan maka sumber itu 
perlu dioperasi. Aliran ini ternyata mendapat tantangan yang 
tidak sedikit. Ruth S. Cavan menyatakan bahwa ajaran ini  
tidak sesuai dengan kenyataan.
Organisasi-organisasi sosial menganjurkan sistem prevensi 
melalui kegiatan-kegiatan tempat-tempat hiburan yang terkendali. 
Aliran ini menyebut masalah kemiskinan unsur yang sangat 
berpengaruh terhadap perkembangan kejahatan. Adapun 
Sutherland menyatakan dua jenis metode untuk pencegahan 
kejahatan, pertama, untuk mengurangi jumlah pengulangan 
kejahatan dan yang kedua mencegah terjadinya first crime. Metode 
pertama merupakan usaha mengurangi residivis yang lebih 
dikenal dengan sebutan reformation. Perevention dengan demikian 
merupakan usaha yang dipakai  dalam metode kedua. 
Cavan mengemukakan 3 persoalan yang perlu diperhatikan 
dalam menghadapi masalah prevention of delinquency and 
criminal yaitu sebagai berikut :
1. Crime itu terdiri dari berbagai macam jenis. Tindakan untuk 
jenis tertentu belum tentu berhasil untuk menghadapi jenis 
yang lain. Jenis atau tipe tertentu itu, antara lain:
a. the casual delinquent, ialah orang yang melakukan suatu 
pelanggaran dan sebenarnya tak dapat disebut sebagai 
penjahat
b. the occasional criminal, yaitu mereka yang melakukan 
kejahatan enteng.
c. the habitual criminal, ialah mereka yang betul-betul 
melakukan kejahatan sebagai akibat dari dorongan 
emosi yang hebat.
d. the respectable white colour crime.
e. the mentally abnormal criminal

Tipe ini  perlu dipisah-pisahkan untuk mencapai 
sasaran yang tepat bilamana kita membicarakan masalah 
prevention itu. Langkah-langkah untuk tipe a akan lain dari 
usaha yng dipergunakan untuk menghadapi the episodic 
criminal dan the mentally abnormal Criminal.
2. Dalam menghadapi confirmed and professional criminal, 
Cavan menyebutnya type yang memiliki behavior yang 
dimulai sejak masa muda remaja. Prevensi terhadap mereka 
harus mengikutdankan ahli-ahli dalam bidang pendidikan 
dan psikiatris.
Suatu prevensi yang efektif jangan mengabaikan the obvious 
symptom of crime the criminal act dan berusaha untuk 
memperoleh pengertian mengenai apa yang menjadi penyebab 
utama.
Dalam sejarahnya, para tahanan tetap berada di masing-masing 
sel mereka. Sistem ini juga berlaku di Auburn, para tahanan tidak 
diperbolehkan untuk saling berbicara dan pada saat makan mereka 
saling memunggungi, saat berjalan mereka harus menunduk dan 
tangannya dilipat untuk menghindari kontak isyarat. Kebanyakan 
lembaga pewargaan yang kemudian muncul meniru sistem 
ini, tetapi permasalahan tidak dapat dielakkan. Kepadatan yang 
terjadi di lembaga pewargaan selalu terjadi, protes industry 
terhadap hasil karya yang dibuat oleh para tahanan mengentikan 
kesempatan kerja, pencampuran tahanan dewasa dan anak-anak 
masih terus berjalan dan tidak adanya pendidikan yang masuk ke 
dalam lembaga. Pada 12 Oktober 1870 diadakan pertemuan yang 
dipimpin oleh penologist Enoch C. Wines yang memunculkan 
sistem pembaharuan, pada puncaknya dibangunlah penjara 
Elmira di New York pada 1876. Elmira mendominasi sistem 
pewargaan di Amerika pada saat itu sebab prestasinya, 
antara lain:
1. memisahkan tahanan antara pria dan wanita dewasa, dan 
klasifikasi usia anak-anak dan dewasa
2. mengutamakan program pendidikan dan pelatihan vokasi
3. memberikan kesempatan pembebasan bersyarat 
4. klasifikasi tahanan berdasar produktivitas
 meskipun memiliki banyak kelebihan, Elmira juga memiliki 
kekurangan yaitu:
1. melanggengkan diskriminasi berdasar gender dan 
ras 
2. menekan kalangan bawah
W. A. Bonger sebagaimana dikutip oleh Soedjono 
Dirdjosisworo menyatakan bahwa awalnya hukuman yaitu  
“pembalasan denda” bahkan pada mula sekali dalam warga 
yang mau sederhana, anggota warga yang dirugikan 
langsung membalas yang merugikan dengan menghukum 
orang yang merugikan, namun setelah peranan warga 
makin besar maka timbul perubahan di mana “pembalasan” 
dari pihak yang dirugikan dilarang baik menurut hukum 
pidana. Sehingga masalah hukuman sepenuhnya dijatuhkan 
oleh Negara. Perkembangan selanjutnya memandang sebagai 
cara yang mengandung dua unsur:
1.  memuaskan rasa dendam dan benci para anggota suatu 
kelompok (artinya agar kelompok puas maka penjahat 
dihukum)
2.  melindungi warga, (‘la defence sociale’) agar 
warga terhhindar dari gangguan penjahat, sehingga 
si penjahat ditindak/dihukum, diisolir dari warga.
Lama kelamaan kebencian dan kedendaman ini 
menghilangkan tujuan dari penghukuman, yaitu membuat efek jera 
dan juga memberikan pelajaran terhadap pelaku kejahatan dan 
melindungi warga dari tindakan yang melanggar hukum. 
Perlu diketahui bahwa hukuman penjara (prison) dan 
kurungan (jail) memiliki makna yang berbeda. Paige M. 
Harisson dan Allen J. Beck dari Biro Statistik Keadilan yang 
menulis tentang Prison and Jail Inmates at Midyear 2004, bahwa 
tujuan dari kurungan (Jail) yaitu :
a. receive individuals pendng arraignment and hold them 
awaiting trial, conviction, or sentencing
b. readmit probation, parole and bail-bond violators and 
absconders
c. temporarily detain juveniles pending transfer to juvenile 
authorities
d. hold mentally ill persons pending their movement to 
appropriate health facilities
e. hold individual for the military, forprotective cutody, for 
contempt, and for the courts as witnesses
f. release convicted inmates to the community upon 
completion of sentence
g. transfer inmates to Federal, State, or Other authorities
h. house inmates for Federal, State, or other authorities 
because of crowding of their facilities
i. sometimes operate community-based programs as 
alternatives to incarceration
j. hold inmates sentenced to short terms (generally under 1 
year)
sedang  yang dimaksud dengan Penjara atau Prisons yaitu  
hukuman kurung yang sifatnya lebih lama bagi pelaku kejahatan. 
Meskipun terkadang istilah penjara (prison) dipakai  hamper 
sama dengan maximum-security institution, yang mana itu 
hanyalah satu dari beberapa jenis penjara.secara historis, penjara 
maximum-security merupakan fasilitas yang paling aman sebab 
dikelilingi oleh pagar yang tinggi dan diujungnya diletakkan kawat 
listrik dan diawasi oleh petugas bersenjata di menara pengawas.
Indonesia mulai membenahi sistem pewargaan 
pada tahun 1964. Penjara yang awal mulanya menjadi tempat 
penderitaan, diubah citranya menjadi tempat yang merehabilitasi 
pelaku-pelaku kejahatan bukan lagi menyengsarakan. 
Tujuannya susaha saat keluar dari lembaga pewargaan, 
mantan narapidana memiliki keterampilan dan bisa kembali 
bergabung dengan warga. 
Diterangkan oleh Direktorat Jenderal Bina Tuna Warga yang 
sekarang namanya yaitu  Direktorat Jenderal Pewargaan, 
bahwa tujuan dari pewargaan antara lain:
1. tidak melanggar hukum lagi
2. menjadi pedan aktif dan kreatif dalam usaha 
pembangunan
3. memperoleh hidup bahagia di akherat.
Anggapan ini  dinilai sanggup untuk memenuhi 
kebutuhan pembangunan Negara dan menghambat laju 
pertumbuhan kejahatan yang terjadi, namun penjara atau 
lembaga pewargaan tidak bisa terus-terusan menampung 
banyaknya pelaku kriminal. Penanganan kejahatan kemudian 
meluas, menjadi banyak macam yang diantaranya yaitu :
a. Diversi, istilah ini tidak asing di telinga warga 
Indonesia. Diversi menurut bahasanya diartikan sebagai 
pengalihan dan hukuman ini yaitu  alternatif dari 
pemenjaraan atau pewargaan di lembaga. Program 
ini ditujukan agar mengurangi kepadatan lembaga 
pewargaan dan pada umumnya dipakai  pada 
masalah  kenakalan remaja juga masalah  orang dewasa yang 
memiliki ketergantungan obat-obatan dan alcohol. 
Kepopuleran program ini terjadi pada tahun 1960 
hingga 1970, namun pada tahun 2004 program ini 
menemui masalah pendanaan. Pemotongan anggaran 
untuk program ini mengakibatkan berhentinya program 
selama setahun. Kesuksesan diversi diakui dalam 
beberapa laporan, seperti yang diungkap oleh Coallition 
for Juvenille Justice di Washington bahwa diversi telah 
membantu masalah -masalah  kenakalan remaja yang non-
kekerasan beralih dari hukuman tahanan. Program ini 
dinamakan program Chicago, yang mana telah sukses 
mereduksi sebanyak 40 persen tahanan remaja di 
Lemabaga Pewargaan di Cook County. Mereka 
menerapkan beberapa cara seperti, penjagaan dan 
pengawasan rumah dan program warga seperti 
pusat pelaporan malam, tujuh pusat beroperasi dengan 
organisasi pelayanan sosial untuk menyediakan susunan 
dan aktivitas pengawasan kelompok dengan baik untuk 
kenakalan remaja, hakim memperintahkan pemuda-
pemuda ini  untuk datang ke sesi pertemuan yang 
biaya transportasinya telah disiapkan dan anak-anak 
itu diberi makan malam dan program pendidikan dan 
hiburan dan program pengembangan diri. Di beberapa 
daerah ada pula yang melibatkan pemuda-pemuda 
ini  pada manajemen perilaku intensif untuk 
mereduksi pola perilaku yang buruk.
b. pelayanan kerja komunitas, denda dan restitusi. Denda 
dan restitusi disandingkan dengan pelayanan kerja 
untuk komunitas tertentu. Denda diperuntukkan bagi 
pelaku yang merugikan Negara dan membayarnya 
setelah hakim memberikan perintah kepada pelaku, 
sedang  restitusi yaitu  pembayaran ganti rugi 
kepada korban oleh pelaku. Kerja pelayanan ini didesain 
agar bermanfaat bagi komunitas atau bagi korban dan 
seringkali dilakukan di lingkungan komunitas tertentu 
maupun kantor-kantor pemerintahan. Program ini 
terlihat meyakinkan dengan membiarkan pelaku 
untuk tetap disibukkan dengan kerja pelayanan dan 
memberikan kompensasi bagi para korban, namun di 
sisi lain program ini memiliki beberapa kekurangan 
seperti; program yang memerlukan dana dan dengan 
pengurangan pada program pewargaan, 
beberapa program komunitas dikurangi atau bahkan 
dihilangkan; korban bisa jadi terlalu melebih-lebihkan 
atau merendahkan kerugian; masalah penegakan 
seperti jika pelaku mencuri untuk membayar 
denda atau restitusi dan pengawasan akan hal ini  
membutuhkan biaya yang mahal; komunitas yang 
memandang dengan negatif atas kehadiran pelaku di 
tengah-tengah lingkungan kerja; biaya untuk denda dan 
restitusi yang besar memungkinkan pelaku tidak dapat 
mencukupi kebutuhan keluarganya sendiri.
c. Halfway House atau rumah singgah merupakan tempat 
transit bagi pelaku yang belum siap mental untuk 
menghadapi dunia luar setelah menjalani masa hukuman 
yang panjang dan tidak dibebaskan secara bersyarat. 
Rumah singgah biasanya membantu para pelaku untuk 
Penanggulangan Masalah Kejahatan
merehabilitasi perilaku kecanduan obat-obatan dan 
minuman keras. Keberadaannya cukup diperhatikan 
pada kurun waktu 1960 hingga 1970, setelah itu tidak 
lagi dimanfaatkan dengan baik. Kalaupun dipakai  
hanya untuk mengurangi kepadatan penjara saja secara 
administrasi. Peraturan yang diberikan pada rumah 
singgah yaitu, hanya dapat dipakai  dengan masa 120 
hingga 180 hari saja. Kekurangan dari program rumah 
singgah ini yaitu  kelonggaran pada kejahatan kerah 
putih. Contoh masalah  yang terjadi yaitu  Leona Hemsley 
yang dipidana sebab pemalsuan pajak penghasilan, 
menghabiskan waktu di rumah singgahnya di Hotel Le 
Marquiz di tengah kota Manhattan setelah dibebaskan 
dari penjara. Meskipun hotelnya tidak menyediakan 
kemewahan, namun tetap saja itu lebih baik daripada 
penjara. 
d. Penahanan kejut dan boot camps, disebut penahanan 
kejut sebab sistemnya menampakkan kenyataan yang 
ada di lembaga pewargaan atau penjara agar 
memberi kejutan pada para tahanan lalu menaruh 
mereka pada masa percobaan, setelah itu mereka 
dibebaskan sebelum terkena pengaruh buruk di 
penjara. Sistem ini dikritik sebab menyalahi makna 
masa percobaan. sedang  boot camp dipakai  
sebagai tempat rehabilitasi, jadi sifatnya sementara. 
Rehabilitasi ini dikenakan pada orang yang mempunyai 
masalah  kecanduan obat-obatan dengan basis militer dan 
dengan program pendidikan. Perkembangan boot camp 
ini pada awalnya dinilai sukses sebab pengenaan sistem 
militer membuat para tahanan tidak lagi mengulangi 
perbuatan melanggar hukumnya, tetapi kemudian 
banyak para ilmuwan yang menentang sistem ini sebab 
menurut penelitian mereka sistem militer di dalam 
kemiliteran sendiri tidak berfungsi dengan baik dan 
tidak ada korelasi antara perubahan perilaku dengan 
pelatihan militer yang sifatnya sementara ini .
e. Tahanan rumah, ini merupakan alternative hukuman 
yang sangat murah dan dapat dilakukan dengan atau 
tanpa pengawasan elektronik. Tahanan diwajibkan 
mengikuti segala aturan yang telah dibuat dalam 
hukuman tahanan rumah, termasuk jika mereka 
akan meninggalkan kewajiban hukuman sebab 
suatu alasan. Keuntungan dari cara ini antara lain; 
biaya yang dikeluarkan lebih efektif;manfaat sosial 
seperti pembebasan untuk bekerja dan berinteraksi 
dengan keluarganya seperti biasa; mudah beradaptasi 
dengan rencana dari kebutuhan individual pelaku dan 
komunitas. Kekurangannya antara lain memperluas dan 
mempersempit jaring control sosial; hanya fokus pada 
pengawasan pelaku; mengganggu dan bisa jadi illegal; 
bias ras dan gender bisa masuk dalam seleksi partisipasi 
dan yang terakhir membahayakan keamanan public.
f. Pusat pelaporan harian, ini merupakan alternative 
lain yang dapat menghemat biaya pemerintah dalam 
penanggulangan kejahatan. Sistem ini bekerja dengan 
cara tahanan harus melapor pada pusat pelaporan harian 
meskipun dia tinggal di wilayah lain. Biasanya dengan 
dengan pengawasan secara elektronis dan diberikan 
bantuan di rumah, pendidikan (terutama literasi), 
pelatihan kerja dan perawatan kesehatan dan personal 
dan juga dibantu dalam pencarian kerja juga pelatihan 
keterampilan. Alternatif semacam ini dimaksudkan 
untuk membantu para tahanan atau pelaku menciptakan 
hidup yang menaati aturan di komunitasnya.
Penanggulangan Masalah Kejahatan
g. Pengawasan secara elektronis, ini merupakan alternatif 
modern sebab melibatkan teknologi mutakhir seperti 
kamera pengawas, GPS atau Global Positioning System. 
Beberapa peneliti berkata bahwaadanya kamera 
pengawas saja tidaklah cukup jika tidak dibarengi 
dengan penegakan dan pembimbingan di warga. 
masalah -masalah  tertentu di mancanegara menerapkan 
sistem hukuman ini dengan menempelkan pelacak 
berupa gelang kaki atau tangan susaha tetap dapat 
memantau pergerakan dari pelaku.
Beberapa penelitian berkata bahwadalam pengurangan 
tingkat residivisme menyatakan perlu untuk dibentuk 
kurikulum pendidikan yang ada di penjara220. Gunanya yaitu  
untuk memberikan kemampuan yang mumpuni agar selepas 
dari penjara mereka memiliki kecerdasan, sehingga mereka 
tidak lagi mengulangi perbuatan jahatnya. Di Indonesia sendiri, 
hak pendidikan yang diperoleh para tahanan terutama jika 
tahanan masih di bawah usia 17 tahun masih kurang. Belum 
tentu pendidikan formal akan diajarkan.