Jumat, 26 Januari 2024

sigmud freud 4




isme 

petahanan" ikhlas dengan tingkatan pertama menuju itu adalah meluruskan niat 

terlebih dahulu. 
cenderung objektif. Karenanya, bayangan Tuhan dalam hal ini menjadi objek dari 

keteguhan estetika Ego Tertinggi.   

Pada perkembangannya, ketika musibah datang menghampiri dan mekanisme 

pertahanan ego Islami seperti sabar dan bentuk lainnya sulit membendung, manusia 

cukup melakukan mekanisme ikhlas. Karena dengan jalan ikhlas segalanya akan kita 

tujukan kepada bentuk kepasrahan sebagai hamba. Keikhlasan sendiri seperti diurai 

Khalid aclalah mendedikasikan, dan mengorientasikan seluruh ucapan clan perbuatan, 

hiclup clan mati, diam, gerak dan bicara, kesenclirian clan keramaian, serta segala 

tingkah laku di dunia ini hanya untuk satu ha! yakni meraih keridhaan Allah SWT.   

Dari skema mekanisme pertahanan ego ini, manusia coba dibawa pada dua 

sikap. Peama fokus kepada problem kekinian, dan urung kembali ke masa lalu 

dengan jalan fiksasi regresi. Kedua dengan jalan efektif dan rasional yang senantiasa 

menyeimbangkan kadar emosi. Kita ketahui bahwa mekanisme undoing atau 

penyangkalan tidak akan menghilangkan masalah mendasar dan cenderung bersifat 

sesaat. Ketika tegangan insting seksual datang lagi, individu tidak bisa menggaransi 

dirinya akan menjadi lebih baik. Khalid kemudian menawarkan "sub mekanisme 

pertahanan" ikhlas dengan tingkatan pertama menuju itu adalah meluruskan niat 

terlebih dahu lu
Kritik Epistcmologis 

Epistemologi atau teori pengetahuan membahas secara mendalam segenap 

proses yang terl ihat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan. Ilmu 

merupakan pengetahuan yang didapat melalui proses tertenlu yang dinamakan 

metode keilmuan. Metode inilah yang membedakan ilmu dengan buah pemikiran 

I .    

yang amnya. 

Namun kita tidak mengetahui sampai di mana potensi aka! dalam mengetahui 

kebenaran? Sekalipun mampu mencapainya, tentu ada konsekuensi batasan. Dalam 

tradisi Islam, problem epistemologi didamaikan dengan menyertakan aspek 

transenden sebagai pemilik ilmu. lkhwan al-Safa, misalnya, menyatakan bahwa 

sumber ilmu pengetahuan itu ada tiga. Pertama, sudah tentu panca indera, akan tetapi 

pengetahuan inderawi terbatas pada objek-objek materil. Kedua, aka!, tanpa bantuan 

pancaindera akal tidak dapat berbuat banyak. Karena itu, lanjut lkhwan al-Safa, ilmu 

pengetahuan butuh sumber yang membimbing, yakni Allah.  

Karena pcmbahasan filsafati bersendikan Jogika, maka yang dimaksud dengan 

kritik epistemologis adalah pcngujian apakah teori mengandung kontradiksi tertentu 

dalam konslruknya, alau apakah dalam diri teori itu memiliki konsistensi logis atau 

tidak.
Spekulasi teori yang tidak dilandasi oleh dimensi ketuhanan hanya akan 

membawa kekeliruan fatal. Padahal menurut al-Qaradhawi, Allah memuliakan 

manusia dengan akal dan kemampuan untuk belajar dan menjadikan ilmu sebagai 

penunjang kepemimpinan manusia di bumi. Islam datang dengan anjuran agar 

manusia berpikir, melakukan analisis, dan melarang untuk sekedar ikut-ikutan atau 

taklid.   

b. Kriteria Psikopatologis 

Badri memberikan contoh sebuah adat istiadat Sudan yang non Islam. Di mana 

pada upacara-upacara perkawinan, pengantin pria mencambuki beberapa orang laki￾laki, yaitu teman-temannya, yang dengan sangat suka rela menjadi memar-memar 

tubuhnya, seolah dalam trance hipnotik. Sementara itu, para penonton wanita 

bersorak sorai memberi semangat dan menikmati peristiwa yang dipandang "normal" 

tersebut. Menyaksikan peristiwa itu, seorang psikolog Amerika penganut 

Freudian isme mungkin memandang pengantin pria atau teman-temannya yang 

dicambuki itu sebagai pengidap kelainan seksual. Pengantin pria itu akan dicap 

sebagai seorang sadistik yang mendapatkan kenikmatan erotik dengan menyakiti 

orang lain, dan yang dicambuki adalah orang-orang masokhis yang terpuasi nafsu 

• ,,.    erot\Jya. 

Kriteria psikopatologis Freud juga dibilang absurd ketika menjelaskan motivasi 

born bunuh diri dan majelis dzikir dalam tradisi muslim. Jika dikatakan itu adalah 

bentuk neurosis, namun bisa jadi Freud yang psikopatologis dalam ha! ini. Freud
dibilang tidak fair jika hanya menjelaskan konsep neurosis dengan mengambil 

sample "Baral" untuk menjelaskan "Timur". 

Dalam Asy-Syab, al-Baihaqi meriwayatkan dari Umar bin Khaththab bahwa 

Rasulullah Saw. bersabda " ... Allah berfirman, orang yang menyibukkan diri dengan 

berdzikir mengingat-Ku, maka Aku akan memberinya anugerah terbaik yang diminta 

. ,,   manusia .... 

Menurut Mubarok, motif mati syahid berbeda dengan insting mati, karena 

karakter insting mati itu agresif yang bersifat destruktif. Sementara motif mati syahid, 

walaupun sama-sama menekankan agresif tetapi tidak destruktif. la berlandasakan 

semangat mulia yang bertujuan menghancurkan kebatilan di dunia yang menginjak 

harkat martabat manusia. Akan tetapi, insting mati dalam termin Freud, semata-mata 

dilakukan dengan dasar kebencian.   Selain itu, dalam insting mati, individu menjadi 

sedih akan perbuatannya ketika orang yang dibenci meninggal dunia. Sementara 

dalam konteks mati syahid atau jihad yang ada adalah kebanggaan. 

Kemudian jika dibilang tasawuf adalah bentuk psikopatologis, Freud sulit 

menyangkal ketika tasawu f efekti f sebagai jalan terapi mengobati derita manusia. 

Seperti terapi tobat terhadap penderita penyakit psikosomatis. Uraian ini bertolak 

belakang dari pemikirari bahwa sumber psikosomatik dapat disebabkan oleh
gangguan yang sifatnya psikis atau dapat juga disebabkan oleh gangguan yang 

·r: .    st atnya organis. 

Atau do'a yang dipandang bukti ketidakpercayaandiri manusia, justru dijadikan 

Charless Shedd sebagai terapi psikologis mengatasi marah untuk meredakan 

inlensilas emotif.   Atau Freud yang serius dengan peradaban, mau mengatakan 

bahwa transaksi zakat, infak, dan sedekah dalam tradisi muslim yang dilandasi 

kecintaan sesama umat dalam membantu segi kehidupan dapat dicap paranoia atau 

delusi doktrinal agama, ketika bayangan tentang pahala dari Tuhan memotivasi para 

muzakki? Yang ada menurut Djarot Sentosa adalah pemberdayaan kecerdasan 

melalui pendekatan amaliah.  

c. Mctodc Pcnclitian Frend 

Cara dari metode asosiasi bebas Freud juga diragukan. Pertama dari sisi Freud 

sendiri yang tidak langsung mencatat ucapan-ucapan dari mulut pasien, namun hanya 

mengingatnya saja, dengan dalih akan mengganggu kosentrasi. Kedua pada ingatan 

pasien itu sendiri, kila tenlu bertanya seberapa kuatkah ingatan pasien tentang 

memori masa kecilnya. Sekalipun akan mengingat tenlu sulit untuk mengidentifikasi 

apakah yang diingat pasien benar-benar merujuk pada kejadian serupa. Padahal
menurut Sumantri, pancaindera kita bukan hanya terbatas, tapi dapat menyesatkan. 

Karena itu ini tidak hanya menjadi problem Freud an sich, tapi keilmuan secara 

menyeluruh, di mana imbuh Sumantri kekurangan-kekurangan epistemologi ilmu 

adalah ketika ingatan kurang bisa dipercaya sebagai cara untuk menemukan 

   kebenaran. 

Maka itu al-Ghazali pemah apatis kepada monopoli aka! dalam epistemologi. 

Contohnya ketika bermimpi, orang melihat hal-hal yang sepetinya kebenaran, namun 

setelah ia bangun ia sadar bahwa apa yang ia lihat benar itu temyata salah.   Dan 

keraguan ini juga sekaligus sebagai kritik kepada tafsir mimpi yang mengabaikan 

peran serta Zat Suci. Berbeda dengan lbnu Hazm yang tidak dapat menampik akan 

kekuatan di luar manusia yang membentuk mimpi, yaitu Allah.   

Pada sisi yang lain, ilmu memang dibenturkan kepada doktrin selfish sebagai 

sumber mendapatkan kesimpulan. Ini terjadi pada konsep analisis diri Freud yang 

dapat menimbulkan dualisme. Di satu sisi Freud meyakini bahwa analisis diri perlu 

bagi penelitian alarn bawah sadar. Narnun di sisi lain jika analisis diri dipakai oleh 

psikolog lain, dan hasilnya berbeda, rnana yang harus diyakini sebagai suatu 

kebenaran? Jika yang dikatakan adalah analisis dirinya Freud, bukankah itu adalah 
tindak otoritarian atas nama keilmuan? Dan yang lebih penting lagi adalah apa tolak 

ukumya? Sekiranya Freud alpa dalam merumuskan ini. 

Sutrisno Hadi menilai pengalaman-pengalaman pribadi tidak dapat berdiri 

sendiri, bmyak faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor yang sifatnya sangat 

subyektif menyebabkan pengalaman manusia mempunyai sifat-sifat terbatas. 

Pertama-tama pengalaman yang sangat pribadi tidak ada atau sedikit sekali yang 

mempunyai derajat generalisasi yang luas. Kedua, keadaan orang yang bersangkutan 

menentukan corak dan isi pengamatan dan pengalamannya. Sutrisno Hadi kemudian 

rnenilai "keunikan" pengalaman urnurnnya dapat rnembawa problem serius. 

I. Mengabaikan hal-hal yang tidak sesuai dengan pendapat pribadi. 

 . Kurang tepat atau kurang cermat dalam mengamati hal-hal yang penting 

tentang sesuatu persoalan. 

 . Menggunakan alat-alat pengukuran yang penilaiannya sangat subyektif. 

 . Kurang fakta-fakta sudah rnenarik kesimpulan. 

 . Mengambil suatu kesimpulan yang salah karena telah mempunyai 

prasangka-prasangka. 

 . Peranan faktor-faktor yang tidak disadari. Misalnya dalam apa yang 

disebut proyeksi, orang merasa mengenal orang lain, tetapi sebenarnya 

apa yang ia sangka menjadi sifat-sifat orang lain adalah sifatnya.   

Dari butir-butir di atas, benar adanya dalarn teori seksualitas Freud, sekaligus 

menjadi rurnusan penting untuk menyibak pribadi Freud yang selalu bertahan dalam 

kornitmen teorinya. Freud tidak open-minded dalam rnenerima opini lain yang 

rnernbuat koleganya menjadi tidak betah. Jangankan dengan kritik dari para pemuka 

agarna, dengan orang yang telah dianggap bak anak sendiri, seperti Jung saja, Freud 

enggan mendengarkannya. Friksi anatara Jung dengan Freud berawal kepada
malah dengan optimis melihat harapan yang mekar dengan subur karena para 

ilmuwan belajar sating mempercayai dan mencampakkkan sinisme yang lahir dari 

k I . n kesyakwasang aan antara satu sama am. 

Wacana klasik menegaskan bahwa analisis diri dapat dijadikan muara 

keyakinan, sekaligus terapi, tentunya dengan subordinasi ketuhanan dan kerendahan 

hati. Ibnu Hazm suatu waktu memakai bentuk analisis diri untuk merangkum wacana 

di atas. Dia menyebutkan pengalaman pribacli yang dialaminya sendiri untuk 

mengatasi rasa bangga cliri (ujub). Dia menyarankan dengan cara individu harus mau 

melihal aib sendiri dengan aka\ sehal, menugaskan diri sendiri unluk menghina 

kemampuannya secara total, serta memanfaatkan sikap rendah hati sehingga terbebas 

dari penyakit ujub. 

Jbnu Hazm melakukan terapi ujub dengan menggunakan Jawan ujub, yaitu 

rendah hati. Di satu sisi, dia mencari clan mengungkapkan aib sendiri, tapi di sisi lain, 

dia mengharnskan untuk menghina diri sendiri dan bersikap rendah hati yang 

merupakan kontraproduksi dengan sikap berbangga diri. Model lbnu Hazm ini 

berlawanan asas dengan teori seksualitas Freud, ketika yang terjadi pada Ibnu Hazm 

adalah sikap tidak tinggi hati untuk menggeneralisir analisis dirinya sebagai 

kebenaran mutlak.
 . Kritik Empiris 

Pada konten ilmiah, sejumlah ahli telah berhasil melaksanakan studi empirik 

yang menyangkal kebenaran teori Sigmund Freud. Branizlav Malinowski (!    ), 

misalnya, tidak memperoleh bukti kuat atas konflik Oedipus di antara penduduk 

pulau Torbiand. Prothro (l   ) dalam studinya terhadap praktik-praktik pendidikan 

anak di Libanon memperoleh bukti bahwa karakter anal sesungguhnya tidak 

berkaitan dengan toilet training. Dan Vicktor Frank! (   ) lewat serangkaian 

pcnditiannya mcncapai Litik garansi bahwa tak ada hubungan antam citra ayah positif 

clengan keyakinan beragama seseorang dan sikapnya terhadap Tuhan.  

Baddock menje!askan wa!aupun tahap oral-anal-phalik bersifat universal, ketiga 

tahapan tersebut tidak memiliki arti universal pada masyarakat yang sama dalam 

semua elemen masyarakat. Penelitian yang diadakan Geza Roheim, seperti disitir 

olehnya, memperlihatkan dengan jelas bahwa periode oral, tidak mempunyai arti 

yang sama bagi masyarakat peramu aborigin Australia, seperti juga masyarakat petani 

Melanesia. Dan dalam contoh lain. periode anal-sadistik hampir tidak ada dengan 

akibat tidak ad an ya percersi sado-masokistik atau bawaan dalam orang dewasa.   

Bahkan suatu kali yang terjadi adalah keba!ikan dari skema anak cinta ibu 

dalam komp!eks Oedipus seperti yang ditemukan al-Jamal da!am suatu tes kejiwaan. 

Selama ini kita kenal bahwa kompleks tak lazim ini berpusat kepada aktivitas erotik 

sang anak tcrhadnp ibu atau ayahnya. Namun kita tak dapat mengelak ketika yang
tejadi adalah tak jarang seorang ibu yang sangat mencintai anaknya, hingga 

keduanya mengalami problem-problem psikologis.   

Frankl juga melalukan eksperimen yang kernudian rnenjadi penguat atas teori 

logoterapi miliknya. Menurul Frankl, Freud pemah rnenyatakan bahwa di bawah 

situasi kekurangan objek pemuas naluri atau kebutuhan akan makanan, perbedaaan 

individual pasti tidak ada, dan individu-individu akan rnenampilkan ekspresi yang 

sama, sebuah ekspresi yang tak terpuaskan insting egonya. Namun di dalam kamp 

konsentrasi yang pernah dihuninya, Frankl menyaksikan fenomena yang berlawanan 

dengan yang diperkirakan Freud. Yakni di bawah situasi serba kekurangan di dalam 

konsentrasi itu sebagian tawanan, mengalami kemunduruan, sedangkan sebagian 

tawanan lainnya menunjukkan kesalehan.   Dengan cara membantu sesama tahanan, 

membagi jatah makanan yang serba minim kepada mereka yang lebih kelaparan, 

merawat orang-orang yang sakit, dan memberikan penghiburan kepada rnereka yang 

rutus asa, scr!a mengantar dcngan doa tulus bagi orang-orang yang tidak berdaya 

enanti ajal.   

Frankl akhimya memberi bukti empirik teorinya mengenai hasrat untuk hidup 

bermakna sebagai motivasi asasi dalam kehidupan manusia. Dalam kamp konsentrasi 

NAZI yang penuh dengan penderitaan hidup itu, Frankl menyaksikan segerombolan 

tahanan Yahudi, baik lelaki, perempuan, anak-anak, clan orang lanjut usia, berjalan
bersama-sama mengalunkan lagu-lagu pujian kepada Tuhan berbaris bergandengan 

tangan dengan tabah menuju kamar gas beracun menyongsong kematian.   

Fenomena yang sama ditemukan oleh Robert Lifton di kamp tahanan perang 

Korea, di mana sejumlah serdadu Amerika yang menjadi tawanan menunjukkan 

perilaku primitif, sementara sejumlah lainnya menunjukkan perilaku altruistik.   

Tragedi Born Nagasaki tahun     yang terjadi di Jepang juga menguatkan 

kerancuan empirik Freud. Dalam sebuah kisah yang menceritakan dengan jelas 

tragedi itu. Seorang dokter, Takashi Nagai, terlempar ke udara dan terkubur di bawah 

tanah hidup-hiclup akibat reruntuhan bangunan. Entah bagaimana akhimya ia berhasil 

keluar. Dan dengan badan terjangkiti racun radiasi, ia mengumpulkan tulang-belulang 

istrinya untuk dibawa ke tempat pengasingan. Setelah itu, melihat kondisi carut-marut 

di sekeliling dan kulit-kulit yang melepuh akibat radiasi, Dr. Nagai menjadi pionir 

untuk memhantu korban-korban radiasi. Yang perlu diperhatikan adalah Dr Nagai 

clan rekan seakan-akan tidak memperdulikan bagaimana kondisi tubuhnya yang mulai 

terserang radiasi dahsyat hingga akhirnya mereka harus menyerah dengan ajal yang 

.    menJemput. 

Zainal Abidin dalam disertasinya sepeti dikutip Wirawan Sarwono tidak 

menemui adanya kaitan insting mati dengan penghakiman masa yang kerap tejadi di 

Indonesia. la telah meneliti sejumlah pelaku penghakiman massa di daerah 

Tangerang, clan menemukan bahwa prasangka merupakan salah satu penyebab dari
kita mengukurnya di ruang angkasa, kita pasti harus memperhitungkan kecepatan 

rotasi bumi, selain kecepatan kelereng dan laju kereta, dan seterusnya.  

Selanjutnya ketika disinggung Turrnudhi dalam suatu jurnal, Myrdal 

menyangkal keras bahwa anggapan ilmu tidak memberikan penilaian, tapi hanya mau 

mengemukakan fakta secara objektif seperti yang disimpulkan dari suatu kumpulan 

data dan fakta empiris. Dalam semua usaha ilmiah tidak bisa dihindarkan adanya 

unsur apriori. Karenanya unsur-unsur apriori yang berupa asumsi-asumsi dasar, 

faham-faham ideologis yang mendasari teori hendaknya jangan disembunyikan, 

melainkan harus dirumuskan dengan jelas agar dapat secara tebuka didiskusikan.   

a. Kontroversi Agama 

Pengaruh rasionalismc nbad pcnccrahan dan naturalisme, mcndorong !'reud 

mencari pcnjelasan ilmiah berkenaan dcngan munculnya agama dan konsep Tuhan 

yang ada pada diri manusia. Pandangan Freud bahwa agama akan dicampakkan 

manusia modern dibantah keras oleh Mulyadi Kartanegara, karena pada kenyatannya 

manusia modern sekarang ini justru semakin membutuhkan agama dan spirilualitas.   

Gagasan Sigmund !'reud mengenai agama menimbulkan tanda tanya besar, di 

salu sisi !'reud mengakui akan keberadaan pengalaman keagamaan, tetapi selanjutnya 

gagasan itu dirumuskan olehnya sekedar untuk mengasingkan agama dalam ruang 

kosong psikologis manusia. Sekalipun banyak psikiatri yang merespon positif gagasan rasa bersalah,   

beberapa psikiatri sebaliknya menolak dan menjauhi ilusi itu. Jung, misalnya, 

mengalami benturan pemikiran ketika konteks ilusi agama Freud dikaitkan kepada 

ibadah agama dengan gangguan OCD. Jung akhirnya lebih memilih jalan otonom 

dengan berhasil menyusun buku psikologi agama yang semula berjudul "Terry 

Lectures", yang di mana ia mengemukakan konsepsi perasaan beragama sebagai 

penyebab adanya rasa ketergantungan.   

Turmudhi memandang konsep agama Freud tidak lain terbentuk karena ia 

seorang ateis. la kemudian mengaitkannya dengan mengatakan jika manusia bagai 

binat~ng yang hanya mempunyai eros dan thanatos, maka adalah mustahil meminta 

pertanggungjawaban manusia kepada Sang Pencipta.   

Di lain pihak, kaum Sufi sangat tersinggung ketika Freud menganggap mereka 

adalah orang-orang neurosis, hanya karena telah menekan seksualitas ke alam bawah 

sadar semata-mata karena ketertundukan pada Tuhan. Padahal seperti dikatakan an￾Najar, memang seorang sufi menekan secara ekstrem fisik dan jiwanya dengan 

tekanan yang melebihi kadar kemampuan dan kekuatannya sehingga menyebabkan 

kelemahan jiwa dan saraf. Namun kepercayaan kepada Allah yang tidak pernah
membebani suatu jiwa melainkan sesuai kemampuannya, telah meredam kecurigaan 

itu.   

Paul Vitz (   ) seperti dikutip seorang penulis dari Bandung mengungkapkan 

bahwa penolakan terhadap Tuhan dan agama sering terjadi bukan karena hasil 

renungan dan penelitian yang sadar. Kita tidak percaya kepada agama bukan karena 

secara ilmiah, mclainkan menemukan agama itu hanya sekumpulan takhayul dan 

menolak agama bukan karena alasan rasional, melainkan faktor psikologis yang tidak 

manusia sadari. Nietszhe menolak Tuhan, seperti diakuinya, bukan karena 

"pemikiran", melainkan karena "naluri". Hal yang mencengangkan adalah karena 

pada kenyataannya ilusi agama Freud secara mentah-mentah mengambil dari 

Feurbach. " ... Teori ini tidak punya dasar dalam psikoanalisis ... " ucap seorang penulis. 

Dan kemudian ia mengatakan bahwasanya Freud hanya sekedar mengemukakan opini 

pribadinya akan ilusi kesia-kesiaan agama. Freud sendiri memang mengakuinya 

dalam surat yang dikirim kepada kawannya, Oskar Pfister: 

·'Marilah kita berterns terang dalam hal ini bahwa pandanganku yang 

diungkapkan dalam bukuku, The Future !{ an Illusion, bukanlah ba~ian dari 

teori analitis. Semua gagasan di sana hanyalah pandangan pribadiku."

Storr juga menangkap kesan ambivalensi dalam jejak-jejak agama primitifyang 

tetuang lewat karya Totem dan Tabu. lni tidak lain diutarakan karena pernyataan 

Freud sendiri yang rnenganggap jika totem dan tabu sekedar dibuat "iseng-iseng" dan 

Freud berharap orang-orang jangan terlalu mengambil pusing dalarn buku yang 

ditulis ketika gerimis melanda itu.   

Ketika Freud mencoba meletakkan agama sekedar sebagai sejarah masa depan 

dan sebagai alat-alat penyaluran insting agresi, Lynn Wilcox, seorang mursyid sufi 

dan profesor psikologi, mengkritisi pandangan negatif agama seperti itu, dan seakan 

Wilcox menggetak Civilization and Discon/ens' Freud, karena beliau menganggap 

cerita dalam kitab-kitab suci memiliki makna lebih dari sekadar sejarah dan 

peperangan. Baginya, setiap cerita memiliki makna pribadi, yang hams diternukan di 

dalam hati melalui pengungkapan. Kitab-kitab suci tersebut rnerupakan isi cerita 

tentang kehidupan kita sendiri. Seperti dikatakannya di bawah ini: 

"Cobalah kita baca kitab-kitab suci seolah-olah kita adalah satu-satunya 

manusia yang hidup di bumi, dan buku itu diberikan kepada kita sebagai 

panduan. Bacalah, seolah isinya adalah cerita tentang kehidupan batin kita￾konflik-konflik batin, penemuan-penemuan batin, dan pejalanan batin kita 

sendiri. Misalnya, kita sernua harus dituntun keluar dari perbudakan menuju 

Tanah yang Dijanjikan. Seperti dengan semua aspek agama, orang-orang telah 

menafsirkan kitab suci dengan cara-cara yang menguntungkan mereka pribadi 

atau sebagai anggola sebuah kelompok. Penafsiran-penafsiran yang egois ini 

tidak boleh diterima. Hal ini rnudah dilihat dalam beberapa aspek, seperti 

banyaknya perang yang discbut perang agama itu sebenamya tak lain adalah 

tcntang perebutan kekuasaan. Dalarn aspek-aspek lainnya perbedaan 

kepentingan agak lebih licik dan tidak terlalu kasat mata."  
Tuhan berarti menajuhkan diri sendiri dari sumber diri itu sendiri. 

Al-Qur'an merangkumnya dalam surat al-Hasyr/  :  . 

 . Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu 

Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah orang￾orang yang fasik."    

Pada tahun    , Alexander I. Solzhenitsyn, pemenang hadiah Nobel tahun 

    untuk bidang literatur, memberikan pidato di London di mana ia berusaha 

mcnjelaskan cngapa hanyak sckali malapctaka bumk yang telah menimpa 

rakyatnya: 

"Lebih dari setengah abad yang lalu, ketika saya masih kecil, saya teringat 

saat mendengarkan sejumlah orang-orang tua memberikan penjelasan berikut 

ini atas bencana dahsyat yang menimpa Rusia: "Manusia telah rnelupakan 

Tuhan; itulah mengapa sernua ini terjadi. Sejak saat itu saya rnenghabiskan 

hampir    tahun untuk enulis tentang sejarah revolusi karni; dalarn proses 

tersebut saya telah rnernbaca ratusan buku, rnengurnpukan ratusan kesaksian 

dari orang-orang, dan telah rnenyumbangkan delapan jilid karya saya dalarn 

upaya membersihkan puing-puing reiuntuhan yang tertinggal akibat petaka 

tersebut. Tapi, jika sekarang saya di rninta untuk rnengatakan seringkas 

mungkin penyebab utama revolusi yang menghancurkan tersebut, yang menelan 

sekitar    juta rakyat kami, saya tidak rnarnpu rnengungkapkannya dengan lebih 

tepat kecuali rncngulang perkataan: "Manusia telah rnelupakan Tuhan; itulah . . . d" "   mengapa sernua mrlerJ
Sc\anjutnya. fokta risct dipcrlukan untuk mcrcdusir kecenderungan debat 

subjektif dalam meretas stereotipe negatif keberagamaan manusia. Bergin seperti 

dikutip Rahmat, melakukan metanalisis pada hasil-hasil penelitian tentang agarna dan 

kesehatan mental. la rnenyimpulkan bahwa jika religusitas dikorelasikan dengan 

ukuran kesehatan mental, dari    efek yang ditemukan, hanya   orang atau    % 

menunjukan hubungan negatif antara agama dan kesehatan mental. Sebanyak    % 

rnenunjukkan hubungan yang positif, dan    % hubungan zero. Jadi   % dari hasil 

penelitian bertentangan dengan teori negatif agama.

   

Cinta adalah bahasa fitrah manusia. Namun apa jadinya jika kesucian cinta 

dipasrahkan kepada libido yang mengikat kepada kotoran yang berat? lbnu Qayyim 

al-Jauziyah rnenyatakan bahwa spiritualitas yang ditekan oleh cinta hanya 

rnemperosok manusia jauh ke jurang yang lebih dalam. Oleh karenanya cinta dan 

syirik adalah dua ha! yang inheren. Al-Jauzi kemudian teringat bahwa Allah SWT. 

mengisahkan cinta orang-orang musyrik pada kaum Nabi Luth, dan permaisuri Mesir 

yang ketika itu rnasih berstatus rnusyrik. Semakin besar kesyirikan seseorang, maka 

ia diuji dengan cinta garnbar-gambar dan sebaliknya semakin kuat tauhid seseorang, 

rnaka ia dipalingkan dari kenistaan kelam tersebut. Selanjutnya al-Jauzi menyatakan 

bahwa zina dan homoseksual akan mengeliminir hati manusia, walaupun orang itu 

pada dasamya baik-baik saja.    

Mujib menyayangkan jika Freud hanya membelit ekslusif cinta dalam koridor 

birahi. Dalam psikokogi lslami, seperti dikatakan Mujib, cinta merupakan aktivitas
kalbu manusia yang naturnya cenderung kepada rohani (suci, baik, dan positif). Cinta 

merupakan manifostasi dari sifat Al-Rahman, Al-Rahim, Al-Wadud Allah SWT.!   

Jika skema kalbu menjadi kuat dan energi nafsu melemah, cinta yang seksis itu 

bcrubah menjadi cinta ilahiah, satu cinta universal dan tidak banyak menuntut karena 

disinari oleh ruh ketuhanan. Aktualisasinya adalah pesaudaraan (ukhuwah), saling 

menyayangi (rarahum), saling to long menolong (ta 'awun), saling toleransi 

(lasamuh), saling menanggung (takajil), yang semuanya didorong oleh perintah 

illahi.    

Di lain pihak, Deepak Chopra dalam The Path To Love seperti disitir Gede 

Pramana, men ye but bahwa jatuh cinta malah sebagai sebuah kejadian spiritual bukan 

insting hidup. Cinta tidak semata-mata bertemunya dua hati yang cocok kemudian 

menghasilkan jantung yang berdebar-debar. la adalah tanda-tanda hadirnya sebuah 

kekuatan yang dahsyat. Persoalannya kemudian, untuk apa kekuatan dahsyat tadi 

dilakukan?   

Gede Pramana sctuju dengan Decpak Chopra yang mcnyebul bahwa jatuh cinta 

adalah scbuah kcjadian spiritual. Dari sinilah sang kchidupan kcmudian menarik kita
tinggi-tinggi ke rangkaian realita yang oleh pikiran biasa disebut luar biasa. Di bagian 

lain bukunya, Chopra menulis, " ... merging with another person is an illusion, 

merging with the Self is the supreme reality ... " Bergabung dengan orang lain 

hanyalah sebuah ilusi, tapi bergabung dengan sang Diri yang sejati, itulah sebuah 

real ita yang tvl aha lJtana