Rabu, 10 Januari 2024

NDE




Kajian Tentang Near Death Experience (NDE)
Kata mati suri merupakan istilah yang biasa dipakai di masyarakat untuk 
merujuk pada kejadian dimana terdapat orang yang telah meninggal dunia, kemudian 
beberapa saat atau mungkin beberapa dari kemudian hidup kembali. Artinya, bahwa 
sebenarnya orang tersebut tidak benar-benar meninggal dunia, tapi hanya mengalami 
kejadian seperti orang yang meninggal. Meskipun istilah itu masih mengundang pro 
kontra, namun istilah mati suri sudah terbiasa digunakan oleh masyarakat umum.
Dalam ilmu psikologi, pengalaman yang disebut mati suri itu dikenal dengan 
istilah Near Death Experience (NDE ). Istilah ini dikenalkan pertama kali oleh 
seorang dokter bernama Raymond Moody pada tahun 1975 lewat bukunya yang 
sangat fenomenal yaitu Life After Life. 16 tahun sebelum diterbitkannya buku itu, 
sebenarnya Ian Stevensen yang pada saat itu menjabat sebagai ketua Departemen 
psikiatri di Universitas Virginia telah mempublikasinkan tulisannya yang 
menggambarkan fenomena tersebut meskipun belum memakai istilah NDE. Pada 
artikel itu, Stevensen menuliskan laporan dari seorang pendeta yang bisa 
menceritakan percakapan secara detail para tenaga medis yang melakukan operasi, 
padahal pada saat itu pendeta itu berada dalam keadaan bius penuh (general 
anesthesia). Stevensen juga memberikan catatan bahwa pada saat itu persepsi 
ekstransiri sang pendeta mengalami peningkatan (Greyson, 2008).
Bahkan, jauh dari era modern ini, sebenarnya fenomena tentang mati suri ini 
telah dibicarakan sejak zaman Plato, dimana diceritakan bahwa ada seorang prajurit 
yang bernama Er yang hidup kembali dari kematiannya (Baely Dan Yates, 1996). Hal 
ini menunjukan bahwa tema-tema tentang pengalaman dekat dengan kematian ini 
sebenarnya tema abadi sepanjang zaman dan bukan hanya tema yang dimonopoli oleh para ilmuwan masa kini, meskipun sekali lagi mesti diakui bahwa sistematisasi 
pengetahuannya baru muncul di abad 20.
Para tokoh yang dianggap sebagai perintis dan berjasa mempublikasikan mati 
suri atau NDE ini selain Ian Stevenso dan Raymon Moody adalah diantaranya, 
Kubler Ross dan George Rittche. Kemudian beberapa tahun kemudian disusul dengan 
penelitian-penelitian dan publikasi yang dilakukan oleh Kenneth Ring, Michael 
Sabom, Bruce Greyson, Nancy Evan Bush, serta Rawlings. Bahkan ada beberapa 
ilmuwan yang mempublikasikan pengalaman pribadi lewat buku-buku mereka, 
diantaranya adalah Betty J. Eady, Dannion Brinkley, Fenimore dan Artwarter, dimana 
yang disebutkan terakhir ini merupakan penulis yang sangat produktif (Soeboer, 
2005, h.203). 
Karena semakin meluasnya minat terhadap tema seputar NDE serta demi 
memenuhi kebutuhan akademis para peneliti yang concern dengan tema ini, maka 
pada tahun 1981 didirikan sebuah Asosiasi mati suri pertama kali, yaitu IAINDS (The 
International Association for Near Death Studies). Asosiasi ini melakukan penelitian￾penelitian di berbagai tempat dan negara, mempublikasikannya secara berkala, Saling 
berbagi pengalaman dan saling memberikan dukungan kepada mereka yang pernah 
mengalami mati suri. Sehingga pada saat ini keanggotaan IANDS bervariasi mewakili 
hampir setiap benua termasuk Antartika (www.iands.org).
II.2 Tinjauan Teoritis Tentang NDE
Near death experience (NDE) merupakan pengalaman seseorang yang 
diasosiasikan dengan kematian yang akan segera menghampirinya, mencakup 
sensasi-sensasi yang mungkin bisa berjumlah banyak seperti keluar dari tubuh, 
mengapung diudara, perasaan yang ekstrem, ketenangan, kedamaian dan kehangatan 
yang total, pengalaman keterputusan yang mutlak, dan kehadiran cahaya. Biasanya 
pengalaman-pengalaman ini terjadi pada kondisi setelah seseorang dinyatakan mati 
secara klinis atau sangat dekat dengan kematian, akan tetapi kemudian dia sadar atau 
hidup kembali.
Secara lebih spesifik, Long (1998) mendefinisikan near death 
experience (NDE) sebagai sebuah pengalaman yang benar-benar hidup yang 
berasosiasi dengan kesadaran subyek bahwa dirinya keluar dari tubuh fisiknya pada 
saat dirinya terancam oleh kematian yang akan menghampirinya. Ancaman tersebut 
bisa berupa fisiologis maupun psikologis. Sedangkan Lommel et. all (2001) memberi 
pengertian bahwa NDE merupakan ingatan akan keseluruhan kesan selama keadaan 
kesadaran khusus yang mencakup elemen-elemen yang spesifik seperti; pengalaman 
keluar dari tubuh, perasaan yang menyenangkan, melihat sebuah terowongan, 
bertemu dengan anggota keluarga yang telah meninggal atau mengalami tinjauan 
ulang atas kehidupannya, baik sebagian maupun seluruhnya.
II.2.1 Kriteria Mati Suri
Salah seorang ilmuwan yang merumuskan kriteria mati suri adalah 
Atwater (Ilmuwan asal Idaho, Amerika). Dia juga termasuk orang yang 
pernah mengalami mati suri. Kriteria yang dirumuskan didasarkan atas 
penelitiannya terhadap lebih dari tiga ribu orang diseluruh dunia. Menurutnya, 
seseorang dapat dianggap mengalami mati suri apabila memenuhi kriteria 
sebagai berikut:
a. Konteks. Subjek harus memenuhi salah satu kriteria berikut ini:
1. Tanda-tanda yang menunjukan bahwa ia sedang sakit berat, terluka, 
mengalami bentuk-bentuk krisis fisiologi (seperti pembiusan total saat 
operasi) atau kecelakaan.
2. Harapan atau perasaan subjek atas kematian yang sebentar lagi 
dialaminya
b. Isi. Kesadaran yang intens (terus menerus), rasa, atau pengalaman 
mengenal „dunia lain‟, apakah menyenangkan, mengerikan, aneh atau 
estetik (indah). Episode ini dapat berlangsung singkat dan terdiri atas satu 
atau dua elemen. Namun, dapat juga berlangsung panjang dan terdiri atas 
banyak elemen.
c. Ciri khas. terdapat beberapa ciri mari suri, antara lain:
 Keadaan mati suri dapat terjadi pada siapa saja dan usia berapapun. 
ingatan tersebut tetap hidup dan saling bertautan sepanjang kehidupan
 Episode pada anak biasanya berlangsung singkat dan meliputi 
beberapa elemen.
 Pola efek psikologis (kejiwaan) dan fisiologis (bentuk fisik), 
tampaknya lebih tergantung pada banyaknya pengalaman 
dibandingkan dengan gambaran tertentu atau panjangnya paparan 
terhadap kegelapan atau cahaya.
 Sikap dan perasaan orang lain yang dianggap penting oleh subjek 
memberikan pengaruh yang bermakna terhadap kesiapan subjek untuk 
menyatukan pengalaman mati suri dalam kehidupan subjek.
II.2.2 Bagian-bagian Mati Suri
Berbagai penelitian tentang mati suri yang dilakukan, biasanya 
menghasilkan serangkaian bentuk episodemati suri yang dialami subjek￾subjeknya. Moody (peneliti asal Virginia, AS) menyimpulkan bahwa ada 
sembilan episode yang dialami orang yang mengalami mati suri, antara lain:
1. Mendengar berita, subjek mendengar orang lain yang menyampaikan 
berita, membicarakan, atau mengumumkan „kematianya‟.
2. Merasakan kedamaian dan ketenangan, subjek biasanya mengalami suatu 
bentuk perasaan yang mengejutkan, berkaitan dengan rasa tenang, lega, 
terbebas, dan damai.
3. Suara bising, subjek biasanya mendengar suara-suara bising seperti 
mendengung, bunyi gemuruh atau raungan, suara letusan atau benturan, 
dan siulan atau musik yang indah.
4. Terowongan gelap, seringkali para subjek didorong untuk memasuki 
sebuah ruangan gelap seperti terowongan, sumur, cerobong, lembah, atau 
lingkaran
5. Pengalaman keluar tubuh (Out of Body Experience), banyak diantara 
subjek yang merasa naik ke atas badannya sendiri dan dapat melihat ke 
bawah atau kebadannya. lalu, dapat juga mendengar percakapan orang 
disekitarnya atau pergi ke tempat lain.
6. bertemu orang lain, subjek bertemu dengan orang-orang yang sudah mati 
terlebih dahulu dimana mereka akan membantu subjek untuk menjalani 
proses perpindahan dari alamhidup kealam mati atau mungkin mengirim 
subjek kembali kekehidupannya.
7. Makhluk cahaya, salah satu fenomena mati suri terpenting adalah bertemu 
dengan sosok cahaya yang dipahami oleh subjek sebagai sosok yang 
penuh cinta, menerima apa adanya, perhatian, tidak menghakimi, dan 
seringkali dianggap sebagai makhluk malaikat atau Tuhan.
8. Tinjauan ulang kehidupan. subjek merasa melihat kehidupan masa lalu, 
baik dirinya, orang lain, atau satu kejadian masa lampau.
9. Batas, subjek sampai pada suatu batas seperti pintu, pagar, sungai, atau 
palang pintu yang diyakini jika batas tersebut dilewati maka subjek tidak 
diijinkan untuk kembali kekehidupannya. dengan kata lain meninggal.
Penelitian lain yang mencoba menyimpulkan episode-episode mati suri ini 
yaitu Kenneth Ring (ahli psikologi dari Universitas Connecticut). Ring 
membuat suatu indek yang disebut Weighted Core Experiences Index. Indeks 
tersebut disusun berdasarkan seratus dua kasus dan dimaksudkan untuk 
mengetahui elemen-elemen ini mati suri. Ring menyimpulkan terdapat lima 
episode yang dialami selama mati suri, antara lain:
1. Damai, episode ini paling sering dialami oleh subjek (60%). Perasaan 
yang muncul adalah damai, tenang dan menyenangkan
2. Pemisahan tubuh, sebuah sensasi mengambang, terkadang meliputi juga 
pengalaman keluar tubuh, melihat tubuhnya dari atas dan berkelana ke 
berbagai tempat. Episode ini dialami oleh 37% subjek.
3. Memasuki kegelapan, subjek masuk ke suatu ruang gelap, mengambang 
disuatu kenyataan yang tidak berdimensi, dan bergerak melewati suatu 
yang seperti terowongan tersebut. Hal ini dialami oleh 23% subjek.
4. Melihat cahaya, sebanyak 16% subjek mengaku melihat cahaya yang 
terasa sangat nyaman, bersinar dengan sangat indah, atau mungkin juga 
subjek diliputi cahaya.
5. Memasuki cahaya, menurut Ring, hal ini merupakan pengalaman inti dari 
mati suri. Subjek melihat pemandangan surga, bertemu dengan 
kerabatnya, mendengar music, dan merasakan kehadiran sosok spiritual 
seperti malaikat. Episode ini dialami oleh 10% subjek.
Berbeda dengan peneliti sebelumnya, Artwater (terapis asal Idaho, 
Amerika Serikat) mencoba membuat suatu pola umum yang didapatnya dari 
wawancara dengan lebih dari 3000 kasus mati suri di berbagai Negara (China, 
Norwegia, Israel, Brasil dan Zaire). 
1. Sensasi mengabang keluar tubuh, seringkali dialami oleh pengalaman 
keluar tubuh. Dimana, ada perasaan melayang, melihat ke bawah, dan 
dapat mendengar dengan detail dan akurat percakapan orang disekitarnya.
2. Melewati terowongan gelap, lubang hitam, atau memasuki suatu 
kegelapan; biasanya, diikuti dengan perasaan atau sensasi pergerakan atau 
percepatan. Dapat juga merasakan atau mendengar angina tau suara yang 
menderu.
3. Bergerak memasuki cahaya diujung kegelapan; yakni suatu cahaya 
cemerlang yang penuh cinta dan kehangatan. Dapat juga disertai dengan 
melihat orang, hewan, pepohonan yang subur, bahkan kota di dalam 
cahaya tersebut .
4. Disambut oleh suara, orang, atau sosok yang penuh kehangatan; dapat 
merupakan sesuatu yang asing, orangg-orang yang dicintai, atau sosok 
religious. Subjek juga dapat bercakap-cakap dengan mereka dan 
mendapatkan informasi atau pesan.
5. Melihat tinjauan ulang kehidupan yang dilewati; kehidupan sejak bayi 
sampai mati atau bergerak mundur dari mati sampai bayi. Subjek 
berkesempatan untuk mempelajari hal-hal yang selama hidupnya belum 
dilakukan atau yang tidak seharusnya dilakukan.
6. Merasakan perbedaan ruang dan waktu; merasa bahwa subjek berada 
disuatu tempat yang tidak memiliki ruang dan waktu.
7. Keengganan untuk kemvbali ke bumi; subjek biasanya akan diberitahu 
tentang pekerjaan di bumi yang belum selesai atau ada misi yang belum 
terselesaikan sehingga subjek harus kembali ke bumi.
8. Kecewa saat kembali kebadan; suatu perasaan segan dan tertekan ketika 
harus kembali kejasad fisiknya. Dapat juga persaan tidak senang, bahkan 
marah atau menangis saat menghadapi kenyataan bahwa dirinya harus 
kembali ke badannya.
Menurut studi yang dilakukan oleh Noyes Dan Slymne pada tahun 1978-
1979, NDE bisa diklasifikasikan ke dalam 3 konstelasi kesadaran jika dilihat 
dari tipe kejadiannya, yaitu;
1. Tipe mistik; perasaan harmoni, mengalami pengihatan serta merasakan 
pemahaman yang luar biasa
2. Tipe depersonalisasi; hilangnya emosi, terpisahnya dari badan fisik serta 
perubahan perasaan terhadap waktu
3. Tipe hiperalert; merujuk pada peningkatan atau loncatan pemikiran (jiwa) 
yang sangat tajam atau ekstrim (Filippo, 2007).
Selanjutnya, dilihat dari segi kelompok orang yang mengalami NDE, 
Sabom (1977) juga membagi NDE ke dalam 3 kelompok, yaitu;
1. Kelompok Autoscopic, yaitu orang-orang yang merasakan meninggalkan 
tubuh mereka
2. Kelompok transendental, yaitu orang-orang yang merasa masuk ke dalam 
alam spiritual
3. Kelompok gabungan, yaitu orang yang mengalami NDE tipe autoscopic 
dan Dan juga mengalami NDE tipe transendental (Filippo, 2007).
Dari studi yang dilakukan oleh Atwater tahun 1994, maka pengalaman 
mati suri atau NDE ini dapat diklasifikasikan ke dalam 4 tipe dimana 
pengelompokan pengalaman ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik individu 
yang bersangkutan (Soeboer, 2005). 4 tipe itu adalah;
1. Pengalaman Awal
Pengalaman mati suri yang digolongkan pada tipe awal ini adalah 
mereka yang merasakan dirinya keluar dari tubuh, adanya sesuatu yang 
menyenangkan, atau suara yang bersahabat. Meskipun pengalamannya 
tidak saling berhubungan dan seringkali episodenya tidak lengkap, akan 
tetapi apa yang dirasakannya mempunyai pengaruh besar kepada 
perubahan dirinya. Misalnya apa yang telah diceritakan oleh Ernest 
Hemingway, seorang novelis yang terluka oleh pecahan peluru pada saat 
perang dunia I tahun 1918;
“Saya mati, Saya merasakan jiwa saya atau sesuatu yang berasal 
dari tubuh saya keluar, seperti Anda menarik saputangan sutra dari 
salah satu susdut kantong. Ia melayang-layang dan masuk kembali ke 
dalam tubuh, dan saya hidup kembali (Atwater, 1996 dalam Soeboer, 
2005).
Pada rentang kehidupan selanjutnya, Hemingway sangat tersentuh 
dengan pengalamannya tersebut dan orang lain melihat perubahan yang 
besar pada karakternya.
2. Pengalaman yang menyenangkan
Pada tipe ini, orang yang mengalami NDE merasa bertemu dengan 
keluarga yang dicintainya yang telah meninggal, atau „bertemu‟ dengan 
figur-figur religius misalnya Tuhan, para nabi atau dewa atau para wali 
dan sebagainya, atau bertemu dengan makhluk-makhluk surgawi yang 
memberikan peneguhan bahwa hidup ini damai dan berharga, atau adanya 
dialog atau suara-suara yang memberikan semangat dan peneguhan 
tentang kehidupan.
Dalam perjumpaannya dengan dengan figure atau makhluk surgawi, 
atau bahkan Tuhan, subyek merasakan kasih sayang yang luar biasa dan 
tanpa syarat, sebagaimana yang diungkapkan oleh George Ritchie;
“Suatu kasih yang mengagumkan. Kasih di luar daya khayalku. 
KAsih ini tahu setiap hal yang tidak baik tentang diriku –pertengkaran￾pertengkaran dengan ibu tiriku, darah panasku, pikiran-pikiran seksual 
yang tak pernah bias kukendalikan, semua tindkaan yang jelek, serta sifat 
hanya mementingkan diriku sejak aku lahir. Namun Ia menerima dan 
mengasihiku”(Ritchie, 1999 dalam Soeboer, 2005).
Setelah merasakan sperti itu, bisa jadi seseorang akan merasakan tekanan 
atau dorongan yang luar biasa untuk menyampaikan kasih yang dirasakannya 
dan mempunyai misi yang kuat untuk menyebarkan kasih dalam rentang 
kehidupannya.
3. Pengalaman yang menakutkan
Pada tipe ini, pengalaman subyek didominasi oleh perasaan sedih, 
perasaan yang secara emosional menyakitkan seperti rasa takut, teror, horor, 
kesepian, terisolasi dan rasa bersalah (Holden dkk, 2003). Yang termasuk 
pengalaman tipe ini adalah pengalaman yang mengerikan(terrifying), seperti 
pengalaman keluar dari tubuh dengan gerakan yang sangat cepat menuju 
sebuah terowongan yang gelap sehingga seseorang merasakan kengerian yang 
luar biasa. Demikian pula termasuk tipe ini adalah pengalaman yang 
berhubungan dengan gambaran mengenai neraka, misalnya ; pemandangan 
yang jelek sekali, munculnya makhluk-makhluk jahat, suara-suara yang 
sangat keras dan mengganggu, suara jeritan Dan berbagai penyiksaan.
4. Pengalaman Transenden
VPengalaman mati suri yang termasuk pada ketegori ini subyek paparan 
dimensi lain atau melihat penampakan yang melampaui kerangka berpikirnya, 
termasuk didalamnya juga pengalaman menerima ilham atau „wahyu‟ 
mengenai sebuah kebenaran. Pengalaman transenden jarang memuat 
kandungan personal. Dan biasanya, subyek yang mengalaminya adalah orang￾orang yang secara kejiwaan siap menerima kebenaran tersebut. Dalam bahasa 
Ring dan Valerino (1998), pengalaman ini disebut sebagai perjalanan menuju 
Sang Sumber Utama. Pengalaman ini beragam bentuknya, misalnya; 
seseorang merasa mulai dari menaiki sebuah cahaya sepanjang alam semesta, 
melihat proses penciptaan, atau menjadi saksi awal dan akhir sejarah.
II.2.3 Tipe - Tipe Mati Suri
a. Tipe Kognitif
Tipe ini berkaitan dengan proses pikir, seperti perubahan waktu, 
tinjauan ulang kehidupan, dan pemahaman yang tiba-tiba
b. Tipe Afektif
Mati suri tipe ini meliputi perasaan damai, kesenangan, ketiadaan 
rasa sakit,penyatuan dengan alam, dan pertemuan dengan sosok 
cahaya.
c. Tipe Paranormal
Berkaitan dengan perjalanan pengalaman keluar tubuh, visi masa 
depan, persepsi ekstrasensori (diluar indera), dan peningkatan 
kepekaan indera fisik.
d. Tipe trasedental
Tipe ini meliputi pengalaman bertemu dengan sosok mistik 
religious, sepertinabi, Tuhan dan malaikat. Dapat juga berupa 
perjalanan ke tempat-tempat diluar bumi, mendapat visi dari tokoh 
agama yang sudah meninggal, dan penegasan untuk tidak kembali.
II.2.4 Dampak Mati Suri
Pengalaman mati suri menimbulkan dampak yang berarti pada mereka 
yang mengalaminya, diantaranya:
a. Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis yang terjadi pada seseorang yang mengalami 
mati suri meliputi penerimaan diri, peduli pada orang lain dan semua 
bentuk kehidupan, menjadi lebih spiritual, haus dan memiliki rasa ingin 
tahu yang luar biasa akan ilmu pengetahuan, serta merasakan bahwa hidup 
ini bermakna. Selain itu, meliputi pula dengan menganggap kematian 
bukan sesuatu yang menakutkan, dan percaya pada Tuhan.
b. Perubahan fisiologis
- Hiperestia 
Kondisi ini ditandai dengan sangat sensitifnya tubuh terhadap 
cahaya, suara, kelembapan, dan berbagai stimulus (ransangan) atau 
kondisi lingkungan lainnya. Juga sensitif terhadap rasa dan bau, alergi 
terhadap obat-obatan dan alcohol, sensitif terhadap listrik (listrik dapat 
menjadi padam), atau dapat juga terjadi pada arloji digital (arloji yang 
dikenakan menjadi mati).
- Hipoarousal
Kondisi ini ditandai oleh penurunan suhu tubuh, tekanan darah, 
dan metabolism tubuh.
- Perubahan energi dan aktifnya kundalini (istilah dalam yoga yang 
berarti „kekuatan melingkar‟)
Perubahan energi yang terjadi antara lain berhubungan dengan 
aktifnya kundalini. Yaitu aktifnya energi yang terletak dipangkal 
tulang belakang manusia energi tersebut naik ke atas sepanjang poros 
tengah tubuh manusia hingga mencapai mahkota kepala. Kemudian, 
energi terseut menimbulkan pencerahan mendalam, sukacita yang 
kuat, dan kesadaran utuh yang tiada lagi mempersoalkan kualitas. 
Kebangkitan kundalini dapat menimbulkan sensasi panas atau dingin. 
- Perubahan otak dan saraf
Seseorang yang mengalami mati suri dapat juga mengalami 
perubahan fungsi saraf. Perubahan tersebut mempengaruhi proses 
berfikir. Yakni, dari pola berfikir runtut (selektif) menjadi berfikir 
clustered dan menerima hal-hal yang bersifat ambigu (rancu). Mereka 
memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa, mengalami peningkatan 
kecerdasan, serta lebih kreatif dan inventif (pandai mencipta).
II.3 Fakta tentang Mati Suri
Sampai saat ini pengalaman mati suri masih menjadi misteri bagi beberapa 
orang, karena terkadang sulit diterima oleh akal sehat. Mati suri kadang didefinisikan 
sebagai keadaan seperti mimpi dan pengalaman mengganggu yang berasosiasi dengan 
penggunaan obat-obatan. Perasaan sadar terpisah dari tubuh sering dirujuk sebagai 
pengalaman keluar tubuh.
II.3.1 Analisa Medis Mati Suri
Saat membicarakan mati suri, biasanya sulit untuk lepas dari nuansa 
mistis dan spiritual. Meski begitu, kondisi yang sering disebut dengan istilah 
Near Death Experience ini juga bisa dijelaskan secara ilmiah dengan ilmu 
kedokteran.
dr Manfaluthy Hakim, SpS dari departemen neurologi FKUI 
mengatakan, "Secara medis kita belum jelas betul seperti apa prosesnya dan 
apa yang terjadi masih belum tahu
dr Manfaluthy menuturkan untuk menentukan kematian perlu menilai 
dari denyut jantung dan pembuluh darah serta fungsi otak. Secara fisik tidak 
adanya reaksi pupil terhadap sinar, karena kalau sudah mengalami mati otak 
maka reaksi pupilnya negatif, pupil akan melebar dan saat diberi sinar tidak 
bereaksi. "Pada orang mati suri kemungkinan belum mati otak, tapi henti 
jantung. Peredaran darah berhenti tapi otaknya masih berfungsi. Nah, kenapa 
masih berfungsi saya tidak tahu.".
dr Manfaluthy menjelaskan seharusnya jika otak kekurangan oksigen 3 
menit saja maka bisa terjadi kerusakan permanen di otak. Namun nyatanya 
pada orang dengan mati suri kondisi ini bisa kembali lagi ke normal, denyut 
jantung ada lagi dan tidak mengalami kerusakan otak.
Sementara menurut Kepala Departemen Bedah Saraf RS Mayapada 
Tangerang, Dr Roslan Yusni Hasan, SpBS, mati suri dalam dunia kedokteran 
adalah istilah untuk kondisi seperti mati yang belum benar-benar mati. 
Aktivitas sel-sel tubuh dan bahkan organ sebenarnya masih ada, tetapi sangat 
minimal. "Jadi kalau kondisinya naik sedikit atau membaik lagi, ya hidup lagi. 
Itu sebenarnya seperti tidur yang sangat dalam sampai detak jantungnya pun 
hampir tidak terdeteksi,".
Dalam keadaan mati suri, seseorang menurut Dr Roslan masih 
memiliki aktivitas di tingkat sel meski sangat minimal dan tidak terdeteksi 
secara kasat mata. Paling tidak, bagian paling keramat dalam tubuh manusia 
yakni batang otak masih aktif dalam kondisi ini.
Aktivitas batang otak dalam kondisi mati suri bisa diamati dengan 
Electroencephalography (EEG). Meski denyut jantung tidak teraba dan 
nafasnya sudah berhenti, seseorang baru dikatakan benar-benar mati kalau 
grafik EEG sudah flat atau datar yang artinya tidak ada aktivitas lagi di batang 
otak.
Analisa Psikologi Mati Suri
Jika dilihat dari sisi psikologis, psikolog Efine Indrianie, MPsi 
menuturkan mati suri ini berhubungan dengan otak dan biasanya identik 
dengan titik balik seseorang "Saat mati suri, memori psikologis seseorang 
direset total jadi nol lagi sehingga mengalami rekonstruksi ulang dari 
kepribadian seseorang. Biasanya orang-orang yang mengalami mati suri 
mengalami tahap rekonstruksi ulang dari kepribadiannya ke arah yang lebih 
baik,".
Efnie menuturkan tak sedikit orang saat mati suri melewati tahap yang 
mana ia menghadapi situasi di alam lain, menerima punishment dari apa yang 
dia lakukan selama ini. Proses ini menjadi pembelajaran bagi diri seseorang 
yang memicu traumatis dan membuatnya tidak mau balik lagi ke masa lalu.
"Ketika mati suri seseorang masuk ke fase pembelajaran tahap baru 
karenanya ia mengalami perubahan dalam perilaku dan personality ke arah 
yang lebih baik dan juga mengalami perubahan spiritual," 
II.3.3 Analisa Spiritual Mati Suri
Dalam agama Islam, fenomena mati suri dapat dijelaskan secara 
rasional. Untuk memahami makna mati suri, terlebih dahulu perlu dipahami 
makna kematian dan kehidupan dalam konsep Islam.
Dalam Hadits Qudsi, kematian didefinisikan sebagai pintu yang 
menghubungkan antara dunia dan akhirat. Setiap orang pasti mati dan setiap 
orang pasti melewati pintu kematian tersebut. Sedangkan kehidupan adalah 
bergabungnya antara roh dan tubuh atau jasad.
DR. H. Asep Usman Ismail, MA, Dosen Fakultas Dakwah dan 
Komunikasi UIN Jakarta mengatakan, "Ketika ada orang yang mendekati 
pintu kematian, maka pintu akan terbuka sehingga bisa kelihatan alam 
transisi, yang disebut alam barzakh atau alam kubur,"
Menurut Asep, orang yang mengalami mati suti tidaklah mati karena 
ia tidak melewati pintu tersebut, melainkan hanya mendekati pintu kematian 
yang terbuka sehingga bisa melihat aura dari alam kubur.
Prinsipnya, mati suri hampir sama dengan tidur, yaitu ketika satu 
ujung tali roh masih terikat di tubuh atau jasad.
Asep menjelaskan, dalam konsep Islam roh diibaratkan seperti tali 
yang memiliki dua ujung dan terikat pada tubuh. Dalam kondisi sadar, berarti 
kedua ujung tali roh sedang terikat pada tubuh.
Namun pada saat tidur, salah satu ujung tali roh terlepas dari tubuh 
sehingga memungkinkannya melayang-layang atau sering disebut dengan 
mimpi.
"Pada saat mati suri, di dalam Al Qur'an dijelaskan bahwa salah satu 
ujung tali roh terlepas tapi dia masih hidup karena ujung yang lain masih 
terikat dan itu yang membuatnya bisa kembali hidup lagi. Hampir sama 
dengan orang tidur,"
Karena ikatan roh dan tubuh terlepas sebagian, maka orang yang mati 
suri bisa merasakan pengalaman seperti berada di dunia lain, terbang bebas, 
melihat terowongan, yang tidak lain adalah mendekati pintu kematian.
"Roh tidak terikat materi jadi bisa berpindah kemana saja. Roh bersifat 
fleksibel, metafisik. Kalau kedua ikatan roh terlepas dari tubuh, maka orang 
tersebut baru dinyatakan meninggal. Ini semua bisa dijelaskan secara ma'qul 
(rasional),".
Efek Perubahan Religius dan Spiritual dari Pengalaman Mati Suri
Mati suri masih menimbulkan banyak pertanyaan, sehingga tidak sedikit para 
ilmuwan yang berpendapat bahwa mati suri itu merupakan fenomena halusinatif pada 
diri seseorang (Susan, 1993); (Briton &Bootzin, 2004), akan tetapi mati suri ternyata 
memiliki efek perubahan yang sangat signifikan pada diri seseorang.
Selain perubahan fisiologi dan psikologis, pengalaman mati suri juga 
membawa perubahan pada dimensi religious dan spiritualitas. Istilah religiusitas 
merupakan dimensi-dimensi yang memiliki keterikatan formal dengan agama sevara 
keseimbangan dan emosionalitas, misalnya tentang keyakinan, praktik keibadatan 
pengalaman rohani atau batin yang sangat khas pada masing-masing agama. 
Sedangkan spiritualitas, dimaksud sebagai dimensi yang lebih universal yang 
sebenarnya sangat mungkin dialami oleh masing-masing pemeluk agama, misalnya 
perasaan kerinduan pada sumber kebenaran utama, kedamaian batin ketika terjadinya 
penyatuan dengan alam semesta dan sebagainya.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan, ternyata mati suri 
dapat membawa perubahan dan memunculkan nilai-nilai baru yang positif pada diri 
subyek yang mengalaminya. Nilai-nilai positif tersebut diantaranya adalah bahwa 
pada beberapa penelitian, ternyata mati suri dapat menyebabkan menurunya tingkat 
ketakutan seseorang pada kematian (Gyeson, 1993). Namun kebanyakan kematian 
merupakan salah satu fenomena yang ditakuti atau minimal dihindari oleh setiap 
orang. Maka dengan berbagai macam cara, manusia berusaha menutupi pintu yang 
akan mengarahkannya kepada kematian. Bagi orang-orang yang telah mengalami 
mati suri, kematian bukan lagi menjadi sesuatu yang menghantui, namun mereka bisa 
lebih menerimanya sebagai sesuatu yang sudah pasti dialami oleh setiap individu.
Setelah mengalami mati suri, subjek menjadi yakin atau semakin yakin bahwa 
ada kehidupan setelah kematian terjadi (Gabbard, 1981). Oleh karena itu, mereka 
sangat mudah untuk mengurangi rasa duka akibat kematian saudara atau keluarga 
atau sahabat yang mereka kasihi sebab mereka meyakini sebenarnya orang-orang 
yang meninggal itu tidak mati, tapi mereka masih hidup meski dialam yang berbeda.
Para subjek yang mengalami mati suri menunjukan peningkatan religious 
yang signifikan. Munculnya kesadaran serta pemahaman berkaitan dengan eksistensi 
Tuhan dalam agamanya sendiri atau pemahaman berkaitan dengan eksistensi Tuhan 
yang dipahami oleh penganut agama lain (Zalezki, 1987). Kemudian, mereka juga 
memprioritaskan nilai-nilai etis religious dalam kehidupan mereka dan untuk 
kehidupan setelah kehidupan sekarang ini.
Nilai-nilai dan pengalaman yang didapat ketika dan pasca pengalaman dekat 
dengan kematian ternyata mirip dengan pengalaman-pengalaman batin yang dialami 
seorang mistikus. Ciri-ciri pengalaman dan nilai-nilai pada mati suri.
Judith Cressy pernah membandingkan antara fenomenologi mati suri dengan 
efek setelah pengalaman mistik dari St. Teresa Of avila dan St. John of The Cross. 
Kesimpulan studi tersebut adalah bahwa keduanya memiliki persamaan, yaitu 
perjalanan diluar tubuh yang ekstatik, melihat Tuhan, adanya kewaskitaan (tembus 
pandang), hilangnya rasa khawatir akan kematian dan adanya transformasi kesehatan. 
Cressy juga menggaris bawahi bahwa mendekati kematian selalu menyebabkan 
berperannya jalan spiritual (Greyson, 2007).
Meskipun demikian ada perbedaan antara pengalaman mistik dan pengalaman 
mati suri dari segi kemunculan pada dimensi spiritual manusia. Bila pengalaman 
mistik biasanya didahului dengan persiapan-persiapan atau upaya-upaya tertentu agar 
pengalaman mistik itu hadir dalam dimensi spiritual seseorang. Akan tetapi tidak 
demikian dengan mati suri, ia hadir secara tiba-tiba pada saat seseorang terancam 
oleh kematian, baik secara fisik maupun psikis.
Fenomena yang Terjadi
Mati suri terjadi semakin sering karena meningkatnya kemampuan sains 
untuk menyelamatkan hidup manusia bahkan disaat kritis. Menurut Dr Chawla dari 
Universitas George Washington, bahwa pengalaman hampir mati bisa disebabkan 
oleh gelombang energi listrik saat otak kehabisan oksigen. Saat aliran darah 
melambat dan tingkat oksigen habis, sel-sel otak memicu satu impuls listrik terakhir. 
Ini dimulai disalah satu bagian dari otak dan menyebar dan ini dapat memberikan 
sensasi. Memantau aktivitas otak dari tujuh orang sakit untuk memastikan obat 
penghilang rasa sakit yang sedang diberikan, bekerja dengan baik. Dalam setiap 
kasus, aktivitas otak dalam satu jam atau lebih sebelum kematian terpotong oleh 
dorongan singkat, yang berlangsung dari 30 detik sampai 3 menit.
Tingkat yang sama seperti terlihat pada orang sadar, meskipun tekanan darah 
sangat rendah dapat menghasilkan perasaan dan cahaya terang. Riset yang dirilis 
bulan lalu pada jurnal Kedokteran Paliatif, menyebut pengalaman mati diakibatkan 
turunnya level karbon dioksida di dalam darah dan mengubah keseimbangan kimia 
otak dan membodohi seperti melihat sesuatu.
Rubiana Soeboer, seorang psikolog mengatakan, bahwa pengaruh terbesar 
dari mati suri terletak pada makna pengalaman tersebut bagi si subjek, bukan jenis 
pengalaman yang dijumpai, pengalaman diklasifikasikan sebagai pengalaman 
menyenangkan dapat diartikan positif oleh subjek atau bahkan sebaliknya oleh orang 
lain.
Menurut Rubiana, pengalaman yang menakutkan dapat menjadi pengalaman 
yang positif jika subjek terinspirasi untuk membuat perubahan-perubahan penting 
dalam hidupnya akibat pengalaman tersebut. Sebaliknya, pengalaman yang 
menyenangkan atau bersifat transenden bahkan dapat memiliki makna negative jika 
yang bersangkutan tidak siap menghadapinya karena merasa belum bisa berbuat baik 
seperti yang dilakukan orang-orang yang ditemui di dunia lain itu.
Secara umum, para ahli yang banyak meneliti mengenai mati suri menemukan 
bahwa selalu ada efek positif pada orang yang mengalami mati suri, baik dari 
pengalaman mati suri yang menyenangkan maupun yang tidak. Namun sebagian 
orang memang masih harus berjuang mengatasi berbagai masalah psikologis yang 
membuatnya takut akan kematian.
Sadjuga, pria berumur 30 tahun karyawan swasta mengatakan bahwa mati suri 
mungkin memang ada dalam fenomena kesehatan tubuh, akan tetapi cerita tentang 
pengembaraan roh sangat mudah untuk difiksikan. Ia sangat tidak peduli dengan 
cerita pengembaraan roh tersebut, terlalu banyak cerita yang akhirnya sangat 
merugikan aqidah agama yang ia anut. Hingga sekarang ia masih membenci acara 
televisi yang bercerita tentang misteri kematian dan perjalanan roh, karena 
menurutnya mati suri hanya merupakan fenomena kesehatan tubuh.
Hardi, mengatakan bahwa dari artikel surat kabar yang ia baca, ia merasa 
janggal dengan isi cerita yang menyebut banyak satuan dengan tepat yang semestinya 
hanya dapat diperkirakan saja. Seperti, orang yang disiksa menahan besi dengan berat 
500 ton. Menurutnya, sebesar apa besinya dan bagaimana ia bisa memperkirakannya. 
Sehingga ia beranggapan bahwa mati suri bukan merupakan hal yang rasional.
II.6 Solusi Masalah
Solusi yang akan dilakukan dengan menggunakan perancangan desain 
komunikasi visual adalah membuat film pendek untuk mengenalkan fenomena 
pengalaman mati suri juga sebagai media penyampaian pesan bahwa mati suri 
merupakan kejadian spiritual yang rasional dan memiliki dampak yang membuat 
seseorang mengalami perubahan ke arah yang lebih positif.
Target Audiens
Segmentasi dari target masyarakat yang dituju dalam perancangan media 
informasi film pendek ini meliputi beberapa factor diantaranya adalah sebagai 
berikut:
a. Demografis
 Usia : 20 tahun – 30 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki dan perempuan 
 Status Sosial : Menengah ke atas
b. Psikografis
Film pendek ini ditujukan untuk masyarakat dewasa awal yang 
merupakan masa dimana seseorang sudah mulai memikirkan dengan serius 
masa depannya. Masa saat seseorang biasanya sudah dapat memutuskan 
sendiri, mana yang baik baginya, mana yang membuatnya merasa nyaman dan 
mana yang dapat mengganggunya untuk mencapai tujuannya.
c. Geografis
Dari segi geografis target audiens yang dituju dalam film pendek ini 
meliputi seluruh masyarakat kota-kota besar di Indonesia.
II.8 Pengertian Media 
Kata media berasal dari bahasa Latin yaitu medius yang artinya 
tengah, perantara atau pengantar. Kata media, merupakan bentuk jamak dari 
kata “medium”, yang secara etimologi berarti perantara atau pengantar. 
Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (dalam Dagun, 2006: 634) media merupakan 
perantara/ penghubung yang terletak antara dua pihak, atau sarana komunikasi 
seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster, dan spanduk. 
Arsyad (2002: 4) media adalah semua bentuk perantara yang 
digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan 
atau pendapat, sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu 
sampai kepada penerima yang dituju. Dalam konteks dunia pendidikan, 
Gerlach & Ely (dalam Arsyad, 2002: 3) mengungkapkan bahwa media secara 
garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi 
yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau 
sikap. 
Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses pembelajaran 
cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis 7 
untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau 
verbal.
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa media 
adalah alat untuk menyampaikan informasi kepada penerima dan segala 
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke 
penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian agar terjadi 
komunikasi yang efektif dan efisien.
II.8.1 Klasifikasi Media Komunikasi
a. Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi kedalam:
• Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, 
atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio, 
tape recorder, kaset, piringan hitam dan rekaman suara.
• Media visual, yaitu media yang dapat dilihat saja, tidak 
mengandung unsur suara. Beberapa hal yang masuk kedalam 
media ini adalah film slide, foto, transparasi, lukisan, gambar 
dan beberapa bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis 
dan lain sebagainya.
• Media audio visual, yaitu jenis media yang selain 
mengandung unsur suara juga mengandung unsur gambar 
yang dapat dilihat, seperti rekaman video, berbagai ukuran 
film, slide suara dan lain sebagainya. Kemampuan media ini 
dilihat lebih baik dan lebih menarik, sebab mengandung 
kedua unsur jenis media yang pertama dan kedua.
b. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi 
dalam:
• Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak sperti 
radio dan televisi. Melalui media ini lah dapat mempelajari 
hal-hal atau kejadian-kejadian yang aktual secara serentak 
tanpa harus menggunakan ruangan khusus.
• Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang 
dan waktu seperti film, video dan lain sebagainya.
c. Dilihat dari cara atau dari teknik pemakaiannya, media dapat 
dibagi kedalam:
• Media yang diproyeksikan seperti film slide, film stripe, 
transparasi, komputer dan lain sebagainya. Jenis media yang 
demikian memerlukan alat proyeksi khusus seperti film 
proyektor untuk memproyeksikan film slide,overhead projetor 
(OHP) untuk memproyeksikan transparasi, LCD untuk 
memproyeksikan komputer, tanpa dukungan alat proyeksi 
semacam ini akan kurang berfungsi.
• Media yang tidak diproyeksikan seperti gambar foto, lukisan, 
radio, dan berbagai bentuk media grafis lainnya.
d. Dilihat berdasarkan bentuk dan cara penyajiannya:
• Kelompok satu: Media grafis, bahan cetak dan gambar diam
1. Media grafis adalah media yang menyampaikan fakta, 
ide, gagasan melalui penyajian kata-kata, kalimat, angka, 
simbol, yang termasuk media grafis adalah grafik, 
diagram, bagan, sketsa, poster, papan flanel, dan bulletin 
board.
2. Media bahan cetak adalah media visual yang 
pembuatannya melalui proses pencetakan, printing atau 
offset. Beberapa hal yang termasuk media bahan cetak 
adalah buku tes, modul, bahan pengajaran terprogram.
3. Gambar diam adalah media visual yang berupa gambar 
yang dihasilkan melalui proses fotografi, yang termasuk 
dalam media ini adalah foto
• Kelompok kedua: Kelompok media proyeksi diam, yakni 
media visual yang diproyeksikan atau media yang 
memproyeksikan pesan, dimana hasil proyeksinya tidak 
bergerak atau memiliki sedikit unsur gerakan. Jenis media ini 
diantaranya: OHP/OHT, opaque projector, slide dan 
filmstripe.
1. OHP/OHT adalah media visual yang diproyeksikan 
melalui alat proyeksi yang disebut OHP (overhead 
projector) dan OHT biasanya terbuat dari plastik 
transparan.
2. Opaque projector adalah media yang digunakan untuk 
memproyeksikan benda-benda tak tembus pandang, 
seperti buku, foto. Opaque projector ini tidak 
memerlukan penggelapan ruangan.
3. Media slide atau film bingkai adalah media visual yang 
diproyeksikan melalui alat yang dinamakan projector 
slide. Film bingkai ini terbuat dari film positif yang 
kemudian diberi bingkai yang terbuat dari karton atau 
plastik.
4. Media film stripe atau film rangkai atau film gelang 
adalah media visual proyeksi diam yang pada dasarnya 
hampir sama dengan media slide.
• Kelompok ketiga: Media audio adalah media yang 
penyampaian pesannya hanya melalui pendengaran. Jenis 
pesan yang disampaikan berupa kata-kata, sound effect. 
Beberapa hal yang termasuk media ini adalah radio, media 
alat perekam pita magnetik/kaset tape recorder.
• Kelompok keempat : Media audio visual diam adalah media 
yang penyampaian pesannya diterima oleh pendengaran dan 
penglihatan namun gambar yang dihasilkannya adalah gambar 
diam atau memiliki sedikit gerakan. Diantaranya adalah 
media sound slide dan film stripe bersuara.
• Kelompok kelima: Film (motion picture), yaitu serangkaian 
gambar diam yang meluncur secara cepat dan diproyeksikan 
sehingga memberi kesan hidup dan bergerak. Ada beberapa 
jenis film, ada film bisu, film bersuara dan film gelang yang 
ujungnya saling bersambungan dan tidak memerlukan 
penggelapan ruangan.
• Kelompok keenam: Media televisi adalah media yang 
menyampaikan pesan audiovisual dan gerak. Diantaranya 
adalah media televisi, televisi terbatas, dan video cassete 
recorder.
• Kelompok ketujuh adalah multimedia, merupakan suatu 
sistem penyampaian dengan menggunakan berbagai jenis 
bahan belajar yang membentuk suatu unit atau paket. 
Misalnya modul yang terdiri atas bahan cetak, bahan audio 
dan bahan audiovisual (Wina Sanjaya, 2012 : 118-121).
II.9 Pengertian Visualisasi
Visualisasi Informasi adalah rekayasa dalam pembuatan 
gambar, diagram atau animasi untuk penampilan suatu informasi, Secara 
umum, visualisasi dalam bentuk gambar baik yang bersifat abstrak maupun 
nyata telah dikenal sejak awal dari peradaban manusia. Contoh visualisasi 
informasi struktur tree dan grafik
Pengertian Film Pendek
Film pendek ialah salah satu bentuk film paling simple dan paling 
kompleks. Di awal perkembangannya film pendek sempat dipopulerkan oleh 
komedian Charlie Chaplin. Derek Hill (seperti dikutip Gatot Prakosa, 1997) 
secara teknis film pendek merupakan film yang memiliki durasi dibawah 50 
menit. Mengenai cara bertuturnya, film pendek memberikan kebebasan bagi 
para pembuat dan pemirsanya, sehingga bentuknya menjadi sangat bervariasi. 
Film pendek dapat saja hanya berdurasi 60 detik, yang penting ide dan 
pemanfaatan media komunikasinya dapat berlangsung efektif. Yang menjadi 
menarik justru ketika variasi-variasi tersebut menciptakan cara pandang-cara 
pandang baru tentang bentuk film secara umum, dan kemudian berhasil 
memberikan banyak sekali kontribusi bagi perkembangan sinema.
Pada hakikatnya film pendek bukan merupakan reduksi dari film 
dengan cerita panjang, atau sebagai wahana pelatihan bagi pemula yang baru 
masuk kedunia perfilman. Film pendek memiliki ciri/karakteristik sendiri 
yang membuatnya berbeda dengan film cerita panjang, bukan karena sempit 
dalam pemaknaan atau pembuatannya lebih mudah serta anggaran yang 
minim. Tapi karena film pendek memberikan ruang gerak ekspresi yang lebih 
leluasa untuk para pemainnya.
Sebagai sebuah media ekspresi, film pendek selalu terimajinasi dari 
sudut pandang pemirsa, karena tidak mendapatkan media distribusi dan 
eksibisi yang pantas seperti yang didapatkan cerpen didunia sastra.