Jumat, 26 Januari 2024
munir 3
By tewasx.blogspot.com at Januari 26, 2024
munir 3
dan Muchdi
PR. Komunikasi intensif antara nomor telepon Pollycarpus dengan
Muchdi PR sendiri dinilai Majelis Hakim berisi pembicaraan intensif
bagaimana menghilangkan jiwa Munir.
Putusan itu tentu memberi harapan. Banyak pihak menilai pertimbangan-
pertimbangan hakim diatas adalah semacam perintah pengadilan
(court of order) kepada negara untuk melakukan investigasi lebih
jauh aktor-aktor lain atau aktor utama pembunuhan terhadap Munir.
Karena itu, pemerintah wajib mengambil langkah-langkah judisial dan
ekstra judisial yang nyata. Setidaknya menindaklanjuti kesimpulan dan
rekomendasi penting dari Tim Pencari Fakta Kasus Munir.
Lalu bagaimana respon Presiden RI selanjutnya? Dari pemberitaan
berbagai surat kabar, Presiden menegaskan ada konspirasi dalam kasus
pembunuhan Munir. Selanjutnya Presiden SBY menginstruksikan Kepala
Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Sutanto untuk mengungkap tuntas
kasus kematian Munir. Presiden menyatakan tetap berkomitmen untuk
mengungkap kasus ini.
Langkah Presiden ini tentu saja tidak keliru. Malah kita berharap
segera ada kemajuan dari instruksi orang nomor satu republik ini.
Tetapi bila kita belajar dari pengalaman sebelumnya, apakah itu
cukup? Kondisi awal birokrasi hukum dalam penanganan kasus ini
kurang maksimal dan prosesnya pun lamban. Ada juga yang mengkritik
seharusnya untuk konspirasi sebesar kasus Munir, pelakunya diproses
sekaligus, bukan satu-persatu tidak dalam satu berkas yang diajukan
ke pengadilan. Sebab pengungkapan pembunuhan ini membutuhkan
kerja cepat dan akurat. Untuk apa? Mencegah pihak-pihak tertentu
melakukan obstruction of justice, yakni melakukan segala tindakan
yang bisa menghalangi penegakan hukum, termasuk mengulur waktu
yang memberi ruang bagi jaringan otak pelaku untuk berkonsolidasi
mengatur siasat sehingga tak tersentuh hukuman.
Setidaknya, putusan pengadilan diatas harus dilanjutkan dengan usaha
memanggil, memeriksa dan menahan para pelaku lain yang menurut
Majelis Hakim terlibat konspirasi pembunuhan Munir. Langkah-langkah
seperti bukan hal sulit, apalagi sudah menjadi wewenang yang melekat
pada Polri. jika langkah-langkah ini dipandang akan menemui
hambatan tertentu yang lebih bersifat politis, maka setidaknya ada
beberapa hal penting untuk dipastikan.
Pertama, seperti direkomendasikan Tim Pencari Fakta, Presiden SBY
perlu membentuk Tim Kepresidenan dengan mandat kuat dan rinci untuk
meneruskan temuan TPF Kasus Meninggalnya Munir yang dibentuk pada
24 Desember 2004 dan berakhir pada 24 Juni 2005;
Kedua, mengingat lemahnya kinerja Bareskrim Polri di bawah Suyitno
Landung saat menangani kasus Munir, maka Presiden SBY dan Kapolri
Jenderal Sutanto perlu melakukan perombakan di internal Kepolisian
demi terwujudnya penyidikan berkas kasus Munir yang mampu untuk
segera menyeret siapapun yang terlibat konspirasi pembunuhan Munir
dengan bukti yang lengkap dan akurat. Untuk selanjutnya tentu
diserahkan kepada Jaksa Agung guna dilimpahkan ke pengadilan.
Ketiga, TPF menyimpulkan bahwa BIN telah gagal membantu
pengungkapan kasus pembunuhan Munir. Oleh karena itu Presiden SBY
dan Kepala BIN Syamsir Siregar untuk melakukan perombakan total
di dalam lingkungan internal BIN dengan mengganti pejabat-pejabat
strategis badan intelijen ini dengan orang-orang yang memiliki
integritas moral dan keahlian intelijen yang tinggi sehingga mampu
membangun profesionalitas badan intelijen negara yang mengabdi pada
negara dalam menegakkan hukum yang benar dan adil.
Jadi, tanggungjawab Presiden atas masalah ini tidak berhenti hanya
dengan turut menegaskan adanya konspirasi. Seperti kata Presiden, kasus
Munir adalah a test of our history, sebuah ujian dari sejarah kita. Kita
harus mampu. Tidak boleh ada lagi orang yang seenaknya menghilangkan
jiwa manusia lalu menyangkal kesalahan yang diperbuatnya. Pada titik
ini, kasus pembunuhan Munir, bukan lagi sekadar pembunuhan biasa,
melainkan penentu dari masa depan demokrasi Indonesia. Mampukah
kita lulus dalam ujian sejarah itu? Lagi-lagi, hanya waktu yang bisa
menjawabnya.
Kronologis Kasus Munir
(7 September 2004 – 22 Februari 2006)
7 Sept 2004 Aktivis HAM dan pendiri KontraS (Komisi untuk
Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) dan
Imparsial, Munir (39 thn) meninggal di atas pesawat
Garuda dengan nomor GA-974 saat sedang
menuju Amsterdam untuk melanjutkan kuliah
pasca-sarjana. Sesuai dengan hukum nasionalnya,
pemerintah Belanda melakukan otopsi atas jenazah
almarhum.
12 Sept 2004 Jenazah Munir dimakamkan di kota Batu, Malang,
Jawa Timur.
11 Nov 2004 Pihak keluarga almarhum mendapat informasi dari
media Belanda bahwa hasil otopsi Munir oleh Institut
Forensik Belanda (NFI) membuktikan bahwa beliau
meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis
yang fatal.
12 Nov 2004 Suciwati, istri Munir mendatangi Mabes Polri untuk
meminta hasil otopsi namun gagal. Presiden SBY
berjanji akan menindaklanjuti kasus pembunuhan
Munir. Berlangsung siaran pers bersama beberapa
LSM di kantor KontraS mendesak pemerintah untuk
segera melakukan investigasi dan menyerahkan
hasil otopsi kepada keluarga dan membentuk tim
penyelidikan independen yang melibatkan kalangan
masyarakat sipil. Desakan serupa dikeluarkan oleh
para tokoh masyarakat di berbagai daerah.
18 Nov 2004 Markas Besar Polri memberangkatkan tim
penyelidik (termasuk ahli forensik) dan Usman
Hamid (Koordinator KontraS) ke Belanda. Pengiriman
tim ini bertujuan meminta dokumen otentik,
berikut mendiskusikan hasil otopsi dengan ahli-ahli
forensik di Belanda. Tim ini gagal mendapatkan
dokumen otopsi asli karena tidak memenuhi prosedur
administrasi yang diminta pemerintah Belanda.
20 Nov 2004 Istri Munir, Suciwati mendapat teror di rumahnya di
Bekasi.
22 Nov 2004 Suciwati dan beberapa aktivis NGO bertemu dengan
Komisi III DPR RI. Komisi III setuju dengan usulan yang
diajukan oleh kerabat Munir untuk mendesak pemerintah
segera membentuk tim investigasi independen.
23 Nov 2004 Rapat paripurna DPR sepakat untuk meminta
pemerintah membentuk tim independen kasus
Munir dan segera menyerahkan hasil autopsi kepada
keluarga almarhum. Selain itu DPR juga membentuk
tim pencari fakta sendiri
24 Nov 2004 Suciwati bersama beberapa aktivis LSM bertemu
dengan Presiden SBY di Istana Negara. Presiden
berjanji akan membentuk tim independen untuk
menyelidiki kasus Munir.
26 Nov 2004 Imparsial dan KontraS menyerahkan draft usulan
pembentukan tim independen kasus Munir kepada
Presiden melalui Juru Bicaranya, Andi Malarangeng.
Draft ini berisi bentuk tim, mekanisme tim, dan
daftar nama calon anggota tim.
28 Nov 2004 Mabes Polri melakukan pemeriksaan terhadap 8
kru Garuda yang melakukan penerbangan bersama
almarhum Munir. Hingga kini sudah 21 orang yang
diperiksa.
2 Des 2004 Ratusan aktivis dan korban pelanggaran HAM berdemo
di depan istana untuk meminta Presiden SBY agar
segera membentuk tim investigasi independen kasus
Munir.
21 Des 2004 Di Mabes Polri terjadi pertemuan antara Kepolisian,
Kejaksaan Agung, Dephuk dan HAM, serta aktivis
HAM untuk membahas tindak lanjut tim independen
kasus Munir.
23 Des 2004 Presiden SBY mengesahkan Tim Pencari Fakta untuk
Kasus Munir yang anggotanya melibatkan kalangan
masyarakat sipil dan berfungsi membantu Polri
dalam menyelidiki kasus terbunuhnya Munir.
13 Jan 2005 TPF pertama kali bertemu dengan tim penyidik
Polri. Dalam pertemuan ini , TPF menilai tim
penyidik lambat dalam menetapkan tersangka
11 Feb 2005 TPF mendesak Polri untuk melakukan rekonstruksi.
Pihak Polri berkilah rekonstruksi tergantung kesiapan
Garuda.]
24 Feb 2005 Ketua TPF, Brigjen Marsudi Hanafi menilai Garuda
tidak kooperatif dalam melakukan rekonstruksi
kematian Munir.
28 Feb 2005 Ketua TPF, Brigjen Marsudi Hanafi menilai Garuda
menutupi kematian Munir. Selain menghambat
rekonstruksi kematian Munir, pihak manajemn
Garuda juga diduga memalsukan surat penugasan
Pollycarpus, seorang pilot Garuda.
3 Mar 2005 TPF menemui Presiden SBY untuk melaporkan
perkembangan kasus Munir. TPF menemukan
adanya indikasi konspirasi dalam kasus kematian
pejuang hak asasi manusia (HAM) Munir. Ketua
TPF Kasus Munir, Brigjen (Pol) Marsudi Hanafi
TPF menyatakan ada indikasi kuat bahwa
kematian Munir adalah kejahatan konspiratif dan
bukan perorangan, di mana di dalamnya terlibat
oknum PT Garuda Indonesia dan pejabat direksi
PT Garuda Indonesia baik langsung maupun tidak
langsung.
4 Mar 2005 Kapolri, Da’I Bachtiar mendukung temuan TPF kasus
Munir yang menyatakan direksi PT Garuda terlibat
dalam pembunuhan Munir.
7 Mar 2005 Tim Investigasi DPR berpendapat Pollycarpus banyak
berbohong dalam pertemuannya di DPR.
8 Mar 2005 beberapa organisasi HAM Indonesia akan membawa
kasus Munir ke Komisi HAM PBB dalam sidangnya
yang ke-16 di Jenewa, Swiss 14 Maret-22 April
2005 mengingat Munir sudah menjadi tokoh HAM
internasional.
10 Mar 2005 Pollycarpus tidak memenuhi panggilan I Mabes Polri
dengan alasan sakit.
12 Mar 2005 Brigjen Pol Marsudi Hanafi (KetuaTPF) mengeluarkan
pernyataan yang menyayangkan lambannya kerja
tim Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes
Polri dalam mengusut kasus kematian Munir.
14 Mar 2005 Penyidik dari Bareskrim Polri memeriksa Pollycarpus
selama 13 jam lebih dengan lie detector.
15 Mar 2005 Polri kembali memeriksa Pollycarpus.
15 Mar 2005 TPF merekomendasikan 6 calon tersangka, 4 dari
lingkungan PT Garuda.
16 Mar 2005 Kepala BIN, Syamsir Siregar membantah adanya
keterlibatan anggota BIN dalam pembunuhan
Munir.
18 Mar 2005 Pollycarpus resmi ditetapkan sebagai tersangka dan
ditahan di rumah tahanan Mabes Polri.
23 Mar 2005 Suciwati memberi kesaksian di hadapan siding
Komisi HAM PBB di Jenewa.
26 Mar 2005 Kepala BIN, Syamsir Siregar membantah bahwa
Pollycarpus adalah anggota BIN.
28 Mar 2005 Presiden SBY memperpanjang masa kerja TPF hingga
23 Juni 2005.
28 Mar 2005 Jaksa Agung, Abdurahman Saleh telah mengirim
surat ke pemerintah Belanda yang menjamin tidak
akan memvonis hukuman mati bagi terpidana kasus
Munir. Surat ini dibuat agar pemerintah Belanda
bersedia memberika data hasil forensik.
5 Apr 2005 Polri menetapkan dua kru Garuda –Oedi Irianto (kru
pantry) dan Yeti Susmiarti (pramugari)- menjadi
tersangka kasus Munir. Mereka adalah kru kabin
selama penerbangan Garuda Jakarta-Singapura di
kelas bisnis, tempat Munir duduk.
6 Apr 2005 Dalam siaran persnya, Suciwati menyatakan
mendapat dukungan dari komunitas internasional,
termasuk Ketua Komisi HAM PBB, Makarim Wibisono
selama kunjungan kampanyenya di Eropa.
sesudah gagal dua kali, akhirnya TPF berhasil bertemu
dengan jajaran tinggi BIN. Hasil kesepakatannya
adalah TPF-BIN akan bentuk tim khusus.
Usman Hamid (TPF) mempertanyakan polisi
yang tidak memeriksa sebagian nama yang telah
direkomendasikan TPF dan mempertanyakan
penetapan dua tersangka baru.
7 Apr 2005 Tiga Deputi BIN diikutsertakan dalam kerja TPF.
Ketua TPF, Marsudhi Hanafi mengusulkan agar penyidik
menjadikan Vice-President Security AviationGaruda,
Ramelgia Anwar sebagai tersangka.
8 Apr 2005 5 orang karyawan Garuda diperiksa oleh penyidik
Direktorat Kriminal Umum dan Transnasional Polri.
Kelimannya adalah Indra Setiawan (mantan Dirut
Garuda), Ramelgia Anwar (Vice-President Security
AviationGaruda), Rohainil Aini (Chief Secretary Pilot
Airbus 330), Carmel Sembiring (Chief Pilot Airbus
330), dan Hermawan (Staf Jadwal Penerbangan
Garuda).
Pada pemeriksaan ini dibahas soal surat
penugasan Polllycarpus yang banyak kejanggalannya.
11 Apr 2005 Mantan Sekretaris Utama (Sesma) BIN, Nurhadi
menolak hadir dalam pemeriksaan TPF. Nurhadi
meminta pertemuannya di kantor BIN. Ini merupakan
penolakkan kedua kalinya. Nurhadi diduga
mengangkat Pollycarpus sebagai agen utama BIN.
Syamsir membantah adanya surat pengangkatan
Pollycarpus sebagai anggota BIN (Skep Ka BIN
No.113/2/2002).
Saat ini Nurhadi merupakan Dubes RI untuk Nigeria.
Namun ia mengakui masih sebagai anggota BIN.
Penyidik Polri memeriksa Brahmani Astawati
(pramugari Garuda), Sabur Taufik (pilot Garuda GA
974, rute Jakarta-Singapura), Eva Yulianti Abbas
(pramugari), dan Triwiryasmadi (awak kabin).
15 Apr 2005 Penyidik Mabes Polri memeriksa dua orang warga
negara Belanda yang duduk di sebelah Munir.
19 Apr 2005 TPF menolak permintaan BIN ajukan pertanyaan
secara tertulis kepada anggota BIN
21 Apr 2005 Nurhadi menolak pemeriksaan untuk ketiga kalinya.
27 Apr 2005 Dalam Siaran Persnya Nurhadi menegaskan tidak akan
memenuhi panggilan TPF dengan alasan tidak ada
dasar hukum. Nurhadi juga membantah mengenal
dan mengangkat Pollycarpus sebagai anggota BIN.
28 Apr 2005 Deplu menunda keberangkatan Nurhadi ke Nigeria.
29 Apr 2005 Kapolri Da’I Bachtiar meminta Nurhadi penuhi
panggilan TPF.
Polri memeriksa Tia Dewi Ambari, pramugari
Garuda GA 974 rute Singapura-Amsterdam yang
melihat Munir mengalami kesakitan sesaat sebelum
pesawatnya lepas landas dari Bandara Changi,
Singapura.
30 Apr 2005 Lewat Sudi Silalahi –Sekretaris Kabinet- Presiden
SBY minta Nurhadi memberi keterangan kepada
TPF.
2 Mei 2005 Protokol kerjasama TPF-BIN ditandatangani. Protokol
ini diharapkan bisa mempermudah kerja TPF dalam
meminta keterangan para anggota dan mantan
anggota BIN.
3 Mei 2005 Kuasa hukum Nurhadi, Sudjono menyatakan kliennya
akan tidak memenuhi panggilan TPF karena isi protokol
tidak sejalan dengan mandat Keppres pembentukan TPF.
beberapa anggota DPR Komisi Pertahanan dan Luar
Negeri meminta Nurhadi untuk kooperatif. DPR
mengancam akan meninjau ulang posisi Nurhadi
sebagai Dubes Nigeria.
TPF mengancam Nurhadi akan dilaporkan ke Presiden
jika tetap menolak panggilan TPF.
4 Mei 2005 Suciwati, istri Munir mendapat ancaman teror lewat
surat yang dikirim ke kantor KontraS.
6 Mei 2005 Penyidik Polri mengkonfrontasikan kesaksian
Brahmanie Hastawati –awak kabin Garuda- dengan
Lie Fonny –saksi penumpang dari Belanda- soal
Pollycarpus. Brahmanie mengaku melihat Pollycarpus
berbincang-bincang dengan Lie Fonny sedangkan Lie
Fonny membantah keterangan ini .
9 Mei 2005 TPF akhirnya memeriksa Nurhadi selama 2
jam dengan sekitar 20 pertanyaan. Dari hasil
pemeriksaan, TPF makin yakiin bahwa BIN terlibat
pembunuhan Munir.
11 Mei 2005 TPF melaporkan kerjanya ke Presiden SBY. Menurut
Presiden SBY kerja TPF belum memuaskan. Untuk itu
Presiden SBY akan memimpin langsung pembicaraan
antara TPF, Polri, dan BIN. Presiden SBY kemudian
memanggil 3 menteri ke istana untuk merespon
laporan TPF. Mereka adalah Menko Polhukam,
Widodo AS, Menkumham, Hamid Awaluddin, dan
Jaksa Agung Abdulrahman Saleh.
Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri memeriksa
Nurhadi Djazuli terkait kasus Munir.
12 Mei 2005 TPF memeriksa dokumen BIN di kantornya
terkait dengan pemeriksaan Nurhadi. TPF juga
memeriksa Kolonel Sumarmo, Kepala Biro Umum
BIN di kantornya. TPF memandang Sumarmo tidak
kooperatif selama pemeriksaan.
13 Mei 2005 Ketua TPF, Marsudhi Hanafi berencana akan
memeriksa Muchdi PR –mantan Deputi V BIN Bidang
Penggalangan dan Propaganda- dalam waktu dekat.
16 Mei 2005 Penahanan Pollycarpus diperpanjang 30 hari lagi.
TPF memeriksa satu lagi anggota BIN secara tertutup
dan identitasnya dirahasiakan.
Muchdi PR datang ke Mabes Polri untuk memberi
keterangan kepada penyidik Polri terkait kasus
Munir. Polri tidak merinci hasil pemeriksaannya
kepada wartawan.
17 Mei 2005 Garuda menskors karyawannya terkait pemeriksaan
Polri dan TPF.
TPF bertemu kembali dengan Presiden SBY
–didampingi Jaksa Agung Abdurrahman Saleh,
Kapolri Da’I Bachtiar, dan Sekretaris Kabinet Sudi
Silalahi. Kali ini TPF melaporkan adanya kontrak
berkali-kali antara Pollycarpus dengan pejabat BIN,
yaitu Muchdi PR antara September-Oktober 2004.
Nurhadi kembali diperiksa oleh TPF.
19 Mei 2005 KontraS mendapat teror terkait dengan kasus Munir.
TPF mulai berencana memanggil mantan Kepala BIN,
Hendropriyono.
TPF bertemu dengan Tim Munir DPR di Gedung
MPR/DPR. Dalam pertemuan itu TPF melaporkan
bahwa kerja mereka dihambat oleh BIN.
20 Mei 2005 Kepala BIN, Syamsir Siregar membantah menghambat
kerja BIN. Syamsir juga meragukan temuan TPF.
Syamsir juga menyatakan kontak telepon antara
Pollycarpus dengan Muchdi PR belum tentu soal Munir.
24 Mei 2005 TPF mempertanyakan artikel yang dibuat
Hendropriyono di The Jakarta Post dan The
Strait Times yang isinya merupakan klarifikasi
Hendropriyono untuk tidak akan menolak panggilan
TPF. Dalam artikel ini Hendropriyono
membantah keterlibatan BIN dalam kasus Munir.
DPR mendukung pemanggilan Hendropriyono oleh TPF.
25 Mei 2005 Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim)
Mabes Polri, Komisaris Jendral Pol Suyitno Landung
menyatakan akan memanggil anggota aktif Kopassus,
Kolonel Bambang Irawan terkait kasus Munir.
Menurut seorang sumber Bambang Irawan pernah
latihan menembak bersama dengan Pollycarpus.
Kapolri berjanji akan tindak lanjuti temuan TPF.
29 Mei 2005 Hendropriyono mengadukan dua anggota TPF –Usman
Hamid dan Rachland Nashidik- ke Polri dengan
tuduhan melakukan pencemaran nama baik.
30 Mei 2005 TPF mempercepat pemanggilan terhadap
Hendropriyono, dari tanggal 10 Juni menjadi 6 Juni
2005.
Hendropriyono mengadu ke DPR terkait masalahnya
dengan TPF.
31 Mei 2005 Kapolri Da’I Bachtiar berjanji akan serius
menyelesaikan kasus Munir.
TPF mempertanyakan Polri terhadap rekomendasi
yang belum ditindaklanjuti; digelarnya rekonstruksi,
pemeriksaan marathon terhadap beberapa eksekutif
TP Garuda, dan pemeriksaan terhadap operator
kamera pemantau (CCTV) Bandara Soekarno-
Hatta.
1 Jun 2005 Beberapa LSM mengecam sikap Hendropriyono
yang melecehkan TPF. Hendropriyono dalam
sebuah wawancara di Metro TV (31 Mei 2005),
menyatakan TPF sebagai “hantu blau” dan “tidak
professional”.
TPF gagal periksa dua pejabat BIN -Nurhadi dan
Suparto- sesudah mereka menolak dengan alasan
tidak setuju dengan lokasi pertemuan.
2 Jun 2005 TPF Munir memeriksa dua awak kabin Garuda, Oedi
Irianto dan Yeti Susmiarti.
3 Jun 2005 TPF gagal memeriksa Muchdi PR.
6 Jun 2005 Hendropriyono tidak memenuhi panggilan TPF.
Alasannya pemanggilan dirinya tidak didasari oleh
protokol TPF-BIN
7 Jun 2005 Tim penyidik Mabes Polri memeriksa kembali Indra
Setiawan, mantan Dirut PT Garuda.
Kepala BIN, Syamsir Siregar meminta Hendropriyono
untuk datang memenuhi panggilan TPF. TPF
menjadwalkan lagi pertemuan dengan Hendropriyono
pada tanggal 9 Juni 2005, kali ini sesuai dengan
protokol TPF-BIN.
8 Jun 2005 TPF gagal memeriksa Muchdi PR untuk kedua
kalinya.
9 Jun 2005 TPF gagal memeriksa Hendropriyono untuk kedua
kalinya.
13 Jun 2005 Hendropriyono, lewat kuasa hukumnya, Syamsu
Djalal menyatakan tidak akan memenuhi panggilan
TPF.
Penyidik Mabes Polri menyerahkan berkas perkara
Pollycarpus ke Kejaksaan Tinggi DKI.
TPF menyatakan bahwa kasus Munir merupakan
pembunuhan konspiratif.
14 Jun 2005 Hendropriyono mendesak Polda Metro Jaya untuk
segera menuntaskan kasus pencemaran nama
baiknya.
TPF temukan dokumen 4 skenario pembunuhan
Munir.
15 Jun 2005 BIN mengaku tidak mengetahui adanya dokumen 4
skenario pembunuhan Munir.
BIN secara institusional menyurati Hendropriyono
untuk memenuhi panggilan TPF.
Mabes Polri berjanji akan menindaklanjuti temuan
TPF tentang 4 skenarion pembunuhan Munir.
16 Jun 2005 Hendropriyono melewati batas waktu pemanggilan
TPF. TPF memutuskan tidak akan memanggil
Hendropriyono lagi. Hendropriyono telah menolak
3 kali panggilan TPF.
17 Jun 2005 TPF bertemu secara tertutup dengan DPR. Salah
satu persoalan yang disampaikan TPF adalah
anggarannya yang belum turun. Tim Munir DPR juga
berjanji akan memfasilitasi pertemuan antara TPF
dengan Hendropriyono.
Penyidik Mabes Polri mengaku sudah memeriksa
Hendropriyono terkait dengan kasus Munir.
Pemeriksaan ini diduga dilakukan secara diam-
diam.
19 Jun 2005 Presiden SBY mengaku kecewa kepada Hendropriyono
yang menolak panggilan TPF.
20 Jun 2005 Hendropriyono bertemu dengan Tim Munir DPR.
21 Jun 2005 TPF Munir menolak undangan DPR untuk dipertemukan
dengan Hendropriyono.
Unjuk rasa dilakukan di depan Istana Merdeka untuk
meminta penuntasan kasus Munir.
22 Jun 2005 TPF menyelesaikan laporan akhirnya untuk
diserahkan kepada Presiden SBY. TPF berjanji dalam
laporannya akan menyebutkan nama-nama yang
terlibat dalam pembunuhan Munir.
23 Jun 2005 Rekonstruksi kasus kematian Munir dilakukan.
24 Jun 2005 TPF menyerahkan laporannya kepada Presiden
SBY. Beberapa rekomendasi diajukan TPF seperti
membentuk tim penyidik baru dan pembentukan
komisi khusus baru
Presiden SBY berjanji akan mengawal kasus Munir
hingga selesai.
Hendropriyono mengadu ke Dewan Pers karena
merasa dirinya mengalami trial by the press pada
kasus Munir.
DPR mendesak Polri dan kejaksaan untuk memeriksa
ulang mantan pejabat BIN.
27 Jun 2005 Brigjen Pol Marsudhi –mantan ketua TPF- ditunjuk
menjadi ketua tim penyidik Polri yang baru untuk
kasus Munir.
Laporan TPF didistribusikan ke pejabat terkait oleh
Sekretaris Kabinet, Sudi Silalahi. Mereka adalah
Jaksa Agung, Kapolri, Kepala BIN, Panglima TNI, dan
Menteri Hukum dan HAM.
28 Jun 2005 Mabes Polri mengerahkan 30 penyidik untuk
tuntaskan kasus Munir pasca TPF. Mereka berasal
dari Badan Reserse Kriminal, Interpol Polri, dan
Polda Metro Jaya.
13 Jul 2005 Laporan TPF belum juga diumumkan kepada
publik oleh Presiden SBY. Pollycarpus jadi tahanan
Kejaksaan Tinggi DKI.
18 Jul 2005 Suciwati bertemu Kapolri Jendral (Pol) Sutanto dan
menyatakan kekecewaannya atas lambannya proses
penyidikan Polri.
20 Jul 2005 Menko Politik, Hukum, dan Keamanan, Widodo AS
menyatakan seluruh temuan TPF untuk keperluan
penyelidikan, penyelidikan, dan penuntutan.
21 Jul 2005 Juru Bicara Kepresidenan, Andi Mallarangeng
menyatakan tidak ada keharusan bagi Presiden
untuk mengumumkan tindak lanjut TPF. Dia juga
menyatakan bahwa penanganan kasus Munir akan
dilanjutkan lewat mekanisme biasa.
26 Jul 2005 Parlemen Uni Eropa mempertanyakan lambannya
perkembangan kasus Munir dalam kunjungannya ke
Komisi I DPR.
29 Jul 2005 Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri
Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkara ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menetapkan
5 majelis hakim untuk menangani kasus Munir
dengan tersangka Pollycarpus. Mereka adalah Cicut
Sutiyarso (ketua), Sugito, Liliek Mulyadi, Agus
Subroto, dan Ridwan Mansyur.
Kapolri Jendral (Pol) Sutanto menyatakan tetap akan
melakukan usaha penyidikan.
1 Ags 2005 Anggota DPR, Lukman Hakim Saifuddin meminta
Presiden SBY untuk mengumumkan temuan TPF.
9 Ags 2005 Pengadilan untuk kasus Munir dengan terdakwa
Pollycarpus mulai digelar di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. Pollycarpus didakwa melakukan
pembunuhan berencana dan diancam hukuman
mati. Motif Pollycarpus dalam membunuh Munir
adalah demi menegakkan NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia) karena Munir banyak mengkritik
pemerintah.
Dakwaan ini dipertanyakan banyak kalangan karena
tidak mengikuti temuan TPF yang menyatakan
pembunuhan Munir sebagai kejahatan konspiratif.
Dengan dakwaan ini maka Pollycarpus dianggap
sebagai pelaku utama pembunuhan Munir.
Mantan anggota TPF, Usman Hamid dan Rachland
Nashidik ditetapkan Polri sebagai tersangka
pencemaran nama baik, perbuatan tidak
menyenangkan, dan fitnah melalui tulisan terhadap
Hendropriyono.
11 Ags 2005 Polisi menangkap lagi seorang tersangka kasus
pembunuhan Munir. Orang itu adalah Ery Bunyamin,
penumpang ke-15 di kelas bisnis.
12 Ags 2005 Polisi untuk sementara hanya menetapkan Ery
Bunyamin sebagai tersangka pemalsu dokumen.
17 Ags 2005 Sidang Pollycarpus II. Pembela Pollycarpus, Moh
Assegaf dalam eksepsinya menyatakan bahwa
dakwaan JPU tidak lengkap, tidak cermat, dan
prematur.
23 Ags 2005 Sidang Pollycarpus III. JPU, Domu P Sihite (juga
mantan anggota TPF) meminta majelis hakim untuk
menolak eksepsi (nota keberatan) yang diajukan
terdakwa Pollycarpus.
30 Ags 2005 Sidang Pollycarpus IV. Majelis hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat menolak eksepsi tim penasehat
hukum Pollycarpus. Dengan demikian siding terus
dilanjutkan.
6 Sep 2005 Sidang Pollycarpus V. Suciwati (istri Munir)
memberi kesaksian seputar usaha Pollycarpus
untuk mengontak Munir sebelum keberangkatannya
ke Belanda. Saksi kedua adalah Indra Setiawan
(mantan Dirut PT Garuda). Kesaksian Indra seputar
penugasan Pollycarpus sebagai extra crew pada
penerbangan Jakarta-Singapura. Indra Setiawan
hanya mengakui adanya kesalahan administrative
dalam penugasan kerja Pollycarpus.
7 Sep 2005 Satu tahun persis Munir dibunuh. Peringatan untuk
satu tahun kasus Munir diperingati di berbagai kota
di Indonesia; di Jakarta (di depan kantor BIN),
Makasar, Semarang, dll. Aksi keprihatinan juga
dilakukan di Belanda oleh berbagai kelompok aktivis
mahasiswa, NGO, dan anggota parlemen Belanda.
DPR lewat Slamet Effendy Yusuf menyatakan
kecewa atas hasil kerja tim penyidik kasus Munir
yang tidak mampu mengungkap keberadaan dalang
pelakunya.
13 Sep 2005 Sidang Pollycarpus VI. Ramelgia Anwar (mantan
Vice President Corporate Security PT Garuda)
memberi kesaksian bahwa dia tidak pernah
meminta penugasan Pollycarpus sebagai extra
crew kepada Indra Setiawan. Hakim kemudian
mengkonfrontasikan perbedaan keterangan antara
Ramelgia Anwar dengan Indra Setiawan.
20 Sep 2005 Sidang Pollycarpus VII. Pemeriksaan terhadap
Rohainil Aini (sekretaris Chief Pilot Airbus) dan
Karmel Sembiring (Chief Pilot Airbus). Mereka
menyatakan bahwa Pollycarpus sendiri yang
meminta jadi extra crew pada penerbangan GA 974
Jakarta-Singapura. Perubahan jadwal ini tidak
diketahui atasan.
27 Sep 2005 Sidang Pollycarpus VIII. Pemeriksaan terhadap Eddy
Santoso dan Akhirina. Keduanya bagian administrasi
penjadwalan. Mereka menyatakan bahwa Pollycarpus
tidak dijadwalkan berangkat ke Singapura.
4 Okt 2005 Sidang Pollycarpus IX. Pemeriksaan terhadap
Hermawan (Crew Tracking), Sabur Muhammad
Taufiq (Kapten Pilot GA 974 Jakarta-Singapura),
dan Alex Maneklarang.(keuangan Garuda). Pilot
Sabur mengaku tidak tahu apapun soal penugasan
Pollycarpus. Perpindahan tempat duduk Munir juga
tanpa sepengetahuan Sabur.
Munir mendapat penghargaan “Civil Courage Prize
2005” dari Yayasan Northcote Parkinson Fund.
Penghargaan ini juga diberikan kepada Min
Ko Naing (aktivis oposisi Myanmar), dan Anna
Politkovskaya (jurnalis Rusia).
5 Okt 2005 Suciwati, istri Munir mendapat penghargaan dari
Time Asia Magazine sebagai salah satu Asia’s Heroes
tahun ini.
11 Okt 2005 Sidang Pollycarpus X. Pemeriksaan terhadap saksi
Brahmanie Hastawati (purser GA 974) dan Oedi
Irianto (pramugara). Mereka bersaksi beberapa kali
Pollycarpus menghubungi mereka via telepon untuk
menyamakan soal persepsi soal penerbangan GA 974.
18 Okt 2005 Sidang Pollycarpus XI. Pemeriksaan terhadap Tri
Wiryasmadi (pramugara), Pantun Mathondang (kapten
pilot GA 974 Singapura-Amsterdam) dan Yeti Susmiarti
(pramugari). Mereka bersaksi bahwa Pollycarpus
selama penerbangan jarang di tempat duduk.
21 Okt 2005 Sidang Pollycarpus XII. Pemeriksaan terhadap
Tia Ambari (Pramugari), Majib Nasution (Purser),
dan Bondan (Pramugara). Kesaksian mereka
menerangkan bahwa Munir mulai kesakitan sesaat
sesudah lepas landas dari Changi, Singapura.
25 Okt 2005 Sidang Pollycarpus XIII. Pemeriksaan terhadap DR.
Tarmizi Hakim (dokter yang duduk dekat Munir),
Asep Rohman (Pramugara), Sri Suharni (Pramugari),
dan Dwi Purwati Titi (Pramugari). Kesaksian hanya
menerangkan bahwa Munir muntah-muntah sebelum
meninggal. Menurut DR Tarmizi kematian Munir
memang tidak wajar.
28 Okt 2005 Sidang Pollycarpus XIV. Kesaksian dari Addy Quresman
(Puslabfor Mabes Polri). Ia mengafirmasi temuan
Tim Forensik Belanda (NFI) bahwa Munir meninggal
karena racun arsenik.
9 Nov 2005 68 anggota Konggres AS mengirimkan surat kepada
Presiden SBY agar segera mempublikasikan laporan TPF.
Para anggota Konggres AS ini mempertanyakan
keserius pemerintah RI dalam menuntaskan kasus Munir.
10 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XV. Pemeriksaan terhadap
ahli racun (Ridla Bakri) dan ahli forensic (Budi
Sampurna). Ridla memprediksi arsen yang masuk
ke Munir lewat makanan atau minuman. Sementara
menurut Budi Sampurna arsen tidak mungkin
diberikan di Jakarta.
11 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XVI. Pemeriksaan terhadap Choirul
Anam, rekan Munir. Saksi menyatakan sebelum ke
Belanda, Munir sering dikontak oleh BIN.
15 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XVII. Sidang ditunda karena
tidak ada saksi yang hadir. Seharusnya yang hadir
adalah Nurhadi Djazuli (mantan sekretaris utama
BIN, sekarang Dubes RI untuk Nigeria) dan Muchdi
PR (mantan Deputi V BIN).
16 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XVIII. Pemeriksaa terhadap Chairul
Huda, ahli hukum pidana. Menurutnya surat tugas
Pollycarpus sebagai extra crew merupakan surat palsu.
17 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XIX. Pemeriksaan kali ini
mendengarkan kesaksian Muchdi PR (mantan Deputi
V BIN). Dia menyangkal punya hubungan dengan
Pollycarpus. Soal hubungan melalui telepon genggam
mereka, Muchdi berkata telepon genggamnya bisa
dipinjamkan kepada siapa saja.
Pembacaan BAP saksi-saksi yang tidak bisa hadir:DRs.
Nurhadi Djazuli, Agustinus Krismato, Hian Tian alias
Eni, Lie Khie Ngian, Lie Fon Nie, Meha Bob Hussain.
Sebelum sidang terjadi aksi pemukulan oleh
sekelompok preman terhadap para aktivis Kontras
yang menggelar mimbar bebas.
18 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XX. Pemeriksaan terhadap
kesaksian terdakwa Pollycarpus. Pollycarpus
mengatakan tidak pernah mengontak Munir sebelum
penerbangan dan sebenarnya hanya basa basi
memberi kursi di kelas bisnis.
28 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XXI. Sidang ditunda karena tim
JPU tidak hadir. Seharusnya sidang membacakan
tuntutan terhadap Pollycarpus.
1 Des 2005 Sidang Pollycarpus XXII. JPU menuntut hukuman
penjara seumur hidup untuk Pollycarpus.
12 Des 2005 Sidang Pollycarpus XXIII. Pollycarpus membacakan
pledoinya dan menyatakan tidak bersalah.
Kepala Bidang Penerangan Umum Polri, Kombes
Bambang Kuncoko menyatakan polisi hanya menunggu
hasil persidangan Pollycarpus. Jika tidak ditemukan
bukti baru, maka penyidikan tidak akan dilanjutkan.
13 Des 2005 Sidang Pollycarpus XXIV. JPU membacakan replik atas
nota pembelaan Pollycarpus. JPU tetap mendakwa
Pollycarpus bersalah.
Brigjen Pol Marsudhi Hanafi –mantan Ketua TPF-
dimutasikan dari ketua tim penyidik kasus Munir
menjadi staf ahli bidang sosial ekonomi Mabes Polri.
14 Des 2005 Sidang Pollycarpus XXV. Pembacaan duplik dari
penasehat hukum Pollycarpus
20 Des 2005 Sidang Pollycarpus XXVI. Majelis Hakim membacakan
putusan. Pollycarpus terbukti turut serta melakukan
tindak pidana pembunuhan berencana dan pemalsuan
dokumen. Pollycarpus dijatuhkan hukuman penjara
14 tahun. Pollycarpus segera mengajukan banding
dan menolak vonis.
Pengacara Pollycarpus, Mohammad Assegaf melaporkan
vonis ini ke Komisi Yudisial. Komisi Yudisial menyatakan
akan mempelajari dulu pengaduan ini .
21 Des 2005 Beberapa tanggapan atas hasil pengadilan Pollycarpus:
Presiden SBY kurang puas atas hasil pengadilan. Dia
menginstruksikan Polri, BIN, dan Kejagung untuk
meneruskan penyidikan kasus Munir.
Kapolri Sutanto meminta Pollycarpus mengungkap
dalang utama pembunuh Munir.
Kepala BIN, Syamsir Siregar menyatakan pengadilan
gagal mengungkap otak pembunuh Munir. Kinerja
tim penyidik tidak maksimal.
Istri Munir, Suciwati menyatakan dalang pelaku
pembunuh Munir tetap harus diadili.
KASUM, Komite Aksi Solidaritas untuk Munir.
JPU menyatakan banding kerena vonis jauh dari
tuntutan seumur hidup.
23 Des 2005 Presiden SBY menolak pembentukan tim independen
penyidik baru untuk kasus Munir.
25 Des 2005 Pengacara Pollycarpus, Mohammad Assegaf
menyesalkan pernyataan Kapolri dan Presiden SBY
yang dinilai menghakimi Pollycarpus.
28 Des 2005 S iaran Pers KASUM meminta pemerintah
menindaklanjuti putusan Majelis Hakim yang
menyebut beberapa nama kunci yang mungkin
terlibat dalam pembunuhan Munir. KASUM juga
meminta pembentukan tim independen baru untuk
penyelidikan lebih lanjut.
15 Jan 2006 Penyidik Polri menetapkan tersangka baru dalam
kasus Munir, yaitu Ramelgia Anwar (mantan Vice
President Corporate Security PT Garuda). Ramelgia
Anwar disangka memalsukan surat tugas yang
diberikan kepada Pollycarpus.
20 Jan 2006 Mabes Polri lewat Kepala Bidang Penerangan Umum,
Divisi Humas Polri, Kombes Pol Bambang Kuncoko,
membantah Ramelgia Anwar ditetapkan sebagai
tersangka.
26 Jan 2006 Suciwati dan Usman Hamid (Koordinator KontraS),
bertemu dengan Jaksa Agung Abdurrahman Saleh.
Pada pertemuan itu mereka meminta Jaksa Agung
untuk meminta rekaman percakapan Muchdi-
Pollycarpus dibuka oleh perusahaan telekomunikasi.
Kewenangan Jaksa Agung itu diatur dalam UU
36/1999 tentang Telekomunikasi.
27 Jan 2006 Mabes Polri lewat Kepala Bidang Penerangan Umum,
Divisi Humas Polri, Kombes Pol Bambang Kuncoko,
menyatakan Polri tidak akan menghentikan
penyidikan kasus Munir.
30 Jan 2006 Yos Hera Indraswari, istri Pollycarpus didampingin
tim penasihat hukum, Moh. Assegaf mengajukan
memori banding ke Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat.
Rapat kerja bersama antara Kapolri dan jajarannya
dengan Komisi III DPR RI. Dalam laporan tertulisnya
Kapolri tidak menyinggung kasus Munir. saat
ditanyakan oleh anggota Komisi III tentang
kelambanan penanganan oleh Polri dan keterlibatan
Muchdi PR, Kapolri bersedia menjelaskan dengan
catatan tidak ada wartawan yang menulisnya. Kapolri
Sutanto kemudian meminta diadakan rapat tertutup
untuk membahas kasus Munir dengan Komisi III.
2 Feb 2006 Muchdi PR meminta Tim Pembela Muslim/TPM untuk
mendampinginya sebagai kuasa hukum berkaitan
dengan kasus Munir.
3 Feb 2006 beberapa aktivis LSM dan Suciwati bertemu
dengan DPR dan meminta DPR gunakan hak
interpelasinya.
7 Feb 2006 Yosepha Hera Iswandari, Istri Pollycarpus mendatangi
DPR RI pada sidang pleno untuk mengadukan kasus
suaminya.
14 Feb 2006 Rapat tertutup antara Komisi III DPR RI dengan Polri,
diwakili oleh Badan Reserse Kriminal Komisaris
Jendral Makbul Padmanegara. DPR sendiri kecewa
karena tidak ada informasi baru yang disampaikan
oleh Polri.
16 Feb 2006 Muchdi PR beserta TPM mendatangi DPR dan bertemu
dengan Ketua DPR, Agung Laksono. Muchdi PR juga
mengancam akan mengajukan gugatan kepada pihak
yang menurutnya melemparkan opini bahwa ia
terlibat dalam kasus Munir. Menurutnya media massa
juga sudah menghakiminya dengan pemberitaan
yang tidak berimbang.
20 Feb 2006 Suciwati dan beberapa aktivis LSM mendatangi DPR
dan bertemu dengan Ketua DPR, Agung Laksono.
Suciwati mempertanyakan sikap politik DPR atas
kasus Munir dan mempertanyakan kinerja TPF Munir
DPR.
Presiden SBY kembali meminta aparat penegak
hukum melanjutkan dan menuntaskan kasus Munir
dan menyerahkannya kepada proses hukum.
Presiden SBY juga menegaskan kasus Munir harus
diungkap secara transparan.
21 Feb 2006 Muchdi PR dan tim hukumnya mendatangi Ketua
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Cicut Sutiarso,
yang juga ketua majelis hakim persidangan
Pollycarpus. Mereka mempertanyakan amar putusan
majelis hakim yang mengaitkan Muchdi dengan
Pollycarpus. Cicut sendiri menolak mengomentari
amar putusan ini dengan alasan sudah
dibacakan dalam persidangan.
22 Feb 2006 Anggota Komisi III Benny K Harman dan Direktur LBH
Jakarta, Uli Parulian Sihombing menilai pertemuan
antara Muchdi PR dengan Ketua PN Jakarta Pusat
adalah bentuk intervensi terhadap peradilan.
Mereka juga menilai tindakan majelis hakim yang
menemui Muchdi PR adalah tidak etis dan tidak
lazim.
AJI : Aliansi Jurnalis Independen
AKB : Ajun Komisaris Besar
AL : Angkatan Laut
BAP : Berita Acara Pemeriksaan
BIN : Badan Intelijen Negara
CCTV : Close Circuit Television
Danrem : Komandan Korem
Dephan : Departemen Pertahanan
Deplu : Departemen Luar Neger
DKP : Dewan Kehormatan Perwira
DOM : Daerah Operasi Militer
DPP : Dewan Pimpinan Pusat
DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
Golkar : Golongan Karya
HAM : Hak Asasi Manusia
HMI : Himpunan Mahasiswa Islam
HRWG : Human Right Working Group
IKOHI : Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia
Imparsial : Indonesian Human Rights Monitor
KASUM : Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir
Kapuspen : Kepala Pusat Penerangan
KKR : Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
KNPI : Komite Nasional Pemuda Indonesia
Komnas : Komisi Nasional
Kontras : Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
Kekerasan
Kopassus : Komando Pasukan Khusus
Bunuh MUNIRvii
Daftar Singkatan
KPP : Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM
KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
LBH : Lembaga Bantuan Hukum
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
NFI : Netherlands Forensic Institute
NU : Nahdhatul Ulama
Parpol : Partai Politik
PBHI : Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia
PDIP : Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
PEPABRI : Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia
PKB : Partai Kebangkitan Bangsa
PPI : Perhimpunan Pelajar Indonesia
PPM : Pemuda Panca Marga
POLRI : Kepolisian Republik Indonesia
PRD : Partai Rakyat Demokratik
PTIK : Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian
RCTI : Rajawali Citra Televisi Indonesia
SD : Sekolah Dasar
Sekjen : Sekretaris Jenderal
Sesma : Sekretaris Utama
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMID : Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi
SMP : Sekolah Menengah Pertama
TK : Taman Kanak-kanak
TNI : Tentara Nasional Indonesia
USU : Universitas Sumatera Utara
VHR : Voice of Human Rights
YLBHI : Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia



