Jumat, 26 Januari 2024

munir 3






dan Muchdi 
PR. Komunikasi intensif antara nomor telepon Pollycarpus dengan 
Muchdi PR sendiri dinilai Majelis Hakim berisi pembicaraan intensif 
bagaimana menghilangkan jiwa Munir. 

Putusan itu tentu memberi harapan. Banyak pihak menilai pertimbangan-
pertimbangan hakim diatas adalah semacam perintah pengadilan 
(court of order) kepada negara untuk melakukan investigasi lebih 
jauh aktor-aktor lain atau aktor utama pembunuhan terhadap Munir. 
Karena itu, pemerintah wajib mengambil langkah-langkah judisial dan 
ekstra judisial yang nyata. Setidaknya menindaklanjuti kesimpulan dan 
rekomendasi penting dari Tim Pencari Fakta Kasus Munir.
Lalu bagaimana respon Presiden RI selanjutnya? Dari pemberitaan 
berbagai surat kabar, Presiden menegaskan ada konspirasi dalam kasus 
pembunuhan Munir. Selanjutnya Presiden SBY menginstruksikan Kepala 
Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Sutanto untuk mengungkap tuntas 
kasus kematian Munir. Presiden menyatakan tetap berkomitmen untuk 
mengungkap kasus ini. 
Langkah Presiden ini  tentu saja tidak keliru. Malah kita berharap 
segera ada kemajuan dari instruksi orang nomor satu republik ini. 
Tetapi bila kita belajar dari pengalaman sebelumnya, apakah itu 
cukup? Kondisi awal birokrasi hukum dalam penanganan kasus ini 
kurang maksimal dan prosesnya pun lamban. Ada juga yang mengkritik 
seharusnya untuk konspirasi sebesar kasus Munir, pelakunya diproses 
sekaligus, bukan satu-persatu tidak dalam satu berkas yang diajukan 
ke pengadilan. Sebab pengungkapan pembunuhan ini membutuhkan 
kerja cepat dan akurat. Untuk apa? Mencegah pihak-pihak tertentu 
melakukan obstruction of justice, yakni melakukan segala tindakan 
yang bisa menghalangi penegakan hukum, termasuk mengulur waktu 
yang memberi ruang bagi jaringan otak pelaku untuk berkonsolidasi 
mengatur siasat sehingga tak tersentuh hukuman. 
Setidaknya, putusan pengadilan diatas harus dilanjutkan dengan usaha  
memanggil, memeriksa dan menahan para pelaku lain yang menurut 
Majelis Hakim terlibat konspirasi pembunuhan Munir. Langkah-langkah 
seperti bukan hal sulit, apalagi sudah menjadi wewenang yang melekat 
pada Polri. jika  langkah-langkah ini dipandang akan menemui 
hambatan tertentu yang lebih bersifat politis, maka setidaknya ada 
beberapa hal penting untuk dipastikan.
Pertama, seperti direkomendasikan Tim Pencari Fakta, Presiden SBY 
perlu membentuk Tim Kepresidenan dengan mandat kuat dan rinci untuk 
meneruskan temuan TPF Kasus Meninggalnya Munir yang dibentuk pada 
24 Desember 2004 dan berakhir pada 24 Juni 2005; 
Kedua, mengingat lemahnya kinerja Bareskrim Polri di bawah Suyitno 
Landung saat menangani kasus Munir, maka Presiden SBY dan Kapolri 
Jenderal Sutanto perlu melakukan perombakan di internal Kepolisian 
demi terwujudnya penyidikan berkas kasus Munir yang mampu untuk 
segera menyeret siapapun yang terlibat konspirasi pembunuhan Munir 
dengan bukti yang lengkap dan akurat. Untuk selanjutnya tentu 
diserahkan kepada Jaksa Agung guna dilimpahkan ke pengadilan.
Ketiga, TPF menyimpulkan bahwa BIN telah gagal membantu 
pengungkapan kasus pembunuhan Munir. Oleh karena itu Presiden SBY 
dan Kepala BIN Syamsir Siregar untuk melakukan perombakan total 
di dalam lingkungan internal BIN dengan mengganti pejabat-pejabat 
strategis badan intelijen ini  dengan orang-orang yang memiliki 
integritas moral dan keahlian intelijen yang tinggi sehingga mampu 
membangun profesionalitas badan intelijen negara yang mengabdi pada 
negara dalam menegakkan hukum yang benar dan adil.
Jadi, tanggungjawab Presiden atas masalah ini tidak berhenti hanya 
dengan turut menegaskan adanya konspirasi. Seperti kata Presiden, kasus 
Munir adalah a test of our history, sebuah ujian dari sejarah kita. Kita 
harus mampu. Tidak boleh ada lagi orang yang seenaknya menghilangkan 
jiwa manusia lalu menyangkal kesalahan yang diperbuatnya. Pada titik 
ini, kasus pembunuhan Munir, bukan lagi sekadar pembunuhan biasa, 
melainkan penentu dari masa depan demokrasi Indonesia. Mampukah 
kita lulus dalam ujian sejarah itu? Lagi-lagi, hanya waktu yang bisa 
menjawabnya.
Kronologis Kasus Munir
(7 September 2004 – 22 Februari  2006)
7 Sept 2004 Aktivis HAM dan pendiri KontraS (Komisi untuk 
Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) dan 
Imparsial, Munir (39 thn) meninggal di  atas pesawat 
Garuda dengan nomor GA-974 saat  sedang 
menuju Amsterdam untuk melanjutkan kuliah 
pasca-sarjana. Sesuai dengan hukum nasionalnya, 
pemerintah Belanda melakukan otopsi atas jenazah 
almarhum.
12 Sept 2004 Jenazah Munir dimakamkan di kota Batu, Malang, 
Jawa Timur.
11 Nov 2004 Pihak keluarga almarhum mendapat informasi dari 
media Belanda bahwa hasil otopsi Munir oleh  Institut 
Forensik Belanda (NFI) membuktikan bahwa beliau 
meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis 
yang fatal.
12 Nov 2004  Suciwati, istri Munir mendatangi Mabes Polri untuk 
meminta hasil otopsi  namun gagal. Presiden SBY  
berjanji akan menindaklanjuti kasus pembunuhan 
Munir. Berlangsung siaran pers bersama beberapa 
LSM di kantor KontraS mendesak pemerintah untuk 
segera melakukan investigasi dan menyerahkan 
hasil otopsi kepada keluarga dan membentuk tim 
penyelidikan independen yang melibatkan kalangan 
masyarakat sipil. Desakan serupa dikeluarkan oleh 
para tokoh masyarakat di berbagai daerah.
18 Nov 2004 Markas Besar Polri memberangkatkan tim 
penyelidik (termasuk ahli forensik) dan Usman 
Hamid (Koordinator KontraS) ke Belanda. Pengiriman 
tim ini  bertujuan meminta dokumen otentik, 
berikut mendiskusikan hasil otopsi dengan ahli-ahli 
forensik di Belanda. Tim ini gagal mendapatkan 
dokumen otopsi asli karena tidak memenuhi prosedur 
administrasi yang diminta pemerintah Belanda. 
20 Nov 2004 Istri Munir, Suciwati mendapat teror di rumahnya di 
Bekasi.
22 Nov 2004 Suciwati dan beberapa aktivis NGO bertemu dengan 
Komisi III DPR RI. Komisi III setuju dengan usulan yang 
diajukan oleh kerabat Munir untuk mendesak pemerintah 
segera membentuk tim investigasi independen.
23 Nov 2004 Rapat paripurna DPR sepakat untuk meminta 
pemerintah membentuk tim independen kasus 
Munir dan segera menyerahkan hasil autopsi kepada 
keluarga almarhum. Selain itu DPR juga membentuk 
tim pencari fakta sendiri 
24 Nov 2004 Suciwati bersama beberapa aktivis LSM bertemu 
dengan Presiden SBY di Istana Negara. Presiden 
berjanji akan membentuk tim independen untuk 
menyelidiki kasus Munir.
26 Nov 2004 Imparsial dan KontraS menyerahkan draft usulan 
pembentukan tim independen kasus Munir kepada 
Presiden melalui Juru Bicaranya, Andi Malarangeng. 
Draft ini berisi bentuk tim, mekanisme tim, dan 
daftar nama calon anggota tim.
28 Nov 2004 Mabes Polri  melakukan pemeriksaan terhadap  8 
kru  Garuda yang melakukan penerbangan bersama 
almarhum Munir. Hingga kini sudah 21 orang yang 
diperiksa.
2 Des 2004 Ratusan aktivis dan korban pelanggaran HAM berdemo 
di depan istana untuk meminta Presiden SBY agar 
segera membentuk tim investigasi independen kasus 
Munir.
21 Des 2004 Di Mabes Polri  terjadi pertemuan antara Kepolisian, 
Kejaksaan Agung, Dephuk dan HAM, serta aktivis 
HAM untuk membahas tindak lanjut tim independen 
kasus Munir.
23 Des 2004 Presiden SBY mengesahkan Tim Pencari Fakta untuk 
Kasus Munir yang anggotanya melibatkan kalangan 
masyarakat sipil dan berfungsi membantu Polri 
dalam menyelidiki kasus terbunuhnya Munir.  
13 Jan 2005 TPF pertama kali bertemu dengan tim penyidik 
Polri. Dalam pertemuan ini , TPF menilai tim 
penyidik lambat dalam menetapkan tersangka
11 Feb 2005 TPF mendesak Polri untuk melakukan rekonstruksi. 
Pihak Polri berkilah rekonstruksi tergantung kesiapan 
Garuda.]
24 Feb 2005 Ketua TPF, Brigjen Marsudi Hanafi menilai Garuda 
tidak kooperatif dalam melakukan rekonstruksi 
kematian Munir.
28 Feb 2005 Ketua TPF, Brigjen Marsudi Hanafi menilai Garuda 
menutupi kematian Munir. Selain menghambat 
rekonstruksi kematian Munir, pihak manajemn 
Garuda juga diduga memalsukan surat penugasan 
Pollycarpus, seorang pilot Garuda.
3 Mar 2005 TPF menemui Presiden SBY untuk melaporkan 
perkembangan kasus Munir. TPF menemukan 
adanya indikasi konspirasi dalam kasus kematian 
pejuang hak asasi manusia (HAM) Munir. Ketua 
TPF Kasus Munir, Brigjen (Pol) Marsudi Hanafi 
TPF menyatakan ada  indikasi kuat bahwa 
kematian Munir adalah kejahatan konspiratif dan 
bukan perorangan, di mana di dalamnya terlibat 
oknum PT Garuda Indonesia dan pejabat direksi 
PT Garuda Indonesia baik langsung maupun tidak 
langsung.
4 Mar 2005 Kapolri, Da’I Bachtiar mendukung temuan TPF kasus 
Munir yang menyatakan direksi PT Garuda terlibat 
dalam pembunuhan Munir.
7 Mar 2005 Tim Investigasi DPR berpendapat Pollycarpus banyak 
berbohong dalam pertemuannya di DPR.
8 Mar 2005 beberapa organisasi HAM Indonesia akan membawa 
kasus Munir ke Komisi HAM PBB dalam sidangnya 
yang ke-16 di Jenewa, Swiss 14 Maret-22 April 
2005 mengingat Munir sudah menjadi tokoh HAM 
internasional.
10 Mar 2005 Pollycarpus tidak memenuhi panggilan I Mabes Polri 
dengan alasan sakit.
12 Mar 2005 Brigjen Pol Marsudi Hanafi (KetuaTPF) mengeluarkan 
pernyataan yang menyayangkan lambannya kerja 
tim Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes 
Polri dalam mengusut kasus kematian Munir.
14 Mar 2005 Penyidik dari Bareskrim Polri memeriksa Pollycarpus 
selama 13 jam lebih dengan lie detector.
15 Mar  2005 Polri kembali memeriksa Pollycarpus.
15 Mar 2005 TPF merekomendasikan 6 calon tersangka, 4 dari 
lingkungan PT Garuda.
16 Mar 2005 Kepala BIN, Syamsir Siregar membantah adanya 
keterlibatan anggota BIN dalam pembunuhan 
Munir.
18 Mar 2005 Pollycarpus resmi ditetapkan sebagai tersangka dan 
ditahan di rumah tahanan Mabes Polri.
23 Mar 2005 Suciwati memberi  kesaksian di hadapan siding 
Komisi HAM PBB di Jenewa.
26 Mar 2005 Kepala BIN, Syamsir Siregar membantah bahwa 
Pollycarpus adalah anggota BIN.
28 Mar 2005 Presiden SBY memperpanjang masa kerja TPF hingga 
23 Juni 2005.
28 Mar 2005 Jaksa Agung, Abdurahman Saleh  telah mengirim 
surat ke pemerintah Belanda yang menjamin tidak 
akan memvonis hukuman mati bagi terpidana kasus 
Munir. Surat ini dibuat agar pemerintah Belanda 
bersedia memberika data hasil forensik. 
5 Apr 2005 Polri menetapkan dua kru Garuda –Oedi Irianto (kru 
pantry) dan Yeti Susmiarti (pramugari)- menjadi 
tersangka kasus Munir. Mereka adalah kru kabin 
selama penerbangan Garuda Jakarta-Singapura di 
kelas bisnis, tempat Munir duduk.
6 Apr 2005 Dalam siaran persnya, Suciwati menyatakan 
mendapat dukungan dari komunitas internasional, 
termasuk Ketua Komisi HAM PBB, Makarim Wibisono 
selama kunjungan kampanyenya di Eropa.

 sesudah gagal dua kali, akhirnya TPF berhasil bertemu 
dengan   jajaran tinggi BIN. Hasil kesepakatannya 
adalah TPF-BIN akan bentuk tim khusus.
 Usman Hamid (TPF) mempertanyakan polisi 
yang tidak memeriksa sebagian nama yang telah 
direkomendasikan TPF dan mempertanyakan 
penetapan dua tersangka baru.
7 Apr 2005 Tiga Deputi BIN diikutsertakan dalam kerja TPF.
 Ketua TPF, Marsudhi Hanafi mengusulkan agar penyidik 
menjadikan Vice-President Security AviationGaruda, 
Ramelgia Anwar sebagai tersangka.
8 Apr 2005 5 orang karyawan Garuda diperiksa oleh penyidik 
Direktorat Kriminal Umum dan Transnasional Polri. 
Kelimannya adalah Indra Setiawan (mantan Dirut 
Garuda), Ramelgia Anwar (Vice-President Security 
AviationGaruda), Rohainil Aini (Chief Secretary Pilot 
Airbus 330), Carmel Sembiring (Chief Pilot Airbus 
330), dan Hermawan (Staf Jadwal Penerbangan 
Garuda).
 Pada pemeriksaan ini  dibahas soal surat 
penugasan Polllycarpus yang banyak kejanggalannya.
11 Apr 2005 Mantan Sekretaris Utama (Sesma) BIN, Nurhadi 
menolak hadir dalam pemeriksaan TPF. Nurhadi 
meminta pertemuannya di kantor BIN. Ini merupakan 
penolakkan kedua kalinya. Nurhadi diduga 
mengangkat Pollycarpus sebagai agen utama BIN.  
Syamsir membantah adanya surat pengangkatan 
Pollycarpus sebagai anggota BIN (Skep Ka BIN 
No.113/2/2002).
 Saat ini Nurhadi merupakan Dubes RI untuk Nigeria. 
Namun ia mengakui masih sebagai anggota BIN.
 Penyidik Polri  memeriksa Brahmani Astawati 
(pramugari Garuda), Sabur Taufik (pilot Garuda GA 
974, rute Jakarta-Singapura), Eva Yulianti Abbas 
(pramugari), dan Triwiryasmadi (awak kabin).
15 Apr 2005 Penyidik Mabes Polri memeriksa dua orang warga 
negara Belanda yang duduk di sebelah Munir.
19 Apr 2005 TPF menolak permintaan BIN ajukan pertanyaan 
secara tertulis kepada anggota BIN
                                   
21 Apr 2005 Nurhadi menolak pemeriksaan untuk ketiga kalinya.
27 Apr 2005 Dalam Siaran Persnya Nurhadi menegaskan tidak akan 
memenuhi panggilan TPF dengan alasan tidak ada 
dasar hukum. Nurhadi juga membantah mengenal 
dan mengangkat Pollycarpus sebagai anggota BIN.
28 Apr 2005 Deplu menunda keberangkatan Nurhadi ke Nigeria.
29 Apr 2005 Kapolri Da’I Bachtiar meminta Nurhadi penuhi 
panggilan TPF.
 Polri memeriksa Tia Dewi Ambari, pramugari 
Garuda GA 974 rute Singapura-Amsterdam yang 
melihat Munir mengalami kesakitan sesaat sebelum 
pesawatnya lepas landas dari Bandara Changi, 
Singapura.
30 Apr 2005 Lewat Sudi Silalahi –Sekretaris Kabinet- Presiden 
SBY minta Nurhadi memberi   keterangan kepada 
TPF.
2 Mei 2005 Protokol kerjasama TPF-BIN ditandatangani. Protokol 
ini diharapkan bisa mempermudah kerja TPF dalam 
meminta keterangan para anggota dan mantan 
anggota BIN.
3 Mei 2005 Kuasa hukum Nurhadi, Sudjono menyatakan kliennya 
akan tidak memenuhi panggilan TPF karena isi protokol 
tidak sejalan dengan mandat Keppres pembentukan TPF.
                               
 beberapa anggota DPR Komisi Pertahanan dan Luar 
Negeri meminta Nurhadi untuk kooperatif. DPR 
mengancam akan meninjau ulang posisi Nurhadi 
sebagai Dubes Nigeria.
 TPF mengancam Nurhadi akan dilaporkan ke Presiden 
jika tetap menolak panggilan TPF.
4 Mei 2005 Suciwati, istri Munir mendapat ancaman teror lewat 
surat yang dikirim ke kantor KontraS.
6 Mei  2005 Penyidik Polri mengkonfrontasikan kesaksian 
Brahmanie Hastawati –awak kabin Garuda- dengan 
Lie Fonny –saksi penumpang dari Belanda- soal 
Pollycarpus. Brahmanie mengaku melihat Pollycarpus 
berbincang-bincang dengan Lie Fonny sedangkan Lie 
Fonny membantah keterangan ini .
9 Mei 2005 TPF akhirnya memeriksa Nurhadi selama 2 
jam dengan sekitar 20 pertanyaan. Dari hasil 
pemeriksaan, TPF makin yakiin bahwa BIN terlibat 
pembunuhan Munir.
11 Mei 2005 TPF melaporkan kerjanya ke Presiden SBY. Menurut 
Presiden SBY kerja TPF belum memuaskan. Untuk itu 
Presiden SBY akan memimpin  langsung pembicaraan 
antara TPF, Polri, dan BIN.  Presiden SBY  kemudian 
memanggil 3 menteri ke istana untuk merespon 
laporan TPF. Mereka adalah Menko Polhukam, 
Widodo AS, Menkumham, Hamid Awaluddin, dan 
Jaksa Agung Abdulrahman Saleh. 
 Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri memeriksa 
Nurhadi Djazuli terkait kasus Munir.
12 Mei 2005 TPF memeriksa dokumen BIN di kantornya 
terkait dengan pemeriksaan Nurhadi. TPF juga 
memeriksa Kolonel Sumarmo, Kepala Biro Umum 
BIN di kantornya. TPF memandang Sumarmo tidak 
kooperatif selama pemeriksaan.
13 Mei 2005 Ketua TPF, Marsudhi Hanafi berencana akan 
memeriksa Muchdi PR –mantan Deputi V BIN Bidang 
Penggalangan dan Propaganda- dalam waktu dekat.
16 Mei 2005 Penahanan Pollycarpus diperpanjang 30 hari lagi. 
TPF memeriksa satu lagi anggota BIN secara tertutup 
dan  identitasnya dirahasiakan.
 Muchdi PR datang ke Mabes Polri untuk memberi  
keterangan kepada penyidik Polri terkait kasus 
Munir. Polri tidak merinci hasil pemeriksaannya 
kepada wartawan.
17 Mei 2005 Garuda menskors karyawannya terkait pemeriksaan 
Polri dan TPF.
                               
 TPF bertemu kembali dengan Presiden SBY 
–didampingi Jaksa Agung Abdurrahman Saleh, 
Kapolri Da’I Bachtiar, dan Sekretaris Kabinet Sudi 
Silalahi. Kali ini TPF melaporkan adanya kontrak 
berkali-kali antara Pollycarpus dengan pejabat BIN, 
yaitu Muchdi PR antara September-Oktober 2004.
 Nurhadi kembali diperiksa oleh TPF.
19 Mei 2005 KontraS mendapat teror terkait dengan kasus Munir. 
TPF mulai berencana memanggil mantan Kepala BIN, 
Hendropriyono.
                                
 TPF bertemu dengan Tim Munir DPR di Gedung 
MPR/DPR. Dalam pertemuan itu TPF melaporkan 
bahwa kerja mereka dihambat oleh BIN.
20 Mei 2005 Kepala BIN, Syamsir Siregar  membantah menghambat 
kerja BIN. Syamsir juga meragukan temuan TPF. 
Syamsir juga menyatakan kontak telepon antara 
Pollycarpus dengan Muchdi PR belum tentu soal Munir.
24 Mei 2005 TPF mempertanyakan artikel yang dibuat 
Hendropriyono di The Jakarta Post dan The 
Strait Times yang isinya merupakan klarifikasi 
Hendropriyono untuk tidak akan menolak panggilan 
TPF. Dalam artikel ini  Hendropriyono 
membantah keterlibatan BIN dalam kasus Munir.
 DPR mendukung pemanggilan Hendropriyono oleh TPF.
25 Mei 2005 Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) 
Mabes Polri, Komisaris Jendral Pol Suyitno Landung 
menyatakan akan memanggil anggota aktif Kopassus, 
Kolonel Bambang Irawan terkait kasus Munir. 
Menurut seorang sumber Bambang Irawan pernah 
latihan menembak bersama dengan Pollycarpus.
 Kapolri berjanji akan tindak lanjuti temuan TPF.

29 Mei 2005 Hendropriyono mengadukan dua anggota TPF –Usman 
Hamid dan Rachland Nashidik- ke Polri dengan 
tuduhan melakukan pencemaran nama baik.
30 Mei 2005 TPF mempercepat pemanggilan terhadap 
Hendropriyono, dari tanggal 10 Juni menjadi 6 Juni 
2005.
 Hendropriyono mengadu ke DPR terkait masalahnya 
dengan TPF.
31 Mei 2005 Kapolri Da’I Bachtiar berjanji akan serius 
menyelesaikan kasus Munir. 
 TPF mempertanyakan Polri terhadap rekomendasi 
yang belum ditindaklanjuti; digelarnya rekonstruksi, 
pemeriksaan marathon terhadap beberapa eksekutif 
TP Garuda, dan pemeriksaan terhadap operator 
kamera pemantau (CCTV) Bandara Soekarno-
Hatta.
1 Jun 2005 Beberapa LSM mengecam sikap Hendropriyono 
yang melecehkan TPF. Hendropriyono dalam 
sebuah wawancara di Metro TV (31 Mei 2005), 
menyatakan TPF sebagai “hantu blau” dan “tidak 
professional”.
 TPF gagal periksa dua pejabat BIN -Nurhadi dan 
Suparto- sesudah mereka menolak dengan alasan 
tidak setuju dengan lokasi pertemuan.
2 Jun 2005 TPF Munir memeriksa dua awak kabin Garuda, Oedi 
Irianto dan Yeti Susmiarti.
3 Jun 2005 TPF gagal memeriksa Muchdi PR.

6 Jun 2005 Hendropriyono tidak memenuhi panggilan TPF. 
Alasannya pemanggilan dirinya tidak didasari oleh 
protokol TPF-BIN
7 Jun 2005 Tim penyidik Mabes Polri memeriksa kembali Indra 
Setiawan, mantan Dirut PT Garuda.
 Kepala BIN, Syamsir Siregar meminta Hendropriyono 
untuk datang memenuhi panggilan TPF. TPF 
menjadwalkan lagi pertemuan dengan Hendropriyono 
pada tanggal 9 Juni 2005, kali ini sesuai dengan 
protokol TPF-BIN.
8 Jun 2005 TPF gagal memeriksa Muchdi PR untuk kedua 
kalinya.
9 Jun 2005 TPF gagal memeriksa Hendropriyono untuk kedua 
kalinya.
13 Jun 2005 Hendropriyono, lewat kuasa hukumnya, Syamsu 
Djalal menyatakan tidak akan memenuhi panggilan 
TPF.
 Penyidik Mabes Polri menyerahkan berkas perkara 
Pollycarpus ke Kejaksaan Tinggi DKI.
 TPF menyatakan bahwa kasus Munir merupakan 
pembunuhan konspiratif.
14 Jun 2005 Hendropriyono mendesak Polda Metro Jaya untuk  
segera menuntaskan kasus pencemaran nama 
baiknya.
           
 TPF temukan dokumen 4 skenario pembunuhan 
Munir.
15 Jun 2005 BIN mengaku tidak mengetahui adanya dokumen 4 
skenario pembunuhan Munir.
 BIN secara institusional menyurati Hendropriyono 
untuk memenuhi panggilan TPF.
                                 
 Mabes Polri berjanji akan menindaklanjuti temuan 
TPF tentang 4 skenarion pembunuhan Munir.
16 Jun 2005 Hendropriyono melewati batas waktu pemanggilan 
TPF. TPF memutuskan tidak akan memanggil 
Hendropriyono lagi. Hendropriyono telah menolak 
3 kali panggilan TPF.
17 Jun 2005 TPF  bertemu secara tertutup dengan  DPR.  Salah  
satu  persoalan yang disampaikan TPF adalah 
anggarannya yang belum turun. Tim Munir DPR juga 
berjanji akan memfasilitasi pertemuan antara TPF 
dengan Hendropriyono.
 Penyidik Mabes Polri mengaku sudah memeriksa 
Hendropriyono terkait dengan kasus Munir. 
Pemeriksaan ini diduga dilakukan secara diam-
diam.
19 Jun 2005 Presiden SBY mengaku kecewa kepada Hendropriyono 
yang menolak panggilan TPF. 
20 Jun 2005 Hendropriyono bertemu dengan Tim Munir DPR.
21 Jun 2005 TPF Munir menolak undangan DPR untuk dipertemukan 
dengan Hendropriyono.
 Unjuk rasa dilakukan di depan Istana Merdeka untuk 
meminta penuntasan kasus Munir.
22 Jun 2005 TPF menyelesaikan laporan akhirnya untuk 
diserahkan kepada Presiden SBY. TPF berjanji dalam 
laporannya akan menyebutkan nama-nama yang 
terlibat dalam pembunuhan Munir.
23 Jun 2005 Rekonstruksi kasus kematian Munir dilakukan.
24 Jun 2005 TPF menyerahkan laporannya kepada Presiden 
SBY. Beberapa rekomendasi diajukan TPF seperti 
membentuk tim penyidik baru dan  pembentukan 
komisi khusus baru
 Presiden SBY berjanji akan mengawal kasus Munir 
hingga selesai.                                
 Hendropriyono mengadu ke Dewan Pers karena 
merasa dirinya mengalami trial by the press pada 
kasus Munir.
 DPR mendesak Polri dan kejaksaan untuk memeriksa 
ulang mantan pejabat BIN.
27 Jun 2005 Brigjen Pol Marsudhi –mantan ketua TPF- ditunjuk 
menjadi ketua tim penyidik Polri yang baru untuk 
kasus Munir.
 Laporan TPF didistribusikan ke pejabat terkait oleh 
Sekretaris Kabinet, Sudi Silalahi. Mereka adalah 
Jaksa Agung, Kapolri, Kepala BIN, Panglima TNI, dan 
Menteri Hukum dan HAM.
28 Jun 2005 Mabes Polri mengerahkan 30 penyidik untuk 
tuntaskan kasus Munir pasca TPF. Mereka berasal 
dari Badan Reserse Kriminal, Interpol Polri, dan 
Polda Metro Jaya.
13 Jul 2005 Laporan TPF belum juga diumumkan kepada 
publik oleh Presiden SBY. Pollycarpus jadi tahanan 
Kejaksaan Tinggi DKI.      
18 Jul 2005 Suciwati bertemu Kapolri Jendral (Pol) Sutanto dan 
menyatakan kekecewaannya atas lambannya proses 
penyidikan Polri.              
20 Jul 2005 Menko Politik, Hukum, dan Keamanan, Widodo AS 
menyatakan seluruh temuan TPF untuk keperluan 
penyelidikan,  penyelidikan, dan penuntutan.
21 Jul 2005 Juru Bicara Kepresidenan, Andi Mallarangeng 
menyatakan tidak ada keharusan bagi Presiden 
untuk mengumumkan tindak lanjut TPF. Dia juga 
menyatakan bahwa penanganan kasus Munir akan 
dilanjutkan lewat mekanisme biasa.
26 Jul 2005 Parlemen Uni Eropa mempertanyakan lambannya 
perkembangan kasus Munir dalam kunjungannya ke 
Komisi I DPR.
29 Jul 2005 Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri 
Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkara ke 
Pengadilan Negeri  Jakarta Pusat.
 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menetapkan 
5 majelis hakim untuk menangani kasus Munir 
dengan tersangka Pollycarpus. Mereka adalah Cicut  
Sutiyarso (ketua), Sugito, Liliek Mulyadi, Agus 
Subroto, dan Ridwan Mansyur.
 Kapolri Jendral (Pol) Sutanto menyatakan tetap akan 
melakukan usaha  penyidikan.
1 Ags  2005 Anggota DPR, Lukman Hakim Saifuddin meminta 
Presiden SBY untuk mengumumkan temuan TPF.
9 Ags 2005 Pengadilan untuk kasus Munir dengan terdakwa 
Pollycarpus mulai digelar di Pengadilan Negeri 
Jakarta Pusat. Pollycarpus didakwa melakukan 
pembunuhan berencana dan diancam hukuman 
mati. Motif Pollycarpus dalam membunuh Munir 
adalah demi menegakkan NKRI (Negara Kesatuan 
Republik Indonesia) karena Munir banyak mengkritik 
pemerintah.
 Dakwaan ini dipertanyakan banyak kalangan karena 
tidak mengikuti temuan TPF yang menyatakan 
pembunuhan Munir sebagai kejahatan konspiratif. 
Dengan dakwaan ini maka Pollycarpus dianggap 
sebagai pelaku utama pembunuhan Munir.
 Mantan anggota TPF, Usman Hamid dan Rachland 
Nashidik ditetapkan Polri sebagai tersangka 
pencemaran nama baik, perbuatan tidak 
menyenangkan, dan fitnah melalui tulisan terhadap 
Hendropriyono.
11 Ags 2005 Polisi menangkap lagi seorang tersangka kasus 
pembunuhan Munir. Orang itu adalah Ery Bunyamin, 
penumpang ke-15 di kelas bisnis.
12 Ags 2005 Polisi untuk sementara hanya menetapkan Ery 
Bunyamin sebagai tersangka pemalsu dokumen.
17 Ags 2005 Sidang Pollycarpus II. Pembela Pollycarpus, Moh 
Assegaf dalam eksepsinya menyatakan bahwa 
dakwaan JPU tidak lengkap, tidak cermat, dan 
prematur.
23 Ags 2005 Sidang Pollycarpus III. JPU, Domu P Sihite (juga 
mantan anggota TPF) meminta majelis hakim untuk 
menolak eksepsi (nota keberatan) yang diajukan 
terdakwa Pollycarpus.
30 Ags 2005 Sidang Pollycarpus IV. Majelis hakim Pengadilan 
Negeri Jakarta Pusat menolak eksepsi tim penasehat 
hukum Pollycarpus. Dengan demikian siding terus 
dilanjutkan.
 
6 Sep 2005 Sidang Pollycarpus V. Suciwati (istri Munir) 
memberi  kesaksian seputar usaha  Pollycarpus 
untuk mengontak Munir sebelum keberangkatannya 
ke Belanda. Saksi kedua adalah Indra Setiawan 
(mantan Dirut PT Garuda). Kesaksian Indra seputar 
penugasan Pollycarpus sebagai extra crew pada 
penerbangan Jakarta-Singapura. Indra Setiawan 
hanya mengakui adanya kesalahan administrative 
dalam penugasan kerja Pollycarpus.
7 Sep 2005 Satu tahun persis Munir dibunuh. Peringatan untuk 
satu tahun kasus Munir diperingati di berbagai kota 
di Indonesia; di Jakarta (di depan kantor BIN), 
Makasar, Semarang, dll. Aksi keprihatinan juga 
dilakukan di Belanda oleh berbagai kelompok aktivis 
mahasiswa, NGO, dan anggota parlemen Belanda.
 DPR lewat Slamet Effendy Yusuf menyatakan 
kecewa atas hasil kerja tim penyidik kasus Munir 
yang tidak mampu mengungkap keberadaan dalang 
pelakunya.
13 Sep 2005 Sidang Pollycarpus VI. Ramelgia Anwar (mantan 
Vice President  Corporate Security PT Garuda) 
memberi  kesaksian bahwa dia tidak pernah 
meminta penugasan Pollycarpus sebagai extra 
crew kepada Indra Setiawan. Hakim kemudian 
mengkonfrontasikan perbedaan keterangan antara 
Ramelgia Anwar dengan Indra Setiawan.
20 Sep 2005 Sidang Pollycarpus VII. Pemeriksaan terhadap 
Rohainil Aini (sekretaris Chief Pilot Airbus) dan 
Karmel Sembiring (Chief Pilot Airbus). Mereka 
menyatakan bahwa Pollycarpus sendiri yang 
meminta jadi extra crew pada penerbangan GA 974 
Jakarta-Singapura. Perubahan jadwal ini  tidak 
diketahui atasan.
27 Sep 2005 Sidang Pollycarpus VIII.  Pemeriksaan terhadap Eddy 
Santoso dan Akhirina. Keduanya bagian administrasi 
penjadwalan. Mereka menyatakan bahwa Pollycarpus 
tidak dijadwalkan berangkat ke Singapura.
4 Okt 2005 Sidang  Pollycarpus IX. Pemeriksaan terhadap 
Hermawan (Crew Tracking), Sabur Muhammad 
Taufiq (Kapten Pilot GA 974 Jakarta-Singapura), 
dan Alex Maneklarang.(keuangan Garuda). Pilot 
Sabur mengaku tidak tahu apapun soal penugasan 
Pollycarpus. Perpindahan tempat duduk Munir juga 
tanpa sepengetahuan Sabur.
 Munir mendapat penghargaan “Civil Courage Prize 
2005” dari Yayasan Northcote Parkinson Fund. 
Penghargaan ini  juga diberikan kepada Min 
Ko Naing (aktivis oposisi Myanmar), dan Anna 
Politkovskaya (jurnalis Rusia).
5 Okt 2005 Suciwati, istri Munir mendapat penghargaan dari 
Time Asia Magazine sebagai salah satu Asia’s Heroes 
tahun ini.
11 Okt 2005 Sidang Pollycarpus X. Pemeriksaan terhadap saksi 
Brahmanie Hastawati (purser GA 974) dan Oedi 
Irianto (pramugara). Mereka bersaksi beberapa kali 
Pollycarpus menghubungi mereka via telepon untuk 
menyamakan soal persepsi soal penerbangan GA 974.
18 Okt 2005 Sidang Pollycarpus XI. Pemeriksaan terhadap Tri 
Wiryasmadi (pramugara), Pantun Mathondang (kapten 
pilot GA 974 Singapura-Amsterdam) dan Yeti Susmiarti 
(pramugari). Mereka bersaksi bahwa Pollycarpus 
selama penerbangan jarang di tempat duduk.
21 Okt 2005 Sidang Pollycarpus XII. Pemeriksaan terhadap 
Tia Ambari (Pramugari), Majib Nasution (Purser), 
dan Bondan (Pramugara). Kesaksian mereka 
menerangkan bahwa Munir mulai kesakitan sesaat 
sesudah lepas landas dari Changi, Singapura.
25 Okt 2005 Sidang Pollycarpus XIII. Pemeriksaan terhadap DR. 
Tarmizi Hakim (dokter yang duduk dekat Munir), 
Asep Rohman (Pramugara), Sri Suharni (Pramugari), 
dan Dwi Purwati Titi (Pramugari). Kesaksian hanya 
menerangkan bahwa Munir muntah-muntah sebelum 
meninggal. Menurut DR Tarmizi kematian Munir 
memang tidak wajar.
28 Okt 2005 Sidang Pollycarpus XIV. Kesaksian dari Addy Quresman 
(Puslabfor Mabes Polri). Ia mengafirmasi temuan 
Tim Forensik Belanda (NFI) bahwa Munir meninggal 
karena racun arsenik.
9 Nov 2005 68 anggota Konggres AS mengirimkan surat kepada 
Presiden SBY agar segera mempublikasikan laporan TPF. 
Para anggota Konggres AS ini  mempertanyakan 
keserius pemerintah RI dalam menuntaskan kasus Munir.
10 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XV. Pemeriksaan terhadap 
ahli racun (Ridla Bakri) dan ahli forensic (Budi  
Sampurna). Ridla memprediksi arsen yang masuk 
ke Munir lewat makanan atau minuman. Sementara 
menurut Budi Sampurna arsen tidak mungkin 
diberikan di Jakarta.
11 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XVI. Pemeriksaan terhadap Choirul 
Anam, rekan Munir. Saksi menyatakan sebelum ke 
Belanda, Munir sering dikontak oleh BIN.
15 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XVII. Sidang ditunda karena 
tidak ada saksi yang hadir. Seharusnya yang hadir 
adalah Nurhadi Djazuli (mantan sekretaris utama 
BIN, sekarang Dubes RI untuk Nigeria) dan Muchdi 
PR (mantan Deputi V BIN).
16 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XVIII. Pemeriksaa terhadap Chairul 
Huda, ahli hukum pidana. Menurutnya surat tugas 
Pollycarpus sebagai extra crew merupakan surat palsu.
17 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XIX. Pemeriksaan kali ini 
mendengarkan kesaksian Muchdi PR (mantan Deputi 
V BIN). Dia menyangkal punya hubungan dengan 
Pollycarpus. Soal hubungan melalui telepon genggam 
mereka, Muchdi berkata telepon genggamnya bisa 
dipinjamkan kepada siapa saja.
 Pembacaan BAP saksi-saksi yang tidak bisa hadir:DRs. 
Nurhadi Djazuli, Agustinus Krismato, Hian Tian alias 
Eni, Lie Khie Ngian, Lie Fon Nie, Meha Bob Hussain.
 Sebelum sidang terjadi aksi pemukulan oleh 
sekelompok preman terhadap para aktivis Kontras 
yang menggelar mimbar bebas.

18 Nov 2005 Sidang  Pollycarpus XX. Pemeriksaan terhadap 
kesaksian terdakwa Pollycarpus. Pollycarpus 
mengatakan tidak pernah mengontak Munir sebelum 
penerbangan dan sebenarnya hanya basa basi 
memberi  kursi di kelas bisnis.
28 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XXI. Sidang ditunda karena tim 
JPU tidak hadir. Seharusnya sidang membacakan 
tuntutan terhadap Pollycarpus.
1 Des 2005 Sidang Pollycarpus XXII. JPU menuntut hukuman 
penjara seumur hidup untuk Pollycarpus. 
12 Des 2005 Sidang Pollycarpus XXIII.  Pollycarpus membacakan 
pledoinya dan menyatakan tidak bersalah.
 Kepala Bidang Penerangan Umum Polri, Kombes 
Bambang Kuncoko menyatakan polisi hanya menunggu 
hasil persidangan Pollycarpus. Jika tidak ditemukan 
bukti baru, maka penyidikan tidak akan dilanjutkan.
13 Des 2005 Sidang Pollycarpus XXIV. JPU membacakan replik atas 
nota pembelaan Pollycarpus. JPU tetap mendakwa 
Pollycarpus bersalah.
 Brigjen Pol Marsudhi Hanafi –mantan Ketua TPF-  
dimutasikan dari ketua tim penyidik kasus Munir 
menjadi staf ahli bidang sosial ekonomi Mabes Polri.  
14 Des 2005 Sidang Pollycarpus XXV. Pembacaan duplik dari 
penasehat hukum Pollycarpus
20 Des 2005 Sidang Pollycarpus XXVI. Majelis Hakim membacakan 
putusan. Pollycarpus terbukti turut serta melakukan 
tindak pidana pembunuhan berencana dan pemalsuan 
dokumen. Pollycarpus dijatuhkan hukuman penjara 
14 tahun. Pollycarpus segera mengajukan banding 
dan menolak vonis.
 Pengacara Pollycarpus, Mohammad Assegaf melaporkan 
vonis ini ke Komisi Yudisial. Komisi Yudisial menyatakan 
akan mempelajari dulu pengaduan ini .
21 Des 2005 Beberapa tanggapan atas hasil pengadilan Pollycarpus:
 Presiden SBY kurang puas atas hasil pengadilan. Dia 
menginstruksikan Polri, BIN, dan Kejagung untuk 
meneruskan penyidikan kasus Munir.
 Kapolri Sutanto meminta Pollycarpus mengungkap 
dalang utama pembunuh Munir.
 Kepala BIN, Syamsir Siregar menyatakan pengadilan 
gagal mengungkap otak pembunuh Munir. Kinerja 
tim penyidik tidak maksimal.
 Istri Munir, Suciwati menyatakan dalang pelaku 
pembunuh Munir tetap harus diadili.
 KASUM, Komite Aksi Solidaritas untuk Munir.
 JPU menyatakan banding kerena vonis jauh dari 
tuntutan seumur hidup. 
23 Des 2005 Presiden SBY menolak pembentukan tim independen 
penyidik baru untuk kasus Munir. 
25 Des 2005 Pengacara Pollycarpus, Mohammad Assegaf 
menyesalkan pernyataan Kapolri dan Presiden SBY 
yang dinilai menghakimi Pollycarpus.
28 Des 2005 S iaran Pers  KASUM meminta pemerintah 
menindaklanjuti putusan Majelis Hakim yang 
menyebut beberapa nama kunci yang mungkin 
terlibat dalam pembunuhan Munir. KASUM juga 
meminta pembentukan tim independen baru  untuk 
penyelidikan lebih lanjut.
15 Jan 2006 Penyidik Polri menetapkan tersangka baru dalam 
kasus Munir, yaitu Ramelgia Anwar (mantan Vice 
President Corporate Security PT Garuda). Ramelgia 
Anwar disangka memalsukan surat tugas yang 
diberikan  kepada Pollycarpus.
20 Jan 2006 Mabes Polri lewat Kepala Bidang Penerangan Umum, 
Divisi Humas Polri, Kombes Pol Bambang Kuncoko, 
membantah Ramelgia Anwar  ditetapkan sebagai 
tersangka.
26 Jan 2006 Suciwati dan Usman Hamid (Koordinator KontraS), 
bertemu dengan Jaksa Agung Abdurrahman Saleh. 
Pada pertemuan itu mereka meminta Jaksa Agung 
untuk meminta rekaman percakapan Muchdi-
Pollycarpus dibuka oleh perusahaan telekomunikasi. 
Kewenangan Jaksa Agung itu diatur dalam UU 
36/1999 tentang Telekomunikasi.
27 Jan 2006 Mabes Polri lewat Kepala Bidang Penerangan Umum, 
Divisi Humas Polri, Kombes Pol Bambang Kuncoko,  
menyatakan Polri tidak akan menghentikan 
penyidikan kasus Munir.
30 Jan 2006 Yos Hera Indraswari, istri Pollycarpus didampingin 
tim penasihat hukum, Moh. Assegaf mengajukan 
memori banding ke Pengadilan Negeri Jakarta 
Pusat.


 Rapat kerja bersama antara Kapolri dan jajarannya 
dengan Komisi III DPR RI. Dalam laporan tertulisnya  
Kapolri tidak menyinggung kasus Munir. saat  
ditanyakan oleh anggota Komisi III tentang 
kelambanan penanganan oleh Polri dan keterlibatan 
Muchdi PR, Kapolri bersedia menjelaskan dengan 
catatan tidak ada wartawan yang menulisnya.  Kapolri 
Sutanto kemudian meminta diadakan rapat tertutup 
untuk membahas kasus Munir dengan Komisi III.
2 Feb 2006 Muchdi PR meminta Tim Pembela Muslim/TPM untuk 
mendampinginya sebagai kuasa hukum berkaitan 
dengan kasus Munir.
3 Feb 2006 beberapa aktivis LSM dan Suciwati bertemu 
dengan DPR dan meminta DPR gunakan hak 
interpelasinya.
7 Feb 2006 Yosepha Hera Iswandari, Istri Pollycarpus mendatangi 
DPR RI pada sidang pleno untuk mengadukan kasus 
suaminya. 
14 Feb 2006 Rapat tertutup antara Komisi III DPR RI dengan Polri, 
diwakili oleh Badan Reserse Kriminal  Komisaris 
Jendral Makbul Padmanegara. DPR sendiri kecewa 
karena tidak ada informasi baru yang disampaikan 
oleh Polri.
16 Feb 2006 Muchdi PR beserta TPM mendatangi DPR dan bertemu 
dengan Ketua DPR, Agung Laksono. Muchdi PR juga 
mengancam akan mengajukan gugatan kepada pihak 
yang menurutnya melemparkan opini bahwa ia 
terlibat dalam kasus Munir. Menurutnya media massa 
juga sudah menghakiminya dengan pemberitaan 
yang tidak berimbang.


20 Feb 2006 Suciwati dan beberapa aktivis LSM mendatangi DPR 
dan bertemu dengan Ketua DPR, Agung Laksono. 
Suciwati mempertanyakan sikap politik DPR atas 
kasus Munir dan mempertanyakan kinerja TPF Munir 
DPR.
 Presiden SBY kembali meminta aparat penegak 
hukum melanjutkan dan menuntaskan kasus Munir 
dan menyerahkannya kepada proses hukum. 
Presiden SBY juga menegaskan kasus Munir harus 
diungkap secara transparan.
21 Feb 2006 Muchdi PR dan tim hukumnya mendatangi Ketua 
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Cicut  Sutiarso, 
yang juga ketua majelis hakim persidangan 
Pollycarpus. Mereka mempertanyakan amar putusan 
majelis hakim yang mengaitkan Muchdi dengan 
Pollycarpus. Cicut sendiri menolak mengomentari 
amar putusan ini  dengan alasan sudah 
dibacakan dalam persidangan.
22 Feb 2006 Anggota Komisi III Benny K Harman dan Direktur LBH 
Jakarta, Uli Parulian Sihombing menilai pertemuan 
antara Muchdi PR dengan Ketua PN Jakarta Pusat 
adalah bentuk intervensi terhadap peradilan. 
Mereka juga menilai tindakan majelis hakim yang 
menemui Muchdi PR adalah tidak etis dan tidak 
lazim.
AJI  : Aliansi Jurnalis Independen 
AKB  : Ajun Komisaris Besar
AL : Angkatan Laut
BAP  : Berita Acara Pemeriksaan 
BIN  : Badan Intelijen Negara 
CCTV  : Close Circuit Television
Danrem  : Komandan Korem
Dephan  : Departemen Pertahanan
Deplu  : Departemen Luar Neger
DKP  : Dewan Kehormatan Perwira
DOM  : Daerah Operasi Militer
DPP  : Dewan Pimpinan Pusat 
DPR  : Dewan Perwakilan Rakyat
Golkar  : Golongan Karya 
HAM  : Hak Asasi Manusia
HMI  : Himpunan Mahasiswa Islam
HRWG : Human Right Working Group
IKOHI  : Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia 
Imparsial : Indonesian Human Rights Monitor
KASUM : Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir 
Kapuspen  : Kepala Pusat Penerangan
KKR  : Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
KNPI  : Komite Nasional Pemuda Indonesia 
Komnas : Komisi Nasional 
Kontras : Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak
  Kekerasan
Kopassus  : Komando Pasukan Khusus
Bunuh MUNIRvii
Daftar Singkatan
KPP : Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM
KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 
LBH : Lembaga Bantuan Hukum
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat 
NFI : Netherlands Forensic Institute 
NU : Nahdhatul Ulama
Parpol : Partai Politik
PBHI : Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia 
PDIP  : Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
PEPABRI : Persatuan Purnawirawan Angkatan Bersenjata Republik
  Indonesia
PKB : Partai Kebangkitan Bangsa
PPI : Perhimpunan Pelajar Indonesia 
PPM : Pemuda Panca Marga
POLRI : Kepolisian Republik Indonesia 
PRD : Partai Rakyat Demokratik
PTIK : Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian
RCTI : Rajawali Citra Televisi Indonesia 
SD : Sekolah Dasar
Sekjen : Sekretaris Jenderal
Sesma : Sekretaris Utama
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMID : Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi
SMP : Sekolah Menengah Pertama
TK : Taman Kanak-kanak
TNI : Tentara Nasional Indonesia 
USU : Universitas Sumatera Utara
VHR : Voice of Human Rights 
YLBHI : Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia