Selasa, 09 Januari 2024

kematian medis

 





Rekam medis adalah berkas yang 
berisikan catatan dan dokumen tentang 
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, 
tindakan dan pelayanan lain yang telah 
diberikan kepada pasien.1 Peranan rekam 
medis di institusi pelayanan sangat 
diperlukan, karena rekam medis tersebut 
dapat dijadikan sebagai penyedia fakta atas 
pelayanan yang telah diberikan kepada 
pasien, alat komunikasi antar petugas, 
sebagai alat bukti yang sah diperlukan, juga 
sebagai bukti pembayaran. Rekam medis 
harus dibuat secara tertulis, lengkap dan 
jelas dan dalam bentuk Teknologi Informasi 
Elektronik yang diatur lebih lanjut dengan 
peraturan tersendiri.1-4 
Sebab kematian penting untuk 
diketahui pada setiap kematian. Semua 
kematian harus tersertifikasi atau tercatat 
secara medis. Dokter di Rumah Sakit 
berperan penting dalam menentukan dan 
memastikan sebab kematian medis (medical 
cause of death) seorang pasien, untuk itu 
dokter dituntut wajib melengkapi rekam 
medis dengan benar dan lengkap. Penyebab 
kematian medis penting dalam kaitannya 
dengan kesehatan masyarakat, penelitian, 
survei, epidemiologi, program pencegahan, 
keamanan publik, kedokteran, dan 
administrasi kesehatan.1-5 Statistik data 
kematian berdasarkan penentuan single 
underlying cause of death, yaitu penyakit 
atau cidera yang mengawali terjadinya 
rangkaian peristiwa yang mengakibatkan 
kematian secara lansung.1,2,5-9 
Data penyebab kematian yang 
disusun berdasarkan ICD-10 merupakan 
sumber data yang dapat dipakai untuk 
menghitung angka harapan hidup, angka 
kematian menurut penyebab dan umur. 
Selain itu data penyebab kematian dapat 
dijadikan sebagai bahan pertimbangan 
untuk mengambil keputusan terkait dengan 
upaya pencegahan dari penyakit atau kasus 
yang mematikan (preventif primer) sehingga 
status kesehatan masyarakat menjadi lebih 
baik.
Hanya paramedik yang terlatih dapat 
dipercaya dalam mengisi rekam medis, dan 
mendiagnosis sebab kematian secara tepat. 
Pada banyak Negara berkembang proporsi 
orang yang meninggal di luar rumah sakit 
cukup tinggi, sehingga cause of death tidak 
teregistrasi oleh seorang dokter, melainkan 
oleh koroner, polisi, kepala desa, petugas 
registrasi atau petugas lainnya yang tidak 
pernah mendapatkan pelatihan secara 
medis. Pernyataan Cause of death pada 
sertifikat kematian dibuat oleh petugas non 
medis sehingga tidak dapat dipercaya dan 
dinilai tidak akurat. Beberapa kematian yang 
diakibatkan oleh penyakit yang tidak 
terdefinisi dan penyebab penyakit non 
spesifik, sepert: “old age”, “fever” and 
“stopped breathing”. Dimana diagnosis 
tersebut tidak bernilai dan tidak dimasukan 
ke dalam disease control and prevention 
programmes. Sehingga tingginya proporsi 
kematian yang tersertifikasi secara medis 
merupakan tantangan penting dan terbesar 
dalam sistem kesehatan pada Negara 
berkembang.1,2,5-9 
WHO telah menetapkan bahwa ICD-
10 sebagai buku klasifikasi internasional 
mengenai penyakit edisi terbaru yang harus 
dipakai oleh seluruh Negara anggota dari 
badan kesehatan dunia. Di Indonesia telah 
ditetapkan dengan Keputusan Menteri 
Kesehatan RI, No. 50/MENKES/SK/I/1998, 
dimana Rumah Sakit dan Puskesmas 
diwajibkan melaksanakan pengkodean 
penyakit sebagai pendataan rekam medis.10 
ICD-10 merupakan klasifikasi 
statistik, yang terdiri dari sejumlah kode 
alpha-numerik yang satu sama lain berbeda 
menurut kategori, yang mengambarkan 
konsep seluruh penyakit. Klasifikasi dalam 
ICD-10 mencakup panduan yang berisi Rules 
atau peraturan yang spesifik untuk 
menggunakannya. Pelaksanaan pengodean 
diagnosis tersebut harus lengkap dan akurat 
sesuai dengan arahan ICD-10 (WHO, 2004).10 
ICD-10 digunakan sebagai dasar 
dalam mempersiapkan data statistik 
kematian. WHO menyusun sertifikat 
kematian yang merupakan sertifikat 
kematian yang merupakan sumber utama 
data mortalitas dan digunakan sebagai dasar 
pembuatan laporan penyebab kematian. 
Laporan tentang penyebab kematian 
sangatlah berguna agar rumah sakit dapat 
membuat klasifikasi tentang penyebab 
kematian utama yang dapat digunakan 
untuk evaluasi kualitas pelayanan, 
kebutuhan tenaga medis dan alat-alat 
medis.10 
Penyebab dasar kematian 
(Underlying Cause Of Death) adalah sebab 
dasar terjadi serentet sebab-sebab kematian 
yaitu: penyakit terjadinya cedera sebagai 
pemicu serentetan kejadian yang 
mengakibatkan kematian, terjadinya 
kecelakaan atau kekerasan yang 
menghasilkan fatal.1,2,5-10 
Beberapa kesalahan-kesalahan 
umum yang sering terjadi pada penulisan 
                     
sebab kematian medis pada rekam medis 
pasien:
1. Mekanisme urutan rangkaian penulisan 
sebab kematian, seperti: immediate, 
intermediate, dan underlying cause of 
death tidak berurutan. 
2. Penulisan cause of death dengan 
mencantumkan terminal events atau 
kondisi akhir sebelum kematian, misalnya: 
respiratory distress syndrome, gagal napas 
(respiratory failure). henti jantung (cardiac 
arrest), syok (syok sepsis, syok  
kardiogenik, syok neonatorum, syok 
obstruktif), acute liver failure dan multiple 
organ disfunction. 
3. Penulisan proses fungsional maupun 
struktur penyakit non spesifik dengan 
multiple possible causes dapat 
dicantumkan namun hanya sebagai 
intermediate atau immediate cause of 
death tidak sebagai underlying cause of 
death, misalnya: perdarahan 
gastrointestinal.  
4. Penulisan kondisi sebab kematian tidak 
boleh lebih dari satu pada satu baris pada 
Part I, hanya boleh dicantumkan pada Part 
II saja. 
5. Harus dapat membedakan komplikasi 
yang menyebabkan kematian dengan 
underlying cause of death, sehingga 
komplikasi tersebut dapat dicantumkan 
pada bagian paling bawah Part I.  
6. Pada pasien yang telah lama dirawat yang 
mengalami komplikasi sehingga 
menyebabkan kematian, terkadang 
komplikasi tersebut dibuat sebagai 
underlying cause of death, yang 
seharusnya dicantumkan adalah penyakit 
atau cedera yang menyebabkannya.  
7. Pada pernayataan cause of death 
sebaiknya mencantumkan detail deskripsi 
yang berhubungan dengan aspek 
patologisnya, misalnya: poorly 
differentiated adenocarcinoma of lung, 
right upper lobe. 
Berdasarkan survei pendahuluan yang 
dilaksanakan di RSUP Dr. Hasan Sadikin 
Bandung diketahui bahwa secara umum 
kelengkapan penulisan penyebab kematian 
medis (medical cause of death) pada rekam 
medis telah dilakukan oleh sebagian besar 
dokter, namun kesesuaian penulisan sebab 
kematian medis sebagian besar belum sesuai 
dengan standar WHO ICD-10. Dokter 
menetapkan sebab kematian medis yang 
tertulis pada rekam medis pasien tanpa 
melihat kembali aturan atau Rule yang ada di 
ICD-10 tentang penulisan sebab kematian 
medis. Hal ini menyebabkan masih 
diketemukannya adanya ketidaksesuaian 
dalam menuliskan sebab kematian medis, 
yang akan berpengaruh terhadap laporan 
mortalitas yang berkenaan dengan penyakit 
(klasifikasi 10 besar penyakit penyebab 
kematian), epidemiologi, monitoring survei,  
program pencegahan, kemanan publik, 
kedokteran dan administarsi kesehatan. 
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti 
tertarik untuk melakukanpenelitian dengan 
judul ”Perbandingan Penyebab Kematian 
Medis (Medical Cause Of Death) Berdasarkan 
Standar ICD-10 Di RSUP Dr. Hasan Sadikin 
Bandung Tahun 2017”. 

Berdasarkan analisis dari 90 total 
sampel rekam medis pasien yang meninggal, 
ternyata hanya 65 (72,2%) rekam medis yang 
dilengkapi dengan penulisan sebab kematian 
medis (medical cause of death), sedangkan 
terdapat 25 (27,8%) rekam medis yang tidak 
dilengkapi dengan penulisan sebab kematian 
medis (medical cause of death) (Tabel 1). 
 Tabel 1. Gambaran Penulisan Penyebab 
Kematian Medis (Medical Cause Of Death) 
Januari – Maret Tahun 2017 
 
Tabel 2. Tingkat Kesesuaian Penulisan Sebab 
Kematian Medis (Medical Cause Of Death) 
Dibandingkan standar WHO ICD-10. 
 
Didapatkan hampir mendekati 80% 
rekam medis yang disertai sebab kematian 
medis tidak sesuai dengan standar WHO 
ICD-10. Dokter klinis masih mengisi sebab 
kematian medis dengan terdapat kesalahan-
kesalahan penulisan yang sebagaimana telah 
disebutkan pada pendahuluan di atas dan 
terdapat pada standar WHO ICD-10, salah 
satu contohnya adalah:  
penulisan cause of death dengan 
mencantumkan terminal events atau kondisi 
akhir sebelum kematian, misalnya: 
respiratory distress syndrome, gagal napas 
(respiratory failure), henti jantung (cardiac 
arrest), syok (syok sepsis, syok  kardiogenik, 
syok neonatorum, syok obstruktif), acute 
liver failure dan multiple organ disfunction. 
Selain itu juga terdapat penulisan sebab 
kematian medis yang tidak berhubungan 
antara sebab kematian IA dan IB (Tabel 3). 
 
Tabel 3. Gambaran Kesalahan-Kesalahan 
Penulisan Sebab Kematian Medis  
 
Berdasarkan asal dokter klinis yang 
mengisi rekam medis tersebut, sampel 
terbanyak yang sesuai dengan standar 
WHO ICD-10 berasal dari SMF Ilmu 
Penyakit Dalam, diikuti SMF Ilmu 
Kesehatan Anak dan Neurologi (Tabel 3). 

Tabel 4. Rincian Hasil Sampel Rekam 
Medis berdasarkan SMF/Bagian 
Berdasarkan hasil penelitian, dapat 
disimpulkan bahwa belum semua dokter klinis 
melengkapi rekam medis, terutama dalam 
mengisi sebab kematian medis pasien yang 
meninggal di RSUP Dr. Hasan Sadikin 
Bandung. Tingkat kesesuaian penulisan sebab 
kematian medis (medical cause of death) oleh 
dokter dibandingkan dengan  standar WHO 
ICD-10 juga masih rendah (21,53%). Sebagian 
besar ketidaksesuaian tersebut disebabkan 
karena sebab kematian medis diisi dengan 
kesalahan-kesalahan penulisan yang 
sebagaimana telah disebutkan pada 
pendahuluan di atas dan terdapat pada 
standar WHO ICD-10, yaitu: penulisan cause 
of death dengan mencantumkan terminal 
events atau kondisi akhir sebelum kematian, 
misalnya: respiratory distress syndrome, gagal 
napas (respiratory failure), henti jantung 
(cardiac arrest), syok (syok sepsis, syok  
kardiogenik, syok neonatorum, syok 
obstruktif), acute liver failure dan multiple 
organ disfunction. Selain itu juga terdapat 
penulisan sebab kematian medis yang tidak 
berhubungan antara sebab kematian IA dan IB 
(Tabel 3).  
Kesalahan-kesalahan yang timbul dapat 
disebabkan oleh berbagai pihak, baik pihak 
dokter maupun pihak rumah sakit. 
Kurangnya pengetahuan dan pemahaman 
sebagian besar dokter klinis mengenai 
penulisan sebab kematian medis pada rekam 
medis yang sesuai dengan standar WHO ICD-
10, dan pihak rumah sakit belum membuat 
aturan yang tegas untuk dokter klinik 
mengenai kewajiban melengkapi dan 
menulis sebab kematian medis pada rekam 
medis sesuai dengan standar WHO ICD-10. 
Sebaiknya perlu adanya sosialisasi pada 
dokter-dokter rumah sakit mengenai 
penulisan yang sesuai dengan standar WHO 
ICD-10 dan atau dengan memberikan 
pelatihan-pelatihan mengenai tata cara 
penulisan sebab kematian medis seuai 
dengan standar WHO ICD-10, serta adanya 
aturan yang tegas untuk dokter klinik 
mengenai kewajiban melengkapi dan 
menulis sebab kematian medis pada rekam 
medis sesuai dengan standar WHO ICD-10.  
Penentuan kelengkapan penulisan 
sebab kematian medis (medical cause of 
death) di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung 
Januari-Maret tahun 2017 telah dilengkapi 
sebanyak 72,2% dari seluruh rekam medis, 
namun kesesuaian penulisan sebab kematian 
medis (medical cause of death) dengan 
standar WHO ICD-10 masih sangat rendah 
yaitu sebanyak 21,53% sampel rekam medis. 
Sebagian besar ketidaksesuaian tersebut 
disebabkan karena sebab kematian medis diisi 
dengan kesalahan-kesalahan penulisan yang 
sebagaimana telah disebutkan pada 
pendahuluan di atas dan terdapat pada 
standar WHO ICD-10, dimana kesalahan-
kesalahan yang timbul dapat disebabkan oleh 
berbagai pihak, baik pihak dokter maupun 
pihak rumah sakit.