Selasa, 09 Januari 2024
halusinasi
By informasi at Januari 09, 2024
halusinasi
Kesehatan jiwa merupakan kondisi dimana individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu ini dapat
menyadari kemampuan diri sendiri, dapat mengatasi tekanan, dan dapat bekerja
secara produktif , Kesehatan jiwa bagi
manusia merupakan terwujudnya keharmonisan fungsi jiwa dan sanggup
menghadapi problem, merasa bahagia dan mampu diri. Orang yang sehat jiwa
berarti seseorang yang mampu dalam menyesuaikan diri
dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan berdasar data WHO (2016), ada sekitar 35 juta orang terkena
depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5
juta terkena demensia.
Angka Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia berdasar data
Kementrian Kesehatan (2019), Provinsi Bali menempati urutan pertama
dengan prevalensi 11,1%, disusul oleh Provinsi DI Yogyakarta dengan
prevalensi 10,4%, dan peringkat ketiga disusul oleh Provinsi NTB dengan
prevalensi 9,6% dan posisi ke empat di susul oleh Provinsi Sumatra Barat
dengan prevalensi 9,1% dan untuk Provinsi Sumatra Utara pada peringkat 21
dengan privalensi 6,3% (Riskesdas, 2019).
berdasar data yang diterima dari RS Dr Soeharto Heerdjan Jakarta
pada tahun 2017 tercatat pasien dengan Skizofrenia Paranoid (F20.0),
berjumlah 12.181 pasien, Skizofrenia Residual (F20.5) berjumlah 10.125.
Gangguan Afektif Bipolar YTT (F31.9) 1.464 pasien, Skizofrenia YTT
(F20.3) 951 pasien, dan untuk Gangguan Mental Organik (F09) 709 pasien.
Tercatat pasien di Ruang Puri Nurani RS Jiwa Dr Soeharto Heerdjan Jakarta
dengan halusinasi sebanyak 63,63%, Defisit Perawatan Diri 13,63%, Isolasi
Sosial 9,09%, Resiko Perilaku Kekerasan 9,09%, dan Waham 4,54%. (Data
RSJ Seharto Heerdjan 2017).
Pasien dengan Halusinasi Pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan pada tanggal 30 November sampai 4 Desember dari 91
mahasiswa Akademi Keperawatan PELNI yang masing-masing mengambil
satu masalah gangguan jiwa, dengan hasil ada 70% pasien dengan masalah
halusinasi dan 60% dari 70% masalah halusinasi adalah halusinasi pendengaran,
masalah kepereawatan jiwa dengan Isolasi Sosial 2%, defisit perawatan diri
8%, dan dengan pasien Resiko Perilaku Kekerasan sebanyak 20%.
Gangguan jiwa merupakan respon yang tidak adaptif dari lingkungan
dalam dan luar diri, dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang
menyimpang dari kebudayaan setempat dan mengganggu fungsi sosial,
pekerjaan dan fisik. Seseorang yang mengalami masalah gangguan jiwa akan
mengalami perubahan emosi yang dapat merubah pola pikir dan menggagu
kegiatan sehari-hari. Seseorang yang mengalami masalah kesehatan jiwa dapat
di kategorikan menjadi, orang dengan ganguan jiwa (ODGJ) dan orang dengan
masalah kejiwaan (ODMK)
Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) merupakan salah satu seseorang
yang mengalami gangguan dalam proses berfikir, perbuatan dan perasaan yang
terwujud dalam sekumpulan gejala dan perubahan perilaku yang bermakna
dan dapat menimbulkan penderitaan serta hambatan dalam menjalankan fungsi
sebagaimana semestinya.Sedangkan orang dengan Orang Dengan Masalah
Kejiwaan (ODMK). (ODMK), yang kerap mendapatkan perlakuan tidak adil
dalam setiap aspek kehidupannya tak terkecuali dalam pelayanan publik. Salah
satu masalah gangguan jiwa yang sering terjadi di negara-negara berkembang
adalah Skizofrenia (Prabowo, 2016).
Skizofrenia merupakan gangguan dalam proses pikir yang dapat
menimbulkan perepecahan antara emosi dan psikomotor disertai distorsi
kenyataan dalam bentuk psikosa fungsional. Gejala awal pada pasien
skizofrenia yang sering terjadi adalah dapat memicu gangguan proses
pikir, gangguan afek emosi, gangguan kemauan, sedangkan gejala skizofrenia
selanjutnya adalah waham dan halusinasi (Muhith, 2015). Seseorang yang
mengalami skizofrenia akan terjadi kesulitan dalam berfikir dengan benar,
memahami dan menerima realita, gangguan emosi dalam perasaan, tidak
mampu membuat keputusan, serta gangguan dalam melakukan aktivitas atau
perubahan perilaku. Klien skizofrenia 70% akan mengalami halusinasi (Stuart,
2014).
Halusinasi merupakan distrosi persepsi yang tidak nyata dan terjadi pada
respons neurobiologis maladaptive (Stuart & Keliat,2016). Halusinasi biasanya
muncul pada pasien gangguan jiwa yang diakibatkan oleh perubahan orientasi
realita, pasien merasakn rangsangan yang sebetulnya tidak ada. Halusinasi
yang paling banyak terjadi adalah halusinasi pendengaran
Halusinasi pendengaran merupakan keadaan dimana pasien mendengar
suara-suara, paling sering suara orang berbicara kepada pasien atau
membicarakan pasien, Suara ini berupa suara orang yang dikenal atau
orang yang tidak dikenal. Halusinasi berbentuk perintah yaitu suara yang
menyuruh pasien untuk melakukan tindakan, yang dapat membahayakan diri
sendiri atau membahayakan orang lain (Keliat, 2010). Halusinasi pendengaran
merupakan gangguan rangsangan pada pendengaran dimana pasien halusinasi
pendengaran memiliki karakteristik seperti mendengar suara (kebisingan), yang
sering di dengar pasien adalah suara seseorang, dimana pasien disuruh untuk
melakukan sesuatu yang kadang membahayakan nyawa, bahkan melakukan hal
yang diluar pikiran dan kemampuan dari penderita (Stuart dan Laraia, 2018).
Akibat dari pasien dengan halusinasi pendengaran pasien menjadi sering
tertawa sendiri , berbicara sendiri bahkan dapat melakukan tindakan yang
mengancam dirinya sendiri. Jika hal ini dibiarkan halusinasi pasien akan
berlanjut pada tahap keempat dimana pasien akan mengalami kepanikan yang
berlebihan karena pengalaman sensosri pasien sudah mulai terasa terancam
dengan datangnya suara-suara, saat ini pasien akan panik,cemas,takut dan
kehilangn kontrol
Dampak yang timbul dari halusinasi bermacam-macam antara lain:
merusak lingkungan, mencelakai orang lain, bahkan melakukan bunuh diri. Hal
ini disebabkan oleh pasien yang mengalami kehilangan kontrol . Dampak lain akibat adanya halusinasi dapat memicu
seseorang mengalami ketidakmampuan dalam berkomunikasi dan mengenali
realitas yang menimbulkan kesukaran dalam kemampuan seseorang untuk
berperan dalam kehidupan sehari–hari, dan dampak bagi pasien halusinasi
yaitu akan sulit diterima oleh masyarakat dikarenakan perilaku individu yang
tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, individu akan dipandang
negatif oleh lingkungan, dikarenakan lingkungan masih belum terbiasa dengan
kondisi individu yang mengalami gangguan jiwa halusinasi
Penatalaksanaan pada pasien jiwa dapat berupa farmakologi, ECT, dan
nonfarmakologi untuk non farmakologi lebih mengarah ke terapi modalitas
dimana terapi ini adalah kombinasi berupa pemberian terapi lanjutan yang
diberikan oleh perawat kepada pasien jiwa agar mampu mengatasi atau
mengontrol halusinasinasinya. Salah satu contoh cara mengontrol yang pernah
dipakai untuk pasien halusinasi pendengaran adalah dengan cara bercakap-
cakap (Utami & Mardianti, 2017).
berdasar penelitian Ayu Wulandari (2019) dengan judul penelitian
Upaya Mengontrol Halusinasi Dengan Bercakap-Cakap Pada Pasien Dengan
Gangguan Persepsi Sensori pada penelitian ini terbukti bahwa intervensi cara
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap merupakan salah satu
implementasi keperawatan yang sangat efektif untuk meningkatkan
kesembuhan klien atau mengotrol halusinasi.
Bercakap-cakap merupakan salah satu kegiatan berkomunikasi yang di
lakukan seseorang dengan orang lain. Bercakap-cakap dapat diartikan sebagai
dialog dalam menginterprestasikan bahasa resensif dan bahasa ekspresif
situasi. Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu pasien dalam
mengontrol halusinasi. Saat klien bercakap-cakap dengan orang lain maka akan
terjadi distraksi, sehingga fokus klien akan beralih dari halusinasi ke
percakapan yang dilakukan orang lain (Keliat & Akemat, 2012).
Melihat latar belakang masalah di atas dan tingginya angka kejadian
halusinasi pendengaran yang mengalami kekambuhan akibat kurangnya
pengetahuan cara mengontrol halusinai dengan bercakap-cakap maka peneliti
tertarik melakukan Intervensi Cara Mengontrol Halusinasi dengan Bercakap-
cakap pada Pasien Halusinasi Pendengaran di RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarakan latar belakang masalah dapat disimpulakan pasien
skizofrenia dengan diagnosis keperawatan halusinasi 70% dan 60% dari masalah
halusinasi adalah halusinasi pendengaran di RSJ Soehsrto Heerdjan maka di
rumuskan masalah adalah sebagai berikut “Bagaimana keefektifan Analisis
intervensi Cara Mengontrol dengan Bercakap-cakap pada Pasien Halusinasi
Pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Diketahuinya pengaruh intervensi mengontrol Halusinasi dengan bercakap-
cakap pada pasien Halusinasi Pendengaran di RSJ Soeharto Heerdjan.
2. Tujuan khusus
a. Teridentifikasinya skizofrenia dengan masalah halusianasi.
b. Teridentifikikasinya pasien skizofrenia dengan diagnosis halusinasi
pendengaran.
c. Teridentifikasinya tanda dan gejala pasien halusinasi pendengaran.
d. Teridentifikasinya kefektifan cara mengontrol halusinasi pendengaran
dengan cara bercakap-cakap.
e. Diketahuinya respon verbal dan non verbal pasien dalam mengontorl
halusinasi dengan penerapan terapi aktivitas bercakap-cakap.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Pasien Skizofrenia
Diharapkan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap
dapat bermanfaat dan di rasakan oleh pasien halusinasi pendengaran.
2. Manfaat Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan informasi dalam melakukan study masalah
dan mengaplikasikan ilmu tentang Intervensi cara mengontrol Halsinasi
dengan bercakap-cakap pada pasien Halusinai Pendengaran.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumbangan ilmiah dan masukan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya tentang memberi intervensi cara mengontrol
halusinasi pendengaran, serta dapat dipakai sebagai bahan pustaka atau
bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
4. Manfaat bagi RSJ Dr. Soeharto Herdjan
Diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat memberi informasi
kepada rumah sakit dalam menerapkan cara mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap pada pasien halusinasi pendengaran. .
1. Definisi Gangguan jiwa
Orang dengan gangguan Jiwa (ODGJ) adalah adanya gejala klinis
yang bermakna, yang berupa sindrom atau pola perilaku dan psikologi
yang dapat menimbulkan penderitaan (distress) dan gejala ini dapat
menimbulkan disabilitas (disability) dalam menjalani kehidupan sehari-
hari yang biasa dilakukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup
seperti (mandi, makan, kebersihan, berpakaian) (Maslim, 2013).
Gangguan jiwa pola perilaku/ sindrom, psikologis secara klinik
terjadi pada individu berkaitan dengan distres yang dialami, misalnya
gejala menyakitkan, ketunadayaan dalam hambatan arah fungsi lebih
penting dengan peningkatan resiko kematian, penderitaan, nyeri,
kehilangan kebebasan yang penting dan ketunadayaan (O’Brien, 2014).
2. Definisi Halusinasi
Ganguan persepsi sensori halusinasi adalah salah satu masalah
keperawatan yang telah ditemukan pada pasien yang mengalami gangguan
kejiwaan Halusinasi merupakan dimana hilangnya kemampuan pasien
dalam membedakan stimulus internal (pikiran) dan stimulus eksternal .
pasien memberi tanggapan atau pendapat tentang lingkungan tanpa
objek atau stimulus yang nyata. Sebagai contohnya pasien mengatakan
mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara. Gejala gangguan
jiwa dimana pasien mengalami perubahan persepsi sensori: mengatakan
merasakan sensori suara palsu, penglihatan, pengecapan , penciuman, dan
perabaan.Jenis halusinasi yang paling umum terjadi adalah halusinasi
pendengaran ,
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang yang mengalami
perubahan pola dan jumlah stimulasi secara internal dan eksternal disekitar
pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,perabaan atau
penghidungan (Keliat & Akemat 2015). Halusinasi dipengaruhi oleh
pengalaman psikologis yang dialami oleh seseorang yang berkaitan dengan
kepribadian sesorang. Ketika mengalami halusinasi biasanya klien akan
mengalami marah tanpa sebab, bicara atau tertawa sendiri, ketakutan
kepada sesuatu yang tidak jelas .
Halusinasi pendengaran merupakan gangguan stimulus dimana
pasien mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan,
mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal
yang berbahaya) (Trimelia, 2011). Halusinasi pendengaran paling sering
terjadi ketika klien mendengar suarasuara, suara ini dianggap terpisah
dari pikiran klien sendiri. Isi suara-suara ini mengancam dan
menghina, sering kali suara ini memerintah klien untuk melakukan
tindakan yang akan melukai klien atau orang lain maka perawat harus
memiliki cukup pengetahuan tentang strategi pelaksanaan yang tersedia,
tetapi informasi ini harus dipakai sebagai satu bagian dari pendekatan
holistik pada asuhan klien
3. Psikodinamika
Halusinasi memiliki beberapa etiologi atau penyebab. menurut Stuart
(2013) di bagi menjadi dua meliputi :
a. Faktor predisposisi meliputi :
1) Biologis yaitu abnormalis perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon neurologis yang maladaptif baru mulai
di pahami. Ini di tunjukan melalui penelitian pencitraan otak dan zat
kimia di otak seperti dopamain neurotransmiter yang berlebihan,
ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotrasmiter lain
terutama serotonin dan masalah-masalah pada pasien reseptor
dopamin.
2) Faktor psikologis, teori ini menyalahkan keluarga sebagai
penyebab gangguan ini. Akibatnya, kepercayaan keluarga tehadap
tenaga kesehatan jiwa profesional menurun.
3) Sosial Budaya yang mempengaruhi seperti kemiskinan, konflik
sosial budaya (Peran,Kerusuhan ,dan Bencana Alam) dan kehidupan
yang terisolasi disertai stres.
b. Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi (Prabowo, 2017)
adalah sebagai berikut :
1) Biologis
Stessor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik
yang maladaptive termasuk gangguan dalam putaran umpan balik
otak yang mengatur proses informasi dan adanya abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang memicu
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan
untuk di interpretasikan.
2) Stress Lingkungan
Gangguan dalam hubungan interpersonal, masalah perumahan,
stress, kemiskinan, tekanan terhadap penampilan, perubahan dalam
kehidupan dan pola aktivitas sehari-hari, kesepian dan tekanan
pekerjaan.
3) Sumber Koping
Sumber Koping yaitu sumber keluarga yang berupa pengetahuan
tentang penyakit, finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan
tenaga,dan kemampuan memberi dukungan secara
berkesinambungan. Sumber koping mempengaruhi respon individu
dalam menangani stress. Klien bertindak lain dari orang lain,
lingkungan dan sekitarnya, kurang keterampilan sosial, perilaku
agresif serta amukan klien karena sumber koping yang kurang
efektif pada klien.
4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala halusinasi di nilai dari hasil observasi terhadap
pasien serta ungkapan pasien. Adapun tanda dan gejala pasien halusinasi
menurut Sutejo (2018), adalah :
a. Data subjektif
berdasar data subjektif, pasien dengan halusinasi
mengatakan bahwa : Mendengar suara-suara atau kegaduhan,
Mendengar suara yanag mengajak bercakap-cakap, Mendengar suara
yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
b. Data objektif
Berdasarakan data objektif, pasien dengan gangguan sensori
persepsi halusinasi melakukan hal-hal : Bicara atau tertawa sendiri,
Marah-marah tanpa sebab, Mengarahkan telinga ke arah tertentu,
Menutup telinga, Menunjuk-nunjuk ke arah terentu, Ketakutan pada
sesuatu yang tidak jelas.
5. Klasifikasi
Menurut Sutejo (2018), halusinasi di klasifikasikan menjadi 5 jenis:
a. Halusinasi penglihatan
b. Halusinasi penciuman
c. Halusinasi pendegaran
d. Halusinasi perabaan
e. Halusinasi pengecapan
1) Halusinasi Pendengaran
a) Data Objektif
Mengarahkan telinga pada sumber suara, marah-marah tanpa
sebab yang jelas, bicara atau tertawa sendiri, menutup telinga.
b) Data subjektif
Mendengarkan suara atau bunyi gaduh, mendengar suara yang
menyuruh untuk melakukan sesuatu yang berbahaya, mendengar
suara yang mengajak bercakap-cakap.
2) Halusinasi penglihatan
a) Data objektik
Ketakutan pada suatu objek yang dilihat, tatapan mata meniju
tempat tertentu, menunjuk ke arah tertentu.
b) Data subjektif
Melihat mahluk tertentu, bayangan seorang yang sudah
meninggal, sesuatu yang menakutkan atau hantu cahaya.
3) Halusinasi pengecapan
a) Data objektik
Ketakutan pada suatu objek yang dilihat, tatapan mata meniju
tempat tertentu, menunjuk ke arah tertentu.
b) Data subjektif
Melihat mahluk tertentu, bayangan seorang yang sudah
meninggal, sesuatu yang menakutkan atau hantu cahaya.
4) Halusinasi Penciuman
a) Data Objektif
Adanya gerakan cuping hidung karena mencium sesuatu atau
mengarahlan hidung pada arah tertentu.
b) Data Subjektif
Mencium bau dari bau-bauan tertentu,seperti bau
mayat,masakan, feses bayi atau parfum. Pasien sering
mengatakan bahwa ia sering mencium sesuatu atau bau.
Halusinasi penciuman sangat sering menyertai pasien dimensia,
kejang atau penyakit serebrovaskular.
5) Halusinasi Perabaan
a) Data Objektif
Menggaruk permukaan kulit, pasien terlihat menatap tubuhnya
dan terlihat merasakan sesuatu yang aneh seputar tubuhnya.
b) Data Subjektif
Pasien mengatakan ada sesuatu yang menggerayangi
tubuh,seperti tangan,serangga atau makhluk halus. Merasakan
sesuatu yang panas dan dingin,atau tersengat listrik.
Tanda-tanda yang berkaitan dengan halusinasi pendengaran
meliputi sebagai berikut :
a) Data Objektif :
1) Klien tampak bicara sendiri.
1) Klien tampak tertawa sendiri.
2) Klien tampak marah-marah tanpa sebab.
3) Klien tampak mengarahkan telinga ke arah tertentu.
4) Klien tampak menutup telinga.
5) Klien tampak menunjuk-nunjuk kearah tertentu.
6) Klien tampak mulutnya komat-kamit sendiri.
b) Data Subjektif :
1) Klien mengatakan mendengar suara atau kegaduhan.
2) Klien mengatakan mendengar suara yang mengajaknya
untuk bercakap-cakap.
3) Klien mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya
untuk melakukan sesuatu yang berbahaya.
4) Klien mengatakan mendengar suara yang mengancam
dirinya atau orang lain
6. tahap -tahap Halusinasi
Menurut Direja (2017), Halusinasi berkembang melalui empat tahap yaitu
sebagai berikut:
a. tahap Pertama
Disebut juga dengan tahap comforting yaitu tahap yang menyenangkan.
b. tahap kedua
Disebut dengan tahap condemning atau ansietas berat.
c. tahap Ketiga
Di sebut juga tahap controlling atau ansietas berat.
d. tahap Keempat
Di sebut juga tahap concuering atau panik
7. Mekanisme koping
Mekanisme koping yang dipakai pasien dengan halusinasi menurut ,meliputi :
a. Regresi
b. Proyeksi
c. Menarik diri
8. Sumber koping
Sumber koping dapat berasal dari diri sendiri, orang terdekat dan juga
lingkungan. Koping yang efektif dapat membantu pasien menyelesaikan
masalah, sebagai dukungan sosial, dan keyakinan budaya, serta mambantu
dalam mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress. Disumber
keluarga dapat pengetahuan tentang penyakit, finensial yang cukup, faktor
ketersediaan waktu dan tenaga serta kemampuan untuk memberi
dukungan secara berkesinambungan (Stuart, 2013).
9. Rentang Respon Neurobiologis
Rentang respon neurobiologis individu dapat di indetifikasi sepanjang
rentang respon adaptif sampai maladaktif, respon neurobiologis merupakan
berbagai respon perilaku klien yang terkait dengan fungsi otak. Respon
neurolobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran
logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai dengan respon
maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, serta isolasi sosial
Rentang Respon Adaptif Neurobiologis Rentang Respon Maladaftif
- Pikiran logis
- Persepsi akurat
- Emosi konsisten
dengan
pengalaman
- Perilaku sesuai
- Hubungan sosial
harmonis
- Pikiran kadang
menyimpang
- Reaksi emosinal
berlebih atau
berkurang
- Perilaku ganjil
- Menarik diri
- Gangguan proses pikir
,delusi,waham,
- Ketidakmampuan
untuk mengalami
emosi
- Ketidakteraturan
- Isolasi sosial
- Halusinasi
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma
sosial budaya yang berlaku (Muhith, 2015). Dengan kata lain individu
ini dalam batas normal jika menghadapi suatau masalah akan
dapat memecahkan masalah ini , respon adaptif :
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat dan sasaran.
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbut
pada pengalaman ahli.
4) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
b. Respon psikososial
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
2) Ilusi adalah mis interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata karena rangsangan
panca indra.)
3) Emosi berlebebihan atau berkurang.
4) Perilaku yang tidak bisa adalah sikap dan perilaku yang melebihi
batas kewajaran.
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan
orang lain.
c. Respon maladaptif
Respon maladaftif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaftif meliputi :
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di pertahankan
walaupun tidak di yakini oleh orang lain dan bertentangan dengna
kenyataan sosial.
2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak relita atau tidak ada.
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu timbul dari hati.
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu
dan diterima sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
10. Penatalaksaan medis
a. Psikofarmakoterapi
Terapi dengan memakai obat bertujuan untuk mengurangi
atau menghilangkan gejala gangguan jiwa. Klien dengan halusinasi
perlu mendapatkan perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun
obatobatannya seperti :
1) Golongan butirefenon : haloperidol (HLP), serenace, ludomer. Pada
kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3 x 5 mg (IM),
pemberian injeksi biasanya cukup 3 x 24 jam. sesudah nya klien
biasanya diberikan obat per oral 3 x 1,5 mg. Atau sesuai dengan
advis dokter
2) Golongan fenotiazine : chlorpromazine (CPZ), largactile, promactile.
Pada kondisi akut biasanya diberikan per oral 3 x 100 mg, jika
kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi menjadi 1 x 100 mg pada
malam hari saja, atau sesuai dengan advis dokter (Yosep, 2016).
b. Terapi Somatis
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan
gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif
menjadi perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan
pada kondisi fisik pasien walaupun yang diberi perlakuan adalah fisik
klien, tetapi target terapi adalah perilaku pasien. Jenis terapi somatis
adalah meliputi pengikatan, ECT, isolasi dan fototerapi
(Kusumawati&Hartono, 2011).
11. Teori Bercakap-cakap
a. Pengertian bercakap-cakap
Bercakap-cakap merupakan aktivitas dimana seseorang
mengajak berbincang bincang dengan orang lain yang ada disekitar atau
didekatnya. Bercakap- cakap merupakan intervensi keperawatan yang
di berikan pada pasien halusinasi pendengaran agar dapat mengontrol
halusinasinya. Intervensi ini diberikan bertujuan agar pasien dapat
memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain dan
paien dapat melakukan bercakap-cakap ketika memulai mengalami
halusinasinya. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka
akan terjadi distraksi, focus perhatian pasien akan beralih dari
halusinasi ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain.
b. Manfaat
1) Pasien dapat mengalihkan suara-suara yang di dengar saat halusinasi
muncul.
2) Pasien tidak berfokus pada halusinasinya saat sedang berbincang-
bincang dengan orang lain, Pasien akan lebih cepat sembuh jika
melakukan terapi bercakap-cakap secara rutin sesuai jadwal kegiatan
yang dibuat.
c. Cara melatih pasien bercakap-cakap
1) tahap orientasi
“Selamat pagi! Saya perawat yang akan merawat anda. Saya suster o,
senang dipanggil suster o. Bagaimana kalau kita bercakap-cakap
tentang suara yang selama ini di dengar, tetapi tidak ada wujudnya dan
saya akan latih untuk mengontrol halusinasi dnegan bercakap-cakap
dengan orang lain. Kita akan bercakap-cakap dan latihan terapi
bercakap-cakap selama 20 menit. Mau di mana?di sini ya?”
2) tahap Kerja
“Apakah D mendengar suara tanpa wujud?” “Apakah terus-menerus
terdengar atau sewaktu-waktu?Kapan D paling sering mendengar
suara itu?Berapa kali sehari D alami? Pada keadaaan apa suara itu
terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
“Apakah yang D rasakan pada saat mendengar suara itu?Apakah yang
D lakukan saat mendengar suara-suara itu? Apakah dengan cara itu
suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar salah satu cara
untuk mencegah suara-suara itu muncul?”
“Salah satu cara untuk mengontrol halusinasi adalah berckapcakap
dengan orang lain. Jadi, kalau D mulai mendengar suarasuara,
langsung saja cari teman untuk mengobrol. Minta tema untuk
mengobrol dengan D Contohnya begini….. Tolong, saya mulai
mendengar suara-suara.ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada
orang rumah missal kakak, D katakana, kak ayo ngobrol dengan D. D
sedang mendengar suara-suara. Begitu D lakukan seperti yang tadi
saya lakukan. Ya, begitu bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih
terus ya D!”
“Di sini, D dapat mengajak perawat atau pasien lain untuk bercakap-
cakap.”
3) tahap Terminasi
“Bagaimana perasaan D sesudah latihan ini? Cobalah cara ini kalau D
mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan kedalam
jadwal kegiatan harian D?mau jam berapa latihan bercakap-cakap?
Nah, nanti lakukan secara teratur sewaktu-waktu suara itu muncul.
12. Peran perawat
Kesehatan jiwa sangat bervariasi dan spesifik (Dalami, 2010).
Peranan ini memiliki aspek kolaborasi dan kemandirian diantaranya,
yaitu:
a. Pelaksana asuhan keperawatan
Perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan memberi
pelayanan kepada individu, keluarga dan komunitas. Perawat
menjalankan asuhan keperawatan secara menyeluruh melalui proses
keperawatan Pelaksana pendidikan keperawatan.
Perawat menjalankan tugasnya sebagai pelaksana pendidikan
kesehatan jiwa secara menyeluruh agar individu, kelurga dan
komunitas dapat melakukan perawatan untuk dirinya sendiri, keluarga
dan anggota keluarga yang lain. Sehingga setiap masyarakat
diharapkan dapat bertanggungjawab terhadap kesehatan jiwa.
b. Pengelola keperawatan
Perawat harus mampu menjadi pemimpin yang bertanggungj
awab. Perawat juga diminta untuk menerapkan teori manajemen dan
kepemimpinan. Serta dapat berperan aktif dalam pengelolaan masalah
dan mengorganisir kegiatan terapi modalitas keperawatan.
c. Pelaksana penelitian
Perawat sebagai pelaksana penelitian diharapkan mampu
mengidentifikasi masalah yang terjadi di bidang keperawatan jiwa dan
untuk meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa
diharapkan dapat memakai hasil penelitian dan perkembangan
ilmu dan teknologi yang tersedia.
Fungi Perawat Jiwa
memberi asuhan keperawatan secara langsung dan tidak
langsung adalah fungsi perawat jiwa (Erlinafsiah, 2010). Fungsi ini
dapat dicapai melalui aktifitas perawat jiwa, yaitu:
a. memberi lingkungan terapeutik.
b. Bekerja untuk mengatasi masalah pasien “here and now” .
c. Sebagai model peran.
d. memberi pendidikan .
e. Sebagai perantara sosial .
f. memakai sumber di masyarakat sehubungan dengan kesehatan
mental.
14. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan langkah awal dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan. Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi
pada pasien dan keluarga. Selama wawancara pengkajian, perawat
mengumpulkan baik data subyektif maupun objektif termasuk observasi
yang dilakukan selama wawancara (O’Brien et.al, 2014). Pengkajian
secara umum dapat mencakup :
a. Keluhan/masalah utama.
b. Status kesehatan fisik, mental, dan emosional secara umum.
c. Riwayat pribadi dan keluarga.
d. Sistem dukungan dalam keluarga, kelompok sosial atau komunitas.
e. Kegiatan hidup sehari-hari (activities of daily living).
f. Kebiasaan dan keyakinan kesehatan.
g. Pemakaian atau penyalahgunaan zat, pemakaian obat yang diresepkan.
h. Hubungan interpersonal.
i. Resiko menciderai diri sendiri dan orang lain.
j. Pola koping.
k. Keyakinan dan nilai spiritual.
Selanjutnya pengkajian untuk mendapatkan data mengenai gangguan
sensori persepsi halusinasi pendengaran dapat ditemukan melalui
wawancara dengan menanyakan : Jenis (halusinasi pendengaran) dan isi
halusinasi, Waktu, frekuensi, dan situasi yang memicu munculnya
halusinasi, Respon terhadap halusinas (Yosep ,2010) .
Pasien dengan halusinasi biasanya menunjukkan respon psikososial
meliputi proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan. Ilusi adalah miss intrepetasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca
indera. Emosi berlebihan atau berkurang, perilaku tidak biasa adalah sikap
dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran. Menarik diri adalah
percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain. Adapun batasan
karakteristik halusinasi pendengaran menurut SDKI (2017) yaitu
mendengar suara bisikan, distorsi sensori, respons tidak sesuai,
menyatakan kesal, berbicara sendiri, bersikap seolah mendengar.
Karya tulis ilmiah ini difokuskan pada studi masalah secara deskriptif,
Studi masalah ini memakai proses keperawatan secara komprehensif
meliputi pengkajian keperawatan, diagnosis keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan, dokumentasi
keperawatan, dan analisis intervensi. Desain ini merupakan desain yang
dipakai untuk melakukan intervensi cara mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap pasien halusinasi pendengaran di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan
Jakarta.
B. Populasi dan sampel
1. populasi
Populasi yang akan di gunakan sebagai pasien dalam penelitian
ini adalah pasien dengan masalah halusinasi pendengaran di ruang NURI
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.
2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Dalam
sampling ini, yang diambil sebagai sampel hanyalah daerah-
daerah/kelompok kelompok tertentu yang dipandang sebagai
daerah/kelompok kunci, sedangkan daerah/kelompok lain tidak diambil
sebagai sampel
Dalam penelitian ini Penulis mengambil sampel di RSJ Soeharto
Heerdjan. Dalam penelitian ini sampel yang diambil 2 (dua) orang ,
dengan kriteria sampel adalah :
1) Kriteria inklusi
a) Pasien berjenis kelamin laki-laki
b) Pasien dewasa dengan umur 15-45 tahun
c) Pasien yang telah dirawat sudah lebih dari 1 kali
d) Pasien yang mengalami halusinasi pendengaran tahap 1-2
e) Pasien yang tidak mengalami gangguan kognitif
f) Pasien yang dirawat di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan dan bersedia
menjadi pasien
g) Pasien yang dirawat dengan diagnosa medis skizofrenia.
2) Kriteria eksklusi
a) Pasien yang mengalami halusinasi kompleks
b) Pasien dengan riwayat memakai napza
c) Pasien yang mengalami gangguan kognitif dan retardasi mental
d) Pasien halusinasi dengan kecacatan fisik bawaan.
e) Pasien halusinasi dengan penyakit fisik berat.
C. Lokasi dan Waktu penelitian
Lokasi penelitian yang di pilih oleh peneliti adalah RSJ Dr. Soeharto
Heerjdan yang beralamat di Jl. Prof. DR. Latumenten No.1 Rt.1/Rw.4 ,
Jelambar Kec. Grogol petamburan, Jakarta Barat selama 3 hari pada pasien
Halusinai pendengaran. Waktu penelitian 21-25 juni 2021. Dalam satu hari
peneliti melakukan intervensi 2 kali pada pasien dengan waktu 10-15 menit.
D. Definisi Operasional
Pada definisi operasional akan dijelaskan secara padat mengenai unsur
penelitian yang meliputi bagaimana caranya menentukan variabel dan
mengukur suatu variabel.
Pada bab ini hasil penelitian studi masalah tentang analisi intervensi cara
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap pada pasien dengan gangguan
persepsi sensori. Penelitian dilakukan pada tanggal 21 juni-25 juni 2021 di RSJ
dr. Soeharto heerdjan jakarta pada dua pasien atas nama Tn. Y yang
berumur 42 tahun sebagai pasien I dan Tn. A yang berumur 31 tahun
sebagai pasien II
A. Hasil
1. Gambaran umum lingkungan penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan,
dimana rumah sakit jiwa ini adalah tipe A yang memiliki kapasitas 300
tempat tidur dan 6 ruang rawat inap yaitu ruang nuri, ruang merak, ruang
elang, ruang kasuari, ruang mawar dan ruang melati. Rumah sakit ini
berbatasan dengan Tanjung Duren Utara di sebelah Selatan, Jembatan Besi
Kecamatan Tambora di sebelah Utara, Daan Mogot Kecamatan
Cengkareng di sebelah Barat, Hayam Wuruk Kecamatan Gambir disebalah
utara. Penelitian dilakukan di ruang nuri yang merupakan ruang kelas 1
dengan jumlah pasien 30 orang dan berjenis kelamin laki-laki dan 97%
terdiagnosa skizofrenia dengan diagnosis keperawatan halusinasi
sedangkan 3% lainnya terdiagnosa resiko perilaku kekerasan dan depresi.
Ruang elang berada tidak jauh dari ointu masuk gedung ruang perawatan
dan bersebelahan dengan masjid.
2. Karakteristik Subjek
a. pasien I
pasien I berjenis kelamin laki-laki, berumur 42 tahun,
pendidikan terakhir SMA, agama islam, diagnosa medis F.20
(skizofrenia paranoid) dan diagnosis keperawatan halusinasi
pendengaran. Saat ini pasien I masuk rumah sakit jiwa Dr. Soeharto
Heerdjan Jakarta untuk yang ketiga kalinya karna putus obat. Masuk
pertama kali tahun 2019, kedua kali tahun 2020 dan ketiga kalinya
tahun 2021. berdasar pengamatan pasien I tampak
menggerakkan bibir tanpa suara, tersenyum atau tertawa tidak sesuai,
pergerakan mata cepat, respon verbal lambat, suka menyendiri dan
tidak bisa membedakan halusinasi dan realita .
b. pasien II
pasien II berjenis kelamin laki-laki, berumur 31 tahun,
pendidikan terakhir SMA, agama islam, diagnosa medis F.20
(skizofrenia paranoid) dan diagnosa keperawatan halusinasi
pendengaran. Saat ini pasien II masuk rumah sakit jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan untuk yang kedua kalinya karna suka mendengar
suara-suara yang membuat pasien terganggu. Masuk pertama kali tahun
2020 dan kedua kalinya tahun 2021. berdasar hasil pengamatan
pasien II tampak menggerakkan bibir tanpa suara, tersenyum atau
tertawa tidak sesuai, pergerakan mata cepat, respon verbal lambat, suka
menyendiri dan tidak bisa membedakan halusinasi dan realita.
3. Fokus studi masalah
Studi masalah ini memaparkan tentang peningkatan cara mengontrol
halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran difokuskan pada intervensi
cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap yang di lakukan oleh
peneliti pada pasien halusinasi pendengaran. Dalam kegiatan ini dilakukan
selama 6 kali pertemuan, catatan kegiatan, kemajuan dan respon masing
masing pasien diringkas dalam bentuk deskriptif. Hasil studi masalah
akan dipaparkan sebagai berikut :
a. pasien I
Kondisi sebelum dilakukan intervensi pasien I terlihat
menggerakkan bibir tanpa suara, tersenyum atau tertawa tidak sesuai,
pergerakan mata cepat, respon verbal lambat, suka menyendiri dan
tidak bisa membedakan halusinasi dan realita. Hari I pertemuan 1
dilakukan BHSP, pasien mengatakan bahwa dirinya sudah tiga kali
masuk rumah sakit jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta dengan alasan
sering marah-marah dan bosan minum obat karena merasa dirinya
sudah sembuh. Sebelum masuk rumah sakit jiwa Dr. Soehato Heerdjan
Jakarta pasien I mengatakan mendengar suara gemuruh dan ramai
ditelinganya sehingga dirinya marah dan membanting pintu dan
memarahi adiknya, sesudah itu pasien diantarkan oleh kaka iparnya dan
di bawa ke RSJ Dr. Soeharto Heerdjan, sesudah selesai rawat untuk
yang pertama kalinya pasien merasa bosan dan kurang berinteraksi
dengan keluarga mmaupun tetangga di sekitar rumah, dan merasa
suara-suara yang menganggu sudah hilang sehingga terapi aktivitas
bercakap-cakap yang sudah diajarkan oleh perawat tidak di lakukan
lagi di rumah. Saat dirawat pasien juga mengatakan ingin pulang
dan beraktifitas seperti biasanya.
Saat dilakukan intervensi pasien memperhatikan setiap materi
yang diberikan dan sadar bahwa dirinya harus mempraktekan terapi
bercakap-cakap yang sudah di ajarkan oleh perawat di saat pasien
mendengaran biskan-bisikan yang tidak ada wujudnya, karna jika
pasien tidak melakukan terapi bercakap-cakap suara-suara yang
menganggu akan muncul kembali dan susah untuk pergi. Evaluasi
secara keseluruhan pasien optimis suara-suara yang menganggu
tidak akan muncul lagi dengan cara bercakap-cakap dengan keluarga
atau orang lain, pasien mangatakan tidak ingin masuk rumah sakit
jiwa lagi.
masuk rumah sakit jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta dengan alasan
pasien sering mendengarkan suara-suara tetangga yang selalau
menjelek-jelekan pasien, sehingga pasien merasa tidak tenang dan
membuat pasien suka marah-marah .
Sebelum masuk rumah sakit jiwa Dr. Soehato Heerdjan Jakarta
pasien I mengatakan sering mendengar suara orang tua pasien yang
sudah lama meninggal, tidak lama sesudah kejadian ini pihak
keluarga membawa pasien untuk berobat ke rumah sakit jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan, sesudah selesai rawat untuk yang pertama kalinya
pasien merasa bingung dan makin teretekan karena ketika pulang
pasien masih suka mendengar suara-suara yang tidak ada
wujudnya. Saat dirawat pasien juga mengatakan ingin pulang dan
beraktifitas seperti biasanya.
Saat dilakukan intervensi pasien memperhatikan setiap materi
yang diberikan dan sadar bahwa dirinya harus rajin melakuan terapi
bercakap-cakap jika pasien masih sering mendengar suara-
suara, karna jika pasien tidak melakukan terapi bercakap-cakap
maka suara-suara yang menganggu akan mencul terus dan susah untuk
hilang. Evaluasi secara keseluruhan pasien optimis suara-suara
yang menganggu tidak akan muncul lagi dengan cara terapi bercakap-
cakap, pasien mangatakan tidak ingin masuk rumah sakit jiwa lagi.
Pada bab ini akan membahas masalah keperawatan pada kedua
pasien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran.
pasien mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana
sampai suara berbicara mengenai pasien sehingga berespon terhadap
suara atau bunyi ini . Respon yang terjadi terhadap halusinasi dapat
berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku
merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta
tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata
Subyek atau pasien dalam penelitian ini adalah pasien halusinasi
dengan indikasi halusinasi pendengaran pada tahap ketiga. tahap codemming yaitu tahap dimana
klien merasa kehilangan kontrol, kecemasan meningkat dan sensori yang
menakutkan. Pada tahap ini, klien sudah tidak panik dan tidak mengancam.
Sehingga, strategi pelaksanaan bercakap-cakap akan lebih efektif.
Pada proses pengkajian yang harus di perhatikan adalah jenis dan isi
halusinasi, data obyektif dan data subyektif dengan melakukan wawancara
dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi
pasien, lalu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi yang memicu
munculnya halusinasi lalu bagaimana respon terhadap halusinasi, untuk
mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul . pasien memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam hanyal akibat dari kehilangan orang yang dicintai, kehilangan
cinta, fungsi fisik, kedudukan, harga diri yang dapat mencetuskan terjadinya
gangguan persespsi individu. Hal ini sesuai dengan apa yang dialami
pasien I, karena kehilangan keluarganya dan pasien II karena, gagal
mendapatkan pekerjaan, keluarga yang kurang menghargai keadaanya dan
tidak mampu membiayai sekolah anak-anaknya.
Sesuai dengan teori maka tindakan pertama yang harus dilakukan yaitu
pendekatan/ membina hubungan saling percaya, agar ketiga pasien lebih
terbuka. , pengkajian merupakan dasar dari asuhan
keperawatan. Salah satu faktor predisposisi yang memicu halusinasi
yaitu faktor psikologis. , faktor psikologis berpengaruh
pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat untuk
masa depannya.
Strategi pelaksanaan dengan bercakap-cakap dilakukan karena
menghardik dan minum obat (SP1 dan SP2 halusinasi) belum efektif
dibuktikan bahwa pasien masih mendengar suara bisikan-bisikan,
sehingga perlu kelanjutan yaitu diajarkan teknik bercakap-cakap (SP3). Pada
konsep model interpersonal, kelainan jiwa seseorang bisa muncul akibat
adanya ancaman. Proses terapi menurut konsep adalah Build Feeling Security
(berupaya membangun rasa aman), trusting Relationship and interpersonal
Satisfaction (menjalin hubungan saling percaya) dan membina kepuasan
dalam bergaul dengan orang lain sehingga pasien merasa berharga dan
dihormati. Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties, therapist use
emphaty and relationship ,Perawat memberi
respon verbal yang mendorong rasa aman pasien dalam berhubungan
dengan orang lain
Strategi pelaksanaan bercakap-cakap merupakan intervensi yang
dipakai peneliti untuk langkah mengontrol tanda dan gejala halusinasi
yang dialami oleh respoden dengan halusinasi pendengaran. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tanda gejala halusinasi tahap 1 dan 2 tidak terlihat lagi
dan semakin meningkatnya kepekaan kedua pasien tentang cara
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap semakin meningkat dan sangat
mempengaruhi penurunan tanda gejala yang dialami oleh kedua pasien .
Pada saat sebelum dilakukan intervensi keperawatan, hasil pengkajian
menunjukan pasien I yaitu menggerakkan bibir tanpa suara, tersenyum
atau tertawa tidak sesuai, pergerakan mata cepat, respon verbal lambat, suka
menyendiri dan tidak bisa membedakan halusinasi dan realita. sesudah
dilakukan pendidikan menggerakkan bibir tanpa suara, tersenyum atau
tertawa tidak sesuai, pergerakan mata cepat, respon verbal lambat, suka
menyendiri dan tidak bisa membedakan halusinasi dan realita sudah tidak
nampak.
Hasil pengkajian sebelum dilakukan intervensi pada pasien II yaitu
menggerakkan bibir tanpa suara, tersenyum atau tertawa tidak sesuai,
pergerakan mata cepat, respon verbal lambat, suka menyendiri dan tidak bisa
membedakan halusinasi dan realita. sesudah dilakukan pendidikan kesehatan
menggerakkan bibir tanpa suara, tersenyum atau tertawa tidak sesuai,
pergerakan mata cepat, respon verbal lambat, suka menyendiri dan tidak bisa
membedakan halusinasi dan realita sudah tidak nampak. Uraian diatas
menunjukkan keberhasilan penelitian karena ada penurunan tanda dan
gejala pada pasien haluinasi sehingga halusinasinya menjadi terkontrol.
Pada penelitian ini terbukti bahwa cara mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap merupakan salah satu tindakan keperawatan yang efektif
untuk meningkatkan kesembuhan klien. Maka sebaiknya bercakap-cakap
menjadi tindakan keperawatan yang harus di ajarkan pada pasien halusinasi
untuk langkah mengendalikan atau mengontrol halusinasi.
Hasil sebelum dilakukan intervensi pada pasien I dan II yaitu tanda
dan gejala halusinasi di tahap I dan II masih ada yaitu menggerakkan bibir
tanpa suara, tersenyum atau tertawa tidak sesuai, pergerakan mata cepat,
respon verbal lambat, suka menyendiri dan tidak bisa membedakan halusinasi
dan realita. sesudah dilakukan intervensi cara bercakap-cakap ada
penurunan tanda gejala pada kedua pasien . Dan tanda gejala halusinasi
tahap I dan II yang dialami oleh kedua pasien menurun sehingga
halusinasinya terkontrol sesudah dilakukan intervensi 3 hari dan 6 kali
pertemuan.
sesudah melakukan intervensi peneliti mampu mengindentifikasi
skizofrenia dengan masalah keperawatan halusinasi pendengaran,
teridentifikasinya pasien halusinasi pendengaran, teridentifikasi tanda dan
gejala pasien skizofrenia dengan masalah halusinasi pendengaran,
teridentifikasi kefektifan intrvensi bercakap-cakap pada pasien halusinasi dan
diketahuinya respon verbal dan non verbal halusinasi pendengaran.
Halusinasi pendengaran yaitu berupa mendengarkan suara-suara secara jelas nyata volume keras berulang ulang bising suara-suara yang berasal dari arwah ruh orang yang baru saja meninggal atau mendengung, berupa
kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat, bisa juga pasien bersikap
mendengar dengan penuh perhatian pada orang yang tidak berbicara atau pada
benda mati. halusinasi pendengaran dapat terkontrol memakai salah satu
tindakan keperawatan yaitu dengan cara terapi bercakap-cakap dengan orang lain.
ANA : America Nurses Associations
APA : American Psychiatric Association
ODGJ : Orang Dengan Gangguan Jiwa
ODMK : Orang Dengan Masalah Kejiwaan
WHO : World Health Organization
SP : Strategi Pelaksanaan
ECT : Electro Compulsive Therapy
HLP : Haloperidol
CPZ : Chlorpromazine
IM : Intra Muscular
SOP : Standar Operasional Prosedur
SDKI : Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
NTB : Nusa Tenggara Barat
Related Posts:
halusinasi Kesehatan jiwa merupakan kondisi dimana individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu ini dapat menyadari kemampuan diri sendiri, dapat m… Read More