Selasa, 09 Januari 2024

halusinasi

 
 
 
 








Kesehatan jiwa merupakan  kondisi dimana individu dapat berkembang 
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu ini  dapat 
menyadari kemampuan diri sendiri, dapat mengatasi tekanan, dan dapat bekerja 
secara produktif , Kesehatan jiwa bagi 
manusia merupakan  terwujudnya keharmonisan fungsi jiwa dan sanggup 
menghadapi problem, merasa bahagia dan mampu diri. Orang yang sehat jiwa 
berarti seseorang yang mampu  dalam menyesuaikan diri 
dengan diri sendiri, orang lain, masyarakat, dan lingkungan berdasar  data WHO (2016), ada sekitar 35 juta orang terkena 
depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 
juta terkena demensia.  
Angka Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia berdasar  data 
Kementrian Kesehatan (2019), Provinsi Bali menempati urutan pertama 
dengan prevalensi 11,1%, disusul oleh Provinsi DI Yogyakarta dengan 
prevalensi 10,4%, dan peringkat ketiga disusul oleh Provinsi NTB dengan 
prevalensi 9,6% dan posisi ke empat di susul oleh Provinsi Sumatra Barat 
dengan prevalensi 9,1% dan untuk Provinsi Sumatra Utara pada peringkat 21 
dengan privalensi 6,3% (Riskesdas, 2019). 
berdasar  data yang diterima dari RS Dr Soeharto Heerdjan Jakarta 
pada tahun 2017 tercatat pasien dengan Skizofrenia Paranoid (F20.0), 
 
 
 
berjumlah 12.181 pasien, Skizofrenia Residual (F20.5) berjumlah 10.125. 
Gangguan Afektif  Bipolar YTT (F31.9) 1.464 pasien, Skizofrenia YTT 
(F20.3) 951 pasien, dan untuk Gangguan Mental Organik  (F09) 709 pasien. 
Tercatat pasien di Ruang Puri Nurani RS Jiwa Dr Soeharto Heerdjan Jakarta 
dengan halusinasi sebanyak 63,63%, Defisit Perawatan Diri 13,63%, Isolasi 
Sosial 9,09%, Resiko Perilaku Kekerasan 9,09%, dan Waham 4,54%. (Data 
RSJ Seharto Heerdjan 2017).  
Pasien dengan Halusinasi Pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Dr. 
Soeharto Heerdjan  pada tanggal 30 November sampai 4 Desember dari 91  
mahasiswa  Akademi Keperawatan PELNI yang  masing-masing mengambil 
satu masalah  gangguan jiwa, dengan hasil ada 70% pasien dengan masalah 
halusinasi dan 60% dari 70%  masalah  halusinasi adalah halusinasi pendengaran, 
masalah kepereawatan jiwa dengan Isolasi Sosial 2%, defisit perawatan diri 
8%, dan dengan pasien Resiko Perilaku Kekerasan sebanyak 20%. 
Gangguan jiwa merupakan respon yang tidak adaptif dari lingkungan 
dalam dan luar diri, dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang 
menyimpang dari kebudayaan setempat dan mengganggu fungsi sosial, 
pekerjaan dan fisik. Seseorang yang mengalami masalah gangguan jiwa akan 
mengalami  perubahan emosi yang dapat merubah pola pikir dan menggagu 
kegiatan  sehari-hari. Seseorang yang mengalami masalah kesehatan jiwa dapat 
di kategorikan menjadi, orang dengan ganguan jiwa (ODGJ)  dan orang dengan 
masalah kejiwaan (ODMK)  
 
Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) merupakan salah satu seseorang 
yang mengalami gangguan dalam proses berfikir, perbuatan dan perasaan yang 
terwujud dalam sekumpulan gejala dan  perubahan perilaku yang bermakna 
dan dapat menimbulkan penderitaan serta hambatan dalam menjalankan fungsi 
sebagaimana semestinya.Sedangkan orang dengan Orang Dengan Masalah 
Kejiwaan (ODMK). (ODMK), yang kerap mendapatkan perlakuan tidak adil 
dalam setiap aspek kehidupannya tak terkecuali dalam pelayanan publik. Salah 
satu masalah gangguan jiwa yang sering terjadi di negara-negara berkembang 
adalah Skizofrenia (Prabowo, 2016). 
Skizofrenia merupakan gangguan dalam proses pikir yang dapat 
menimbulkan perepecahan antara emosi dan psikomotor disertai distorsi 
kenyataan dalam bentuk psikosa fungsional. Gejala awal pada pasien 
skizofrenia yang sering terjadi adalah dapat memicu  gangguan proses 
pikir, gangguan afek emosi, gangguan kemauan, sedangkan gejala skizofrenia 
selanjutnya adalah waham dan halusinasi (Muhith, 2015). Seseorang yang 
mengalami skizofrenia  akan terjadi kesulitan dalam berfikir dengan benar, 
memahami dan menerima realita, gangguan emosi dalam perasaan, tidak 
mampu membuat keputusan, serta gangguan dalam melakukan aktivitas atau 
perubahan perilaku. Klien skizofrenia 70% akan mengalami halusinasi (Stuart, 
2014). 
Halusinasi merupakan distrosi persepsi yang tidak nyata  dan terjadi pada 
respons neurobiologis maladaptive (Stuart & Keliat,2016). Halusinasi biasanya 
muncul pada pasien gangguan jiwa yang diakibatkan oleh perubahan orientasi 

realita, pasien merasakn rangsangan yang sebetulnya tidak ada. Halusinasi 
yang paling banyak terjadi adalah halusinasi pendengaran 
Halusinasi pendengaran merupakan keadaan dimana pasien  mendengar 
suara-suara, paling sering suara orang berbicara kepada pasien atau 
membicarakan pasien, Suara ini  berupa suara orang yang dikenal atau 
orang yang tidak dikenal. Halusinasi berbentuk perintah yaitu suara yang 
menyuruh pasien untuk melakukan tindakan, yang dapat membahayakan diri 
sendiri atau membahayakan orang lain (Keliat, 2010). Halusinasi pendengaran 
merupakan gangguan rangsangan pada pendengaran dimana pasien halusinasi 
pendengaran memiliki karakteristik seperti mendengar suara (kebisingan), yang 
sering  di dengar pasien adalah suara seseorang, dimana pasien disuruh untuk 
melakukan sesuatu yang kadang membahayakan nyawa, bahkan melakukan hal 
yang diluar pikiran dan kemampuan dari penderita (Stuart dan Laraia, 2018). 
Akibat dari pasien dengan halusinasi pendengaran pasien menjadi sering 
tertawa sendiri , berbicara sendiri bahkan dapat melakukan tindakan yang 
mengancam dirinya sendiri. Jika hal ini dibiarkan halusinasi pasien akan 
berlanjut pada tahap  keempat dimana pasien akan mengalami kepanikan yang 
berlebihan karena pengalaman sensosri pasien sudah mulai terasa terancam 
dengan datangnya suara-suara, saat ini pasien akan panik,cemas,takut dan 
kehilangn kontrol 
Dampak yang timbul dari halusinasi bermacam-macam antara lain: 
merusak lingkungan, mencelakai orang lain, bahkan melakukan bunuh diri. Hal 
 
ini disebabkan oleh pasien yang mengalami kehilangan kontrol . Dampak lain  akibat adanya halusinasi dapat memicu  
seseorang mengalami ketidakmampuan dalam berkomunikasi dan mengenali 
realitas yang menimbulkan kesukaran dalam kemampuan seseorang untuk 
berperan dalam kehidupan sehari–hari, dan dampak bagi pasien halusinasi 
yaitu akan sulit diterima oleh masyarakat dikarenakan perilaku individu yang 
tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, individu akan dipandang 
negatif oleh lingkungan, dikarenakan lingkungan masih belum terbiasa dengan 
kondisi individu yang mengalami gangguan jiwa halusinasi 
Penatalaksanaan pada pasien jiwa dapat berupa farmakologi, ECT, dan 
nonfarmakologi untuk non farmakologi lebih mengarah ke terapi modalitas 
dimana terapi ini  adalah kombinasi berupa pemberian terapi lanjutan yang 
diberikan oleh perawat kepada pasien jiwa agar mampu mengatasi atau 
mengontrol halusinasinasinya. Salah satu contoh cara mengontrol yang pernah 
dipakai untuk pasien halusinasi pendengaran adalah dengan cara bercakap-
cakap (Utami & Mardianti, 2017).  
berdasar  penelitian Ayu Wulandari (2019) dengan judul penelitian 
Upaya Mengontrol Halusinasi Dengan Bercakap-Cakap Pada Pasien Dengan 
Gangguan Persepsi Sensori pada penelitian ini terbukti bahwa intervensi cara 
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap merupakan salah satu 
implementasi keperawatan yang sangat efektif untuk meningkatkan 
kesembuhan klien atau mengotrol halusinasi. 
Bercakap-cakap merupakan salah satu kegiatan berkomunikasi yang di 
lakukan seseorang dengan orang lain. Bercakap-cakap dapat diartikan sebagai 
dialog dalam  menginterprestasikan bahasa resensif dan bahasa ekspresif 
situasi. Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu pasien dalam 
mengontrol halusinasi. Saat klien bercakap-cakap dengan orang lain maka akan 
terjadi distraksi, sehingga fokus klien akan beralih dari halusinasi ke 
percakapan yang dilakukan orang lain (Keliat & Akemat, 2012).  
Melihat latar belakang masalah di atas dan tingginya angka kejadian 
halusinasi pendengaran yang mengalami kekambuhan akibat kurangnya 
pengetahuan cara mengontrol halusinai dengan bercakap-cakap maka peneliti 
tertarik melakukan Intervensi Cara Mengontrol Halusinasi dengan Bercakap-
cakap pada Pasien Halusinasi Pendengaran di RSJ Soeharto Heerdjan Jakarta.  
B. Rumusan Masalah 
Berdasarakan latar belakang masalah dapat disimpulakan pasien 
skizofrenia dengan diagnosis keperawatan halusinasi 70% dan 60% dari masalah  
halusinasi adalah halusinasi pendengaran di RSJ Soehsrto Heerdjan maka di 
rumuskan masalah adalah sebagai berikut “Bagaimana keefektifan Analisis 
intervensi Cara Mengontrol dengan Bercakap-cakap pada Pasien Halusinasi 
Pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Soeharto Heerdjan”. 
C. Tujuan Penelitian  
1. Tujuan umum 
Diketahuinya pengaruh intervensi mengontrol Halusinasi dengan bercakap-
cakap pada pasien Halusinasi Pendengaran di RSJ Soeharto Heerdjan. 

2. Tujuan khusus 
a. Teridentifikasinya  skizofrenia dengan masalah halusianasi. 
b. Teridentifikikasinya  pasien skizofrenia dengan diagnosis halusinasi 
pendengaran. 
c. Teridentifikasinya   tanda dan gejala pasien halusinasi pendengaran. 
d. Teridentifikasinya  kefektifan cara mengontrol halusinasi pendengaran 
dengan cara bercakap-cakap. 
e. Diketahuinya respon verbal dan non verbal pasien dalam mengontorl 
halusinasi dengan penerapan terapi aktivitas bercakap-cakap. 
D. Manfaat Penelitian 
1. Manfaat Bagi Pasien Skizofrenia 
Diharapkan cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap 
dapat bermanfaat dan di rasakan oleh pasien halusinasi pendengaran. 
2. Manfaat Bagi Peneliti  
Menambah wawasan dan informasi dalam melakukan study masalah  
dan mengaplikasikan ilmu tentang Intervensi cara mengontrol Halsinasi 
dengan bercakap-cakap pada pasien Halusinai Pendengaran.  
3. Bagi Institusi Pendidikan 
Sebagai sumbangan ilmiah dan masukan untuk pengembangan ilmu 
pengetahuan khususnya tentang memberi  intervensi cara mengontrol  
halusinasi pendengaran, serta dapat dipakai sebagai bahan pustaka atau 
bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya. 
 

 
4. Manfaat bagi RSJ Dr. Soeharto Herdjan 
Diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat memberi  informasi 
kepada rumah sakit dalam menerapkan cara mengontrol halusinasi dengan 
bercakap-cakap pada pasien halusinasi pendengaran.               .      
 
 

1. Definisi Gangguan jiwa  
Orang dengan gangguan Jiwa (ODGJ) adalah adanya gejala klinis  
yang bermakna, yang berupa sindrom atau pola perilaku dan psikologi 
yang dapat menimbulkan penderitaan (distress) dan gejala ini  dapat 
menimbulkan disabilitas (disability) dalam menjalani kehidupan sehari-
hari yang biasa dilakukan untuk perawatan diri dan kelangsungan hidup 
seperti (mandi, makan, kebersihan, berpakaian) (Maslim, 2013).  
Gangguan jiwa pola perilaku/ sindrom, psikologis secara klinik 
terjadi pada individu berkaitan dengan distres yang dialami, misalnya 
gejala menyakitkan, ketunadayaan dalam hambatan arah fungsi lebih 
penting dengan peningkatan resiko kematian, penderitaan, nyeri, 
kehilangan kebebasan yang penting dan ketunadayaan (O’Brien, 2014). 
2. Definisi Halusinasi 
Ganguan persepsi sensori halusinasi adalah salah satu masalah 
keperawatan yang telah ditemukan pada pasien yang mengalami gangguan 
kejiwaan Halusinasi merupakan dimana hilangnya kemampuan pasien 
dalam membedakan stimulus  internal (pikiran) dan stimulus  eksternal . 
pasien memberi  tanggapan atau pendapat tentang lingkungan tanpa 
objek atau stimulus yang nyata. Sebagai contohnya pasien mengatakan 
mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara. Gejala gangguan 
jiwa dimana pasien mengalami perubahan persepsi sensori: mengatakan 

merasakan sensori suara palsu, penglihatan, pengecapan , penciuman, dan 
perabaan.Jenis halusinasi yang paling umum terjadi adalah halusinasi 
pendengaran ,
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang yang mengalami 
perubahan pola dan jumlah stimulasi secara internal dan eksternal disekitar 
pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan 
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,perabaan atau 
penghidungan (Keliat & Akemat 2015). Halusinasi dipengaruhi oleh 
pengalaman psikologis yang dialami oleh seseorang yang berkaitan dengan 
kepribadian sesorang. Ketika mengalami halusinasi biasanya klien akan 
mengalami marah tanpa sebab, bicara atau tertawa sendiri, ketakutan 
kepada sesuatu yang tidak jelas .
Halusinasi pendengaran merupakan gangguan stimulus dimana 
pasien mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, 
mengancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatu (kadang-kadang hal 
yang berbahaya) (Trimelia, 2011). Halusinasi pendengaran paling sering 
terjadi ketika klien mendengar suarasuara, suara ini  dianggap terpisah 
dari pikiran klien sendiri. Isi suara-suara ini  mengancam dan 
menghina, sering kali suara ini  memerintah klien untuk melakukan 
tindakan yang akan melukai klien atau orang lain maka perawat harus 
memiliki  cukup pengetahuan tentang strategi pelaksanaan yang tersedia, 
tetapi informasi ini harus dipakai sebagai satu bagian dari pendekatan 
holistik pada asuhan klien 
 
3. Psikodinamika  
Halusinasi memiliki beberapa etiologi atau penyebab. menurut Stuart 
(2013) di bagi menjadi dua meliputi : 
a. Faktor predisposisi meliputi : 
1) Biologis yaitu abnormalis perkembangan sistem saraf yang 
berhubungan dengan respon neurologis yang maladaptif baru mulai 
di pahami. Ini di tunjukan melalui penelitian pencitraan otak dan zat 
kimia di otak seperti dopamain neurotransmiter yang berlebihan, 
ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotrasmiter lain 
terutama serotonin dan masalah-masalah pada pasien reseptor 
dopamin. 
2) Faktor psikologis, teori  ini menyalahkan keluarga sebagai 
penyebab gangguan ini. Akibatnya, kepercayaan keluarga tehadap 
tenaga kesehatan jiwa profesional menurun. 
3) Sosial Budaya yang mempengaruhi seperti kemiskinan, konflik 
sosial budaya (Peran,Kerusuhan ,dan Bencana Alam) dan kehidupan 
yang terisolasi disertai stres. 
b. Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi (Prabowo, 2017) 
adalah sebagai berikut : 
1) Biologis  
Stessor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik 
yang maladaptive termasuk gangguan dalam putaran umpan balik 
otak yang mengatur proses informasi dan adanya abnormalitas pada 
mekanisme pintu masuk dalam otak yang memicu 

ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan 
untuk di interpretasikan. 
2) Stress Lingkungan 
Gangguan dalam hubungan interpersonal, masalah perumahan, 
stress, kemiskinan, tekanan terhadap penampilan, perubahan dalam 
kehidupan dan pola aktivitas sehari-hari, kesepian dan tekanan 
pekerjaan.  
3) Sumber Koping 
Sumber Koping yaitu sumber keluarga yang berupa pengetahuan 
tentang penyakit, finansial yang cukup, ketersediaan waktu dan 
tenaga,dan kemampuan memberi  dukungan secara 
berkesinambungan. Sumber koping mempengaruhi respon individu 
dalam menangani stress. Klien bertindak lain dari orang lain, 
lingkungan dan sekitarnya, kurang keterampilan sosial, perilaku 
agresif serta amukan klien karena sumber koping yang kurang 
efektif pada klien. 
4. Tanda dan Gejala 
Tanda dan gejala halusinasi di nilai dari hasil observasi terhadap 
pasien serta ungkapan pasien. Adapun tanda dan gejala pasien halusinasi 
menurut Sutejo (2018), adalah : 
a. Data subjektif  
berdasar  data subjektif, pasien dengan halusinasi 
mengatakan bahwa : Mendengar suara-suara atau kegaduhan, 

Mendengar suara yanag mengajak bercakap-cakap, Mendengar suara 
yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya. 
b. Data objektif 
Berdasarakan data objektif, pasien dengan gangguan sensori 
persepsi halusinasi melakukan hal-hal : Bicara atau tertawa sendiri, 
Marah-marah tanpa sebab, Mengarahkan telinga ke arah tertentu, 
Menutup telinga, Menunjuk-nunjuk ke arah terentu, Ketakutan pada 
sesuatu yang tidak jelas. 
5. Klasifikasi  
Menurut Sutejo (2018), halusinasi di klasifikasikan menjadi 5 jenis: 
a. Halusinasi penglihatan   
b. Halusinasi penciuman  
c. Halusinasi pendegaran   
d. Halusinasi perabaan 
e. Halusinasi pengecapan 
1) Halusinasi Pendengaran 
a) Data Objektif  
Mengarahkan telinga pada sumber suara, marah-marah tanpa 
sebab yang jelas, bicara atau tertawa sendiri, menutup telinga. 
b) Data subjektif  
Mendengarkan suara atau bunyi gaduh, mendengar suara yang 
menyuruh untuk melakukan sesuatu yang berbahaya, mendengar 
suara yang mengajak bercakap-cakap. 
 
2) Halusinasi penglihatan  
a) Data objektik 
Ketakutan pada suatu objek yang dilihat, tatapan mata meniju 
tempat tertentu, menunjuk ke arah tertentu. 
b) Data subjektif 
Melihat mahluk tertentu, bayangan seorang yang sudah 
meninggal, sesuatu yang menakutkan atau hantu cahaya. 
3) Halusinasi pengecapan  
a) Data objektik 
Ketakutan pada suatu objek yang dilihat, tatapan mata meniju 
tempat tertentu, menunjuk ke arah tertentu. 
b) Data subjektif 
Melihat mahluk tertentu, bayangan seorang yang sudah 
meninggal, sesuatu yang menakutkan atau hantu cahaya. 
4) Halusinasi Penciuman 
a) Data Objektif  
Adanya gerakan cuping hidung karena mencium sesuatu atau 
mengarahlan hidung pada arah tertentu. 
b) Data Subjektif 
Mencium bau dari bau-bauan tertentu,seperti bau 
mayat,masakan, feses bayi atau parfum. Pasien sering 
mengatakan bahwa ia sering mencium sesuatu atau bau. 
Halusinasi penciuman sangat sering menyertai pasien dimensia, 
kejang atau penyakit serebrovaskular. 
5) Halusinasi Perabaan  
a) Data Objektif 
Menggaruk permukaan kulit, pasien terlihat menatap tubuhnya 
dan terlihat merasakan sesuatu yang aneh seputar tubuhnya. 
b) Data Subjektif  
Pasien mengatakan ada sesuatu yang menggerayangi 
tubuh,seperti tangan,serangga atau makhluk halus. Merasakan 
sesuatu yang panas dan dingin,atau tersengat listrik.  
Tanda-tanda yang berkaitan dengan halusinasi pendengaran 
meliputi sebagai berikut :  
a) Data Objektif :  
1) Klien tampak bicara sendiri.  
1) Klien tampak tertawa sendiri.  
2) Klien tampak marah-marah tanpa sebab.  
3) Klien tampak mengarahkan telinga ke arah tertentu. 
4) Klien tampak menutup telinga.  
5) Klien tampak menunjuk-nunjuk kearah tertentu.  
6) Klien tampak mulutnya komat-kamit sendiri.  
b)  Data Subjektif :  
1)  Klien mengatakan mendengar suara atau kegaduhan.  

2) Klien mengatakan mendengar suara yang mengajaknya 
untuk bercakap-cakap.  
3) Klien mengatakan mendengar suara yang menyuruhnya 
untuk melakukan sesuatu yang berbahaya. 
4) Klien mengatakan mendengar suara yang mengancam 
dirinya atau orang lain 
6. tahap -tahap  Halusinasi 
Menurut Direja (2017), Halusinasi berkembang melalui empat tahap  yaitu 
sebagai berikut: 
a. tahap  Pertama 
Disebut juga dengan tahap  comforting yaitu tahap  yang menyenangkan.  
b. tahap  kedua  
Disebut dengan tahap  condemning atau ansietas berat. 
c. tahap  Ketiga  
Di sebut juga tahap  controlling atau ansietas berat. 
d. tahap  Keempat  
Di sebut juga tahap  concuering atau panik  
7. Mekanisme koping  
Mekanisme koping yang dipakai pasien dengan halusinasi menurut ,meliputi :  
a. Regresi  
b. Proyeksi  
c. Menarik diri  
 
8. Sumber koping  
Sumber koping dapat berasal dari diri sendiri, orang terdekat dan juga 
lingkungan. Koping yang efektif dapat membantu pasien menyelesaikan 
masalah, sebagai dukungan sosial, dan keyakinan budaya, serta mambantu 
dalam mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress. Disumber 
keluarga dapat pengetahuan tentang penyakit, finensial yang cukup, faktor 
ketersediaan waktu dan tenaga serta kemampuan untuk memberi  
dukungan secara berkesinambungan (Stuart, 2013). 
9. Rentang Respon Neurobiologis 
Rentang respon neurobiologis individu dapat di indetifikasi sepanjang 
rentang respon adaptif sampai maladaktif, respon neurobiologis merupakan 
berbagai respon perilaku klien yang terkait dengan fungsi otak. Respon 
neurolobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif pikiran 
logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai dengan respon 
maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, serta isolasi sosial 
  Rentang Respon Adaptif         Neurobiologis             Rentang Respon Maladaftif                
                  
 
 
 
 
 
- Pikiran logis 
- Persepsi akurat 
- Emosi konsisten 
dengan 
pengalaman 
- Perilaku sesuai 
- Hubungan sosial 
harmonis 
- Pikiran kadang 
menyimpang 
- Reaksi emosinal 
berlebih atau 
berkurang 
- Perilaku ganjil 
- Menarik diri 
 
- Gangguan proses pikir 
,delusi,waham, 
- Ketidakmampuan 
untuk mengalami 
emosi 
- Ketidakteraturan 
- Isolasi sosial 
- Halusinasi  
  
 
 
a.  Respon adaptif   
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma 
sosial budaya yang berlaku (Muhith, 2015). Dengan kata lain individu 
ini  dalam batas normal jika menghadapi suatau masalah akan 
dapat memecahkan masalah ini , respon adaptif :  
1)  Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan. 
2)  Persepsi  akurat adalah pandangan   yang tepat dan sasaran. 
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbut 
pada pengalaman ahli. 
4) Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam 
batas kewajaran. 
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan 
lingkungan. 
b. Respon psikososial 
1) Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan 
gangguan. 
2) Ilusi adalah mis interprestasi atau penilaian yang salah tentang 
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata karena rangsangan 
panca indra.) 
3) Emosi berlebebihan atau berkurang. 
4) Perilaku yang tidak bisa adalah sikap dan perilaku yang melebihi 
batas kewajaran. 
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan 
orang lain. 
c. Respon maladaptif 
Respon maladaftif adalah respon individu dalam menyelesaikan 
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan 
lingkungan, adapun respon maladaftif meliputi : 
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh di pertahankan 
walaupun tidak di yakini oleh orang lain dan bertentangan dengna 
kenyataan sosial. 
2) Halusinasi merupakan persepsi  sensori yang salah atau persepsi 
eksternal yang tidak relita atau tidak ada. 
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu timbul dari hati. 
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur. 
5) Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu 
dan diterima sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam. 
10. Penatalaksaan medis  
a. Psikofarmakoterapi  
Terapi dengan memakai  obat bertujuan untuk mengurangi 
atau menghilangkan gejala gangguan jiwa. Klien dengan halusinasi 
perlu mendapatkan perawatan dan pengobatan yang tepat. Adapun 
obatobatannya seperti : 
1) Golongan butirefenon : haloperidol (HLP), serenace, ludomer. Pada 
kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3 x 5 mg (IM), 
pemberian injeksi biasanya cukup 3 x 24 jam. sesudah nya klien 

biasanya diberikan obat per oral 3 x 1,5 mg. Atau sesuai dengan 
advis dokter 
2) Golongan fenotiazine : chlorpromazine (CPZ), largactile, promactile. 
Pada kondisi akut biasanya diberikan per oral 3 x 100 mg, jika  
kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi menjadi 1 x 100 mg pada 
malam hari saja, atau sesuai dengan advis dokter (Yosep, 2016). 
b. Terapi Somatis  
Terapi somatis adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan 
gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif 
menjadi perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang ditujukan 
pada kondisi fisik pasien walaupun yang diberi perlakuan adalah fisik 
klien, tetapi target terapi adalah perilaku pasien. Jenis terapi somatis 
adalah meliputi pengikatan, ECT, isolasi dan fototerapi 
(Kusumawati&Hartono, 2011).  
11. Teori Bercakap-cakap  
a. Pengertian  bercakap-cakap  
Bercakap-cakap merupakan aktivitas dimana seseorang 
mengajak berbincang bincang dengan orang lain yang ada disekitar atau 
didekatnya. Bercakap- cakap merupakan intervensi keperawatan yang 
di berikan pada  pasien halusinasi pendengaran agar dapat mengontrol 
halusinasinya. Intervensi ini diberikan  bertujuan agar   pasien   dapat   
memahami   pentingnya  bercakap-cakap   dengan   orang   lain   dan 
paien dapat melakukan bercakap-cakap  ketika memulai mengalami 
halusinasinya. Ketika pasien bercakap-cakap  dengan orang   lain  maka  
akan terjadi   distraksi,   focus perhatian pasien akan beralih dari 
halusinasi ke  percakapan  yang  dilakukan    dengan orang  lain.   
b. Manfaat  
1) Pasien dapat mengalihkan suara-suara yang di dengar saat halusinasi 
muncul. 
2) Pasien tidak berfokus pada halusinasinya saat sedang berbincang-
bincang dengan orang lain, Pasien akan lebih cepat sembuh jika 
melakukan terapi bercakap-cakap secara rutin sesuai jadwal kegiatan 
yang dibuat.  
c. Cara melatih pasien bercakap-cakap 
1) tahap  orientasi  
“Selamat pagi! Saya perawat yang akan merawat anda. Saya suster o, 
senang dipanggil suster o. Bagaimana kalau kita bercakap-cakap 
tentang suara yang selama ini di dengar, tetapi tidak ada wujudnya dan 
saya akan latih untuk mengontrol halusinasi dnegan bercakap-cakap 
dengan orang lain. Kita akan bercakap-cakap dan latihan terapi 
bercakap-cakap selama 20 menit. Mau di mana?di sini ya?”  
2) tahap  Kerja  
“Apakah D mendengar suara tanpa wujud?” “Apakah terus-menerus 
terdengar atau sewaktu-waktu?Kapan D paling sering mendengar 
suara itu?Berapa kali sehari D alami? Pada keadaaan apa suara itu 
terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”  
 
 
 
“Apakah yang D rasakan pada saat mendengar suara itu?Apakah yang 
D lakukan saat mendengar suara-suara itu? Apakah dengan cara itu 
suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar salah satu cara 
untuk mencegah suara-suara itu muncul?”  
“Salah satu cara untuk mengontrol halusinasi adalah berckapcakap 
dengan orang lain. Jadi, kalau D mulai mendengar suarasuara, 
langsung saja cari teman untuk mengobrol. Minta tema untuk 
mengobrol dengan D Contohnya begini….. Tolong, saya mulai 
mendengar suara-suara.ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada 
orang rumah missal kakak, D katakana, kak ayo ngobrol dengan D. D 
sedang mendengar suara-suara. Begitu D lakukan seperti yang tadi 
saya lakukan. Ya, begitu bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih 
terus ya D!”  
“Di sini, D dapat mengajak perawat atau pasien lain untuk bercakap-
cakap.” 
3) tahap  Terminasi  
“Bagaimana perasaan D sesudah  latihan ini? Cobalah cara ini kalau D 
mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita masukkan kedalam 
jadwal kegiatan harian D?mau jam berapa latihan bercakap-cakap? 
Nah, nanti lakukan secara teratur sewaktu-waktu suara itu muncul. 
12.  Peran perawat 
Kesehatan jiwa sangat bervariasi dan spesifik (Dalami, 2010). 
Peranan ini  memiliki aspek kolaborasi dan kemandirian diantaranya, 
yaitu: 
 
 
 
a. Pelaksana asuhan keperawatan 
Perawat sebagai pelaksana asuhan keperawatan memberi  
pelayanan kepada individu, keluarga dan komunitas. Perawat 
menjalankan asuhan keperawatan secara menyeluruh melalui  proses 
keperawatan Pelaksana pendidikan keperawatan. 
Perawat menjalankan tugasnya sebagai pelaksana pendidikan 
kesehatan jiwa secara menyeluruh agar individu, kelurga dan 
komunitas dapat melakukan perawatan untuk dirinya sendiri, keluarga 
dan anggota keluarga yang lain. Sehingga setiap masyarakat 
diharapkan dapat bertanggungjawab terhadap kesehatan jiwa.  
b. Pengelola keperawatan 
Perawat harus mampu menjadi pemimpin yang bertanggungj 
awab. Perawat juga diminta untuk menerapkan teori manajemen dan 
kepemimpinan. Serta dapat berperan aktif dalam pengelolaan masalah  
dan mengorganisir kegiatan terapi modalitas keperawatan.  
c. Pelaksana penelitian 
Perawat sebagai pelaksana penelitian diharapkan mampu 
mengidentifikasi masalah yang terjadi di bidang keperawatan jiwa dan 
untuk meningkatkan mutu pelayanan dan asuhan keperawatan jiwa 
diharapkan dapat memakai  hasil penelitian dan perkembangan 
ilmu dan teknologi yang tersedia. 
 
 
Fungi Perawat Jiwa 
memberi  asuhan keperawatan secara langsung dan tidak 
langsung adalah fungsi perawat jiwa (Erlinafsiah, 2010). Fungsi ini  
dapat dicapai melalui aktifitas perawat jiwa, yaitu: 
a. memberi  lingkungan terapeutik. 
b. Bekerja untuk mengatasi masalah pasien “here and now” . 
c. Sebagai model peran. 
d. memberi  pendidikan . 
e. Sebagai perantara sosial . 
f. memakai  sumber di masyarakat sehubungan dengan kesehatan 
mental.  
14. Pengkajian keperawatan  
Pengkajian merupakan langkah awal dalam pelaksanaan asuhan 
keperawatan. Pengkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi 
pada pasien dan keluarga. Selama wawancara pengkajian, perawat 
mengumpulkan baik data subyektif maupun objektif termasuk observasi 
yang dilakukan selama wawancara (O’Brien et.al, 2014). Pengkajian 
secara umum dapat mencakup :  
a.  Keluhan/masalah utama. 
b.  Status kesehatan fisik, mental, dan emosional secara umum.  
c.  Riwayat pribadi dan keluarga.  
d.  Sistem dukungan dalam keluarga, kelompok sosial atau komunitas.  
e.  Kegiatan hidup sehari-hari (activities of daily living).  
f.  Kebiasaan dan keyakinan kesehatan.  
 
 
 
g.  Pemakaian atau penyalahgunaan zat, pemakaian obat yang diresepkan.  
h.  Hubungan interpersonal.  
i.  Resiko menciderai diri sendiri dan orang lain.  
j.  Pola koping.  
k.  Keyakinan dan nilai spiritual.  
 Selanjutnya pengkajian untuk mendapatkan data mengenai gangguan 
sensori persepsi halusinasi pendengaran dapat ditemukan melalui 
wawancara dengan menanyakan : Jenis (halusinasi pendengaran) dan isi 
halusinasi, Waktu, frekuensi, dan situasi yang memicu  munculnya 
halusinasi, Respon terhadap halusinas (Yosep ,2010) .  
 Pasien dengan halusinasi biasanya menunjukkan respon psikososial 
meliputi proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan 
gangguan. Ilusi adalah miss intrepetasi atau penilaian yang salah tentang 
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan panca 
indera. Emosi berlebihan atau berkurang, perilaku tidak biasa adalah sikap 
dan tingkah laku yang melebihi batas kewajaran. Menarik diri adalah 
percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain. Adapun batasan 
karakteristik halusinasi pendengaran menurut SDKI (2017) yaitu 
mendengar suara bisikan, distorsi sensori, respons tidak sesuai, 
menyatakan kesal, berbicara sendiri, bersikap seolah mendengar.
 

Karya tulis ilmiah ini difokuskan pada studi masalah  secara deskriptif, 
Studi masalah  ini memakai  proses keperawatan secara komprehensif 
meliputi pengkajian keperawatan, diagnosis keperawatan, intervensi 
keperawatan, implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan, dokumentasi 
keperawatan, dan analisis intervensi. Desain ini merupakan desain yang 
dipakai untuk melakukan intervensi cara mengontrol halusinasi dengan 
bercakap-cakap pasien halusinasi pendengaran di RSJ  Dr. Soeharto Heerdjan 
Jakarta. 
B. Populasi dan sampel 
1. populasi  
Populasi yang akan di gunakan sebagai pasien  dalam penelitian 
ini adalah pasien dengan masalah halusinasi pendengaran di ruang NURI 
Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta. 
2. Sampel  
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Dalam 
sampling ini, yang diambil sebagai sampel hanyalah daerah-
daerah/kelompok kelompok tertentu yang dipandang sebagai 
daerah/kelompok kunci, sedangkan daerah/kelompok lain tidak diambil 
sebagai sampel 
 
Dalam penelitian ini Penulis mengambil sampel di RSJ Soeharto 
Heerdjan. Dalam penelitian ini sampel yang diambil 2 (dua) orang , 
dengan kriteria sampel adalah : 
1) Kriteria inklusi 
a) Pasien berjenis kelamin laki-laki  
b) Pasien dewasa dengan umur 15-45 tahun  
c) Pasien yang telah dirawat sudah lebih dari 1 kali  
d) Pasien yang mengalami halusinasi pendengaran tahap 1-2 
e) Pasien yang tidak mengalami gangguan kognitif  
f) Pasien yang dirawat di RSJ Dr. Soeharto Heerdjan dan bersedia 
menjadi pasien   
g) Pasien yang dirawat dengan diagnosa medis skizofrenia. 
2) Kriteria eksklusi  
a) Pasien yang mengalami halusinasi kompleks 
b) Pasien dengan riwayat memakai  napza 
c) Pasien yang mengalami gangguan kognitif dan retardasi mental 
d) Pasien halusinasi dengan kecacatan fisik bawaan.  
e) Pasien halusinasi dengan penyakit fisik berat. 
C. Lokasi dan Waktu penelitian 
Lokasi penelitian yang di pilih oleh peneliti adalah RSJ Dr. Soeharto 
Heerjdan yang beralamat di Jl. Prof. DR. Latumenten No.1 Rt.1/Rw.4 , 
Jelambar Kec. Grogol petamburan, Jakarta Barat selama 3 hari pada pasien 

Halusinai pendengaran. Waktu penelitian 21-25 juni 2021. Dalam satu hari 
peneliti melakukan intervensi 2 kali  pada pasien dengan waktu 10-15 menit. 
D. Definisi Operasional 
Pada definisi operasional akan dijelaskan secara padat mengenai unsur 
penelitian yang meliputi bagaimana caranya menentukan variabel dan 
mengukur suatu variabel. 
 
Pada bab ini hasil penelitian studi masalah  tentang analisi intervensi cara 
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap pada pasien dengan gangguan 
persepsi sensori. Penelitian dilakukan pada tanggal 21 juni-25 juni 2021 di RSJ 
dr. Soeharto heerdjan jakarta  pada dua pasien  atas nama Tn. Y yang 
berumur 42 tahun sebagai pasien  I dan Tn. A yang berumur 31 tahun 
sebagai pasien  II 
A. Hasil 
1. Gambaran umum lingkungan penelitian  
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan, 
dimana rumah sakit jiwa ini adalah tipe A yang memiliki  kapasitas 300 
tempat tidur dan 6 ruang rawat inap yaitu ruang nuri, ruang merak, ruang 
elang, ruang kasuari, ruang mawar dan ruang melati. Rumah sakit ini 
berbatasan dengan Tanjung Duren Utara di sebelah Selatan, Jembatan Besi 
Kecamatan Tambora di sebelah Utara, Daan Mogot Kecamatan 
Cengkareng di sebelah Barat, Hayam Wuruk Kecamatan Gambir disebalah 
utara. Penelitian dilakukan di ruang nuri yang merupakan ruang kelas 1 
dengan jumlah pasien 30 orang dan berjenis kelamin laki-laki dan 97% 
terdiagnosa skizofrenia dengan diagnosis keperawatan halusinasi 
sedangkan 3% lainnya terdiagnosa resiko perilaku kekerasan dan depresi. 
Ruang elang berada tidak jauh dari ointu masuk gedung ruang perawatan 
dan bersebelahan dengan masjid. 
 
 
 
2. Karakteristik Subjek 
a. pasien  I 
pasien  I berjenis kelamin laki-laki, berumur 42 tahun, 
pendidikan terakhir SMA, agama islam, diagnosa medis F.20 
(skizofrenia paranoid) dan diagnosis keperawatan halusinasi 
pendengaran. Saat ini pasien  I masuk rumah sakit jiwa Dr. Soeharto 
Heerdjan Jakarta untuk yang ketiga kalinya karna putus obat. Masuk 
pertama kali tahun 2019, kedua kali tahun 2020 dan ketiga kalinya 
tahun 2021. berdasar  pengamatan pasien  I tampak 
menggerakkan bibir tanpa suara, tersenyum atau tertawa tidak sesuai, 
pergerakan mata cepat, respon verbal lambat, suka menyendiri dan 
tidak bisa membedakan halusinasi dan realita . 
b. pasien  II  
pasien  II berjenis kelamin laki-laki, berumur 31 tahun, 
pendidikan terakhir SMA, agama islam, diagnosa medis F.20 
(skizofrenia paranoid) dan diagnosa keperawatan halusinasi 
pendengaran. Saat ini pasien  II masuk rumah sakit jiwa Dr. 
Soeharto Heerdjan untuk yang kedua kalinya karna suka mendengar 
suara-suara yang membuat pasien terganggu. Masuk pertama kali tahun 
2020 dan kedua kalinya tahun 2021. berdasar  hasil pengamatan 
pasien  II tampak menggerakkan bibir tanpa suara, tersenyum atau 
tertawa tidak sesuai, pergerakan mata cepat, respon verbal lambat, suka 
menyendiri dan tidak bisa membedakan halusinasi dan realita. 

3. Fokus studi masalah  
Studi masalah  ini memaparkan tentang peningkatan cara mengontrol 
halusinasi pada pasien halusinasi pendengaran difokuskan pada intervensi 
cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap yang di lakukan oleh 
peneliti pada pasien halusinasi pendengaran. Dalam kegiatan ini dilakukan 
selama 6 kali pertemuan, catatan kegiatan, kemajuan dan respon masing 
masing pasien  diringkas dalam bentuk deskriptif. Hasil studi masalah  
akan dipaparkan sebagai berikut : 
a. pasien  I 
Kondisi sebelum dilakukan intervensi pasien  I terlihat 
menggerakkan bibir tanpa suara, tersenyum atau tertawa tidak sesuai, 
pergerakan mata cepat, respon verbal lambat, suka menyendiri dan 
tidak bisa membedakan halusinasi dan realita. Hari I pertemuan 1 
dilakukan BHSP, pasien  mengatakan bahwa dirinya sudah tiga kali 
masuk rumah sakit jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta dengan alasan 
sering marah-marah dan bosan minum obat karena merasa dirinya 
sudah sembuh. Sebelum masuk rumah sakit jiwa Dr. Soehato Heerdjan 
Jakarta pasien  I mengatakan mendengar suara gemuruh dan ramai 
ditelinganya sehingga dirinya marah dan membanting pintu dan 
memarahi adiknya, sesudah  itu pasien diantarkan oleh kaka iparnya dan 
di bawa ke RSJ Dr. Soeharto Heerdjan, sesudah  selesai rawat untuk 
yang pertama kalinya pasien  merasa bosan dan kurang berinteraksi 
dengan keluarga mmaupun tetangga di sekitar rumah, dan merasa 
suara-suara yang menganggu sudah hilang sehingga terapi aktivitas 
bercakap-cakap yang sudah diajarkan oleh perawat tidak di lakukan 
lagi di rumah. Saat dirawat pasien  juga mengatakan ingin pulang 
dan beraktifitas seperti biasanya.  
Saat dilakukan intervensi pasien  memperhatikan setiap materi 
yang diberikan dan sadar bahwa dirinya harus mempraktekan terapi 
bercakap-cakap yang sudah di ajarkan oleh perawat di saat pasien 
mendengaran biskan-bisikan yang tidak ada wujudnya, karna jika  
pasien  tidak melakukan terapi bercakap-cakap suara-suara yang 
menganggu akan muncul kembali dan susah untuk pergi. Evaluasi 
secara keseluruhan pasien  optimis suara-suara yang menganggu 
tidak akan muncul lagi dengan cara bercakap-cakap dengan keluarga 
atau orang lain, pasien  mangatakan tidak ingin masuk rumah sakit 
jiwa lagi. 

 
masuk rumah sakit jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta dengan alasan 
pasien sering mendengarkan suara-suara tetangga yang selalau 
menjelek-jelekan pasien, sehingga pasien merasa tidak tenang dan 
membuat pasien suka marah-marah .  
Sebelum masuk rumah sakit jiwa Dr. Soehato Heerdjan Jakarta 
pasien  I mengatakan sering mendengar suara orang tua pasien yang 
sudah lama meninggal, tidak lama sesudah  kejadian ini  pihak 
keluarga membawa pasien  untuk berobat ke rumah sakit jiwa Dr. 
Soeharto Heerdjan, sesudah  selesai rawat untuk yang pertama kalinya 
pasien  merasa bingung dan makin teretekan karena ketika pulang 
pasien  masih suka mendengar suara-suara yang tidak ada 
wujudnya. Saat dirawat pasien  juga mengatakan ingin pulang dan 
beraktifitas seperti biasanya.  
Saat dilakukan intervensi pasien  memperhatikan setiap materi 
yang diberikan dan sadar bahwa dirinya harus rajin melakuan terapi 
bercakap-cakap jika  pasien  masih sering mendengar suara-
suara, karna jika  pasien  tidak melakukan terapi bercakap-cakap 
maka suara-suara yang menganggu akan mencul terus dan susah untuk 
hilang. Evaluasi secara keseluruhan pasien  optimis suara-suara 
yang menganggu tidak akan muncul lagi dengan cara terapi bercakap-
cakap, pasien  mangatakan tidak ingin masuk rumah sakit jiwa lagi. 
Pada bab ini akan membahas masalah keperawatan pada kedua 
pasien  dengan gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran. 
pasien  mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana 
sampai suara berbicara mengenai pasien  sehingga berespon terhadap 
suara atau bunyi ini . Respon yang terjadi terhadap halusinasi dapat 
berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku 
merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta 
tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata 
Subyek atau pasien  dalam penelitian ini adalah pasien halusinasi 
dengan indikasi halusinasi pendengaran pada tahap ketiga.  tahap  codemming yaitu tahap  dimana 
klien merasa kehilangan kontrol, kecemasan meningkat dan sensori yang 
menakutkan. Pada tahap ini, klien sudah tidak panik dan tidak mengancam. 
Sehingga, strategi pelaksanaan bercakap-cakap akan lebih efektif.  
Pada proses pengkajian yang harus di perhatikan adalah jenis dan isi 
halusinasi, data obyektif dan data subyektif dengan melakukan wawancara 
dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat mengetahui isi halusinasi 
pasien, lalu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi yang memicu  
munculnya halusinasi lalu bagaimana respon terhadap halusinasi, untuk 
mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul . pasien  memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata 
menuju alam hanyal akibat dari kehilangan orang yang dicintai, kehilangan 
cinta, fungsi fisik, kedudukan, harga diri yang dapat mencetuskan terjadinya 
gangguan persespsi individu. Hal ini sesuai dengan apa yang dialami 
pasien  I, karena kehilangan keluarganya dan pasien  II karena, gagal 
mendapatkan pekerjaan, keluarga yang kurang menghargai keadaanya dan 
tidak mampu membiayai sekolah anak-anaknya. 
Sesuai dengan teori maka tindakan pertama yang harus dilakukan yaitu 
pendekatan/ membina hubungan saling percaya, agar ketiga pasien  lebih 
terbuka. , pengkajian merupakan dasar dari asuhan 
keperawatan. Salah satu faktor predisposisi yang memicu  halusinasi 
yaitu faktor psikologis. , faktor psikologis berpengaruh 
pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang tepat untuk 
masa depannya.  
Strategi pelaksanaan dengan bercakap-cakap dilakukan karena 
menghardik dan minum obat (SP1 dan SP2 halusinasi) belum efektif 
dibuktikan bahwa pasien  masih mendengar suara bisikan-bisikan, 
sehingga perlu kelanjutan yaitu diajarkan teknik bercakap-cakap (SP3). Pada 
konsep model interpersonal, kelainan jiwa seseorang bisa muncul akibat 
adanya ancaman. Proses terapi menurut konsep adalah Build Feeling Security 

(berupaya membangun rasa aman), trusting Relationship and interpersonal 
Satisfaction (menjalin hubungan saling percaya) dan membina kepuasan 
dalam bergaul dengan orang lain sehingga pasien  merasa berharga dan 
dihormati. Peran perawat dalam terapi adalah share anxieties, therapist use 
emphaty and relationship ,Perawat memberi  
respon verbal yang mendorong rasa aman pasien  dalam berhubungan 
dengan orang lain 
Strategi pelaksanaan bercakap-cakap merupakan intervensi yang 
dipakai peneliti untuk langkah mengontrol tanda dan gejala halusinasi 
yang dialami oleh respoden dengan halusinasi pendengaran. Hasil penelitian 
menunjukkan bahwa tanda gejala halusinasi tahap 1 dan 2 tidak terlihat lagi 
dan semakin meningkatnya kepekaan kedua pasien  tentang cara 
mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap semakin meningkat dan sangat 
mempengaruhi penurunan tanda gejala yang dialami oleh kedua pasien . 
Pada saat sebelum dilakukan intervensi keperawatan, hasil pengkajian 
menunjukan pasien  I yaitu menggerakkan bibir tanpa suara, tersenyum 
atau tertawa tidak sesuai, pergerakan mata cepat, respon verbal lambat, suka 
menyendiri dan tidak bisa membedakan halusinasi dan realita. sesudah  
dilakukan pendidikan menggerakkan bibir tanpa suara, tersenyum atau 
tertawa tidak sesuai, pergerakan mata cepat, respon verbal lambat, suka 
menyendiri dan tidak bisa membedakan halusinasi dan realita sudah tidak 
nampak.  
 
Hasil pengkajian sebelum dilakukan intervensi pada pasien  II yaitu 
menggerakkan bibir tanpa suara, tersenyum atau tertawa tidak sesuai, 
pergerakan mata cepat, respon verbal lambat, suka menyendiri dan tidak bisa 
membedakan halusinasi dan realita. sesudah  dilakukan pendidikan kesehatan 
menggerakkan bibir tanpa suara, tersenyum atau tertawa tidak sesuai, 
pergerakan mata cepat, respon verbal lambat, suka menyendiri dan tidak bisa 
membedakan halusinasi dan realita sudah tidak nampak. Uraian diatas 
menunjukkan keberhasilan penelitian karena ada penurunan tanda dan 
gejala pada pasien haluinasi sehingga halusinasinya menjadi terkontrol. 
 
 
Pada penelitian ini terbukti bahwa cara mengontrol halusinasi dengan 
bercakap-cakap merupakan salah satu tindakan keperawatan yang efektif 
untuk meningkatkan kesembuhan klien. Maka sebaiknya bercakap-cakap 
menjadi tindakan keperawatan yang harus di ajarkan pada  pasien halusinasi 
untuk langkah mengendalikan atau mengontrol halusinasi. 
Hasil sebelum dilakukan intervensi pada pasien  I dan II yaitu tanda 
dan gejala halusinasi di tahap I dan II masih ada yaitu  menggerakkan bibir 
tanpa suara, tersenyum atau tertawa tidak sesuai, pergerakan mata cepat, 
respon verbal lambat, suka menyendiri dan tidak bisa membedakan halusinasi 
dan realita. sesudah  dilakukan intervensi cara bercakap-cakap ada 
penurunan tanda gejala pada kedua pasien . Dan tanda gejala halusinasi 
tahap I dan II yang dialami oleh kedua pasien  menurun sehingga 
halusinasinya terkontrol sesudah  dilakukan intervensi 3 hari dan 6 kali 
pertemuan.  
sesudah  melakukan intervensi peneliti mampu mengindentifikasi 
skizofrenia dengan masalah keperawatan halusinasi pendengaran, 
teridentifikasinya pasien halusinasi pendengaran, teridentifikasi tanda dan 
gejala pasien skizofrenia dengan masalah halusinasi pendengaran, 
teridentifikasi kefektifan intrvensi bercakap-cakap pada pasien halusinasi dan 
diketahuinya respon verbal dan non verbal halusinasi pendengaran.
 
 Halusinasi pendengaran yaitu berupa  mendengarkan  suara-suara secara jelas nyata volume keras berulang ulang bising suara-suara  yang berasal dari arwah ruh orang yang baru saja meninggal atau mendengung, berupa 
kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat, bisa juga pasien bersikap 
mendengar dengan penuh perhatian pada orang yang tidak berbicara atau pada 
benda mati. halusinasi pendengaran dapat terkontrol memakai  salah satu 
tindakan keperawatan yaitu dengan cara terapi bercakap-cakap dengan orang lain. 

 ANA : America Nurses Associations 
APA : American Psychiatric Association 
ODGJ : Orang Dengan Gangguan Jiwa 
ODMK :  Orang Dengan Masalah Kejiwaan 
WHO : World Health Organization 
SP : Strategi Pelaksanaan 
ECT : Electro Compulsive Therapy 
HLP  : Haloperidol 
CPZ : Chlorpromazine   
IM : Intra Muscular 
SOP : Standar Operasional Prosedur 
SDKI : Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia 
NTB : Nusa Tenggara Barat 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Related Posts:

  • halusinasi     Kesehatan jiwa merupakan  kondisi dimana individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu ini  dapat menyadari kemampuan diri sendiri, dapat m… Read More