Selasa, 09 Januari 2024

autisme






Jumlah1 anak dengan gangguan spektrum 
autis (selanjutnya ditulis autis) pada setiap 
negara di seluruh dunia ini terus 
meningkat. Centers for Disease Control and 
Prevention (CDC, 2009) menemukan bahwa 
1 persen dari anak-anak berusia 8 tahun di 
Amerika Serikat memenuhi kriteria autis di 
tahun 2006, artinya, hanya untuk anak 
berusia 8 tahun sudah ada  40.000 
individu yang mengalami autis. Laporan ini 
menemukan bahwa pada anak laki-laki 
yang mengalami autis yaitu  1 dari 70 
individu sedang  pada anak perempuan 
1 dari 35 individu. Laporan terbaru jumlah 
prevalensi autis di Amerika Serikat dapat 
dilihat pada Tabel 1. 
Yayasan Autis negara kita  menyatakan 
adanya peningkatan prevalensi penyandang 
autis, di mana jumlah anak autis di 
negara kita  diperkirakan 1 : 5000 anak, 
meningkat menjadi 1 : 500 anak, lalu                                                            
pada tahun 2013 meningkat menjadi 1 
diantara 50 anak Demikian pula 
jumlah anak autis di kota-kota besar di 
negara kita  juga mengalami peningkatan, 
misalnya seperti di Yogyakarta berdasar  
data individu tingkat dasar SD dan SMP 
Sekolah Luar Biasa tahun 2015/2016, jumlah 
anak autis dan sindrom asperger mencapai 
155 untuk siswa SD dan 42 untuk siswa 
SMP , 
Anak dengan Gangguan Spektrum Autis  
Gangguan spektrum autis yaitu  gangguan 
perkembangan yang ditandai dengan 
penurunan dalam bahasa dan komunikasi, 
interaksi sosial, dan bermain serta imajinasi, 
dengan terbatasnya perhatian akan minat 
dan perilaku yang berulang-ulang 
(American Psychiatric Association [APA], 
2013). Pada DSM-IV-TR (APA, 2000), autis 
masuk dalam payung gangguan perkem-
bangan pervasif bersama dengan gangguan 
Asperger, Childhood Disintegrative Disorder, 
Rett’s Disorder, dan Pervasive Developmental 
Disorder Not Otherwise Specified (PDD-NOS). 
Pada DSM-5 (APA, 2013), autis dipandang 
sebagai entitas tunggal dan diubah menjadi 
sebuah spektrum yang meliputi seluruh 
gangguan perkembangan pervasif kecuali 
gangguan Rett. Gangguan spektrum autis 
ini terjadi pada semua ras, etnis, dan 
kelompok ekonomi sosial serta empat kali 
lebih mungkin terjadi pada anak laki-laki 
dibandingkan anak perempuan (CDC, 
2014). Perkiraan prevalensi berkisar 1% 
dalam populasi umum ,
Istilah spektrum menunjukkan bahwa 
gejala gangguan ini bervariasi antara anak 
yang satu dengan anak lainnya. Ada anak 
yang gejalanya ringan sehingga sedikit 
memerlukan  bantuan dari lingkungan, 
misal anak masih mampu memahami 
instruksi meskipun harus berulang kali 
disampaikan, anak mengalami penurunan 
dalam sensori sehingga dikira tuli, anak 
masih mampu berkomunikasi dengan orang 
lain namun kontak matanya rendah. 
ada  juga anak yang gejalanya sangat 
berat dan memerlukan  dukungan yang 
intens dari lingkungan, misalnya perilaku 
menyakiti dirinya sendiri, tantrum, tidak 
mampu sama sekali mengungkapkan apa 
yang ia pikirkan atau rasakan. Mash dan 
Wolfe (1999) juga menekankan bahwa 
beberapa individu didiagnosa autis terlibat 
dalam perilaku yang sangat agresif dan 
merugikan diri sendiri. Secara keseluruhan, 
derajat tingkat keparahan setiap anak dan 
area gangguannya sangat berbeda satu 
dengan lainnya. 
) menjelaskan bahwa 
pada anak autis ada  gejala-gejala seba-
gai berikut: 1) gangguan wicara ekspresif, 
reseptif, baca, tulis, hitung; 2) gangguan 
kendali emosi, empati; hipersensitivitas 
kulit dan terhadap bunyi; 4) tidak cekatan; 
5) gangguan keseimbangan. Gejala-gejala 
ini menunjukkan adanya gangguan 
fungsional yang tersebar di dalam otak 
mengenai banyak sistem saraf. Tidak 
berkembangnya secara normal struktur-
struktur di dalam batang otak dan korteks 
serebri yang mengurus atensi, mengakibat-
kan pengabaian banyak rangsangan. Hal 
ini  dapat menerangkan terganggunya 
komunikasi dengan orang lain dan tidak 
berkembangnya bahasa, empati, kendali 
emosi. 
Pada bulan Mei 2013, American 
Psychiatric Association (APA), mempubli-
kasikan edisi kelima dari DSM setelah 14 
tahun proses revisi dari DSM IV. ada  
satu perubahan yang kontroversial terkait 
gangguan spektrum autis dalam DSM-5, 
yaitu: Pertama, perubahan diagnosa. 
Diagnosa gangguan autistik, sindrom 
asperger, gangguan disintegratif masa 
kanak-kanak dan gangguan Pervasive 
Developmental Disorder Not Otherwise 
Specified (PDD-NOS) diklasifikasikan 
sebagai gangguan spektrum autis dalam 
DSM-5 sebab  diagnosa ini  dianggap 
tidak spesifik (Raising Children Network, 
2015). Kedua, tingkat keparahan. Tingkat 
keparahan gangguan spektrum autis dibagi 
menjadi level 1,2,3 tergantung pada 
kebutuhan individu (Raising Children 
Network, 2015). Level 1 menunjukkan anak 
dengan gangguan spektrum autis mem-
butuhkan dukungan, level 2 menunjukkan 
anak dengan gangguan spektrum autis 
memerlukan  dukungan besar, dan level 3 
menunjukkan anak dengan gangguan 
spektrum autis memerlukan  dukungan 
yang sangat besar (American Psychiatric 
Association, 2013). Ketiga, diagnosa gang-
guan spektrum autis berdasar  dua area 
(triadic menjadi dyadic). Pada DSM-IV 
mengklasifikasikan gangguan spektrum 
autis dalam tiga area yaitu gangguan 
interaksi sosial, bahasa dan komunikasi, 
dan perilaku berulang atau minat terbatas. 
DSM-5 mengkategorikan sosial interaksi 
dan permasalahan komunikasi menjadi satu 
area yaitu keterbatasan dalam komunikasi 
sosial dengan kriteria sulit yang ada, yaitu 
jarang menggunakan bahasa dalam 
berkomunikasi, tidak bicara sama sekali, 
tidak merespon saat  bicara, tidak meniru 
tindakan orang lain. Area yang kedua 
dalam DSM-5 yaitu  keterbatasan minat 
dan perilaku berulang (Raising Children 
Network, 2015). Keempat, Sensitivitas sensoris 
DSM-IV tidak memuat tentang sensitivitas 
sensori. Sensoris anak dengan gangguan 
spektrum autis pada DSM-5 digolongkan 
dalam gejala keterbatasan minat dan 
perilaku berulang. Contoh: tidak menyukai 
label pada pakaian atau hanya makan 
dengan memilih warna makanan tertentu 
(Raising Children Network, 2015). Kelima, 
Gejala awal Dignosa gangguan spektrum 
autis menurut DSM-5 dapat ditegakkan jika 
tanda dan gejala sudah muncul sejak masa 
kanak-kanak. Meskipun gangguan spek-
trum autis baru dapat diketahui setelah 
masa kanak-kanak, namun penting untuk 
menilai dyadic lebih awal 
berdasar  berbagai sumber di atas,  
anak dengan gangguan spektrum autis 
merupakan anak dengan gangguan 
perkembangan kompleks yang disebabkan 
oleh adanya ketidaknormalan dalam 
struktur dan biokimia otak. Karakteristik 
anak autis yaitu: 1) rendahnya kemampuan 
komunikasi dan interaksi sosial; 2) ketidak-
mampuan berkomunikasi timbal balik; 3) 
emosi anak yang tidak stabil; 4) hiperaktif 
atau sangat pasif; 5) senang menyendiri; 6) 
tertawa atau cekikikan tanpa sebab; 7) 
tantrum dan menyakiti dirinya sendiri; 8) 
ketidakmampuan dalam perencanaan 
gerak; 9) mengalami gangguan sensori 
integrasi; 10) perilaku yang tidak wajar 
disertai dengan gerakan yang berulang 
tanpa tujuan (stereotif). Artikel ini akan 
membahas dasar neuroanatomi otak dan 
karakteristik perkembangan saraf anak-
anak dengan gangguan spektrum autis. 
Pembahasan 
Perkembangan Otak dan Fungsinya pada Anak 
dengan Gangguan Spektrum Autis 
saat  bayi lahir, berat otaknya kurang 
lebih 350 gram; pada umur tiga bulan 500 
gram; satu tahun kurang lebih 700 gram; 
dua tahun 900 gram dan lima tahun 1100 
gram. Berat otak dewasa kurang lebih 1300 
gram. Tampak pertumbuhan otak yang 
sangat cepat pada dua tahun pertama. 
Dalam masa dua tahun ini, dilaporkan 
neuron-neuron masih ada yang dapat 
membelah diri, tetapi setelah umur dua 
tahun, sel otak tidak dapat melakukan 
mitosis lagi. Pertumbuhan otak setelah 
umur dua tahun, terjadi sebab  
pertumbuhan percabangan neuronnya yang 
menjadi semakin rimbun, membuat 
hubungan-hubungan dengan neuron-
neuron lain dan pembentukan simpai 
mielin yang meliputi akson. Sel-sel saraf 
otak yang mendapat rangsang, hidup terus 
dan membentuk cabang-cabang baru, sel-sel 
saraf otak yang tidak mendapat rang-
sangan, akan mati atau menggersang. Hal 
ini berarti, cabang-cabangnya akan putus 
hubungan dengan cabang-cabang saraf lain 
dan melisut. Pada bayi, perlu mendapat 
rangsangan pendengaran bunyi dan bahasa 
untuk merangsang perkembangan pusat-
pusat bahasa dalam otaknya 
Perbedaan neuroanatomi antara anak 
yang mengalami gangguan spektrum autis 
dengan anak perkembangan normal sangat 
bervariasi, dan ada  peningkatan 
signifikan dalam volume otak selama 
perkembangan awal pada anak-anak dan 
lalu  terjadi penurunan signifikan 
dalam volume selama masa remaja dan 
dewasa  Penelitian terbaru 
khususnya yang berkaitan dengan neuroa-
natomi dari fungsi otak, menunjukkan 
ada nya hubungan antara gejala 
gangguan autis dengan adanya kelainan 
anatomi maupun bio kimiawi di dalam 
otak. Penelitian ke arah faktor neuro 
anatomi, kimiawi otak, dan faktor genetik 
terus berkembang. Penelitian telah 
memberikan bukti kuat bahwa kelainan 
struktur otak ada  pada anak gangguan 
spektrum autis (Bauman & Kemper 1994).  
Gejala autis dan ciri-ciri yang spesifik 
terjadi selama awal masa anak-anak (sekitar 
usia dua tahun), meskipun ada  juga 
anak autis terdiagnosa setelah usia lima 
tahun ,Pembesaran otak awal pada 
anak autis disertai dengan peningkatan 
signifikan dan lingkar kepala , dan berlanjut 
sampai usia 5-6 tahun, setelah itu tidak 
ada  peningkatan signifikan dalam 
volume total otak  ,Lintasan kematangan otak 
menyimpang dari lintasan khas 
perkembangan otak normal. Gangguan 
perkembangan saraf awal anak autis 
ditandai dengan peningkatan volume otak. 
Penelitian yang dilakukan oleh Hazlett, Poe, 
dan Gerig (2005) menjelaskan ada  
pembesaran otak 5% dalam dua tahun usia 
anak autis, lalu  diukur kembali 
setelah anak berusia dua tahun dan hasilnya 
tidak ada  peningkatan. Schultz juga menjelaskan 
volume otak lebih besar 10% pada anak 
autis yang balita, dibandingkan 
peningkatan pada anak autis yang berusia 
di atas lima tahun.  
Beberapa penelitian melaporkan bahwa 
anak autis memiliki kelainan pada hampir 
semua struktur otak. Tetapi kelainan yang 
paling konsisten yaitu  pada otak kecil 
(cerebellum). Berkurangnya sel purkinye di 
otak kecil diduga dapat merangsang 
pertumbuhan akson, blia dan myelin 
sehingga terjadi pertumbuhan otak yang 
abnormal, atau sebaliknya pertumbuhan 
akson yang abnormal dapat menimbulkan 
sel purkinye mati. Otak kecil berfungsi 
mengontrol fungsi luhur dan kegiatan 
motorik, juga sebagai sirkuit yang mengatur 
perhatian dan pengindraan. Jika sirkuit ini 
rusak atau terganggu maka akan meng-
ganggu fungsi bagian lain dari sistem saraf 
pusat, seperti misalnya sistem limbik yang 
mengatur emosi dan perilaku. Area tertentu 
di otak termasuk serebral korteks dan 
cerebellum yang bertanggung jawab pada 
konsentrasi, pergerakan dan pengaturan 
mood, berkaitan dengan autis. Ketidak-
seimbangan neurotransmiter (seperti 
dopamin dan serotonin) pada otak juga 
menjadi penyebab anak mengalami autis 
 dalam 
bukunya Principles and Practice of Lifespan 
Developmental Neuropsychology, menjelaskan 
bahwa volume dari keseluruhan otak, 
seperti pada area lobus frontalis, lobus 
temporalis, dan lobus parietalis pada anak 
autis mengalami peningkatan secara 
signifikan antara 3.4% dan 9.0%. Demikian 
pula penelitian yang dilakukan oleh Shen, 
Nordahl, dan Young (2013) bahwa ada  
peningkatan volume otak awal anak autis 
disebabkan oleh jaringan yang berbeda 
dalam jumlah cerebrospinal fluid (CSF), 
artinya pada bayi yang mengalami gejala 
autis akan memiliki cairan ekstra (CSF) 
yang berlebih pada usia 6-9 bulan, dan akan 
bertambah banyak saat  anak terdiagnosa 
pada usia 24 bulan atau lebih. Sehingga 
dapat disimpulkan bahwa hampir pada 
keseluruhan area lobus mengalami pening-
katan volume ditambah lagi dengan cairan 
yang berlebih dalam otak (cerebrospinal 
fluid), sehingga ini juga berpengaruh pada 
volume otak anak autis juga mengalami 
peningkatan dan berdampak pada tidak 
berfungsinya masing-masing area di bagian 
otak yang terkena sehingga berpengaruh 
pada ketidaknormalan perkembangan anak 
autis.  
Penelitian yang dilakukan oleh Wolff, 
Gu, dan Gerig (2012) menguji akan 
keterkaitan struktur otak pada bayi yang 
berusia 6 bulan dan memiliki saudara yang 
mengalami autis, maka bayi ini  akan 
lebih berisiko terkena gangguan autis 
dibandingkan bayi yang tidak memiliki 
saudara dengan riwayat autis. Wolff, Gerig, 
dan Lewis (2015), mengemukakan bahwa 
corpus callosum (bagian jembatan penghu-
bung antara kedua belahan otak/hemis-
phere kanan dan kiri) menunjukkan 
peningkatan dan ketebalan pada bayi 
dengan hasil scan pada anak autis usia 6 
bulan, berbeda dengan bayi normal 
(Steinmetz, Staiger, & Schlaug, 1996, dalam 
Ecker, 2016). Hal ini juga sejalan dengan 
beberapa penelitian yang dilakukan oleh 
Hazlet, Poe, dan Gerig (2005); Schumann, 
Bloss, dan Barnes (2010)  menjelaskan 
bahwa peningkatan volume otak pada anak 
autis dipengaruhi oleh peningkatan volume 
white matter. Perkembangan yang tidak 
normal dari white matter cortex dan perbeda-
an jumlah cerebrospinal fluid (CSF) berkon-
tribusi terhadap peningkatan volume otak. 
Penelitian Schumann, Bloss, dan Barnes 
(2010) menegaskan bahwa terjadi pening-
katan abnormal pertumbuhan korteks pada 
anak autis, studi yang dilakukan pada 
kelompok anak autis ini mengungkapkan 
bahwa gangguan awal terjadi pada 
pembentukan white matter neurosirkuit otak 
dibandingkan gangguan perkembangan 
grey matter pada anak autis. White matter 
berfungsi dalam menghubungkan pusat-
pusat informasi dan grey matter berfungsi 
dalam menganalisa informasi 
Pendekatan Neuropsikologi pada Anak dengan 
Gangguan Spektrum Autis 
Neuropsikologi yaitu  suatu bidang 
multidisiplin atau interdisiplin antara 
neurologi dan psikologi. Phares (1992) 
mengemukakan bahwa neuropsikologi 
dianggap sebagai salah satu di antara 
kekhususan psikologi klinis. Neuropsiko-
logi mempelajari hubungan antara otak dan 
perilaku, disfungsi otak dan defisit perilaku, 
dan melakukan asesmen dan perlakuan 
(treatment) untuk perilaku yang berkaitan 
dengan fungsi otak yang terganggu. 
sedang  neuropsikologi klinis menurut 
Lezak (1995) yaitu  ilmu terapan yang 
mempelajari ekspresi perilaku dari dis-
fungsi otak (applied science concerned with the 
behavioral expression of brain dysfunction). 
Bidang ini muncul sebab  kebutuhan untuk 
dilakukan pemindaian (screening) dan 
diagnosis atas mereka yang mengalami 
cedera otak dan gangguan perilaku pada 
tentara pascaperang dunia dan untuk 
rehabilitasinya. Evaluasi atas perilaku 
kasus-kasus itu diperlukan oleh neurolog 
dan ahli bedah saraf untuk mendampingi 
diagnosis dan mencatat perjalanan gang-
guan otak atau efek perlakuan.  
Lezak (1995) menjelaskan bahwa perila-
ku manusia dalam pendekatan neuropsiko-
logi dijelaskan sebagai sistem, yakni ada 
sistem kognitif, sistem emosi dan sistem 
eksekutif. Termasuk sistem kognitif yaitu  
pengolahan informasi yang meliputi fungsi 
reseptif, fungsi memori-belajar-berpikir, 
dan fungsi ekspresif. Sistem emosi meliputi 
emosi dan suasana hati (mood), motivasi dan 
yang merupakan variabel kepribadian. 
Sistem ketiga yakni eksekutif meliputi 
bagaimana seseorang berperilaku, apakah ia 
mampu menolong diri sendiri, perilakunya 
bertujuan, dan lain-lain. 
berdasar  pendekatan neuropsikolo-
gi, gangguan yang dialami anak autis terjadi 
sebab  adanya ketidaknormalan dalam 
struktur dan biokimia otak (Carlson, 2011; 
Stefanatos & Baron, 2011), misalnya 
pertumbuhan otak yang lebih besar 5-10% 
dari anak normal sampai usia 4 tahun, 
namun lalu  melambat, dan akhirnya 
berkurang sebelum waktunya. Anak autis 
juga mengalami perbedaan dalam beberapa 
struktur otak terutama di bagian otak yang 
terkait dengan fungsi eksekutif serta 
kemampuan komunikasi dan sosial seperti 
di bagian frontal cortex, temporal cortex, 
hippocampus dan amygdala. Hal ini menye-
babkan anak kesulitan dalam melakukan 
perencanaan, kurang fleksibel dalam berpi-
kir, kesulitan dalam melakukan generali-
sasi, kesulitan untuk mengintegrasikan 
informasi secara lengkap menjadi sesuatu 
yang bermakna, serta kesulitan dalam 
kemampuan intersubjektivitas (kemampuan 
untuk meletakkan diri sendiri pada 
posisi/kondisi orang lain). 
Pendekatan neuropsikologi juga me-
mandang bahwa gangguan yang dialami 
anak autis disebabkan sebab  adanya 
gangguan dalam mengintegrasikan infor-
masi sensori yang diterima lingkungan. 
Gangguan dalam proses sensori ini meliputi 
cara memperoleh informasi melalui indera 
(sensory reactivity), cara mengolah informasi 
ini  (sensory procesing), serta cara 
menggerakkan otot dan melakukan serang-
kaian gerakan sebagai respon terhadap 
stimulus sensori yang diterima. Gangguan 
proses sensori ini menyebabkan anak 
menunjukkan perilaku atau respon yang 
tidak tepat, misalnya anak menunjukkan 
reaksi yang berlebihan (hyper/over reactive) 
seperti menjerit saat mendengar musik, atau 
malah kurang bereaksi terhadap stimulus 
sensori, misalnya tidak merasa sakit saat  
terluka (Mukhtar, 2016). 
Seperti yang telah dijelaskan sebelum-
nya, gangguan spektrum autis merupakan 
gangguan perkembangan yang disebabkan 
oleh kelainan struktur dan kimiawi otak. 
Akibatnya, anak-anak autis mengalami 
banyak masalah dalam mengolah informasi 
dan kesulitan dalam memberikan respon 
yang tepat. Sistem yang bertanggung jawab 
untuk menerima dan mengolah rangsangan 
(stimulus) dari luar, disebut sebagai sistem 
sensorik, tidak bekerja dengan baik. Kondisi 
sensorik ini memegang peranan penting 
dalam munculnya beragam masalah dalam 
kehidupan mereka sehari-hari. Hambatan 
terbesar biasanya mereka alami saat usia 
kanak-kanak, saat  sistem sensorik masih 
buruk dan mereka belum mengembangkan 
cara-cara yang tepat untuk beradaptasi 
dengan lingkungan. Seiring bertambahnya 
usia dan penanganan yang tepat, maka 
sistem sensorik ini akan bekerja lebih baik 
 berdasar  penjelasan neuropsikologi 
pada perilaku manusia menurut Lezak 
(1995) dapat dijelaskan sebagai sistem, 
yakni ada sistem kognitif, sistem emosi dan 
sistem eksekutif, sehingga penulis dapat 
menyimpulkan bahwa perilaku anak 
dengan gangguan spektrum autis dapat 
dijelaskan sebagai berikut. Pertama, sistem 
kognitif, pada anak autis mengalami 
penurunan volume, kelainan ukuran saraf 
dan kepadatan pada lobus temporalis, kemu-
dian akan mengalami kelainan volume 
cerebellum sehingga sangat sulit untuk mem-
bagi perhatian dan memusatkan perhatian, 
namun saat  perhatian terpusat, anak autis 
akan sulit untuk mengalihkan perhatian, 
dan mengalami perhatian sosial yang 
rendah. Kedua, sistem emosi, pada anak 
autis mengalami penurunan ukuran sel 
neuron dalam sistem limbik sehingga 
berdampak pada ketidakberfungsian dalam 
stimulus sosial, gerakan meniru, stimulus 
emosi, perhatian, dan bermain simbol.  Pada 
anak autis juga mengalami neuroaktivasi 
yang tidak normal pada amigdala dan 
hipokampus, sehingga berdampak pada 
penurunan perilaku sosial, dan rendahnya 
proses pengenalan wajah. Ketiga, sistem 
eksekutif, pada anak autis mengalami 
kelainan pada prefrontal cortex sehingga 
tidak mampu mengikuti konteks yang ada, 
dan tampil dalam perilaku yang tidak tepat 
dan impulsif. Pada anak autis juga menga-
lami kelainan pada dorsolateral prefrontal 
cortex, sehingga berdampak pada rendah-
nya kemampuan dalam memahami perasa-
an, pikiran, dan perhatian terhadap orang 
lain, dan minimnya akan pertimbangan 
sosial. 
Untuk dapat memahami neuroanatomi 
dari fungsi otak, maka dapat dilihat pada 
gambar 1 tentang struktur otak pada 
manusia, lalu  pada tabel 1 ada  
keterangan bagian-bagian tertentu dari 
ketidaknormalan struktur otak anak autis, 
sehingga anak autis mengalami kekurang 
berfungsian dalam perilaku, emosi, dan 
sosialnya. 
 
 
Gambar 1.  
Struktur Otak Manusia 
 
Tabel 2.  
Struktur Otak dan Keberfungsian pada Anak dengan Gangguan Spektrum Autis 
Neuroanatomi otak dan fungsinya 
Neurobehavioral pada anak dengan gangguan 
spektrum autis 
Lobus Parietalis (Parietal Lobe) 
 Terletak di antara lobus oksipitalis dan sulkus 
sentral. 
 Fungsi: memantau seluruh informasi yang 
berkaitan dengan mata, kepala, dan posisi 
tubuh dan meneruskannya ke bagian otak 
lain yang mengatur pergerakan 
 Berperan penting tidak hanya untuk 
pengolahan informasi spasial, tetapi juga 
informasi numerik 
 
 Kerusakan pada bagian lobus parietalis dan kaitannya dengan 
bagian otak lainnya pada anak autis: ketidakmampuan 
mengkoordinasikan antara apa yang dilihat dengan 
kemampuan motorik, kecenderungan impulsif 
Corpus callosum
Occipital Lobe
Parietal Lobe
Cingulate Cortex
Dorsolateral 
Prefrontal Cortex
Temporal Lobe

Lobus Temporalis (Temporal Lobe) 
 Bagian lateral dari kedua belahan otak: kanan 
dan kiri. 
 Pemahaman pada bahasa lisan (lobus temporal 
sebelah kiri) 
 Fungsi: berperan dalam beberapa aspek 
penglihatan yang lebih kompleks, termasuk 
di dalamnya yaitu  persepsi gerakan dan 
pengenalan wajah. Berperan dalam perilaku 
yang berkaitan dengan emosi dan motivasi.  
 
 Kerusakan pada bagian ini mengakibatkan terjadinya 
perubahan emosi atau hilangnya kemampuan memahami 
apa yang sebenarnya terjadi atau terjadi perubahan kognitif 
 Penelitian pada lobus temporal-sistem limbik pada populasi 
autis mengalami penurunan volume, aktivitas hipofungsi, 
dan kelainan ukuran syaraf dan kepadatannya 
Frontal Lobe (Prefrontal cortex) 
 Bertanggung jawab atas perencanaan 
rangkaian perilaku dan untuk beberapa 
aspek ekspresi memori dan emosional 
(Graybiel, Aosaki, Flaherty, & Kimura, 1994). 
 Menyimpan memori jangka pendek, yaitu 
kemampuan untuk mengingat stimulus dan 
kejadian yang baru terjadi 
 Berperan penting saat  kita harus mengikuti 
dua peraturan  atau lebih pada saat yang 
sama  
 Mengatur perilaku yang sesuai dengan 
konteks ,
 
 Individu yang mengalami kerusakan prefrontal cortex 
mengalami  ketidakmampuan mengikuti konteks yang ada 
dan ketidakberfungsian dalam eksekutif, sehingga mereka 
berperilaku tidak pantas dan impulsif 
 Mengalami executive dysfunction, sehingga anak autis akan 
menunjukkan rendahnya dalam perencanaan dan 
performansi pengaturan mental, dan menurunnya konsep 
“stuck in set” perseveration, artinya gagal fokus pada perhatian 
yang sedang terjadi , mengemukakan anak 
autis mengalami penurunan dalam working memory, mental 
flexibility, dan respon inhibisi (kemampuan untuk menunda 
respon), kemampuan untuk menunda respon rendah 
sehingga anak autis dikenal memiliki perilaku impulsif 
 
Lobus oksipitalis (Occipital Lobe) 
 Berfungsi untuk pengolahan dan 
menyampaikan isyarat visual. Lobus ini 
sebagai salah satu bagian penyusun dari 
korteks serebral yang lebih besar. 
 
menjelaskan penurunan perilaku dalam spasial attention anak 
autis berhubungan dengan hipoaktivasi di frontal, parietal, 
occipital, dan terutama pada inferior parietal lobule.  
 
Cerebellum (otak kecil) 
 Berfungsi penting dalam kehidupan yaitu 
proses sensoris, daya ingat, berpikir, belajar 
berbahasa, proses atensi. 
 Penyandang autis sangat sulit untuk membagi perhatian dan 
memusatkan perhatian, namun sekali perhatian itu terpusat, 
individu autis akan sulit untuk mengalihkan perhatian. 
Individu GSA juga tidak mampu membagikan perhatian 
dengan orang lain yang disebut “joint social attention”. 
Kelainan pada cerebellum dan di berbagai daerah korteks 
 Kelainan pada cerebellum juga terlibat dalam patogenesis 
skizofrenis dan autis 
 
Sistem limbik 
 Mencakup: amigdala, hipokampus, dan 
entorhinal korteks,  
 Berperan utama dalam perilaku 
sosioemosional manusia 
  
 Pengurangan pada ukuran sel neuron dan peningkatan 
kepadatan kemasan sel di daerah ymbol limbik dikenal kritis 
terhadap perilaku emosional dan ymbol 

Penurunan volume bagian struktur limbik, mencakup medial 
temporal lobe dan orbitral prefrontal cortex, dan dorsolateral 
prefrontal cortex, berhubungan pada kerusakan awal gejala 
autis, tidak berfungsinya dalam stimulus ymbol, gerakan 
meniru, stimulus emosi, perhatian, dan bermain simbol 

 
 

Amigdala 
 Merupakan kumpulan soma neuron di 
bawah korteks ujung depan medial lobus 
temporalis, di depan dan sebagian di atas 
ujung kornu inferior ventrikel lateral 
 Peningkatan emosi, menghubungkan nilai 
emosional terhadap rangsangan, 
pembelajaran emosi 
 
 Keterlibatan peran amigdala dengan lesi pada amigdala dan 
struktur lobus temporal lainnya menghasilkan penurunan 
perilaku sosial 
 Neuroaktivasi yang tidak normal pada amigdala hadir di 
dalam kelompok autis saat  proses pengenalan wajah 
 Ketidakberfungsian sistem limbik terutama bagian amigdala 
dan hipokampus (sangat berdekatan hubungannya dengan 
bagian otak lainnya seperti orbital frontal), maka ini 
memengaruhi terhadap kerusakan sosial dan afektif pada 
anak autis 
 
Hipokampus 
 Sebuah struktur besar yang terletak di antara 
talamus dan korteks serebrum 
 Penyimpanan beberapa memori tertentu, 
bukan seluruhnya. 
 
 Individu yang mengalami kerusakan hipokampus akan 
kesulitan untuk menyimpan memori yang baru, tetapi 
memori yang disimpan sebelum kerusakan terjadi tidak 
hilang masih 
sedikit penelitian yang menguji secara langsung mekanisme 
otak terlibat dalam kemampuan memori pada anak autis, 
ada  laporan struktur kelainan pada hipokampus.  
 
Basal ganglia 
 Saling bertukar informasi dengan bagian 
korteks cerebrum (otak besar) yang berbeda.  
 Berfungsi dalam bahasa, khususnya 
perencanaan motorik dan pemrograman 
atensi. 
 Berhubungan pada lobus frontalis, 
berpartisipasi dalam inhibisi, dan mengatur 
perilaku. 
 
 Kerusakan pada caudate nucleus basal ganglia dapat merusak 
kognitif atau fleksibilitas mental 
Corpus callosum 
 Berfungsi sebagai penghubung kedua 
belahan otak berbagi informasi, meskipun 
awalnya hanya satu belahan yang menerima 
informasi, memungkinkan pertukaran 
informasi antara hemisphere kiri dan kanan 

 
 Penelitian 
menjelaskan bahwa ada  peningkatan dan ketebalan 
corpus callosum pada bayi yang mengalami autis berusia 6 
bulan 
 menjelaskan pada anak autis menunjukkan corpus 
callosum lebih kecil dan berkurang dalam ukuran luasnya 
(lengthwise).   
Grey Matter 
 Berfungsi menganalisa informasi 
 Sebuah penelitian 2-3 tahun usia anak autis menunjukkan 
individu ini memiliki 18% lebih pada cerebral white matter dan 
12% lebih cerebral grey matter ,Anak autis yang telah dewasa menunjukkan volume 
pada grey matter meningkat di bagian middle temporal gyrus, 
superior temporal gyrus, postcentral gyrus, dan parahippocampal 
gyrus.  
 

 
  
 ada  gangguan awal dalam pembentukan white matter 
neurosirkuit dibandingkan gangguan perkembangan grey 
matter 
 Penelitian yang dilakukan Wolff, et al., (2012) dengan 
menggunakan diffusion tensor imaging (DIT), menemukan 
gangguan dalam perkembangan white matter sudah ada pada 
bayi berusia 6 bulan (kemungkinan akan semakin besar jika 
mempunyai saudara kandung yang terdiagnosa autis).  
Penelitian-penelitian menjelaskan bahwa pelebaran otak 
dipengaruhi oleh peningkatan volume white matter pada anak 
autis 
 Perkembangan yang tidak normal dari white matter cortex 
dan/atau berbeda dalam jumlah CSF (cerebrospinal fluid) 
berkontribusi terhadap peningkatan volume otak .
 Pada anak autis, ada  7% pembesaran pada white matter 
dibandingkan pada 3.2% pembesaran grey matter. 
Pembesaran white matter terbesar pada lobus temporal (10-
11%) 
 
Insula 
 Self awareness, dan regulasi emosi 
  
  mengungkapkan bahwa anak autis 
menunjukkan penurunan pada aktivitas insula bergantung 
pada individu dengan perkembangan normal selama 
pengekspresian emosi. 
 
 
Dorsolateral Prefrontal Cortex & Cingulate  
 Berfungsi dalam kognisi sosial (berpikir akan 
perasaan, pemikiran, dan perhatian terhadap 
orang lain, pertimbangan sosial  menjelaskan pada permukan area 
perkembangan tidak normal dalam cingulate cortex kanan 
lebih besar pada individu gangguan spektrum autis anak-
anak dan remaja dibandingkan autis dewasa 
 
Superior temporal sulcus 
 Berfungsi dalam pengekspresian wajah, 
gerakan tubuh sosial, kontak mata, 
pengenalan wajah 
 
 Superior temporal sulcus (STS) juga diduga penyebab anak 
autis. STS berperan dalam kognisi sosial, dan tampil 
berkontribusi pada beberapa gangguan sosial pada anak 
autis, termasuk persepsi suara, theory of mind/memahami 
maksud orang lain, dan tatapan mata  Struktur dan fungsi area otak 
yang terganggu dalam memengaruhi fungsi sosial, yaitu: 
medial prefrontal cortex, orbitofrontal cortex, superior temporal 
sulcus, inferior occipatal gyrus, fusiform gyrus, dan amygdala. 
 
 
Fusiform gyrus 
 Individu normal umumnya mampu 
mengenali wajah dan mengklasifikasikannya 
(apakah termasuk orang asing atau teman) 
 Berfungsi dalam membedakan wajah, atribusi 
sosial 
 
 
  

 Para peneliti mengemukakan bahwa Fusiform gyrus kurang 
aktif pada individu autis dibandingkan individu dengan 
perkembangan normal ,
  yang pertama sekali melaporkan 
hipoaktivasi fusiform gyrus pada anak autis saat melihat 
wajah, dan temuan ini direplikasikan berbagai waktu. 
 Hobson (1993) mengungkapkan anak autis tidak teraktivasi 
pada area fusiform gyrus 
 Sekurang-kurangnya tujuh penelitian berbeda pada anak, 
remaja, dan dewasa autis  menunjukkan pengurangan aktivasi FFA 
(fusiform face area) dalam menggambarkan wajah manusia. 
 menginvestigasikan aktivasi fMRI pada individu autis 
dan asperger  dan orang dewasa sehat  untuk membedakan 
objek dan kehadiran gambar wajah. Hasil penelitiannya 
mengungkapkan pada individu autis mengalami penurunan 
aktivasi FFA (fusiform face area) dan peningkatan aktivasi 
inferior temporal gyrus saat  diminta membedakan tugas 
gambar wajah. sedang  pada individu normal 
menunjukkan aktivasi FFA (fusiform face area) dan penurunan 
aktivasi inferior temporal gyrus.  
 
Gangguan Bahasa: ada  pada lobus 
temporalis/Temporal Lobe) 
 Broca (terletak di gyrus grontalis inferior 
hemisfer kiri). 
 Berfungsi sebagai pusat perbendaharaan 
kata-kata, berperan dalam menggerakkan 
otot-otot wicara yang diperlukan di dalam 
pengucapan kata-kata. Bila jumlah kosakata 
menurun, kemampuan berpikir dengan 
bahasa pun berkurang.,
 
 Wernicke (terletak di gyrus temporalis 
superior hemisfer kiri). 
 Berfungsi sebagai pusat perbendaharaan 
pengertian kata-kata. Kerusakan pada bagian 
ini akan mengacaukan semua fungsi 
berbahasa, berbicara, pengertian bahasa, 
baca, tulis, meniru kata,  menamai benda 

 
 
 
Terjadi kerusakan fungsi bahasa, berkaitan dengan 
pengurangan aktivitas area Broca dan peningkatan aktivitas 
area wernicke (Donders & Hunter, 2010). 
 Penelitian oleh Chan, Cheung, Leung, Cheung & Cheung 
(2005), kerusakan bahasa merupakan karakteristik utama 
pada anak autis. Anak autis (63%) menunjukkan kerusakan 
bahasa, mengalami kerusakan di kedua ekspresi verbal dan 
kemampuan pemahaman, 2% kerusakan akan kemampuan 
ekspresi.   
Penelitian menunjukkan aktivitas dalam area Broca dan 
peningkatan pada daerah wernicke anak autis 
Lebih dari dua dekade lalu, pendekatan 
neuropsikologi berperan penting dalam 
menetapkan dasar-dasar neurobiologis otak 
pada anak autis. Autis yaitu  gangguan 
perkembangan pervasif yang ditandai 
dengan adanya gangguan dan keterlam-
batan dalam bidang komunikasi, bahasa, 
interaksi sosial, minat dan perilaku. Teknis 
neuropsikologi memiliki kebaruan penting 
pada ketidaknormalan perkembangan saraf 
anak autis, dan pada variasi neuroanatomi 
yang mengkategorikan apakah anak terse-
but mengalami gangguan perkembangan 
atau tidak. Oleh sebab  itu dengan mema-
hami pendekatan neuropsikologi maka 
akan didapati informasi ketidaknormalan 
bagian otak dari anak autis yang menye-
babkan anak autis mengalami kesulitan 
dalam melakukan perencanaan, rendahnya 
kemampuan pengontrolan emosi, menga-
lami gangguan dalam mengintegrasikan 
informasi sensori yang diterima sehingga 
tampil dalam perilaku atau respon yang 
tidak tepat.  

 
 

Related Posts:

  • autismeJumlah1 anak dengan gangguan spektrum autis (selanjutnya ditulis autis) pada setiap negara di seluruh dunia ini terus meningkat. Centers for Disease Control and Prevention (CDC, 2009) menemukan bahwa … Read More