Selasa, 09 Januari 2024

sebelum sekarat





Kematian dalam 
Ajaran Buddha
Kematian memiliki arti dan pandangan yang 
beragam. Tentu semua pengertian ini dibuat 
berdasarkan pemahaman sang pembuat 
pengertian. Apapun pengertiannya yang 
terpenting bagi penulis yaitu  pengertian 
yang dapat membantu kita hidup bahagia dan 
menghadapi kematian menjadi lebih ringan 
dan lebih bahagia. 
Pandangan ajaran Buddha Gotama melihat 
kematian sebagai hal yang biasa, tidak sakral dan 
bukan akhir dari segalanya. Kematian hanyalah 
proses kelanjutan dari kehidupan bagi yang 
belum terbebas. Kematian menjadi peluang 
yang baik untuk menuju kehidupan yang lebih 
baik hingga akhirnya dapat terbebaskan dalam 
kehidupan-kehidupan berikutnya.
Kematian juga dapat dijadikan batu loncatan 
 yang baik untuk kehidupan berikutnya. Untuk 
itu kematian perlu dipelajari dan dipahami agar 
kita dapat menyiasatinya dengan baik sehingga 
mampu mendongkrak kehidupan kita ke depan 
lebih baik.
Jika kita melihat bahwa kematian sebagai akhir 
dari segalanya maka terlalu singkat seseorang 
untuk memperbaiki diri mereka agar menjadi 
pirbadi yang berkualitas. Perhatikan saja fase 
kehidupan kita saat ini. Kurang lebih satu pertiga 
(± / ) masa hidup kita yang kita gunakan untuk 
belajar dan menguatkan diri dalam kualitas 
hidup yang baik, bajik dan bijak. Belum lagi bagi 
mereka yang meninggal di usia dini, mereka 
tidak memiliki kesempatan untuk memperbaiki 
diri. Apalagi mereka yang sering berbuat jahat, 
kejam, penuh kebencian serta mereka yang 
serakah penuh kekikiran dan menghancurkan 
kehidupan orang lain, tentu mereka tidak dapat 
memperbaiki kehidupan mereka lagi. saat  
pengertian kematian sebagai akhir segalanya, 
maka mereka-mereka yang mati di usia dini 
dan mereka-mereka yang jahat akan menderita 
sekali saat  menghadapi kematian, atau bahkan 
 mereka menjadi sangat mengharap kematian 
agar mereka terselamatkan dari jerat hukuman 
dunia kehidupan dengan menganggap kematian 
sebagai akhir bukan kelanjutan kehidupan 
berikutnya.
saat  kita memahami dan menerima 
pemahaman bahwa kematian yaitu  awal 
kelanjutan kehidupan berikutnya, maka kita 
lebih berhati-hati dalam berpikir, berucap dan 
bertindak. Semua yang kita lakukan sebelum 
kematian akan menjadi harta atau warisan yang 
akan kita gunakan di kehidupan berikutnya. 
Pandangan ini tentu lebih memberi  kita 
sebuah kekuatan untuk menjadi pribadi yang 
baik, bajik dan bijak di kehidupan yang singkat 
ini. Dan jika pun kita terperosot dalam lumpur 
kelamnya kehidupan dengan menjadi buruk, 
binal, dan bodoh kita memiliki kesempatan 
untuk memperbaikinya menjelang kematian 
atau sesudah  kelahiran berikutnya terjadi. 
Pandangan ajaran Buddha Gotama atas 
kematian ini memberi  tempat bagi kita 
untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab 
atas segala yang kita perbuat di masa-masa 
 sebelum kematian. Paham bunuh diri tentu 
jauh dari harapan pandangan ini. Buddha 
Gotama memberi  pengertian bahwa 
saat-saat menjelang kematian memberi  
makna besar menuju kehidupan berikutnya. 
Banyak kejadian yang Beliau utarakan di dalam 
Dhammapada atau kitab lainnya mengenai 
kelahiran kembali dari para siswa atau kolega 
Beliau atau umat yang Beliau pahami dengan 
kemampuan batinnya, yang terlahir lebih baik 
atau lebih buruk disebab kan oleh detik-detik 
kematian yang menentukan. Bukan hanya 
sebab  kehidupan yang hebat dalam masa 
kehidupan menentukan kelahiran berikutnya, 
namun juga detik-detik menuju kematian 
menjadi poin penting untuk disiasati guna 
mewariskan kelahiran yang lebih baik. 
Dari pengertian inilah maka penting kiranya kita 
memahami, memanfaatkan waktu hidup kita 
untuk menyiasati detik-detik menuju kematian 
sebelum sekarat agar dapat menjadikan 
kematian kita sebagai awal kehidupan yang 
lebih baik, bajik dan bijaksana.
 Proses Kematian 
Analogi kematian dalam beberapa artikel 
atau tulisan para cendekiawan Buddhis 
memakai  lampu minyak atau lilin. Mari 
kita simak dengan analogi lampu minyak.
Lampu minyak yaitu  penerangan yang 
memakai  minyak tanah atau lainnya 
sebagai bahan bakarnya, sumbu sebagai 
perantara api dan minyak, serta udara sebagai 
pendukungnya. Nyala lampu minyak sangat 
memerlukan   unsur ini yaitu tempat minyak, 
minyak, sumbu, udara. Jika salah satu dari 
keempat ini rusak atau habis, maka tentu nyala 
api pun akan padam. Demikianlah kematian 
dapat terjadi. Tempat minyak dan minyak 
dapat dianalogikan sebagai fisik, sumbu dapat 
dianalogikan sebagai mental atau energi 
kehidupan dapat berupa hasil perbuatan yang 
mendukung untuk hidup atau mati, dan udara 
dapat dianalogikan sebagai hukum alam. 
Seseorang dapat menghadapi kematiannya 
 dengan pasti namun tidak pernah tahu pastinya 
kapan. Sebagian orang meninggal sebab  usia 
tua atau kita sebut kematian pantas, sedangkan 
kematian akibat sakit atau kecelakaan atau 
musibah atau bencana alam atau lainnya kita 
sebut kematian cepat. Berbagai jenis kematian 
ini tentu memiliki sebab untuk menguatkan 
munculnya kedua jenis kematian ini. Salah 
satu sebabnya yaitu  buah perbuatan di masa 
lampau, sebab lainnya yaitu  jaringan hukum 
alam yang berkolaborasi dengan entitas lainnya 
yang sulit untuk dimengerti.
Setiap kematian datang tidak pernah tiba-tiba. 
Apapun penyebab kematian, kematian terjadi 
bertahap hingga kesadaran berpindah atau 
terjadi kelahiran kembali. Setiap detik menuju 
kematian menjadi panjang bagi mereka yang 
menghadapi kematian. Untuk itu bagi mereka 
yang meninggal dengan cara-cara tidak tepat 
atau dengan menyakiti diri sendiri akan 
mengalami kematian yang sangat menderita. 
Oleh sebab  itu jika sahabat sedang menderita 
berat, stop berpikir untuk mati. Toh kematian 
itu pasti terjadi. Jangan dipercepat atau 
diperlambat. Sang kematian pasti datang pada 
waktunya. Mereka yang mengalami kematian 
saat  dalam kecelakaan atau dalam bencana 
alam atau dibunuh oleh orang lain tentu akan 
mengalami kematian yang terasa panjang 
disebab kan setiap mili detik penuh kesakitan. 
Menurut Buddha Gotama bentuk pikiran 
menjelang kematian menjadi faktor penting 
untuk mendukung kehidupan berikutnya. 
Bentuk pikiran baik tentu akan mendukung 
untuk kehidupan yang lebih baik, dan bentuk 
pikiran buruk akan mendukung ke kehidupan 
yang buruk pula. Proses inilah menjadi poin 
dalam menyiasati kematian sebelum sekarat.
Kematian yang 
Pantas dan 
Berkualitas
Semua dari kita tentu berharap untuk 
mendapatkan kematian yang pantas, yang 
berkualitas. Namun sedikit dari kita yang mau 
belajar menyiasatinya atau membahasnya. 
Berbicara kematian seperti berbicara hal 
yang pesimis bagi sebagian orang, mereka 
tidak melihat kematian sebagai bagian dari 
kehidupan. Mereka menganggap kematian 
yaitu  bagian luar dari kehidupan sehingga 
banyak dari mereka mengabaikannya dan 
membiarkan waktu yang akan menjawab 
kematian tersebut. Kematian memang dihindari 
oleh mereka yang terjerat oleh kepuasan 
indera dan kematian sangat dicari mereka yang 
terjerat oleh kepalsuan diri. Menghindar dan 
mencari kematian bukan pendukung ke arah 
kematian yang pantas dan berkualitas. Namun 
kedua hal ini lebih mengarah ke kematian yang 
membahayakan untuk kehidupan berikutnya.
Beberapa data yang penulis peroleh dari 
kemampuan sahabat yang dapat memakai  
indera penglihatan ke alam lain menunjukkan 
bahwa saat  terjadi kematian yang kurang 
berkualitas maka akan menyeret mereka  yang 
meninggal ke alam kehidupan yang kurang 
berkualitas juga. Demikian pula sebaliknya saat  
kematian menjadi berkualitas dapat membantu 
mereka untuk terlahir di alam yang berkualitas 
pula, minimal alam manusia. Kualitas kematian 
ini bukan hanya diperoleh dari kebaikan, 
kebajikan dan kebijaksanaan dari mereka yang 
meninggal, namun juga sangat dipengaruhi 
oleh mereka yang hidup dan yang ada di sekitar 
ia yang meninggal. Hal ini berarti mereka 
yang menemani, menunggu, mengunjungi ia 
yang menuju kematian menjadi kunci untuk 
kematian yang pantas dan berkualitas. saat  
keluarga atau siapapun yang menemani ia yang 
menuju kematian dipenuhi dengan air mata, 
tangisan yang menolak kematian tersebut akan 
membuat ia yang menuju kematian menjadi 
berat untuk melanjutkan kematian yang pasti 
terjadi. Ini salah satu hal yang menyeret ia yang 
menuju kematian untuk menuju kelahiran yang 
tidak baik.  saat  keluarga atau siapapun yang 
menemani ia yang menuju kematian dipenuhi 
kerelaan, keikhlasan dan kehangatan tanpa 
menolak kematian, menerimanya dengan 
pantas, tentu akan membuat ia yang meninggal 
menjadi lebih ringan untuk melanjutkan 
kehidupannya ke kehidupan yang lebih baik.
Hal lain yang penulis temukan juga melalui 
data tersebut di atas bahwa mereka yang 
meninggal sebab  sakit berharap meninggal di 
kediaman mereka bukan di rumah sakit atau 
tempat asing lainnya. saat  kematian mereka 
terjadi di tempat asing, mereka cenderung 
terlahir di alam yang kurang baik. Namun 
saat  mereka meninggal di tempat kediaman 
mereka yang mereka huni dalam waktu lama, 
mereka cenderung lebih mudah untuk terlahir 
di kehidupan yang lebih baik.
Dari data-data di atas penting kiranya sebelum 
kematian datang, ia yang akan meninggal 
membuat persiapan kematian yang jelas dan 
mudah dilaksanakan bagi mereka yang hidup 
yang mendampingi selama proses menuju 
kematian. Untuk itu kita perlu membuat sebuah 
surat pernyataan yang tertulis jelas khususnya 
mereka yang memiliki kolega yang banyak 
seperti anak lebih dari satu atau tinggal dalam 
keluarga besar. Buatlah surat wasiat sebelum 
sekarat yang isinya mengenai hal-hal berikut:
 . Tempat terakhir saat  sekarat
 . Pembagian harta dilengkapi dengan data 
terhitung yang jelas
 . Donasi organ yang dapat digunakan oleh 
keluarga atau orang lain jika siap
 . Batas maksimal dirawat selama sekarat agar 
tidak habiskan harta mereka yang hidup 
hanya untuk membayar kematian
 . Bentuk pemakaman yang diharapkan 
apakah dikubur dengan peti mati, atau 
dibakar dan abunya disebar pada air yang 
mengalir atau lainnya
 . Peribadatan yang diharapkan saat  upacara 
peringatan kematian
 . Daftar hadir pendukung selama sekarat 
sehingga memunculkan pikiran yang baik
Jika diperlukan surat wasiat ini ditanda tangani 
di atas materai atau disaksikan oleh notaris guna 
menguatkan bahwa isi surat wasiat ini dibuat 
dengan tanggung jawab dan pemahaman yang 
sadar. Surat wasiat ini tentu sangat berguna 
untuk menyiasati bentuk kematian yang pantas 
berkualitas. Mereka yang ditinggalkan akan 
lebih terorganisasi dengan baik dan tidak 
menjadi bingung, resah, bertengkar atas pilihan 
masing-masing dalam pengurusan kematian.
Saat-saat seseorang sedang mengalami detik-
detik kematian atau dalam keadaan sekarat, 
mereka umumnya masih dapat merasakan 
kehadiran orang-orang di sekitar walau mata 
mereka tidak dapat melihat dengan jelas 
namun beberapa indera lain seperti peraba 
dan pendengaran masih dapat bekerja dengan 
baik. Untuk itu perlu dipahami oleh mereka 
yang sedang menjenguk untuk berhati-hati 
dalam berkata, sedikit berkata-kata lebih baik 
agar tidak mengalami kesalahan dalam pilihan 
kata sehingga tidak memancing buah pikir tidak 
baik dari ia yang sekarat. Gunakanlah kata-kata 
  
yang menguatkan bukan menyalahkan, kata-
kata yang memaafkan bukan membangkitkan 
kemarahan atau kebencian, rangkullah dengan 
energi positif, dan tebarkan energi kasih sayang 
yang menentramkan ia yang sekarat.
  
--
Mengalami kematian yang pantas bukan sebuah 
mujizat atau sesuatu yang tidak mungkin dialami 
oleh banyak orang. Kematian yang pantas 
tentunya dapat dialami oleh banyak orang yang 
senantiasa berlatih sejak usia muda. Usia muda 
yaitu  usia yang paling optimal untuk belajar, 
berlatih, serta mempraktekkan kehidupan yang 
sehat yang menunjang ke kematian yang pantas 
berkualitas.
Pengalaman ini penulis pelajari dari beberapa 
sahabat yang telah belajar sejak muda dengan 
gigih untuk melatih diri agar terkendali dengan 
baik, bajik dan bijak. Mereka tidak kenal lelah 
dalam berlatih, serta tidak tergiur oleh rayuan 
usia muda yang umumnya menunda belajar 
dan memanjakan indera dengan segala objek 
  
yang menggiurkan. 
Sebagian orang menunda belajar  dan berlatih 
hingga usia tua datang. Di usia tua mereka 
belajar dan berlatih dengan susah payah, alhasil 
waktu tidak begitu luas untuk menuntaskan 
pembelajaran dan latihan, namun  yaitu  lebih 
baik ia yang memasuki usia tua mau belajar 
walau tidak optimal. Bagi mereka yang baru 
belajar di usia lanjut, tidak perlu berkecil 
hati. Usaha apapun yang baik, bajik dan bijak 
tentu akan memberi  buah yang baik, bajik 
dan bijak pula. Teruslah belajar dan berlatih 
untuk menghadapi kematian yang pantas dan 
berkualitas.
Apa yang dipelajari dan dilatih? Kematian 
sangat berkaitan erat dengan meninggalkan 
masa lalu menuju masa depan, meninggalkan 
kenangan menuju asa, melepas yang usang 
menuju yang baru. Pelajaran dan pelatihan yang 
perlu dipelajari yaitu  pelajaran memaafkan 
kesalahan masa lalu, menerima kekinian, dan 
melepas keberadaan.
Memaafkan kesalahan masa lalu berkaitan erat 
  
dengan melepas kebencian. Kenangan masa lalu 
yang suram tidak layak bersarang terlalu lama 
di dalam pikiran, ijinkan mereka menguap dan 
tinggal di masa lalu. Biarkan dia hidup hanya di 
masa lalu dan tidak hadir di masa depan. saat  
memaafkan kesalahan masa lalu dilakukan, 
tentu tidak sekonyong-konyong sang masa 
lalu lenyap dalam pikiran. Mereka akan terus 
muncul saat  mulai untuk dilepas, akan sulit di 
awal latihan, namun saat  anda bertahan untuk 
melepasnya dengan memaafkannya perlahan-
lahan, sejarah masa lalu tersebut akan menjadi 
sejarah yang baik untuk belajar menerima dan 
memaafkannya. 
Menerima kekinian dapat diartikan secara 
sederhana yaitu  dengan bersyukur. Bersyukur 
yang dimaksud yaitu  bersyukur yang dilandasi 
dengan kegiatan untuk mengembangkan 
potensi. Kekiniaan yang kita peroleh saat 
ini memang cukup ini, namun kita dapat 
mengembangkannya seoptimal mungkin untuk 
membantu kehidupan kita lebih berkualitas 
dalam belajar dan berlatih. Semakin kita 
mengembangkan kekinian, kita menjadi optimal. 
  
Bukan berarti kita  memunculkan masalah baru 
dengan mengembangkan keserakahan. Namun 
semakin kekinian kita berkembang, tentu 
kebaikan, kebajikan dan kebijaksanaan kita pun 
mengikuti untuk lebih berkembang juga. Inilah 
bersyukur yang aktif. Hal ini dapat dianalogikan 
seperti sebuah perahu yang diperluas dalam 
ukuran panjang dan lebarnya tentu akan dapat 
menampung lebih banyak penumpang dan 
membantu banyak orang untuk bebas dari 
basah serta dapat menyeberang.
Berikutnya belajar dan berlatih melepas 
keberadaan, hal yang patut dilatih lebih dini. 
Sejak usia balita, manusia sudah memiliki 
keterikatan atas keberadaan. Sedikit saja 
keberadaan kita diganggu orang lain tentu kita 
akan bereaksi untuk mempertahankannya, 
melawannya hingga memusnahkan mereka 
yang menganggu. Kebiasaan sejak balita ini 
menguat hingga terbawa kepada kehidupan 
yang lebih dewasa sehingga mempersulit kita 
untuk melepas keberadaan apalagi hingga usia 
tua. Untuk itu melepas keberadaan yang kita 
miliki perlu dilatih sejak dini secara bertahap. 
  
Untungnya saat ini telah banyak kegiatan 
kemah mental atau mental camp, di antaranya 
latihan Pabbajja Samanera, Vipassana Course, 
Meditation Class dan lainnya. Melepas bukanlah 
hal yang tren dalam kehidupan dunia modern 
saat ini yang penuh dengan pilihan untuk 
meningkatkan kegairahan yang memanjakan 
indera. Ini menjadi tantangan tersendiri dan 
menjadi pembelajaran yang perlu kerja dengan 
tekad kuat. Buah dari pelepasan keberadaan ini 
umumnya memberi  kekuatan untuk dapat 
hidup berkesadaran yang memberi bekal yang 
baik untuk menghadapi kematian yang pantas 
dan berkualitas. Mulailah dengan melepas 
dari yang paling jauh hingga yang paling dekat 
dengan kita, misalnya melepas kepentingan 
pribadi untuk kepentingan banyak orang, 
berbagi waktu, buah pikir, lalu berbagi harta 
benda kepemilikan hingga organ tubuh.
  
Tanya Jawab 
Berkaitan dengan 
Kematian
 . Apakah ada manfaat pelimpahan jasa, dan 
kapan hal ini dapat dilakukan?
Pelimpahan jasa yaitu  kegiatan yang 
memunculkan niat baik atas nama mereka 
yang kita sayangi atau seseorang yang hendak 
dilimpahkan jasa-jasa baik. Pelimpahan jasa 
ini sangat membantu untuk menguatkan 
energi baik bagi mereka yang sakit, sekarat, 
bermusibah, serta mereka yang telah meninggal 
khususnya untuk mereka yang meninggal dan 
terlahir di alam peta / setan. Pelimpahan jasa 
dapat dilakukan dengan berbagai cara yang 
umumnya dengan cara berdana, membaca 
paritta, membuat buku, membersihkan 
tempat umum (vihara, lingkungan, dll). Cara-
cara apapun dapat dilakukan asalkan segala 
cara tersebut merupakan jasa-jasa baik yang 
  
dilakukan dengan niat membantu mereka yang 
dalam kesulitan (sakit, koma yang lama, sekarat, 
dan meninggal). Penulis pernah mengalami 
peristiwa nyata berkaitan dengan pelimpahan 
jasa ini. Suatu saat  penulis diundang untuk 
memberi  ceramah singkat dalam acara 
pelimpahan jasa pembacaan paritta di rumah 
yang orang tuanya mengalami koma yang 
cukup lama, kurang lebih   bulan. Kemudian di 
dalam ceramah tersebut penulis menyinggung 
mengenai pentingnya pemahaman kematian 
sebagai hal yang alami dan wajar untuk datang 
dan pergi. Lalu penulis juga menyanjung jasa 
kebaikan, kebajikan dan kebijaksanaan sang 
anak yang memakai  cara yang sehat untuk 
membantu orang tuanya yang koma dengan 
melakukan pembacaan paritta yang dilanjutkan 
dengan mendengarkan ajaran Buddha Gotama. 
sesudah  beberapa hari pembacaan paritta ini, 
penulis mendapat kabar bahwa sang orang tua 
tadi telah melepas komanya dan meninggal 
dunia. Ini mungkin yang terbaik untuk keluarga 
yang ditinggal serta untuk orang tua tersebut 
agar dapat melanjutkan kehidupan lebih baik. 
Dengan peristiwa ini, penulis menjadi lebih 
  
yakin lagi atas pentingnya pelimpahan jasa 
dalam niat yang kuat untuk membantu mereka 
yang sakit, sekarat/koma, dan meninggal.
Pelimpahan jasa dapat dilakukan kapan 
pun dalam kondisi niat yang optimal untuk 
kebaikan, kebajikan dan kebijaksanaan yang 
dituju kepada mereka yang kita kenal ataupun 
dapat ditambahkan kepada semua mahkluk 
hidup yang membutuhkan. yaitu  baik jika 
pelimpahan jasa ini diberitakan langsung kepada 
mereka yang kita bantu khususnya yang masih 
hidup (dalam keadaan sakit atau sekarat/koma), 
hal ini cukup membantu untuk menguatkan, 
membangkitkan energi baik kepada mereka. 
Alunan kebaikan dalam pelimpahan jasa 
seperti alunan udara yang sejuk dan berenergi 
yang dapat menenangkan mereka yang kita 
bantu. Pelimpahan jasa yaitu  bentuk karma 
atau perbuatan masa kini yang merupakan 
upaya yang cerdas dalam siasati musibah atau 
kematian.
 . Apakah penting untuk membangun, 
menyediakan tempat kematian atau 
kuburan yang mewah atau mahal bagi 
  
jasad yang telah meninggal?
Pertanyaan ini mengingatkan penulis pada 
kehidupan warga  Buddhis di Tibet. Sebagian 
besar warga  di sana memperlakukan 
tubuh mereka yang telah meninggal dengan 
cara tidak umum seperti yang dilakukan di 
beberapa warga  Buddhis lainnya atau 
warga  umum. Mereka memotong jasad 
menjadi bagian-bagian kecil untuk diberikan 
kepada hewan pemakan bangkai seperti 
burung nazar/hering, sisanya mereka biarkan 
di tanah agar dapat diurai oleh hewan-hewan 
pengurai di tanah sehingga tanah menjadi 
subur. Dengan adanya warga  Buddhis di 
Tibet yang melakukan hal demikian terhadap 
jasad yang telah meninggal, ini menunjukkan 
bahwa perlakukan terhadap jasad mereka yang 
telah meninggal sangat tergantung kepada 
budaya yang ada di warga  terdekat. 
Namun Buddha Gotama tidak menganjurkan 
dengan aturan-aturan khusus untuk 
memperlakukan jasad orang meninggal. Beliau 
hanya menjelaskan bahwa tubuh ini yaitu  
tidak kekal, sarang penyakit, rapuh dan tidak 
  
berdaya. Oleh sebab  itu janganlah melekat 
padanya (salah satu syair di Dhammapada). 
Untuk itu kita dapat memakai  referensi 
untuk untuk melihat bahwa sesungguhnya 
tubuh ini tidak perlu diistimewakan apalagi 
sesudah  meninggal. Beberapa sahabat-sahabat 
Buddhis mengkremasi tubuh mereka yang telah 
meninggal hingga menjadi abu, lalu abu tersebut 
sebagian disimpan, sebagian disebarkan di air 
yang mengalir atau ada pula yang menaburkan 
semuanya, atau ada juga yang ditanam, ada 
pula yang dimakamkan dengan cara sederhana. 
Semua ini tergantung atas seberapa dalam 
kita memahami sebuah jasad orang yang telah 
meninggal. Namun yaitu  lebih baik untuk 
menanyakan langsung kepada yang akan 
meninggal, ”Apa yang diharapkan atas tubuh/
jasad anda sesudah  anda meninggal?” Mintakan 
ia yang akan meninggal untuk menuliskannya 
di surat wasiat seperti yang telah diuraikan di 
atas. Jika jawabannya yaitu  terserah, maka 
buatlah yang paling bermakna pelepasan 
bukan bermakna kemelekatan yang memancing 
untuk mengalirkan air mata kesedihan, namun 
memancing untuk memunculkan energi baik, 
  
bajik dan bijak. Beberapa sahabat kita di Eropa 
dan Amerika, mereka yang ditinggalkan berorasi 
atau berpidato singkat mengenai jasa-jasa baik 
ia yang meninggal, sehingga para undangan yang 
hadir dalam upacara kematian dapat memetik 
nilai-nilai baik dari ia yang meninggal, dan 
mungkin ia yang meninggal dapat merasakan 
energi baik ini hingga menguatkannya menuju 
kehidupan lebih baik.
 . Bagaimana memperlakukan mereka yang 
meninggal sebab  kecelakaan?
Meninggal disebab kan kecelakaan atau 
musibah memang merupakan kematian yang 
tidak diharapkan. Kematian jenis ini memerlukan 
dukungan yang besar dari orang-orang sekitar 
yang dekat untuk kuat menerimanya, dan 
sekali lagi jika perlu jangan menangisinya 
atau meratapinya terlalu lama. Tangisan dan 
ratapan akan membuat ia yang meninggal 
dalam kecelakaan menjadi lebih sulit untuk 
memahami kematiannya. Maksudnya? Penulis 
pernah bertanya ke sahabat penulis yang 
mampu melihat dan berkomunikasi dengan 
alam kehidupan lain. Penulis menanyakan hal 
  
seperti yang ditanyakan dalam pertanyaan 
nomor   ini. Sahabat penulis menyatakan 
bahwa mereka yang meninggal sebab  
kecelakaan lebih sering terlahir di alam peta / 
setan. Mereka cenderung bingung, kesakitan, 
dan lebih sering belum siap menghadapi 
kematian mereka. Untuk itu mereka sering 
terlahir dan terkondisi di sekitar kejadian atau 
di lokasi terjadinya kecelakaan. Untuk itu perlu 
kiranya membacakan paritta, memberi  
karangan bunga atau membersihkan tempat 
kejadian agar ia yang meninggal merasakan 
dan mengerti atau minimal memahami bahwa 
ia sudah meninggal. Hal ini sudah dilakukan 
di banyak negara khususnya jika ada tragedi 
kematian massal, seperti masalah  bom Bali, masalah  
WTC di Amerika, dan lainnya mereka mendirikan 
monumen, memberi  bunga dan berdoa di 
lokasi untuk mengenang mereka yang sudah 
meninggal di sana. 
 . Apa yang menguatkan kita untuk berbuat 
baik, bajik, dan bijak selama hidup sebelum 
meninggal?
Penulis teringat kepada psikolog asal Amerika 
  
Serikat, Dr. Jim Tucker dari Universitas Virginia 
yang telah menemukan, menulis, meneliti 
mengenai kehidupan kembali sesudah  kematian 
khususnya kelahiran kembali di alam manusia. 
Sang psikolog ini telah menemukan lebih dari 
     masalah  kelahiran kembali yang terbesar di 
berbagai benua dan negara, baik negara yang 
mempercayai kelahiran kembali sampai negara 
yang tidak mempercayai kelahiran kembali. 
Kelahiran kembali ini dibahas secara ilmiah 
oleh Dr. Jim trucker dan menjadi wilayah baru 
dalam psikologi modern. Hal yang diteliti oleh 
psikolog ini, juga telah disampaikan dengan 
lebih komprehensif oleh Buddha Gotama 
bahwa kelahiran kembali itu ada dan kelahiran 
kembali itu ditentukan oleh warisan perbuatan 
di masa sebelumnya. Tentu warisan yang baik 
akan memberi  harta yang baik di kehidupan 
berikutnya, sebaliknya warisan yang buruk akan 
memberi  harta yang buruk di kehidupan 
berikutnya. Kebaikan, kebajikan, kebijakan 
sangat perlu kita deposit terus menerus 
tanpa henti bukan hanya untuk kelahiran atau 
kehidupan lebih baik, namun kita lakukan untuk 
membangkitkan benih-benih ke-Buddha-an 
yang tentu kita miliki sekarang. Apalagi selagi 
kita masih bertubuh manusia dan  berakal 
manusia (ada manusia yang hanya tubuhnya 
saja namun akalnya tidak manusia) yaitu  baik 
untuk kita berjuang mengoptimalkan kebaikan, 
kebajikan dan kebijaksanaan sesering mungkin, 
di manapun, kapan pun, dalam kondisi 
apapun.
 . Bagaimana menghadapi usia tua yang 
sudah tidak produktif, tidak aktif, dan 
cenderung pikun?
Jika kita pahami bahwa usia tua yaitu  
kelanjutan dari usia muda sebelumnya, maka 
kita sudah dapat merangkai sebuah rencana 
yang terukur, dan terarah untuk mempersiapkan 
kehidupan di usia tua kita. Usia tua menjadi 
sulit dan tidak terarah jika kita tidak pernah 
merencanakannya, dan cenderung apatis untuk 
mempersiapkan usia tua. Kesulitan terberat 
dalam usia tua yaitu  keangkuhan sebab  
pengalaman yang katanya segudang sehingga 
usia tua rawan akan penyakit mental berupa 
kesombongan serta penyakit mental lainnya 
seperti kemalasan yang muncul dari buah pikir 
yang menyatakan bahwa usia tua yaitu  usia 
senja yang tidak berarti atau usia yang kelabu. 
Mereka yang memandang usia tua sebagai usia 
yang kelabu cenderung menampilkan ekspresi 
yang bingung, gelisah, tidak ceria, dan mudah 
tersinggung. Pengertian ini penulis dapatkan 
sesudah  berkunjung beberapa kali ke rumah 
orang tua atau panti jompo. Beragam orang 
tua kita dapat pahami dengan beragam bentuk 
pemikiran yang penulis ketahui melalui sedikit 
wawancara bersama mereka.
Dalam psikologi gerontologi atau psikologi 
untuk orang lanjut usia menunjukkan mengenai 
pentingnya pemahaman yang baik atas usia 
tua sebagai usia yang masih dapat produktif 
serta bagaimana pemahaman ini muncul 
bukan saat  sudah tua namun  dimulai sejak 
sebelum tua. Ditemukan juga dalam beberapa 
penelitian bahwa ia yang berada dalam usia 
tua menjadi mudah pikun atau lupa atas 
kejadian tertentu yang terjadi beberapa waktu 
yang lalu disebabkan mereka tidak mendapat 
dukungan dari pasangannya, atau koleganya 
baik anaknya atau saudara-saudara dekatnya. 
Mereka yang pikun tidak memiliki aktivitas 
yang produktif, cenderung melamun serta 
sedikit berkomunikasi. Masalah lainnya di usia 
tua yaitu  post power syndrome atau sindrom 
akibat tidak berkuasa lagi atau tidak memiliki 
wilayah kekuasaan lagi. Hal ini terjadi pada 
mereka yang di waktu usia muda lebih sering 
memimpin atau menjadi pimpinan baik skala 
besar ataupun kecil dan saat  memasuki usia 
pensiun serta usia tua secara drastis kehilangan 
wilayah kekuasaan, dan menjadi ‘kaget’ atas hal 
ini sehingga terjadi sikap diri yang sulit diatur, 
semaunya, marah-marah sendiri, tidur tidak 
tenang, makan tidak nyaman. 
Segala masalah di usia tua sekali lagi disebab kan 
kurangnya persiapan saat  masih muda. 
Persiapan menjadi kata kunci untuk menikmati 
usia tua. Salah satu persiapan yang penting 
juga bagi perumah tangga yaitu  persiapan 
mata pencaharian di usia tua serta investasi 
yang dapat digunakan selama usia tua. Penulis 
sarankan yaitu  baik jika kita membuat peta 
perjalanan hidup kita sejak sekarang, mulailah 
membuat gambaran mengenai persiapan-
persiapan di usia tua kita. Misal jika penulis 
berhasil masuk usia tua, penulis akan terus 
menulis dan membaca membuat berbagai 
tulisan yang bermanfaat untuk penulis sendiri. 
Kemudian penulis akan abdikan kehidupan 
usia tua ini untuk membantu pusat meditasi, 
minimal penulis mendapat makan cukup, 
istirahat cukup bersama istri penulis, sedikit 
bekerja sebagai pemberi usulan atau ide dalam 
pengembangan pendidikan sesuai dengan 
pengalaman penulis dan yang terpenting lagi 
yaitu  penulis merencanakan untuk lebih 
sering berlatih lagi untuk meditasi. Rencanakan 
dan persiapkan usia tua kita sejak sekarang. 
Usia tua menjadi sulit bagi kita yang tidak 
melihatnya sejak sekarang. Lihatlah dengan 
segala kekurangannya, di usia tua kita dapat 
menemukan kelebihannya jika kita siapkan dari 
sekarang.

Related Posts:

  • sebelum sekaratKematian dalam Ajaran BuddhaKematian memiliki arti dan pandangan yang beragam. Tentu semua pengertian ini dibuat berdasarkan pemahaman sang pembuat pengertian. Apapun pengertiannya yang terpenting bag… Read More