Rabu, 10 Januari 2024

kematian lansia

  
Populasi lanjut usia di negara kita  semakin meningkat, baik jumlah 
absolutnya maupun proporsinya. Peningkatan ini tentu membutuhkan perhatian 
yang lebih, baik dari pemerintah, sektor swasta, organisasi non-pemerintah, 
praktisi kesehatan, serta warga  pada umumnya, mengingat bahwa 
permasalahan yang dihadapi oleh mereka yang berusia lanjut pada banyak hal 
berbeda dengan yang dihadapi pada kelompok usia yang lebih muda 
berdasar  Hasil Sensus Penduduk tahun 2010, negara kita  saat ini 
termasuk ke dalam lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia 
terbanyak di dunia yakni 18,1 juta jiwa atau 9,6% dari jumlah penduduk. 
berdasar  proyeksi Bappenas, jumlah penduduk lansia 60 tahun atau lebih 
diperkirakan  akan meningkat dari 18,1 juta (2010) menjadi 29,1 juta (2020) dan 
36 juta (2025). Dengan meningkatnya jumlah lanjut usia, tentunya akan diikuti 
dengan meningkatnya permasalahan kesehatan pada lanjut usia ,mengungkapkan bahwa dalam versi Central Intelligence Agency 
(CIA) yang merilis angka harapan hidup tahun 2012 sejumlah negara-negara di 
dunia, negara kita  berada di peringkat 136 dengan usia harapan hidup 71,62 tahun, 
dengan perbandingan usia harapan hidup perempuan di negara kita  lebih tinggi, 
74,29 tahun, dibandingkan pria yang hanya 69,07 tahun.  
 Proses menua (aging) adalah proses alami yang dihadapi manusia. Dalam 
proses ini , tahap yang paling krusial adalah tahap lanjut usia. Dalam tahap ini, 
pada diri manusia secara alami terjadi penurunan atau perubahan kondisi fisik, 
psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Supriyantoro 
(2010) mengungkapkan bahwa pada usia lanjut terjadi kemunduran sel-sel karena 
proses penuaan yang dapat berakibat pada kelemahan organ, kemunduran fisik, 
timbulnya berbagai macam penyakit terutama penyakit degeneratif. Sebagian 
Lansia akan mengalami hambatan dalam kehidupan mereka sehingga tidak 
sedikit dari mereka menarik diri dari kehidupan sosial, mengalami depresi dan 
tidak mau melakukan kegiatan-kegiatan produktif yang biasa dilakukan bahkan 
sampai pada keinginan bunuh diri. Selain itu akan muncul  berbagai penyakit 
degeneratif seperti  jantung koroner, stroke, patah tulang akibat osteoporosis, 
demensia dan lain-lain 
Usia lanjut juga dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai 
oleh penderitaan berbagai dengan masa penyakit dan keudzuran serta kesadaran 
bahwa setiap orang akan mati, maka kecemasan akan kematian menjadi masalah 
psikologis yang penting pada lansia, khususnya lansia yang mengalami penyakit 
kronis , Kecemasan akan kematian dapat berkaitan dengan 
datangnya kematian itu sendiri, dan dapat pula berkaitan dengan caranya 
kematian serta rasa sakit atau siksaan yang mungkin menyertai datangnya 
kematian.  
Pada umumnya, kecemasan merupakan suatu pikiran yang tidak 
menyenangkan, yang ditandai dengan kekhawatiran, rasa tidak tenang, dan 
perasaan yang tidak baik atau tidak enak yang tidak dapat dihindari oleh 
seseorang ,Disamping itu, ada beberapa faktor lain yang dapat 
menimbulkan kecemasan, salah satunya adalah situasi.
mengemukakan bahwa setiap situasi yang mengancam keberadaan organisme 
dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan dalam kadar terberat dirasakan 
sebagai akibat dari perubahan sosial yang sangat cepat. 
 

Lanjut usia (lansia) merupakan usia yang mendekati akhir siklus 
kehidupan manusia di dunia. Newman dan Newman (2009) membagi masa lansia 
ke dalam 2 periode , yaitu masa dewasa akhir (later adulthood) mulai usia 60 
sampai 75 tahun, dan usia yang sangat tua (very old age)  mulai usia 75 tahun 
sampai meninggal dunia. Menurut Bustan (2007) ada  beberapa karakteristik 
lansia yang perlu diketahui untuk mendeteksi masalah-masalah yang dialami 
lansia antara lain: (1) jenis kelamin; lansia lebih banyak wanita dari pada pria, (2) 
status perkawinan; status pasangan masih lengkap dengan tidak lengkap akan 
mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologi, (3) living 
arrangement; keadaan pasangan, tinggal sendiri, bersama istri atau suami, tinggal 
bersama anak atau keluarga lainnya, (4) kondisi kesehatan; pada kondisi sehat, 
lansia cenderung untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, 
sedangkan pada kondisi sakit menyebabkan lansia cenderung dibantu atau 
tergantung kepada orang lain dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari, (5) 
keadaan ekonomi; pada dasarnya lansia membutuhkan biaya yang tinggi untuk 
kelangsungan hidupnya, namun karena lansia tidak produktif lagi pendapatan 
lansia menurun sehingga tidak semua kebutuhan lansia dapat terpenuhi. 
Ross (1969) membagi perilaku dan proses berpikir seseorang menjelang 
kematian menjadi lima fase: penolakan dan isolasi kemarahan, tawar-menawar, 
depresi dan penerimaan. Penolakan dan asosiasi (denial and disolation), 
merupakan hasil pertama dimana orang menolak bahwa kematian benar-benar 
ada. Namun, penolakan biasanya sebagai bentuk pertahanan diri yang bersifat 
sementara dan kemudian akan digantikan dengan rasa penerimaan yang 
meningkat saat seseorang dihadapkan pada beberapa hal. Kemarahan (anger), 
merupakan fase kedua dimana orang yang menjelang kematian menyadari bahwa 
penolakan tidak dapat lagi dipertahankan. Penolakan sering memunculkan rasa 
benci, marah dan iri. Tawar-menawar (bargaining), merupakan fase ketiga 
dimana seseorang mengembangkan harapan bahwa kematian sewaktu-waktu 
dapat ditunda atau diundur. Depresi (depression), merupakan fase keempat 
dimana orang yang sekarat akhirnya menerima kematian. Pada titik ini, suatu 
periode depresi atau persiapan berduka mungkin muncul. Selanjutnya adalah 
penerimaan (acceptance), sebagai fase terakhir dimana seseorang 
mengembangkan rasa damai; menerima takdir; dan, dalam beberapa hal, ingin 
ditinggal sendiri. 
Menurut Erikson perkembangan 
psikososial masa dewasa akhir ditandai dengan tiga gejala penting, yaitu 
keintiman, generatif, dan integritas. Keintiman dapat diartikan sebagai suatu 
kemampuan memperhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan 
mereka. Orang-orang yang tidak dapat menjalin hubungan intim dengan orang 
lain akan terisolasi. Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim ini 
merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki masa 
dewasa akhir. Selanjutnya adalah generativitas yang merupakan tahap 
perkembangan psikososial yang dialami individu selama masa pertengahan masa 
dewasa. Ketika seseorang mendekati usia dewasa akhir, pandangan mereka 
mengenai jarak kehidupan cenderung berubah. Mereka tidak lagi memandang 
kehidupan dalam pengertian waktu masa anak-anak, seperti cara anak muda 
memandang kehidupan, tetapi mereka mulai memikirkan mengenai tahun yang 
tersisa untuk hidup. Pada masa ini, banyak orang yang membangun kembali 
kehidupan mereka dalam pengertian prioritas, menentukan apa yang penting 
untuk dilakukan dalam waktu yang masih tersisa. Selanjutnya adalah integritas 
yang dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah 
memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk dan ide-ide, serta setelah 
berhasil melakukan penyesuaian diri dengan berbagai keberhasilan dan kegagalan 
dalam kehidupannya. Lawan dari integritas adalah keputusan tertentu dalam 
menghadapi perubahan-perubahan siklus kehidupan individu, terhadap kondisi-
kondisi sosial dan historis, ditambah dengan kefanaan hidup menjelang kematian. 
Meskipun masih banyak waktu luang yang dapat dinikmati, namun karena 
penurunan fisik atau penyakit yang melemahkan telah membatasi kegiatan dan 
membuat orang tidak menrasa berdaya. ada  beberapa tekanan yang 
membuat orang pada usia ini menarik diri dari keterlibatan sosial: (1) ketika masa 
pensiun tiba dan lingkungan berubah, orang mungkin lepas dari peran dan 
aktifitas selama ini; (2) penyakit dan menurunnya kemampuan fisik dan mental, 
membuat ia terlalu memikirkan diri sendiri secara berlebihan; (3) orang-orang 
yang lebih muda disekitarnya cenderung menjauh darinya; dan (4) pada saat 
kematian semakin mendekat, orang seperti ingin membuang semua hal yang bagi 
dirinya tidak bermanfaat lagi. 
2. Kecemasan Menghadapi Kematian 
Kecemasan adalah respon psikologis terhadap stres yang mengandung 
komponen fisiologis dan psikologis, perasaan takut atau tidak tenang yang tidak 
diketahui sebabnya. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa  terancam baik 
secara  fisik maupun psikologik seperti harga diri, gambaran diri atau identitas 
diri. Kecemasan dimanifestasikan dalam tingkatan yang berbeda dari mulai 
ringan sampai berat. Manifestasi kecemasan yang terjadi tergantung  pada 
kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi ketegangan, harga diri  dan 
mekanisme koping. Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan 
tidak berdaya, keadaan emosi ini tidak dimiliki obyek yang spesifik, kondisi 
dialami secara subyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal 
 mengemukakan sikap yang berkaitan dengan 
kematian dapat berfokus pada hal-hal antara lain: (a)  sikap tentang diri individu 
pada saat sekarat yaitu merefleksikan ketakutan dan kecemasan tentang 
kemungkinan mengalami proses kematian yang panjang, sulit atau sakit, (b)  
sikap tentang kematian diri yaitu  berfokus kepada apa makna kematian  bagi diri 
individu, dan (c)  sikap tentang apa yang akan terjadi pada diri setelah kematian 
yaitu berfokus pada apa yang akan terjadi pada diri individu sesudah kematian, 
(d)  sikap yang berkaitan dengan kematian atau rasa kehilangan orang lain yang 
dicintai yaitu berfokus pada bagaimana individu memandang   kematian orang 
lain yang dicintai.  
 

1. Gambaran Subyek L 
 L adalah seorang pria berusia 60 tahun dengan tiga orang anak. L 
memiliki usaha kelontong di rumahnya. Sehari-hari Ia habiskan untuk mengurus 
usahanya bersama dengan istrinya. Ketiga anak L bekerja dan tinggal diluar kota. 
L rajin beribadah, Ia cukup aktif dan masih menjabat sebagai sekretaris wilayah 
di gerejanya. Saat ini L sering merasakan sakit pada tubuhnya, seperti sakit pada 
otot dan persendian, Ia juga merasa mudah lelah saat sedang melayani pembeli di 
tokonya. L jarang melakukan aktivitas-aktivitas ringan karena Ia merasa harus 
bekerja keras dan menabung untuk masa tuanya dan masa depan anak-anaknya. 
 Bagi L, kematian adalah takdir, dan akan dialami oleh semua mahluk 
hidup di bumi tanpa terkecuali. L mengatakan bahwa kematian tidak dapat 
dihindari, dan Ia merasa harus mempersiapkan diri jika saatnya tiba. Caranya 
mempersiapkan diri adalah dengan rajin beribadah, mendekatkan diri kepada 
Tuhan, rajin beramal, dan tak lupa menabung sedikit demi sedikit untuk masa 
depan anak-anaknya kelak. L yakin bahwa jika rajin beramal, berbuat baik, dan 
rajin beribadah maka Ia akan memiliki kehidupan yang lebih baik setelah mati. L 
juga mengatakan Ia menjadi sedih dan takut saat terkadang terpikir bagaimana 
jika istrinya yang meninggal terlebih dahulu, maka Ia akan sendirian dan tidak 
ada teman untuk berbagi lagi. L juga merasa cemas dikarenakan dirinya tidak 
memiliki asuransi kesehatan, Ia merasa kuatir jika Ia atau istrinya sakit, tidak ada 
biaya yang cukup untuk berobat. L tidak mau membebani anak-anaknya 
meskipun setiap bulan anak-anaknya rutin mengirimkan uang bagi kedua 
orangtuanya. 
 
2.  Gambaran Subyek P 
P adalah seorang wanita berusia 57 tahun, memiliki dua orang anak laki-
laki. Satu orang anaknya sudah menikah, bekerja dan tinggal diluar kota, 
sementara seorang anaknya lagi tinggal bersamanya. P bercerai dari suaminya 
setelah 15 tahun menikah. P mengatakan alasan perceraiannya adalah karena 
suaminya suka berjudi dan seringkali ringan tangan terhadap dirinya dan anak-
anaknya. Pada usia 38 tahun, P terkena mioma dan dioperasi. Delapan tahun 
kemudian didiagnosa mengalami kanker rahim dan menjalani operasi, kemudian 
kemoterapi dan terapi obat selama lima tahun.  
P mengatakan bahwa Ia belum siap jika kematian datang. Ia seringkali 
merasa takut saat mendengar berita-berita kematian. Ia merasa bahwa tujuan 
hidupnya banyak yang belum tercapai, misalnya Ia masih mengkhawatirkan anak 
keduanya yang belum menikah, Ia juga cemas jika kankernya kambuh lagi 
ataupun menjalar ke organ tubuh lain. Sehari-hari, Ia juga merasa cemas dan 
gelisah saat sendirian di rumah, Ia merasa tidak memiliki pasangan atau teman 
untuk berbagi, Ia juga cemas jika dirinya sekarat nanti tidak ada orang yang 
mengetahui sehingga Ia akan meninggal dengan kesakitan dan tidak ada yang 
menolong. P berusaha menyibukan diri dengan mencoba membuat puisi dan 
memelihara ikan hias, namun terkadang kecemasannya muncul tiba-tiba dan 
membuatnya sedih. P juga sering menarik diri dari tetangga ataupun teman-
temannya, terutama saat kecemasan atau ketakutannya muncul, Ia sering 
mengeluh sakit kepala, tidak ada nafsu makan, juga tidak ada energi untuk 
melakukan aktivitas sehari-hari seperti memasak, menyapu, dan lainnya, serta 
tidak ada minat sosial. 
 mengemukakan sikap yang berkaitan dengan 
kematian dapat berfokus pada hal-hal antara lain adalah sikap tentang kematian 
diri yaitu  berfokus kepada apa makna kematian bagi diri individu, subyek L 
menyadari bahwa kematian adalah takdir semua orang tanpa terkecuali, kematian 
tidak dapat dihindari dan harus dihadapi, maka Ia berusaha untuk mempersiapkan 
dirinya jika saatnya tiba, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa L mengetahui 
dengan jelas apa makna kematian bagi dirinya. Selain itu, sikap lainnya adalah 
mengenai apa yang akan terjadi pada diri setelah kematian, L merasa yakin 
bahwa jika Ia mempersiapkan diri dengan baik maka Ia akan memiliki kehidupan 
yang lebih baik setelah mati. Selanjutnya adalah sikap yang berkaitan dengan 
kematian atau rasa kehilangan orang lain yang dicintai yaitu berfokus pada 
bagaimana individu memandang kematian orang lain yang dicintai, L merasa 
cemas dan takut jika istrinya meninggal terlebih dahulu, Ia takut tidak punya 
teman untuk berbagi lagi, hal ini juga didukung dengan kondisi tempat tinggal 
ketiga anaknya yang jauh dari dirinya. 
mengemukakan bahwa status pasangan yang masih 
lengkap dengan tidak lengkap akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik 
fisik maupun psikologi, pada kasus P, dapat dikatakan bahwa P mengalami 
kecemasan dan isolasi sosial dikarenakan merasa tidak memiliki pasangan 
ataupun teman untuk berbagi. P sudah sekian tahun hidup tanpa pasangan dan 
hanya dapat berbincang-bincang dengan anak laki-lakinya saat menjelang malam 
setelah anaknya pulang dari tempat kerjanya. Saat kecemasan atau ketakutannya 
muncul, kesehatan dan aktivitasnya menjadi terganggu, seperti kepala pusing, 
tidak nafsu makan, tidak ada energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari. P juga 
seringkali menarik diri dari lingkungannya dan merasa tidak ada minat sosial, Ia 
juga cemas saat memikirkan kematian karena merasa tidak siap dan takut 
menderita saat mati. Hal ini  sesuai dengan teori yang dikemukakan Erikson 
(dalam Papalia, Olds & Feldman, 2005), bahwa ada  beberapa tekanan yang 
membuat orang pada usia dewasa akhir menarik diri dari keterlibatan sosial 
antara lain penyakit dan menurunnya kemampuan fisik dan mental, orang-orang 
yang lebih muda disekitarnya cenderung menjauh darinya; dan pada saat 
kematian semakin mendekat, orang seperti ingin membuang semua hal yang bagi 
dirinya tidak bermanfaat lagi. 
 berdasar  hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa kematian dapat 
dipandang dari berbagai sudut pandang. Kematian dapat dipandang sebagai 
sesuatu hal yang menakutkan, ataupun dimaknai sebagai suatu hal yang tidak 
dapat dihindari, ada  kehidupan yang lebih baik setelah mati. Tingkat 
religiusitas seseorang dapat mempengaruhi pandangan seseorang akan kematian. 
Kondisi kehidupan seperti ada atau tidaknya pasangan, kondisi kesehatan, kondisi 
lingkungan sekitar juga dapat mempengaruhi pandangan seseorang akan 
kematian. Pada subyek L, dapat disimpulkan bahwa kecemasan dalam 
menghadapi kematian cenderung ringan, dan Ia sudah siap jika kematiannya tiba. 
Sementara pada subyek P, cenderung cemas menghadapi kematian dikarenakan 
beberapa hal, antara lain takut akan kematian itu sendiri, takut mati karena 
banyak tujuan hidup yang belum tercapai, juga merasa cemas karena merasa 
sendirian dan tidak akan ada yang menolong saat Ia sekarat nantinya.   
Saran yang dapat diberikan kepada Subyek L adalah tetap melakukan 
aktivitas dan kegiatannya di gereja,  juga dapat mengisi waktu luangnya dengan 
kegiatan atau aktivitas ringan dan menyenangkan seperti berjalan-jalan di sore 
hari, menonton televisi, atau melakukan hobi memancingnya agar Ia selalu 
merasa santai dan bahagia. Saran yang dapat diberikan bagi Subyek P adalah agar 
memperluas interaksi sosialnya dengan orang lain, baik dengan orang yang lebih 
muda maupun yang sebaya dengannya. Subyek disarankan mulai membuka diri 
terhadap lingkungan sekitarnya, misalnya sering berkunjung ke tetangga, atau 
tidak menolak jika ada tetangga yang datang ataupun teman yang mengajaknya 
pergi. Subyek juga dapat mengikuti kursus relaksasi diri ataupun olahraga ringan 
lainnya untuk tujuan relaksasi. Dengan interaksi sosial dan relaksasi, diharapkan 
Subyek lebih dapat berpikir positif, tidak mudah cemas, dan tidak merasa 
terisolasi.