Rabu, 10 Januari 2024
ilmu kalam 1
By tewasx.blogspot.com at Januari 10, 2024
ilmu kalam 1
Al Adl, : bahwa Allah adalah Maha Adil.
Al Ba’ts: (kebangkitan) adalah keluarnya orang-orang mati dari kubur mereka setelah
jasad mereka yang hancur dimakan tanah dikembalikan seperti semula.
Al Hasyr: adalah dikumpulkannya para hamba ke suatu tempat setelah dibangkitkan
Al Haudl: adalah telaga yang telah Allah sediakan di dalamnya minuman bagi
orang-orang surga. Mereka meminum darinya sebelum masuk surga setelah
selamat melewati jembatan shirath
Al Imamah,: bahwa Syiah meyakini adanya imam-imam yang senantiasa memimpin umat
sebagai penerus risalah kenabian.
Al Ma'ad,: bahwa akan terjadinya hari kebangkitan.
Al Mizan: seperti timbangan yang ada di dunia, memiliki batang, tiang dan dua neraca; satu
neraca untuk kebaikan dan satu neraca untuk keburukan.
al-Hanifiyat al-Samhat, ( ΔΤϤδϟ ΔϴϔϴϨΤϟ): yakni sikap toleran, terbuka, dan inklusif.
Al-Kautsar: bisa berarti kebaikan yang banyak atau berarti nama sungai di surga atau nama
telaga di surga bagi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
al-Tahkim: (arbitrase) yakni mengangkat Kitab Al Qur’an diatas tombak.
An Nubuwwah,: bahwa kepercayaan Syi'ah meyakini keberadaan para nabi sebagai
pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia
Asy`ariyah: adalah sebuah paham akidah yang dinisbatkan kepada Abul Hasan Al Asy`ariy.
At Tauhid: bahwa Allah adalah Maha Esa.
B
Barzakh: Alam kubur
Bayt Lahm; tempat dilahirkannya Nabi Isa al-Masih bin Maryam
Dajjal: manusia dari anak turun Nabi Adam, riwayat yang kuat dia berasal dari Bani Israil
D
Dzira: hasta
F
Free will, freedom of willingness atau freedom of action,: yaitu kebebasan untuk
berkehendak atau kebebasan untuk berbuat.
-- 169
H
Hisab: diperlihatkannya amal perbuatan para hamba kepada mereka
I
Ilahiyat: masalah yang berkaitan dengan ketuhanan
Ilmu Kalam: adalah ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan
menggunakan argumentasi yang rasional sebagai bukti kebenaran al-Qur’an dan
hadis
Imam Mahdi: seorang keturunan ahlul bait yang namanya sama dengan nama Nabi
Muhammad dan nama ayahnya juga sama yaitu Abdullah
Isra’: (perjalanan di malam hari) perjalanan Nabi di waktu malam hari dari Masjid Al-
Haram di Mekah menuju Masjid Al-Aqsha di Palestina dalam waktu relatif
singkat.
J
Jabara: yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu.
K
Khawarij: secara bahasa diambil dari Bahasa Arab khawaarij, secara harfiah berarti mereka
yang keluar.
Kiamat: hari dibangkitkan manusia dari alam kubur untuk digiring ke padang makhsyar
dan mempertanggung jawabkan semua amal ibadahnya (hisab). Sebagian ulama
mendefinisikan hari kiamat dengan hancurnya dunia ini secara total tidak ada lagi
kehidupan
M
Maturidiyah: merupakan aliran teologi yang bercorak rasional-tradisional. Nama aliran itu
dinisbahkan dari nama pendirinya, Abu Mansur Muhammad Al Maturidi
Mauqif: Fase yang akan dilalui oleh makhluk setelah dibangkitkan kembali
Mi’raj: (alat untuk naik atau tangga) naiknya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam, dari Masjid Al-Aqsha ke langit sampai Sidratul Muntaha, terus sampai
ke tempat yang paling tinggi untuk menerima wahyu dari Allah subhanahu wa
ta’ala
Murji`ah: adalah orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa
yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak
N
Nadzara: melihat secara abstrak dalam arti berpikir dan merenungkan
Neraka: adalah tempat yang telah Allah siapkan untuk menyiksa orang-orang kafir, siksaan yang
tiada berhenti untuk selamanya
Nububiyah: hubungan yang memperhatikan antara Allah dengan makhluk
Q
Qadariyah: suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh
Tuhan.
R
Ruhuniyat: kajian tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan alam metafisik seperti
malaikat, jin, iblis, setan, roh dan lain sebagainya
S
Sakaratul maut: adalah rasa sakit yang menyerang jiwa dan menjalar keseluruh
bagian jiwa sehingga tidak akan ada lagi satu pun bagian jiwa yang
terbebas dari rasa sakit itu
Shirath: jembatan lebar yang terbentang di atas neraka Jahannam dan dilewati oleh manusia
dan jin.
Sidratulmuntaha: pohon besar yang sangat indah sehingga tidak ada seorangpun yang
mampu menyifatinya (menjelaskan keindahannya secara detail), dikerumuni
kupu-kupu dari emas. Akarnya di langit ke enam dan menjulang tinggi hingga ke
langit ke tujuh, Rasulullah melihatnya ketika beliau berada di langit ke tujuh.
Surga: adalah tempat kenikmatan dan keselamatan yang kekal dan abadi
Syafa’at: meminta kebaikan dari yang lain untuk orang lain. Dalam hal ini orang yang memberikan
syafa’at memohon kebaikan kepada Allah untuk orang lain bukan untuk dirinya sendiri
Syi’ah: Adalah bentuk pendek dari kalimat Syi`ah Ali yaitu : 0rang-orang yang mengaku
pengikut/partai Ali bin Abi Thalib ra.
T
Tadabbara: dalam arti merenungkan sebagaimana terdapat dalam beberapa ayat
Thur Saina’; tempat Nabi Musa mendengar kalâm Allah yang ‘azali (yang bukan huruf,
suara maupun bahasa).
Tiberia: danau yang ada di palestina
W
wurud dukhul : melewati shirath lalu masuk ke neraka
wurud murur: mendatangi shirath dengan melewati di atas udaranya
Y
Ya’juj wa Ma’juj: manusia dari keturunan Nabi Adam yang berasal dari dua kabilah,
mereka semua adalah orang-orang kafir
Pancasila sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa,” merupakan penjabaran inti atas
ilmu kalam atau ilmu teologi Islam berupa ketauhidan, bahkan seluruh ajaran agama Islam.
Sila berikutnya dari sila kedua sampai kelima Pancasila merupakan petunjuk untuk
membumikan atau melaksanakan atas pokok-pokok ajaran ilmu kalam atau teologi Islam.
Oleh karenanya, Ajaran Islam tidak bertentangan sama sekali dengan Pancasila. Sehingga
tidak berlebihan jika kita berkeyakinan bahwa Pancasila adalah Islam dan Islam adalah
Pancasila. Menurut Nurcholish, Pancasila dipandang sebagai kesamaan pandang (kalimatun
Sawa’) bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa yang beraneka macam suku, ras,
agama, dan kepercayaan atau keyakinan. Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa
merupakan kalimatun Sawâ’ atau teologi universal. Karenanya, menurut Nurcholish, dalam
kehidupan pluralitas beragama yang diikat dalam satu bangsa ini, perlu dikembangkan sikap
keberagamaan yang, al-hanifiyah al-samhah, (ȓȨɮȸɦȄȓʊɘʊɳݰݍȄ), yakni sikap toleran, terbuka,
dan inklusif.
Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas berbagai masalah ketuhanan dengan
menggunakan argumentasi yang rasional atau sesuai dengan pemahaman akal manusia. Kitab
Suci Al-Quran menegaskan bahwa fondasi agama dan iman adalah pemikiran logis. Al-Quran
selalu menekankan agar manusia beriman dengan menggunakan pikiran. Dalam pandangan
Al-Quran, taklid belum dapat dikatakan cukup untuk mengimani dan memahami keyakinan-
keyakinan (akidah) pokoknya. Karena itu, manusia harus melakukan telaah atau investigasi
rasional atas prinsip-prinsip dasar dan akidah-akidah agama.
Ilmu Kalam merupakan salah satu ilmu Islam, sebuah disiplin rasional dan logis. Ilmu
kalam merupakan sebuah ilmu yang mengkaji doktrin-doktrin dasar atau akidah-akidah
pokok Islam (ushuluddin). Ilmu Kalam mengidentifikasi akidah-akidah pokok dan berupaya
membuktikan keabsahannya dan menjawab keraguan terhadap akidah-akidah pokok tersebut.
Di masa lalu, juga disebut ushuluddin atau 'ilmu at-tauhid wash shifat. Ilmu ini menjelaskan
iman dan akidah Islam, membahasnya dari segala aspeknya, dan memaparkan alasan-alasan
untuk memperkuatnya. Namun demikian, di zaman sekarang, teologi Islam tersebut kurang
mampu membumi karena hanya pembahasan yang bersifat samawy (langit). Oleh karena itu,
teologi Islam juga harus dibumikan secara sosial yaitu yang memuat tentang ketuhanan, yang
bermanfaat bagi kehidupan kemanusiaan, bahkan bagi alam semesta. Teologi Islam harus
memberikan sumbangan pada dunia, karena itu harus aktif dalam berbagai kehidupan nyata
yang bersifat duniawi.
1. Pengertian Ilmu Kalam
a. Pengertian Secara Etimologi (Bahasa)
Secara etimologis ilmu adalah suatu pengetahuan dan kalam yaitu : perkataan atau
percakapan. Kalam yang dimaksud bukan pembicaraan dalam pengertian sehari-hari,
melainkan dalam pengertian pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan
logika. Maka ciri utama ilmu kalam ialah rasionalitas.
b. Pengertian Secara Etimologi
1) Menurut Musthafa Abdul Raziq
Sesungguhnya ilmu ini berdasarkan argumentasi-argumentasi rasional yang
berkaitan dengan keimanan dengan metode analisa.
2) Menurut Al Farabi
Ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang membahas dzat dan sifat Allah beserta
eksistensi semua yang mungkin (makhluk) mulai dari penciptaan hingga
kebangkitan berlandaskan doktrin Islam.
3) Menurut Ibnu Khaldun
Ilmu kalam adalah ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang
akidah imani berdasarkan dalil-dalil rasional.
4) Menurut TM. Hasby ash-Shidiqy
Ilmu tauhid/ kalam adalah ilmu yang membicarakan tentang cara-cara
menetapkan akidah agama dengan mempergunakan dalil-dalil yang meyakinkan,
baik dalil itu naqli, aqli, maupun dalil wijdani (perasaan yang halus)
Jadi Ilmu Kalam adalah Ilmu yang membicarakan/membahas tentang masalah
ketuhanan/ketauhidan (mengesakan Tuhan) dengan menggunakan dalil-dalil fikiran
dan disertai alasan-alasan yang rasional.
2. Nama-Nama Ilmu Kalam dan Sebab Penamaanya
a. Ilmu Kalam
Membahas tentang ketuhanan yang logika maksudnya dalil-dalil aqliyah dari
permasalahan sifat kalam bagi Allah. Ada beberapa alasan dinamai dengan Ilmu
Kalam, di antaranya :
1) Sebagian para ulama ketika menjelaskan berbagai persoalan dalam hal-hal
akidah Islam itu dengan ilmu kalam, untuk membedakan dengan yang
biasa digunakan oleh para filosof.
2) Para ulama menyebuttkan metodenya itu dengan sebutan al-kalam, sehingga
mereka disebut ahlul kalam, sedang para filosof dapat disebut ahli mantiq.
3) Pada abad ke 2 H, ada persoalan yang menggoncangkan umat Islam yaitu
tentang persoalan kalamullah. Apakah al-Qur’an itu diciptakan atau bukan,
baru (hadits) atau terdahulu (qodim).
b. Ilmu Ushuluddin
Sebab penamaan ilmu ushuluddin terfokus pada akidah atau keyakinan Allah Swt..
Atau yang membahas pokok-pokok dalil Agama.
c. Ilmu Tauhid
Disebut ilmu tauhid karena membahas ke-Esaan Allah Swt.. baik menyangkut dzat,
sifat dan perbuatan.
d. Fiqh Al Akbar
Menurut Abu Hanifah hukum Islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi menjadi
dua yaitu fiqh al akbar (pokok-pokok agama) dan fiqh al asghar (membahas hal-hal
yang berkaitan dengan masalah muamalah)
e. Teologi Islam
Teologi Islam merupakan istilah yang diambil dari bahasa Inggris, theology yakni
ilmu yang membahas masalah ketuhanan. Ilmu kalam disebut juga Ilmu Teologi
karena Teologi membicarakan zat Tuhan dari segalah aspeknya.
3. Ruang Lingkup Ilmu Kalam
Ruang lingkup permasalahan atau pokok permasalahan Ilmu Kalam menurut Hasan Al
Banna, imeliputi persoalan-persoalan sebagai berikut :
a. Ilahiyyah
Ilahiyyah adalah masalah yang berkaitan dengan ketuhanan. Aspek yang
diperdebatkan antara lain:
1) Sifat-sifat Tuhan
2) Qudrat dan Iradat Tuhan
3) Persoalan kemauan bebas manusia
4) Masalah Al Qur’an, apakah makhluk atau tidak
b. Nubuwwah
Nubuwwah adalah hubungan yang memperhatikan antara Allah dengan makhluk, di
dalam hal ini membicarakan tentang hal-hal sebagai berikut:
1) Utusan-utusan Tuhan atau petugas-petugas yang telah di tetapkan Tuhan
melakukan pekerjaan tertentu yaitu Malaikat.
2) Wahyu yang disampaikan Tuhan sendiri kepada para Rasul-Nya baik secara
langsung maupun dengan perantara Malaikat.
3) Para Rasul itu sendiri yang menerima perintah dari Allah untuk menyampaikan
ajarannya kepada manusia.
c. Ruhiyyah
Ruhiyyah adalah kajian tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan alam metafisik
seperti malaikat, jin, iblis, setan, roh dan lain sebagainya.
d. Sam’iyyah
Sam’iyyah adalah persoalan-persoalan yang berkenaan dengan kehidupan sesudah
mati yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1) Kebangkitan manusia kembali di akhirat
2) Hari perhitungan
3) Persoalan shirat (jembatan)
4) Persoalan yang berhubungan dengan tempat pembalasan yaitu surga atau neraka
4. Peranan Dalil dalam Ilmu Kalam
a. Naqli
AlQur’an dan Hadits merupakan sumber utama yang menerangkan tentang wujud
Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya dan permasalahan akidah Islamiyah
uang lainnya. Para mutakallim tidak pernah lepas dari nash-nash Al-Qur’an dan
hadits ketika berbicara masalah ketuhanan. Masing-masing kelompok dalam ilmu
kalam mencoba memahami dan menafsirkan Al-Qur’an dan Hadits lalu kemudian
menjadikannya sebagai penguat argumentasi/ logika mereka.
Sebagai sumber ilmu kalam. Al-Qur’an banyak menyinggung hal yang berkaitan
dengan masalah ketuhanan, di antaranya : QS. AlIkhlas: 3-4, QS Al-Furqan: 59, QS
An Nisa: 125, QS Al Anbiya: 92. (Silahkan lihat al-Qur’an dan Tafsir)
Hadits Nabi Saw. yang membicarakan masalah masalah yang dibahas dalam ilmu
kalam. Di antaranya adalah hadits Nabi Saw. yang menjelaskan tentang hakikat
keimanan.
Dari Syayyidina Umar ra berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah
Saw. suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju
yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-
bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang
mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan
kedua lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Saw.) seraya berkata:“ Ya
Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah
Saw.:“ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada Ilah (Tuhan yang
disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah,
engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji
jika mampu“, kemudian dia berkata:“ anda benar“. Kami semua heran, dia
yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi:“
Beritahukan aku tentang Iman“. Lalu beliau bersabda:“ Engkau beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan
hari akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“,
kemudian dia berkata:“anda benar“. Kemudian dia berkata lagi:“
Beritahukan aku tentang ihsan“. Lalu beliau bersabda: “ Ihsan adalah engkau
beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak
melihatnya maka Dia melihat engkau. Kemudian dia berkata:“Beritahukan
aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”.Beliau bersabda:“Yang ditanya
tidak lebih tahu dari yang bertanya“. Dia berkata:“ Beritahukan aku tentang
tanda-tandanya“, beliau bersabda:“ Jika seorang hamba melahirkan tuannya
dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan
penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan
bangunannya“, kemudian orang itu berlalu dan aku berdiam sebentar.
Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya:“Tahukah engkau siapa yang
bertanya?”. aku berkata:“Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“. Beliau
bersabda:“ Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud)
mengajarkan agama kalian “.(HR. Muslim)
b. Aqli
Kata ‘aql dalam bahasa Arab mempunyai beberapa arti, di antaranya: Addiyah
(denda), alhikmah (kebijakan), husnut tasharruf (tindakan yang baik atau tepat).
Secara terminologi, ‘aql digunakan untuk dua pengertian:
1) Akal merupakan ‘ardh atau bagian dari indera yang ada dalam diri manusia yang
bisa ada dan bisa hilang.
2) Akal adalah insting yang diciptakan Allah kemudian diberi muatan tertentu
berupa kesiapan dan kemampuan yang dapat melahirkan sejumlah aktivitas
pemikiran yang berguna bagi kehidupan manusia.
Ajaran Islam mendorong penggunaan akal untuk digunakan dalam kaitanya dengan
hal yang bersifat positif/ baik, seperti Allah menciptakanya untuk manusia. Beberapa
dalil yang menjadi dasar penggunaan akal adalah
1) Akal merupakan syarat yang harus ada dalam diri manusia untuk dapat
menerima taklif (beban kewajiban) dari Allah.
2) Allah mencela orang yang tidak menggunakan akalnya. Seperti, celaan Allah
terhadap ahli Neraka yang tidak menggunakan akalnya. Seperti dalam QS. Al-
Mulk: 10. (Silahkan lihat al-Qur’an dan Tafsir)
3) Adanya ungkapan dalam Al Qur’an yang mendorong penggunaan akal.
Ungkapan Al Qur’an tersebut misalnya, tadabbur, tafakkur, ta’aqqul dan
lainnya. Maka kalimat seperti la’allakum tatafakkaruun (mudah-mudahan kamu
berfikir), atau afalaa ta’qiluun (apakah kamu tidak berakal), dan jugaafalaa
yatadabbaruunal Qur’an (apakah mereka tidak mentadabburi/merenungi isi
kandungan Al Qur’an) dan lainnya.
4) Islam memuji orang-orang yang menggunakan akalnya dalam memahami dan
mengikuti kebenaran, seperti QS. Al Mujadalah: 11. (Silahkan lihat al-Qur’an
dan Tafsir)
5) Islam mencela taqlid yang membatasi dan melumpuhkan fungsi dan kerja akal.
Perbedaan antara taqlid dan ittiba’ adalah sebagaimana telah dikatakan oleh Imam
Ahmad bin Hanbal, Ittiba’ adalah seseorang mengikuti apa-apa yang datang dari
Rasulullah, sedang taqlid menerima apa adanya tanpa mengetahui dasar dan latar
belakangnya. Seperti dalam QS. AlBaqarah: 170. (Silahkan lihat al-Qur’an dan
Tafsir)
5. Fungsi Ilmu Kalam
a. Untuk menolak akidah yang sesat dengan berusaha menghindari tantangan-
tantangan dengan cara memberikan penjelasan duduk perkaranya timbul
pertentangan itu, selanjutnya membuat suatu garis kritik sehat berdasarkan logika.
b. Memberikan penguatan landasan keimanan umat Islam melalui pendekatan filosofis
dan logis, sehingga kebenaran kebenarann Islam tidak saja dipahami secara
dogmatis (diterima apa adanya) tetapi bisa juga dipaparkan secara rasional.
c. Menopang dan menguatkan sistem nilai ajaran Islam yang terdiri atas tiga pokok,
yaitu iman sebagai landasan akidah, Islam sebagai manifestasi syariat, ibadah, dan
muamalah, serta ihsan sebagai aktualisasi akhlak.
d. Menjawab problematika penyimpangan teologi agama lain yang dapat merusak
akidah umat Islam, khususnya ketika Islam bersinggung dengan teologi agama lain
dalam masyarakat yang heterogen (berbeda-beda).
6. Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu Lain
a. Persamaan dan Perbedaan Ilmu Kalam, Ilmu TaSawuf dan Ilmu Filsafat
Ilmu kalam, filsafat, dan tasawuf mempunyai kemiripan objek kajian.
Objek kajian ilmu kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan-Nya. Objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan disamping masalah
alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Sedangkan objek kajian taSawuf adalah
Tuhan, yakni upaya-upaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi dilihat dari objeknya
ketiga ilmu itu membahas tentang ketuhanan.
Perbedaan antara ketiga ilmu tersebut terletak pada aspek metodologinya. Ilmu
kalam, sebagai ilmu yang menggunakan logika (aqliyah landasan pemahaman yang
cenderung menggunakan metode berfikir filosofis) dan argumentasi naqliyah yang
berfungsi untuk mempertahankan keyakinan ajaran agama. Sementara filsafat adalah
sebuah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran rasional. Filsafat
menghampiri kebenaran dengan cara menuangkan akal budi secara radikal
(mengakar) dan integral (menyeluruh) serta universal (mendalam) dan terikat logika.
Sedangkan ilmu taSawuf mealalui penghayatan yang mendalam lewat hati (dzauq).
b. Korelasi antara Ilmu Kalam dengan Filsafat, Tasawuf, dan Fiqih
1) Ilmu Kalam dengan Filsafat
a) Ilmu kalam merupakan bagian atau ruang lingkup dari terutama filsafat Islam
karena persoalan-persoalan ketuhanan meluas yang dalam kenyataanya
penggunaan dalil aqli melebihi dalil naqli.
b) Filsafat dijadikan sebagai alat untuk membenarkan nash agama. Filsafat
mengawali pembuktiannya dengan argumentasi akal, barulah pembenarannya
diberikan wahyu sedangkan ilmu kalam mencari wahyu yang berbicara tentang
keberadaan Tuhan dan sifat-sifatNya baru kemudian didukung oleh
argumentasi akal.
Ilmu Kalam adalah Ilmu yang membicarakan/membahas tentang masalah
ketuhanan/ketauhidan (mengesakan Tuhan) dengan menggunakan dalil-dalil fikiran dan
disertai alasan-alasan yang rasional.
Ilmu Kalam memiliki banyak nama, di antaranya: Ilmu Kalam, Ilmu Ushuluddin, Ilmu
Tauhid, Fiqh Al Akbar, Teologi Islam.
Di antara objek kajian ilmu kalam adalah: Ilahiyyah, Nubuwwah, Ruhiyyah, Sam’iyyah
Adapun fungsi ilmu kalam adalah: untuk menolak akidah yang sesat;
Memberikan penguatan landasan keimanan umat Islam melalui pendekatan filosofis dan
logis; menopang dan menguatkan sistem nilai ajaran Islam yang terdiri atas tiga pokok,
yaitu iman, Islam , serta ihsan; dan menjawab problematika penyimpangan teologi agama
lain yang dapat merusak akidah umat Islam,
Ilmu Kalam juga memiliki keterikatan dengan ilmu lain, seperti: Filsafat, Tasawuf, Fiqih
dan Ushul Fiqih
--
Pada masa Nabi Saw. umat Islam adalah umat yang satu, mereka satu akidah, satu
syariah dan satu akhlaqul karimah karena jika ada sedikit perbedaan langsung ditanyakan
kepada beliau dan bila terdapat perselisihan pendapat di antara mereka, maka hal tersebut
dapat diatasi dengan wahyu dan tidak ada perselisihan di antara mereka. Pada masa
pemerintahan Khulafaur Rasyidin mulailah adanya perselisihan. Awal mula adanya
perselisihan dipicu oleh Abdullah bin Saba’ (seorang Yahudi) pada pemerintahan khalifah
Usman bin Affan dan berlanjut pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib. Dan awal adanya
gejala timbulnya aliran-aliran adalah sejak kekhalifahan Utsman bin Affan.
Pada masa khalifah Utsman bin Affan dengan latar belakang kepentingan kelompok,
yang mengarah pada terjadinya perselisihan sampai terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan.
Kemudian digantikan oleh Ali bin Abi Thalib, pada masa itu perpecahan di tubuh umat Islam
terus berlanjut. Umat Islam pada masa itu ada yang pro terhadap kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib yang menamakan dirinya kelompok syi’ah, dan yang kontra yang menamakan dirinya
kelompok Khawarij. Akhirnya perpecahan memuncak, kemudian terjadilah perang Jamal
yaitu perang antara Ali dengan Aisyah dan perang Siffin yaitu perang antara Khalifah Ali bin
Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abi Sofyan. Bermula dari itulah akhirnya timbul berbagai
aliran di kalangan umat Islam, masing-masing kelompok juga terpecah belah, akhirnya
1. Sejarah Perkembangan Ilmu Kalam
Pasca wafatnya Rasulullah Saw. kaum muslimin berkumpul di Saqifah bani Sa’adah
untuk memilih khalifah pengganti Rasulullah Saw. Pertemuan tersebut dihadiri oleh dua
kelompok besar, yaitu Anshar dan Muhajirin. Di antara pendukung kaum Anshar adalah
Saad bin Ibadah, Qais bin Saad dan Habab bin Mundzir. Delegasi Anshar menginginkan
agar khalifah dipilih dari golongan mereka. Menurutnya, golongan Anshar adalah orang-
orang yang membantu perjuangan Rasulullah Saw. dalam pengembangan dakwah Islam dari
Madinah. Merekalah yang memberikan tempat bagi Rasulullah Saw. dan kaum muhajirin
setelah pindah dari Makkah ke Madinah.
Sementara kaum Muhajirin yang diwakili oleh Abu Bakar Ash Shidiq ra, Umar bin
Khattab ra dan Abu Ubaidah menginginkan agar khalifah dipilih dari partai mereka. Bagi
mereka, orang pertama yang membantu perjuangan Rasulullah Saw., disamping itu, mereka
masih kerabat dekat dengan Rasulullah Saw. Abu Bakar Ash Shidiq ra lebih memilih Abu
Ubaidah atau Umar bin Khatab ra sebagai khalifah. Namun Umar dan Abu Ubaidah justru
lebih mengedepankan Abu Bakar Ash Shiddiq ra dengan alasan karena beliau orang yang
ditunjuk Rasulullah Saw. sebagai imam shalat ketika Beliau sakit.
Basyir bin Saad yang berasal dari suku Khazraj melihat bahwa perselisihan antara
dua kubu tersebut jika dibiarkan dapat mengakibatkan perpecahan dikalangan umat Islam.
Untuk menghindari hal itu, ia angkat bicara dan menerangkan kepada para peserta sidang
bahwa semua yang dilakkan kaum muslimin, baik dari partai Muhajirin ataupun Anshar
hanyalah untuk mencari ridha Allah Swt.. Tidak layak jika kedua partai mengungkit-ungkit
kebaikan dan keutamaan masing-masing demi kepentingan politik. Kemudian Basyir bin
Saat membait Abu Bakar Ash Shidiq ra. Sikap Basyir dikecam oleh Habban bin Mundzir
dari kaum Anshar. Ia dianggap telah menyalahi kesepakatan Anshar untuk memilih khalifah
dari partainya. Namun Basyir menjawab, Demi Allah tidak demikian. Saya membenci
perselisihan dengan suku yang memang memiliki hak untuk menjadi khalifah.
--
Mayoritas suku Aus dari partai Anshar mengedepankan Saad bin Ibadah sebagai khalifah.
Namun kemudian Asyad bin Khudair yang juga dari suku Aus berdiri membaiat Abu Bakar
Ash Shidiq ra. Ia menyeru pada para hadirin untuk mengikuti jejaknya. Merekapun bangkit
ikut membaiat dan memberikan dukungan pada Abu Bakar Ash Shidiq ra kemudian terpilih
sebagai Khalifah pertama umat Islam
Setelah Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq ra wafat segera digantikan Umar bin
Khattab ra secara aklamasi dengan pemerintahan. Banyak kebijaksanaan Umar yang
sesungguhnya kontroversial akan tetapi dengan dukungan wibawanya yang tinggi, orang
mengikutinya dengan patuh. Ketika meninggal, Umar bin Khattab ra digantikan oleh
Utsman bin Affan ra, seorang yang saleh dan berilmu tinggi. Sebagai anggota keluarga
pedagang Mekah yang cukup terkemuka, Utsman bin Affan ra memiliki kemampuan
administratif yang baik, tetapi lemah dalam kepemimpinan.
Kelemahan Utsman bin Affan ra yang mencolok dan mengakibatkan
ketidaksenangan kepada beliau adalah ketidak-mampuan mencegah ambisi di lingkungan
keluarganya untuk menempati kedudukan-kedudukan penting di lingkungan pemerintahan.
Akibatnya banyak orang yang tidak senang. Lalu ada lagi orang-orang yang menggunakan
kesempatan untuk mengipas-ngipas guna memperoleh keuntungan pribadi. Di Mesir,
penggantian gubernur yang diangkat Umar bin Khattab ra, yakni Amar bin Ash dengan
Abdullah ibnu Sa'd, salah seorang keluarga Utsman, mengakibatkan pemberontakan.
Mereka mengerahkan pasukan menyerbu Madinah dan Abdullah bin Saba’ berhasil
membunuh Khalifah. Peristiwa pembunuhan Khalifah ini dikenal sebagai al Fitnatul Kubro
(prahara besar) yang pertama.
Mayoritas sejarawan sependapat bahwa Abdullah bin Saba’ adalah pendeta Yahudi
yang masuk Islam dengan tujuan untuk menghancurkan Islam dari dalam. Ia membangun
gerakan untuk menggulingkan kekhalifahan Usman dengan memanfaatkan kekisruhan
politik yang sedang terjadi. Untuk mewujudkan misinya itu ia menggunakan figur Ali bin
Abi Thalib ra sebagai alat untuk menebar fitnah di kalangan umat muslim. Ia melacarkan
propaganda dengan melebih-lebihkan dan mengagung-agungkan Ali bin Abi Thalib ra. Ia
juga merendahkan Khalifah terdahulu. Usaha Abdulah bin Saba’ tersebut mendapatkan
perhatian yang besar, terutama dari kota-kota besar seperti Mekah, Madinah, Basrah.
Ketika Utsman bin Affan ra wafat, musyawarah para pemimpin kelompok dan suku
menetapkan Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya. Tetapi kemudian beliau ditentang
oleh beberapa pihak, antara lain oleh Thalhah dan Zubeir, yang dibantu oleh Aisyah isteri
Rasulullah Saw. Penentangan timbul terutama karena Ali bin Abi Thalib ra dianggap tidak
tegas dalam mengadili pembunuh Utsman bin Affan ra.
Setelah terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan ra perpecahan memuncak,
kemudian terjadilah perang Jamal yaitu perang antara Ali bin Abi Thalib dengan Aisyah ra
dan perang Siffin yaitu perang antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abu
Sofyan. Tentara gabungan pimpinan Thalhah, Zubeir dan Aisyah dikalahkan dengan telak.
Tholhah dan Zubeir terbunuh, sedang Aisyah ra yang tertangkap kemudian dikirimkan
kembali ke Madinah.
Tentangan dari Mu'awiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Damaskus yang masih
keluarga Utsman bin Affan ra. Dia menuntut Ali bin Abi Thalib ra agar segera mengadili
para pembunuh khalifah ketiga itu. Sementara Ali bin Abi Thalib melihat bahwa situasi dan
kondisi pada waktu itu tidak memungkinkan untuk menangkap dan mengadili pelaku
pembunuhan khalifah Ustman. Perselisihan antara kubu Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah
akhirnya semakin meruncing. Muawiyah tetap bersikukuh pada pendiriannya, demikian
juga dengan Ali bin Abi Thalib ra. Akhirnya, Muawiyah bin Abu Sufyan memutuskan
untuk melawan Ali bin Abi Thalib ra dengan kekuatan militer. Terjadilah pertempuran
hebat antara pasukan Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abu Sufyan. Hampir saja,
pasukan Ali bin Abi Thalib ra dapat memenangkan pertempuran. Namun kemudian
Muawiyah menawarkan perdamaian. Peristiwa itu disebut dengan altahkim (arbitrase)
yakni mengangkat Kitab Al Qur’an diatas tombak.
Kedua belah pihak sepakat untuk bersama-sama (Khalifah Ali Bin Abi Thalib ra dan
Muawiyyah bin Abu Sofyan) meletakkan jabatan masing-masing. Tahkim ini dari pihak Ali
bin Abi Thalib diwakili oleh Abu Musa, dan pihak Muawiyyah bin Abu Sufyan diwakili
oleh Amru bin Ash. Tahkim berujung dengan kericuhan, disebabkan oleh Amru bin Ash.
Pengunduran Ali bin Abi Thalib dari Khalifah disetujui dan diterima oleh Amru bin Ash,
dan ia menetapkan jabatan Khalifah pada Muawiyyah bin Abu Sufyan.
Pendukung Ali bin Abi Thalib ra selanjutnya disebut dengan golongan Syiah.
Kenyataannya, tidak semua pengikut Ali bin Abi Thalib ra menyetujui tahkim. Mereka
menganggap bahwa tahkim hanyalah sekedar makar politik Muawiyah bin Abu Sufyan.
Kelompok itu kemudian memisahkan diri dan membentuk partai baru yang disebut dengan
golongan Khawarij. Golongan ini menganggap Ali bin Abi Thalib ra, Musa Al Asy'ari,
Muawiyyah bin Abu Sufyan dan Amru bin Ash kafir dan harus dituntut. Mereka itu mesti
dibunuh.Konsep kafir yang dianut oleh Khawarij berkembang menjadi faham bahwa orang
yang berbuat dosa besar pun dianggap kafir.
Dari peristiwa perang Siffin tersebut timbul berbagai aliran di kalangan umat Islam,
masing-masing kelompok juga terpecah belah menjadi banyak diantaranya yaitu tiga
golongan yakni golongan Khawarij adalah suatu aliran pengikut Ali bin Abi Thalib ra yang
keluar meninggalkan barisan karena ketidak sepakatan terhadap putusan Ali bin Abi Thalib
ra yang menerima tahkim dalam perang Siffin pada tahun 37H/648 M, dengan kelompok
bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan Khilafah.
Golongan Murji`ah adalah orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang
yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat
kelak. Golongan ketiga adalah syi`ah yaitu orang-orang yang tetap mencintai Ali dan
keluarganya. Sedangakan Khawarij memandang bahwa Ali, Muawiyah, Amr ibn al-Ash,
Abu Musa al-Asy`ari. Yang menerima tahkim adalah kafir, sebagaimana dijelaskan dalam
al-Qur`an
Perpecahan dan bergolong-golong dalam Islam, sejak dahulu telah dinyatakan oleh Nabi
Muhammad Saw. sebagaimana dinyatakan dalam sabdanya :
“Bahwasanya bani israil telah terpecah menjadi 72 millah (faham/aliran) dan akan
terpecah umatku menjadi 73 aliran, semuanya masuk neraka, kecuali satu. Para sahabat
bertanya :”Siapakah yang satu itu ya Rasulullah? Nabi menjawab : yang satu itu ialah
orang yang beri’tiqad sebagaimana i’tiqadku dan i’tiqad sahabat-sahabatku.” (HR.
Tirmizi)
Sejak awal, Rasulullah Saw. sudah menggambarkan akan terjadi perbedaan ummat Islam
dalam memahami maupun menjalankan ajaran Islam. Hal ini sebagaimana terdapat dalam
hadits-hadits yang bertalian dengan akan adanya firqah-firqah yang berselisih faham dalam
lingkkungan ummat Islam. Hadits tersebut diantaranya :
“Bahwasannya siapa yang hidup (lama) diantaramu niscaya akan melihat perselisihan
(faham) yang banyak. Ketika itu berpegang teguhlah kepada Sunnahku dan Sunnah
Khulafaur-Rasyidin yang diberi hidayat. Pegang teguh itu dan gigitlah dengan gigi
gerahammu”. (HR. Abu Dawud).
Masalah akidah menjadi perdebatan yang hangat di kalangan umat Islam. Setelah
peristiwa tahkim, dan masa pemerintahan dinasti Umaiyah dan dinasti Abbasiyah tumbuh
berbagai aliran teologi seperti murji’ah, qadariah, jabariah dan Mu’tazilah. Kemudian,
lahirlah imam Abu Mansur Al Maturidi yang berusaha menolak golongan yang berakidah
batil. Mereka membentuk aliran Maturidiah. Kemudian muncul pula Abul Hasan Al Asy'ari
yang telah keluar dari kelompok Mu’tazilah dan menjelaskan asas-asas pegangan barunya
yang bersesuaian dengan para ulama dari kalangan fuqaha dan ahli hadits. Dia dan
pengikutnya dikenal sebagai aliran Asya'irah dan kemudian dikenal dengan Ahlus Sunnah
wal Jamaah (suni).
2. Faktor-faktor Timbulnya Aliran-Aliran Ilmu Kalam
a. Faktor dari dalam (intern)
1) Dorongan dan pemahaman Al-Qur’an
Al Qur’an dalam konteks ayat-ayat yang menjelaskan bahwa orang orang-orang
yang beriman kepada Allah adalah orang-orang yang berakal yang selalu merenungi
ayat-ayat Nya. Beberapa contoh dari rincian ayat-ayat yang menganjurkan manusia
untuk menggunakan akalnya, sebagaimana berikut ini.
a) Nadzara, melihat secara abstrak dalam arti berpikir dan merenungkan.Misalnya QS.
Qaf: 6. (Silahkan lihat al-Qur’an dan Tafsir)
b) Tadabbara, dalam arti merenungkan sebagaimana terdapat dalam beberapa ayat,
antara lain QS. Shad: 29 (Silahkan lihat al-Qur’an dan Tafsir)
2) Perbedaan pemahaman terhadap dalil Al Qur’an dan hadits
Perbedaan ini terdapat dalam hal pemahaman ayat Al Qur’an, sehingga berbeda
dalam menafsirkan pula. Mufasir satu menemukan penafsiranya berdasarkan hadits yang
shahih, sementara mufasir yang lain penafsiranya belum menemukan hadits yang shahih.
Bahkan ada yang mengeluarkan pendapatnya sendiri atau hanya mengandalkan rasional
belaka tanpa merujuk kepada hadits.
3) Persoalan Politik
Faktor politik dapat memunculkan madzhab-madzhab pemikiran di lingkungan
Umat Islam, khususnya pada awal perkembangannya. Maka persoalan imamah
(khilafah), menjadi persolan tersendiri dan khas yang menyebabkan perbedaan pendapat,
bahkan perpecahan di lingkungan umat Islam. Permasalahan ini dimulai ketika ketika
Rasulullah meninggal dunia serta peristiwa terbunuhnya usman dimana antara golongan
yang satu dengan yang lain saling mengkafirkan dan menganggap golongannya yang
paling benar.
4) Peristiwa Majlis Tahkim
Setelah peristiwa majelis tahkim muncul aliran-aliran pemikiran dalam Islam yakni
Khawarij, syi’ah dan Murjiah yang memiliki doktrin-doktrin yang berbeda-beda.
b. Faktor dari luar (ekstern)
1) Pengaruh pemikiran agama selain Islam.
Banyak diantara pemeluk-pemeluk Islam yang mula-mula beragama Yahudi, Kristen
dan lain-lain, setelah fikiran mereka tenang dan sudah memegang teguh Islam,
mereka mulai mengingat-ingat agama mereka yang dulu dan dimasukkannya dalam
ajaran-ajaran Islam.
2) Penggunaan filsafat dalam membela akidah Islam.
Golongan Islam terutama golongan Mu’tazilah memusatkan perhatiannya untuk
penyiaran agama Islam dan membantah alasan-alasan mereka yang memusuhi Islam.
mereka tidak akan bisa menghadapi lawan-lawanya kalau mereka sendiri tidak
mengetahui pendapat-pendapat lawan-lawannya beserta dalil-dalilnya. Sehingga
kaum muslimin memakai filsafat untuk menghadapi musuh-musuhnya.
3) Keinginan Mutakallimin mengimbangi pemikiran filsafat
--
Allah Swt. berfirman:
“Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah seraya dengan
berjama’ah dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu
ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu,
sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, … .” (QS. Ali ‘Imran: 103).
Belajarlah dari buah perang shifin dan jamal. Bukankah peperangan dan perpecahan di
antar muslim, hanya menghasilkan kerapuhan dan kemudlaratan?
Islam merupakan agama yang rahmatan li al-‘Alamin. Dibawa oleh seorang Nabi yang amin.
Islam memberi penerangan bagi umat manusia dan menuntunnya kepada jalan yang lurus.
Ajaran Islam ini kemudian dengan begitu cepat menyebar keseluruh penjuru dunia. Hal ini
menimbulkan rasa iri dan dengki dari umat lain, terutama dari kalangan Yahudi. Mereka
berupaya menebar kerusakan dan konspirasi untuk merusak Islam dengan berbagai macam
cara. Mereka berusaha membunuh Nabi dan menebarkan fitnah di tengah umat Islam.
Pasca wafatnya Rasulullah, Islam terus berkembang ke berbagai wilayah Arab dan bahkan ke
luar Arab. Kekuasaan kaum muslimin semakin luas. Di saat itu pula, berbagai
persekongkolan muncul, terutama dari kaum Yahudi. Adalah Abdullah Ibn Saba’, tokoh
Yahudi yang masuk Islam pada masa Utsman bin Affan. Ia mendapatkan celah kesempatan
untuk melaksanakan rencananya memperkeruh suasana kedamaian pada kaum muslimin, juga
turut menyebarkan fitnah di kalangan umat Islam. Pada masa Utsman muncul propaganda
dan konspirasi dari Yahudi membisikkan kepada sebagian kaum muslim bahwa Sayyidina Ali
merupakan orang yang sah menduduki khalifah. Maka munculah orang-orang yang
mengatakan bahwa Sayyidina Ali dan kedua putranya, Hasan dan Husain serta keturunan
Husain ra. adalah orang yang lebih berhak memegang khalifahan Islam, daripada yang lain.
Kekhalifahan adalah hak mereka berdua. Propaganda ini menemukan tanah yang sangat
subur di al-Mada’in, ibu kota Imperium Persia, terlebih bahwa Husain telah menikahi putri
Kaisar Persia, Yazdajir yang singgasananya dihancurkan oleh pasukan Islam yang telah
menang. Hal inilah yang barang kali merupakan sebab terpusatnya para Imam Syi’ah, sejak
imam keempat, pada keturunan Imam Husain dan disingkirkannya keturunan Imam Hasan.
1. Aliran Khawarij
a. Pengertian
Khawarij secara bahasa diambil dari Bahasa Arab khawaarij, secara harfiah berarti mereka
yang keluar. Istilah khawarij adalah istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam
Islam yang pada awalnya mengakui kekuasaan Khalifah Ali bin Abi Thalib lalu menolaknya
karena kekecewaan mereka terhadap sikapnya yang telah menerima tawaran tahkim
(arbitrase) dalam Perang Shiffin (37 H/657 M). Pertama kali muncul pada pertengahan abad
ke-7, berpusat di daerah yang kini terletak di bagian negara Irak bagian selatan.
b. Tokoh
1) Abdullah bin Wahhab Ar Rasyidi
2) Urwah bin Hudair
3) Mustarid bin Sa'ad
4) Hausarah Al Asadi
5) Quraib bin Maruah
6) Nafi' bin Al Azraq
7) Abdullah bin Basyir
8) Najdah bin Amir Al Hanafi
c. Doktrin Ajaran
Secara umum, ajaran-ajaran pokok golongan ini adalah kaum muslimin yang berbuat dosa
besar adalah kafir. Kemudian, kaum muslimin yang terlibat dalam perang Jamal, yakni
perang antara Aisyah, Thalhah, dan dan Zubair melawan khalifah Ali bin Abi Thalib
dihukumi kafir. Kaum Khawarij memutuskan untuk membunuh mereka berempat tetapi
hanya berhasil membunuh Khalifah Ali bin Abi Thalib ra. Menurut mereka Khalifah harus
dipilih rakyat serta tidak harus dari keturunan Nabi Muhammad Saw. dan tidak mesti
keturunan Quraisy. Jadi, seorang muslim dari golongan manapun bisa menjadi khalifah
asalkan mampu memimpin dengan benar.
1) Doktrin Akidah
a) Setiap ummat Muhammad Saw. yang terus menerus melakukan dosa besar hingga
matinya belum melakukan tobat, maka dihukumkan kafir serta kekal dalam neraka.
b) Membolehkan tidak mematuhi aturan-aturan kepala negara, bila kepala negara
tersebut khianat dan zalim.
c) Amal soleh merupakan bagian essensial dari iman. Oleh karena itu, para pelaku dosa
besar tidak bisa lagi disebut muslim, tetapi kafir. Dengan latar belakang watak dan
karakter kerasnya, mereka selalu melancarkan jihad (perang suci) kepada pemerintah
yang berkuasa dan masyarakat pada umumnya.
d) Kaum Khawarij mewajibkan semua manusia untuk berpegang kepada keimanan,
apakah dalam berfikir, maupun dalam segala perbuatannya. Apabila segala
tindakannya itu tidak didasarkan kepada keimanan, maka konsekwensinya
dihukumkan kafir.
e) Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk kedalam surga, sedangkan
orang yang jahat harus masuk neraka).
f) Amar ma’ruf nahi munkar
g) Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
h) Qur’an adalah makhluk.
i) Memalingkan ayat-ayat Al Qur’an yang bersifat mutasyabihat (samar).
2) Doktrin Politik
a) Mengakui kekhalifahan Abu Bakar As Shiddiq radan Umar bin Khattab ra,
sedangkan Usman bin Affan radan Ali bin Abi Thalib ra, juga orang-orang yang ikut
dalam perang Jamal, dipandang telah berdosa.
b) Dosa dalam pandangan mereka sama dengan kekufuran. Mereka mengkafirkan
setiap pelaku dosa besar apabila ia tidak bertobat. Dari sinilah muncul istilah kafir
dalam faham kaum khawarij.
c) Khalifah tidak sah, kecuali melalui pemilihan bebas diantara kaum muslimin. Oleh
karenanya, mereka menolak pandangan bahwa khalifah harus dari suku Quraisy.
d) Ketaatan kepada khalifah adalah wajib, selama berada pada jalan keadilan dan
kebaikan. Jika menyimpang, wajib diperangi dan bahkan dibunuhnya.
e) Mereka menerima Al Qur’an sebagai salah satu sumber diantara sumber-sumber
hukum Islam.
f) Khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib ra adalah sah, tetapi setelah terjadi peristiwa
tahkimtahun ke-7 dan kekhalifahannya Usman bin Affan ra dianggap telah
menyeleweng.
g) Mu’awiyah dan Amr bin Ash dan Abu Musa AlAsy’ari juga dianggap menyeleweng
dan telah menjadi kafir.
d. Sekte
Menurut Taib Thahir Abdul Mu’in, bahwa ada dua golongan utama dalam aliran khawarij,
yakni :
1) Sekte Al-Azariqoh
Nama ini diambil dari Nafi Ibnu al-Azraq, pemimpin utamanya, yang memiliki
pengikut sebanyak 20. 000 orang. Di kalangan para pengikutnya, Nafi Ibnu al-Azraq
digelari Amirul mukminin.
Dalam pandangan teologisnya, al-Azariqoh tidak menggunakan term/istilah kafir, tetapi
menggunakan term/istilah musyrik atau politeis. Musyrik adalah semua orang yang
tidak sepaham dengan ajaran mereka, termasuk mereka yang tidak berhijrah ke
daerahnya.
2) Sekte Al-Ibadiah
Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat dari seluruh sekte khawarij.
Nama golongan ini diambil dari Abdullah Ibnu Ibad, yang pada tahun 686 M.
memisahkan diri dari golongan al-Azariqoh.
Di antara faham sekte Al-Ibadiah adalah :
a) Orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka bukanlah mukmin dan bukan pula
musyrik, tetapi kafir. Orang Islam demikian, boleh mengadakan hubungan perkawinan
dan hukum waris. Syahadat mereka diterima, dan membunuh mereka yang tidak
sefaham dihukumkan haram.
b) Muslim yang melakukan dosa besar masih dihukumkan muwahid, bukan mukmin.
Muslim yang melakukan dosa besar tidak berarti sudah keluar dari Islam.
2. Aliran Syi’ah
a. Pengertian
Istilah Syi'ah berasal dari kata bahasa Arab syi’ah. Adalah bentuk pendek dari kalimat
Syi`ah Ali yaitu : pengikut/partai Ali bin Abi Thalib ra. Adapun menurut terminologi
syi’ah adalah mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib sangat utama di antara
para sahabat dan lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin,
demikian pula anak cucu sepeninggal beliau.
Aliran Syi’ah muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali bin Abi Thalib ra dan
Mu’awiyah bin Abu Sofyan yang dikenal dengan perang Shiffin. Dalam peperangan ini,
sebagai respon atas penerimaan Ali bin Abi Thalib ra terhadap tahkim yang ditawarkan
Mu’awiyah bin Abu Sufyan, pasukan Ali bin Abi Thalib ra terpecah menjadi dua, satu
kelompok mendukung sikap Ali bin Abi Thalib ra, kelak di sebut Syi’ah dan kelompok
lain menolak sikap Ali bin Abi Thalib ra, kelak di sebut Khawarij.
b. Tokoh
1) Abu Dzar Al Ghiffari
2) Miqad bin Al Aswad
3) Ammar bin Yasir
c. Doktrin Ajaran
Dalam Syi'ah terdapat apa yang namanya ushuluddin (pokok-pokok agama) dan
furu'uddin (masalah penerapan agama). Syi'ah memiliki Lima Ushuluddin:
1) At-Tauhid bahwa Allah Swt.. adalah Maha Esa.
2) Al-Adl, bahwa Allah Swt.. adalah Maha Adil.
3) An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi'ah meyakini keberadaan para nabi sebagai
pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia
-- 33
4) Al-Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam-imam yang senantiasa memimpin
umat sebagai penerus risalah kenabian.
5) Al-Ma'ad, bahwa akan terjadinya hari kebangkitan.
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al Qur’an yang
menginformasikan bahwa Allah maha kuasa menciptakan segala sesuatu termasuk
menciptakan Takdir.
I’tikadnya tentang kenabian ialah:
1) Jumlah nabi dan rasul Allah ada 124.000.
2) Nabi dan rasul terakhir ialah Nabi Muhammad Saw.
3) Nabi Muhammad Saw. suci dari segala aib dan tiada cacat apa pun. Ialah nabi paling
utama dari seluruh Nabi yang ada.
4) Ahlul Baitnya, yaitu Ali bin Abi Thalib ra, Fatimah binti Muhammad ra, Hasan bin
Ali, Husain bin Ali dan 9 Imam dari keturunan Husain adalah manusia-manusia suci.
5) Al Qur’an adalah mukjizat kekal Nabi Muhammad Saw.
d. Sekte
Syi'ah terpecah menjadi 22 sekte. Dari 22 sekte itu, hanya tiga sekte yang masih ada
sampai sekarang, yakni:
1) Dua Belas Imam
Disebut juga Imamiah atau Itsna 'Asyariah (12 Imam); dinamakan demikian sebab
mereka percaya yang berhak memimpin muslimin hanya imam, dan mereka yakin ada
dua belas imam. Aliran ini adalah yang terbesar di dalam Syiah. Urutan imam mereka
yaitu:
a) Ali bin Abi Thalib (600-661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
b) Hasan bin Ali (625-669), juga dikenal dengan Hasan Al Mujtaba
c) Husain bin Ali (626-680), juga dikenal dengan Husain Asy Syahid
d) Ali bin Husain (658-713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
e) Muhammad bin Ali (676-743), juga dikenal dengan Muhammad Al Baqir
f) Jafar bin Muhammad (703-765), juga dikenal dengan Ja'far Ash Shadiq
g) Musa bin Ja'far (745-799), juga dikenal dengan Musa Al Kadzim
h) Ali bin Musa (765-818), juga dikenal dengan Ali Ar Ridha
i) Muhammad bin Ali (810-835), juga dikenal dengan Muhammad Al Jawad atau
Muhammad At Taqi
j) Ali bin Muhammad (827-868), juga dikenal dengan Ali Al Hadi
--
Detektifi fisika
Air dan minyak memang tidak bisa menyatu, meski sama-sama cair. Tetapi keduanya sama
sama bermanfaat bagi manusia, dalam kapasitasnya yang berbeda.
Begitupun anda, memang dalam beragama, bermadzhab, banyak hal yang tidak bisa disatukan.
Namun, pasti ada kalimah sawa, titik penyatu, tunggal ika, antara satu dengan yang lainnya.
Allah Swt berfirman:
Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang
tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan
tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan
sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah
kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah)"
(QS.Ali Imran: 64)
Jika dengan ahl kitab saja masih ada titik temu yang bisa diusahakan, apalagi dengan sesama muslim
bukan?
--
Saat ini, nama Syi’ah hanya dipergunakan bagi setiap dan semua orang yang
menjadikan Sayyidina Ali berikut keluarganya sebagai pemimpin secara turun temurun.
Dalam Syiah Dua Belas Imam ini, Imam ada 12 dan nama-nama mereka adalah: 1)
Imam Ali ibn Abi Talib; 2) Imam Hasan ibn Ali; 3) Imam Husain ibn Ali; 4) Imam Ali
ibn Husain; 5) Imam Muhammad ibn Ali; 6) Imam Ja’far ibn Muhammad; 7) Imam
Musa ibn Ja’far; 8) Imam Ali ibn Musa; 9) Imam Muhammad ibn Ali; 10) Imam Ali ibn
Muhammad; 11) Imam Hasan ibn Ali; 12) Imam Mahdi. Di dalam sekte syi’ah itsna
’Asyariah dikenal konsep Usul Ad-Din. konsep ini menjadi akar atau fondasi
pragmatisme agama. Konsep Usuluddin mempunyai lima akar, yaitu: 1) Tauhid (the
devine unity); 2) Keadilan (the devine justice); 3) Nubuwwah (apostleship); 4) Ma’ad
(the last day); dan 5) Imamah (the devine guidance).
Kedua Khawarij. Kata khawarij secara etimologis berasal dari bahasa arab kharaja
yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Berkenaan dengan pengertian
etimologis ini, orang yang memberontak imam yang sah disebut sebagai khawarij.
Berdasarkan pengertian etimologi ini pula, khawarij berarti setiap muslim yang
memiliki sikap laten ingin keluar dari kesatuan umat Islam. Doktrin-doktrin khawarij,
di antaranya adalah: 1) Khalifah atau imam harus di pilih secara bebas oleh seluruh umat
Islam; 2) Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap
orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat; 3) Khalifah di
pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat
islam. Ia harus dijatuhkan bahkan di bunuh kalau melakukan kezaliman; 4) Khalifah
sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa kekhalifahannya,
Utsman ra. Di anggap telah menyeleweng; 4) Seorang yang berdosa besar tidak lagi
disebut Muslim sehingga harus di bunuh; 5) Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik
harus masuk surga sedangkan orang yang jahat masuk ke dalam neraka).
--
Manusia adalah ciptaan Tuhan, dan Tuhan mempunyai kekuasaan dan kehendak yang
mutlak. Persoalan yang sering dihadapi oleh para pemikir teologi Islam sejak dulu ialah
apakah perbuatan manusia itu sepenuhnya terikat pada kekuasaan dan kehendak mutlak
Tuhan ataukah manusia diberi kebebasan untuk berbuat sesuatu. Di antara mereka ada yang
berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan untuk berbuat dan menentukan cara
hidupnya sesuai dengan yang diinginkannya. Itulah paham yang dianut oleh kaum Qadariyah.
Nama Qadariyah sendiri diambil dari paham yang mereka anut, yaitu bahwa manusia
mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya. Dalam telogi modern,
paham Qadariyah ini dikenal dengan nama free will, freedom of willingness atau freedom of
action, yaitu kebebasan untuk berkehendak atau kebebasan untuk berbuat.
Di antara mereka ada pula yang berpendapat sebaliknya, yaitu bahwa manusia itu
tidak mempunyai kebebasan untuk menentukan perbuatannya sendiri. Semua kehendak dan
perbuatan manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, karena Tuhanlah yang mempunyai
kekuasaan dan kehendak yang mutlak. Itulah pendapat kaum Jabbariyah. Nama Jabbariyah
diambil dari kata jabara, yang mengandung arti memaksa.
kaum Jabbariyah mempunyai paham bahwa manusia melakukan perbuatan-perbuatannya itu
dalam keadaan terpaksa. Perbuatan yang dilakukannya bukan kehendaknya sendiri, tetapi
kehendak Tuhan. Dalam teologi modern, paham Jabbariyah ini dikenal dengan nama
fatalisme atau predestination, yaitu bahwa perbuatan-perbuatan manusia itu telah ditentukan
dari sejak azali oleh qadha dan qadar Tuhan.
1. Aliran Jabbariyah
a. Pengertian
Secara bahasa Jabbariyah berasal dari kata ˴ή˴Β˴Ο yang mengandung pengertian memaksa.
Di dalam kamus Al-Munjid dijelaskan bahwa nama Jabbariyah berasal dari kata jabara
yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Jabara yang
berarti memeksa atau terpaksa. Sedangkan secara istilah, Jabbariyah adalah menolak
adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah.
Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa
(majbur). Menurut Al-Syahrastany, Al-Jabr berarti maniadakan perbuatan manusia
dalam arti yang sesungguhnya dan menyadarkan perbuatan itu kepada Tuhan. Menurut
paham ini, manusia tidak kuasa atas sesuatu. Oleh karena itu manusia tidak dapat diberi
sifat mampu (Isthitha’ah). Manusia, sebagai dikatakan Jahm ibn Saffan, terpaksa atas
perbuatan-perbuatannya, tanpa ada kuasa (Qudrah), kehendak (Iradah), dan pilihan
bebas (al-Ikhtiyar). Tuhanlah yang menciptakan perbuatan manusia, sebagaimana
perbuatan tuhan atas benda-benda mati. Jadi, nama Jabbariyah diambil dari kata Jabara
yang mengandung arti terpaksa. Memang dalam aliran ini terdapat paham bahwa
manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam istilah bahasa Ingris
paham ini disebut Fatalism atau Predistintion. Perbuatan manusia telah ditentukan sejak
semula oleh Qodha dan Qhadar tuhan demikian Harun Nasution menyimpulkan.
Menurut catatan sejarah, paham Jabbariyah ini diduga telah ada sejak sebalum agama
Islam datang kemasyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi oleh gurun pasir
sahara telah memberikan pengaruh besar terhadap hidup mereka, dengan keadaan yang
sangat tidak bersahabat dengan mereka pada waktu itu. Hal ini kemudian mendasari
mereka untuk tidak bisa berbuat apa-apa, dan menyebabkan mereka semata-mata tunduk
dan patuh kepada kehendak Tuhan. Dalam dunia yang demikian, mereka tidak banyak
-- 42
melihat jalan untuk merubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan mereka
sendiri. Mereka merasa dirinya lemah dan tak berkuasa dalam menghadapi kesukaran-
kesukaran hidup yang ditimbulkan suasana padang pasir. Dalam kehidupan sehari-hari
mereka banyak tergantung pada kehendak nature. Hal ini membawa mereka pada sikap
fatalistis.
Faham al-jabr, kelihatannya ditonjolkan buat pertama kali dalam sejarah teologi Islam
oleh al-Ja’d ibn Dirham. Tetapi yang menyiarkannya adalah Jahm ibn Safwan dari
Khurasan. Jahm yang terrdapat dalam aliran Jabbariyah sama dengan Jahm yang
mendirikan golongan al-Jahmiah dalam kalangan Murji’ah sebagai sekretaris dari
Syuraih ibn al-Harits, ia turut dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah. Dalam
perlawanan itu Jahm sendiri dapat ditangkap dan kemudian dihukum bunuh ditahan 131
H.
Sebenarnya benih-benih faham al-jabr sudah muncul jauh sebelum kedua tokoh di atas.
Benih-benih itu terlihat dalam peristiwa sejarah berikut ini;
1. Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam masalah
takdir Tuhan. Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan tersebut,
agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan mengenai
takdir.
2. Khalifah Umar bin Khathab pernah menangkap seorang yang ketahuan mencuri.
Ketika diinterogasi, pencuri itu berkata “Tuhan telah menentukan aku mencuri.”
Menndengan ucapan itu, Umar marah sekali dan menganggap orang itu telah
berdusta kepada Tuhan. Oleh karena itu, Umar memberikan dua jenis hukuman
kepada pencuri itu. Pertama, hukuman potong tangan karena mencuri. Kedua,
hukuman dera karena mengggunakan dalil Takdir Tuhan.
3. Khalifah Ali bin Abi Thalib seusai Perang Siffin ditanya oleh seorang tua tentang
qadar (ketentuan) Tuhan dalam kaitannya dengan pahala dan siksa. Orang tua itu
bertanya, “Bila perjalanan (menuju perang Siffin) itu terjadi dengan qadha dan
qadar Tuhan, tak ada pahala sebagai balasannya.” Ali menjelaskan bahwa
qadha dan qadar bukanlah paksaan Tuhan. Ada pahala dan siksa sebagai balasan
amal perbuatan manusia. Sekiranya qadha dan qadar itu merupakan paksaan,
batallah pahala dan siksa, gugur
-- 43
pulalah makna janji dan ancaman Tuhan, serta tidak ada celaan Allah atas pelaku
dosa dan pujian-Nya bagi orang-orang yang baik.
4. Pada pemerintahan Bani Umayyah. Pandangan tentang al-jabr semakin mencuat
ke permukaan. Abdullah bin Abas, melalui suratnya, memberikan reaksi keras
kepada orang-orang Syiria yang diduga berfaham Jabbariyah.
Paparan di atas telah memberikan informasi, bahwa benih-benih faham
Jabbariyah telah lahir semenjak Rosulullah masih hidup dan berkembang semakin
kompleks setelah beliau wafat bahkan ketika pemerintahan Umar dan Ali yang meluas
hingga masa kekuasaan Bani Umayyah. Al-Syahrastany membagi Jabbariyah jadi Dua
kelompok yaitu yang Ekstrim dan yang moderat. Kelompok Jabbariyah ekstrim atau juga
bisa disebut al-Jabbariyah al-Khalish ia tidak menetapkan perbuatan kepada manusia
sama sekali, tidak pula kekuasaan atau daya untuk menimbulkan perbuatan itu.
Sedangkan Jabbariyah Moderat atau juga bisa disebut al-Jabbariyah al-Mutawashithoh
ia mengakui bahwa manusia mempunyai andil atas perbuatannya oleh karena itu pada
penulis Mu’tazilah memasukan Aliran Ahlu Sunnah dan Asy’ariyah mempunyai konsep
Kaasb, sehingga menolak dikatakan sebagai berpaham Jabbariyah. Menurut sebagian
pakar dikalangan sebagian masyarakat termasuk Bangsa Arab terdapat sekelompok
masyarakat yang merasa lemah dan tidak berkuasa menghadapi kesukaran-kesukaran
hidup ang ditimbulkan oleh suasana padang pasir. Kepasrahan mereka terhadap
keperkasaan alam ini juga menjadi presenden munculnya aliran-aliran Jabbariyah.
Jabbariyah dipimpin oleh seorang yang bernama Jaham bin Safwan, ia berasal
dari Khurasan. Awalnya, Jaham adalah seorang penulis yang memberontak pada
pemerintahan Bani Umayyah. Karena sosoknya yang sangat rajin dan sungguh-sungguh
dalam bertabligh, ia menjadi terkenal. Namun ada satu fatwanya yang keliru dan
bertentangan dengan ulama-ulama lainnya. Ia mengatakan bahwa manusia tidak
memiliki kendali atas perbuatannya. Madzhabnya ini dinamakan madzhab Jabbariyah,
yakni madzhab orang-orang yang berkeyakinan bahwa manusia tidak perlu usaha. Pada
awalnya, keyakinan kaum Jabbariyah hampir sama dengan pemikiran kaum Ahlussunnah
wal Jama’ah, yaitu berpendapat bahwa semua yang terjadi di alam ini adalah ciptaan
Tuhan, tetapi kaum Jabariyyah yang dipimpin oleh Jaham bin Safwan ini sangat radikal,
sangat keterlaluan, sehingga ia berpendapat bahwa jika kita meninggalkan shalat atau
berbuat kejahatan maka tidak masalah, karena hal tersebut dijalankan oleh Tuhan.
-- 44
Menurut Abu Zahra berpendapat bahwa aliran Jabbariyah ini mucul sejak zaman
sahabat dan Bani Umayyah. Dasar munculnya paham Jabbariyah ini ada tiga perkara,
yakni:
1. Adanya paham Qadariyah: pada pembahasan aliran Qadariyah sangat bertolak
belakang dengan aliran Jabbariyah ini, manusia itu memiliki kemerdekaan dalam
menentukan kehendak dan perbuatan bahkan Tuhan tidak melakuakan apa-apa
terhadap perbuatan manusia. Tiap-tiap orang adalah pencipta dari segala sesuatu
perbuatannya sendiri.
2. Pemahaman agamanya tanpa ada keberanian menakwilkan, dan
3. Adanya aliran salaf yang berlebihan dalam menetapkan sifat-sifat Tuhan sehingga
dapat menyerupakan sifat Allah dengan Manusia
Golongan Jabbariyah muncul pertama kali bertempat di Khurasan (persia) pada tahun 70
H. Aliran ini dipimpin oleh Jahm bin Shafwan yang mula-mula mengatakan bahwa
manusia tidak mempunyai kebebasan apapun dan semua perbuatan manusia ditentukan
oleh Allah Swt.. Dan tidak ada campur tangan manusia sama sekali. Hal ini didasarkan
misal pada QS. al-Shafat ayat 96 yang berarti, “Padahal Allah-lah yang menciptakan
kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” Paham Jabbariyah dinisbathkan kepada Jahm bin
Shafwan karena itu kaum yang menganut aliran ini dinamkan dengan Kaum Jahmiyah,
yang diambil dari nama pemimpinnya. Namun, ada juga pendapat bahwa yang
mempelopori paham Jabbariyah ini adalah Al-Ja'ad bin Dirham (orang yang pertama kali
mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah makhluk dan menghilangkan sifat-sifat Allah).
b. Tokoh
1) Jahm bin Shafwan
2) AlJa’ad Bin Dirham
3) Husain Bin Muhammad Al Najjar
4) Dirar Ibn ‘Amr
c. Doktrin Ajaran
1) Aliran ekstrim.
Tokoh aliran ekstrim adalah Jahm bin Shofwan, dengan doktrin pokok adalah:
a) Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak
mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
-- 45
b) Surga dan neraka tidak kekal, dan yang kekal hanya Allah.
c) Iman adalah ma'rifat atau membenarkan dengan hati, dan hal ini sama dengan konsep
yang dikemukakan oleh kaum Murjiah.
d) Kalam Tuhan adalah makhluk
e) Allah tidak mempunyai keserupaan dengan manusia sehingga tidak disifati berbicara,
mendengar, dan melihat.
f) Allah tidak dapat dilihat dengan indera mata di akherat kelak
2) Aliran Moderat
Jabbariyah moderat ini sangat berbeda dengan aliran Jabbariyah yang ekstrim.
Jabbariyah moderat berpendapat dan mengatakan bahwa Tuhan memang menciptakan
perbuatan manusia, baik dari perbuatan jahat maupun perbuatan baik. Tetapi manusia
memiliki bagian di dalamnya yakni tenaga yang diciptakan dalam diri manusia
mempunyai efek dan tujuan untuk mewujudkan perbuatannya itu sendiri dan inilah yang
disebut dengan faham Kasab. Adapun menurut faham Kasab manusia tidaklah majbur
(dipaksa oleh Tuhan) dan tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak
pula menjadi pencipta perbuatan sendiri, tetapi manusia memperoleh perbuatan itu dari
sang pencipta dan yang diciptakan oleh-Nya.
Tokoh aliran Jabbariyah dalam pemikiran moderat ini adalah Husain bin Muhammad al-
Najjar dia menyatakan pokok-pokok teologinya berikut ini:
1. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia tetapi manusia mengambil bagian atau
peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu sendiri. Maka dari itu inilah yang
dinamakan dengan Kasab.
2. Tuhan itu tidak dapat dilihat di akhirat kelak, tetapi menurut al-Najjar Tuhan itu dapat
saja memindahkan potensi hati (ma'rifat) pada mata, sehingga manusia sendiri dapat
melihat Tuhan.
Qadha dan qadar tidak memiliki arti lain kecuali terbinanya sistem sebab akibat umum
atas dasar pengetahuan dan kehendak Ilahi. Di antara konsekuensi penerimaan teori
kausal dan kemestian terjadinya akibat pada saat adanya penyebab, serta keaslian
hubungan antara keduanya, ialah bahwa kita harus mengatakan bahwa nasib setiap yang
telah terjadi berkaitan dengan sebab-sebab yang mendahuluinya. Dari makna ini, kita
berani mengatakan bahwa ucapan yang menyebutkan bahwa kepercayaan Jabbariyah
-- 46
berasal dari kepercayaan kepada qadha dan qadar Ilahi, sungguh merupakan puncak
kelemahan. Oleh sebab itu, wajiblah kita menyanggah kepercayaan seperti ini agar
terlepas dari kesimpulan tersebut. Pandangan sekilas tentang indikasi-indikasi paham
Jabariah, merupakan refleksi dari kehidupan manusia yang secara langsung maupun
tidak lansung, sengaja ataupun tidak berpulang kepada tawakal atau kepasrahan kepada
Tuhannya. Hal ini menimbulkan ketenangan tersendiri setelah adanya usaha ataupun
ikhtiar yang dilakukan oleh seorang hamba.
Secara garis besar, pokok ajaran Jabbariyah Moderat adalah sebagai berikut:
a) Tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik itu positif atau negatif, tetapi
manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri
manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.
b) Manusia tidak dipaksa dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia
memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan.
c) Tuhan tidak dapat dilihat di akherat.
2. Aliran Qadariyah
a. Pengertian
Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata ˴έ˴Ϊ˴ϗ yang yaitu : kemampuan
dan kekuatan. Secara terminologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa
segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa
tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Berdasarkan pengertian diatas, dapat
dipahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran yang memberi penekanan
atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Harun Nasution menegaskan bahwa kaum Qadariyah berasal dari pengertian bahwa
manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan
berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Seharusnya, Qadariyah ini sebutan Qadariyah diberikan kepada aliran yang
berpendapat bahwa qadar menentukan segala tingkah laku manusia, baik yang bagus
maupun yang jahat. Namun sebutan tersebut telah melekat pada kaum sunni, yang
percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak. Menurut Ahmad Amin
dalam Rosihon Anwar, sebutan ini diberikan kepada para pengikut faham qadar oleh
lawan mereka dengan merujuk hadits yang menimbulkan kesan negatif bagi nama
Qadariyah. Hadits tersebut berbunyi:
yaitu :: “Kaum Qadariyah adalah majusinya umat ini.”
Tentang kapan munculnya Qadariyah dalam Islam, tidak dapat diketahui secara
pasti. Ada beberapa ahli teologi Islam yang menghubungkan faham Qadariyah ini
dengan kaum Khawarij. Pemahaman mereka (kaum khawarij) tentang konsep iman,
pengakuan hati dan amal dapat menimbulkan kesadaran bahwa manusia mampu
sepenuhnya memilih dan menentukan tindakannya sendiri. Menurut Ahmad Amin seperti
dikutip Abuddin Nata, berpendapat bahwa faham Qadariyah pertama sekali dimunculkan
oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Sementara itu Ibnu Nabatah dalam
kitabnya Syarh Al-Uyun, memberi informasi lain bahwa yang pertama sekali
memunculkan faham Qadariyah adalah orang Irak yang semula beragama Kristen
kemudian masuk Islam dan balik lagi ke agama Kristen. Dari orang inilah Ma’bad dan
Ghailan mengambil faham ini. Orang Irak yang dimaksud, sebagaimana dikatan
Muhammad Ibnu Syu’ib yang memperoleh informasi dari Al-Auzai, adalah Susan.
Faham ini mendapat tantangan keras dari umat Islam ketika itu. Ada beberapa hal
yang menyebabkan terjadinya reaksi keras ini, pertama, seperti pendapat Harun
Nasution, karena masyarakat Arab sebelum Islam kelihatannya dipengaruhi oleh faham
fatalis. Kehidupan bangsa Arab ketika itu serba sederhana dan jauh dari pengetahuan,
mereka merasa diri mereka lemah dan tidak mampu menghadapi kesukaran hidup yang
ditimbulkan oleh alam sekelilingnya. Sehingga ketika faham Qadariyah dikembangkan,
mereka tidak dapat menerimanya karena dianggap bertentangan dengan Islam. Kedua,
tantangan dari pemerintah, karena para pejabat pemerintahan menganut faham
Jabbariyah. Pemerintah menganggap faham Qadariyah sebagai suatu usaha menyebarkan
faham dinamis dan daya kritis rakyat, yang pada gilirannya mampu mengkritik
kebijakan-kebijakan mereka yang dianggap tidak sesuai dan bahkan dapat
menggulingkan mereka dari tahta kerajaan. Qadariyah mula-mula timbul sekitar tahun 70
H/689 M, dipimpin Oleh Ma’bad al-Jauhani al-Bisri dan Ja’ad bin Dirham, pada masa
pemerintahan Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705 M).
Latar belakang timbulnya Qadariyah ini sebagai isyarat menentang kebijaksanaan
politik Bani Umayah yang dianggapnya kejam. Qadariyah berakar pada qadara yang
dapat berarti memutuskan dan memiliki kekuatan atau kemampuan. Paham Qadariyah
pada hakikatnya adalah sebagian dari paham Mu’tazilah, karena imam-imanya terdiri
dari orang-orang Mu’tazilah. Hampir seluruh orang-orang Mu’tazilah memfatwakan
-- 48
bahwa semua perbuatan manusia diciptakan oleh manusia itu sendiri, bukan oleh Allah
Swt.. Mereka beranggapan bahwa Allah tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan
manusia dan apa yang diketahui oleh Allah sebelumnya, tetapi Allah mengetahui setelah
perbuatan itu sudah dilakukan oleh manusia. Jadi, Allah pada waktu sekarang tidak
bekerja lagi karena kodrat-Nya telah diberikan kepada manusia, dan Allah hanya melihat
dan memperhatikan saja. Jika manusia mengerjakan perbuatan yang baik maka ia akan
diberikan tuhan sebaik-baiknya tetapi ia akan dihukum kalau qodrat yang diberikan allah
kepadanya tidak dipakai menurut semestinya.
Ada sebagian orang Qadariyah yang memfatwakan bahwa semua perbuatan manusia
yang baik adalah tuhan yang menciptakan, tetapi perbuatan manusia yang buruk dan
yang maksiat maka orang itu sendirilah yang menciptakannya, tidak ada sangkut pautnya
dengan tuhan. Nabi Muhammad Saw telah mengatakan dalam sebuah hadits, jauh
sebelum paham Qadariyah muncul, yang yaitu :: “dari Hudzaifah, beliau berkata:
berkata rasulullah Saw, : bagi tiap-tiap umat ada majusinya. Majusi umat ini ialah
mereka yang tidak percaya kepada takdir. Kalau mereka meninggal jangan diziarahi,
kalau mereka sakit jangan dijenguk, mereka adalah “partai dajjal”, memang ada haq bagi
tuhan mengaitkan mereka dengan dajjal.” Dalam memberi komentar hadits ini, Imam
Nawawi berkata dalam syarah muslim: sebabnya mereka dicap majusi, karena mereka
menetapkan dua khaliq (yang menjadikan). yang baik dijadikan Allah dan yang buruk
dijadikan manusia, sebagai keadaan orang majusi berkata, bahwa yang baik dibuat oleh
cahaya dan yang buruk diciptakan oleh kegelapan.
Madzhab Qadariyah muncul sekitar tahun 70 H/689 M. Tokoh utama madzhab
Qadariyah adalah Ma’bad al-Juhani dan Ghailan al-Dimashqi. Ma’bad pernah berguru
pada Hasan al-Basri bersama Wasil ibn Atha’, jadi beliau termasuk tabi’in atau generasi
kedua setelah Nabi. Sedangkan Ghailan semula tinggal di Damaskus. Ghailan seorang
yang ahli dalam berpidato sehingga banyak orang yang tertarik dengannya. Kedua tokoh
ini yang menyebarkan paham-paham Qadariyah. Kedua tokoh tersebut mati dibunuh,
Ghailan dibunuh pada masa Hisham Ibn Abdul Malik (724-743 M), dibunuh dengan
diberikan hukuman mati oleh Hisyam yang sebelumnya diadakan perdebatan antara
Ghailan dan al-Awza’i. Ma’bad dibunuh karena dituduh terlibat dalam pemberontakan
bersama dengan Abd al-Rahman al-As’at, Gubernur Sajistan dalam menentang
-- 49
kekuasaan bani Ummayah. Dalam pertempuran dengan al-Hajjaj Ibn Yusuf al-Thaqafi
(orang suruhan Khalifah Abd al-Malik Ibn Marwan), Ma’bad mati terbunuh tahun 80 H.
Kedua tokoh golongan Qadariyah yaitu: Ma’bad al-Juhaini dan Ghailan al-Dimashqi
yang menyebarkan paham-paham Qadariyah kepada umat Islam pada masa itu, sehingga
mengalami perkembangan ke berbagai daerah terutama Iraq dan Iran. Ma’bad
menyebarkan pahamnya di Iraq dalam waktu yang relatif singkat tetapi dengan hasil
yang sangat gemilang. Banyak orang yang tertarik dan menganut pahamnya. Ghailan al-
Dimashqi melanjutkan penyebaran paham Qadariyah di Sham tepatnya di daerah
Damashkus, sehingga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Namun sebelumnya
masih mendapat tantangan dari Khalifah Umar Ibn Abd al-‘Azis. Banyak sekali pengikut
dari paham ini sampai kedua tokoh tersebut wafat yang kemudian digantikan oleh para
pengikut-pengikutnya.
Dalam perkembangannya penganut paham Qadariyah adalah Mu’tazilah. Paham
Mu’tazilah inilah yang menjadi penyambung ajaran Qadariyah, karena dilihat dari
perkembangan pemikirannya mengalami kesamaan dari keduanya, walaupun terdapat
sudut pandang yang membedakan secara spesifik. Menurut pandangan KH. Ach.
Masduki, seorang tokoh NU yang pernah menjabat sebagai Wakil Rois ‘Am PWNU
Jawa Timur, menyatakan bahwa paham dari golongan Qadariyah ini juga merupakan
sebagian dari paham Mu’tazilah. Oleh karena itu golongan Qadariyah juga boleh
dinamakan Mu’tazilah Qadariyah.
b. Tokoh
1) Ma’bad AlJuhani
2) Ghailan Al Dimasyqi
c. Doktrin Ajaran
Menurut Ali Musthafa Al-Ghurabi menyatakan “bahwa sesungguhnya Allah SWT.
tealah menciptakan manusia yang menjadikan dirinya kekuatan agar dapat
melaksanakan apa yang dibebankan oleh Tuhan kepadanya, karena jika Allah member
beban kepada manusia, namun ia tidak memberikan kekuatan kepada manusia, maka
beban itu adalah sia-sia, sedangkan sifat kesia-siaan itu bagi Allah adalah suatu hal
yang tidak boleh terjadi.” Barangsiapa beranggapan bahwa hamba-hamba Allah lah
sendiri lah yang menciptakan kasab mereka sendiri maka ia adalah Qodariy
(Qodariyyah). Seperti disebutkan oleh Abu Manshur al Baghdadi. Sebagaimana Kaum
-- 50
Majusi yang meyakini adanya dua pencipta, yakni cahaya yang menciptakan kebaikan
dan kegelapan yang menciptakan kejelekan, kaum Qodariyyah meyakini Allah hanya
menciptakan kebaikan dan manusia lah yang menciptakan kejelekan. Kesamaan
mereka terletak pada keyakian adanya dua pencipta. Satu diyakini sebagai pencipta
kebaikan dan satu nya lagi diyakini sebagai pencipta kejelekan. Walaupun mereka
berbeda pada siapa mereka menisbatkan.
Pemahaman tentang Qodariyah ini jangan dikacaukan dengan pemahaman tentang
sifat Al-Qudrat yang dimiliki oleh Allah karena pemahaman terhadap sifat Al-Qudrat
ini lebih ditujukan upaya ma’rifat kepada Allah, sedangkan paham Qodariyah lebih di
tujukan kepada Qudrat yang dimiliki manusia. Namun terdapat perbedaan antara
Qudrat yang dimiliki manusia dengan Qudrat yang Qudrat yang dimiliki tuhan.
Qudrat tuhan Adalah bersifat abadi, kekal, berada pada zat Allah, Tunggal, tidak
berbilang dan berhubungan dengan segala yang dijadikan objek kekuatan (Al-
Makburat), serta tidak berkhir dalam hubungannya dengan zat. Sedangkan qudrat
manusia Adalah sementara, berproses, bertambah, dan berkurang, dapat hilang.
Di antara ajaran paham Qadariyah adalah sebagai berikut:
1. Manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia melakukan perbuatan-
perbuatannya yang baik maupun yang buruk atas kehendak dan kekuasaannya sendiri.
2. Manusia mempunyai istitho’ah atau daya yang menyebabkan ia berkuasa atas
segala perbuatannya. Manusia melakukan segala atas kehendak dan kekuasaannya.
Karena itu ia menerima pahala atas perbuatannya yang baik atau siksa atas
perbuatannya yang buruk.
3. Manusia sendirilah yang menetapkan perbuatannya yang baik dan yang buruk.
Daya untuk mewujudkan perbuatan itu telah ada dalam dirinya sebelum ia
mewujudkan perbuatannya.
Ayat-ayat Al Qur’an yang mereka gunakan untuk mendukung ajaran mereka di
antaranya: QS. Al-Kahfi: 29, QS. Fushilat:46, dan QS. An-Najm:39-41.
Beberapa ayat al-Qur’an yang telah dipaparkan di atas secara tekstual mengandung
pengertian bahwa manusia mempunyai daya dan kekuatan yang dominan, yaitu :
memiliki kebebasan mutlak dalam bertindak. Namun kebebasan tersebut akan
memunculkan konsekuensi logis sebagai akibat dari tindakan yang telah dipilih atau
Hidayatullah.com
Suatu ketika, Imam asy-Syafi’i pernah berbeda pendapat dengan guru beliau (Imam
Malik). Menurut Imam Malik, rizky itu datang tanpa sebab. Seseorang cukup
bertawakkal kepada Allah Swt. Namun Imam as-Syafi’i berbeda pendapat dengan
gurunya tersebut. Menurut beliau, jika seekor burung tidak keluar dari sangkarnya,
bagaimana mungkin akan mendapatkan makanan?
Hingga suatu ketika, Imam as-Syafi’i tidak sengaja ia bertemu dengan orang tua yang
memikul banyak kurma. Imam as-Syafi’i pun menawarkan jasa untuk memikulkan
kurma tersebut. Setelah sampai, ternyata imam as-Syafi’i diberikan hadiah kurma.
Dengan senyum, imam as-Syafi’i menerima upah tersebut, lantas langsung menemui
gurunya. Lalu beliau berikan kurma tersebut kepada gurunya, sambil memperkuat
argument, bahwa rizki harus diusahakan. Namun kata Imam Malik: “ nah, engkau telah
membawakan kepadaku kurma, tanpa aku harus susah mencarinya”.
Lalu Keduanyapun tersenyum.
Rasulullah Saw bersabda:
“Seandainya kalian bertawakal pada Allah dengan tawakal yang sebenarnya, maka
sungguh Dia akan melimpahkan rezki kepada kalian, sebagaimana Dia melimpahkan
rezki kepada burung yang pergi (mencari makan) di pagi hari dalam keadaan lapar dan
kembali sore harinya dalam keadaan kenyang” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, Ibn Majah,
Ibn Hibban dan al-Hakam)
Bukankah ini isyarat, bahwa anda harus berusaha seperti burung yang terbang di pagi
hari, lalu tawakkal akan hasil dari usaha yang dilakukannya. Lalu sudahkah anda
berusaha dan bertwakkal kepada Allah Swt?
Qadariyah itu sendiri berasal dari qadara yang memiliki dua pengertian yaitu berani
memutuskan dan juga berani mempunyai kekuatan atau kemampuan. Menurut aliran
Qadariyah manusia berkuasa terhadap perbuatan-perbuatannya sendiri. Manusialah yang
mewujudkan perbuatan-perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan
merekalah pula yang melakukan dan menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan
dan kemampuannya sendiri.
Jabbariyah Kelompok ekstrem memandang bahwa manusia tidak mempunyai daya, tidak
mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan, manusia dalam perbuatan-
perbuatannya adalah dipaksa dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya.
sedangkan menurut kaum moderat, tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik
perbuatan jahat maupun baik, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga
yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.
Inilah yang dimaksud dengan kasab (acquisition). Dalam faham kasab, manusia tidaklah
majbur (dipaksa oleh tuhan), tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang tidak
pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan
tuhan. Analisis tentang Jabariyah bermaksud mengaitkan iktiqad yang dipegangnya
dengan realitas kehidupan manusia sebagai hamba. Kepasrahan kepada Tuhan atas segala
usaha ataupun ikhtiar menunjukkan bahwa manusia akan kembali kepada Tuhannnya
sebagai pihak penentu.
Jika anda menelusuri jejak karangan-karangan ulama klasik, maka anda akan
menemukan karakter unik, di mana setiap akhir tulisan turots, diakhiri dengan wallahu
a’lamu bis Shawab. Sungguh bentuk ketawadluan seorang ulama, yang mengakui akan
kemungkinan ijtihadnya salah. Ada yang beranggapan bahwa karakter tersebut se irama
dengan Murji’ah, yang mencoba menangguhkan dan mengembalikan semuanya kepada
keputusan Allah Swt. di yaum al-Hisab, ketika ditanya tentang posisi mukmin yang berdosa
besar.
Berbeda dengan Mu’tazilah. Jika anda pernah mendengar kemajuan bany Abbasiyah
dalam ilmu pengetahuan, maka tidak dapat dipungkiri, bahwa di sana ada peran mu’tazilah,
yang sangat mensyukuri anugerah dari akal pikiran, meski kemudian hal tersebut tercoreng
oleh mihnah. Ketika ditanya tentang posisi orang mukmin yang berdosa besar, Mu’tazilah
mengkategorikannya dengan istilah al-Manzilu baina al- Manzilatain.
1. Aliran Murji’ah
a. Pengertian
Kata Murji’ah berasal dari kata bahasa Arab arja’a, yarji’u, yang berarti menunda
atau menangguhkan. Aliran ini muncul pada abad 1 Hijriyah. Pembawa paham murji’ah
adalah Gailan Ad Damsiqy.
Aliran ini disebut Murji’ah karena dalam prinsipnya mereka menunda penyelesaian
persoalan konflik politik antara Khalifah Ali bin Abi Thalib ra, Mu’awiyah bin Abi
Sufyan dan Khawarij ke hari perhitungan di akhirat nanti. Karena itu mereka tidak ingin
mengeluarkan pendapat tentang siapa yang benar dan siapa yang dianggap kafir diantara
ketiga golongan yang tengah bertikai tersebut.
Paham kaum Murji’ah menyatakan bahwa orang yang berdosa besar tetap mukmin
selama masih beriman kepada Allah Swt. dan rasul-Nya. Doktrin aliran ini yang paling
terkenal adalah:
yaitu :: “Tidak berbahaya dengan keimanan segala dosa sebagaimana tidak
bermanfaat dengan kekufuran segala ketaatan.”
Menurut kaum Murji’ah selama seseorang itu beriman maka tidak akan berbahaya baginya
perbuatan dosa apapun yang ia lakukan, mereka kembalikan ketentuannya kepada Allah.
Sebagaimana seseorang yang tidak beriman tidak bermanfaat baginya segala ketaatan
yang ia lakukan. Padadal jika kita telaah nash-nash al-Qur’an ataupun hadits banyak sekali
terdapat ancaman bagi mereka yang berbuat maksiat atau dosa.
b. Tokoh
1) Abu Hasan AshShalihi
2) Yunus bin AnNamiri
3) Ubaid AlMuktaib
4) Ghailan AdDimasyq
5) Bisyar AlMarisi
6) Muhammad bin Karram
c. Doktrin Ajaran
Menurut Harun Nasution, bahwa Murji’ah memiliki empat ajaran pokok, yaitu :
1) Menunda hukuman atas Ali bin Abi Thalib ra, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Amr bin
Ash, dan Abu Musa AlAsy’ari yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah
di hari kiamat kelak. Murji’ah tidak mau mengambil bagian untuk memutuskan
penghakiman kepada orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
2) Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar, dan
meyakini perbuatan dosanya tidak membahayakannya.
-- 59
3) Meletakkan (pentingnya) iman dari amal.
Menurut murji’ah, barang siapa yang beriman kepada Allah Swt. dan Rasulnya,
meninggalkan kewajiban dan melakukan dosa besar, maka ia tetap dikatakan mukmin.
Kaum murji’ah juga menolak aliran syi’ah yang mengharuskan beriman kepada imam.
4) Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh
ampunan dan rahmat dari Allah.
Orang berdosa besar ada kemungkinan dihukum di neraka sesuai dengan besarnya dosa
yang telah dilakukannya, atau ada kemungkinan bahwa ia juga diampuni berdasarkan
rahmat yang telah diberikan oleh Allah Swt. kepada mereka.
d. Sekte-sekte aliran Mur’jiah
1) Golongan Murji’ah moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah
kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan di hukum sesuai dengan besar kecilnya
dosa yang dilakukan. Kelompok ini sebetulnya terdiri dari fuqaha dan ahl sunnah.
2) Golongan Murji’ah ekstrim, yaitu pengikut Jaham Ibnu Sofwan, berpendapat bahwa
orang Islam yang percaya kepada Tuhan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan,
tidaklah menjadi kafir, karena iman dan kufur tempatnya dalam hati. Bahkan, orang yang
menyembah berhala, menjalankan agama Yahudi dan Kristen sehingga ia mati, tidaklah
menjadi kafir. Orang yang demikian, menurut pandangan Allah, tetap merupakan
seorang mukmin yang sempurna imannya.
2. Aliran Mu’tazilah
a. Pengertian
Aliran Mu’tazilah lahir kurang lebih 120 H. Perkataan Mu’tazilah berasal dari kata i’tizal
yang yaitu : memisahkan diri, pada mulanya nama ini di berikan oleh orang dari luar
Mu’tazilah karena pendirinya, Washil bin Atha’, tidak sependapat dan memisahkan diri
dari gurunya, Hasan Al Bashri. Dalam perkembangan selanjutnya, nama ini kemudian di
setujui oleh pengikut Mu’tazilah dan digunakan sebagai nama dari bagi aliran teologi
mereka.
Versi lain, sebagaimana dituturkan oleh al-Baghdadi bahwa Washil dan Amr bin Ubaid
bin Bab diusir oleh Hasan al-Bashri dari Majelisnya karena berselisih paham mengenai
qadar dan kedudukan orang mu’min yang berdosa besar. Keduanya menjauhkan diri dari
-- 60
Hasan Bashri. Maka keduanya disebut muktazillah, karena memposisikan diri dari
paham mayoritas umat Islam.
Ahmad Amin, memiliki teori yang berbedaa. Menurutnya, penggunaan kata Mu’tazilah
sudah digunakan 100 tahun sebelum terjadinya perdebatan antara Washil bin Atha dan
Hasan Bashri. Yaitu diberikan kepada orang-orang yang tidak ingin mengintervensi
pertikaian politik yang terjadi pada masa Utsman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib.
b. Tokoh
1) Washil bin Atha’
2) Abu Huzail Al Allaf
3) Al Nazzam
4) Abu Hasyim Al Jubba’i
c. Doktrin Ajaran
1) Al Tauhid (keesaan Allah)
Meyakini sepenuhnya hanya Allah Swt. yang Maha Esa. Tidak ada yang serupa dengan-
Nya. Mereka menganggap konsep tauhid ini yang paling murni sehingga mereka senang
disebut Ahlut Tauhid (pembela tauhid). Dalam mempertahankan paham keesaan Allah
Swt., mereka meniadakan segala sifat Allah, yaitu bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat
yang berdiri di luar Dzat-Nya Kaum Mu’tazilah enggan mengakui adanya sifat Tuhan
dalam pengertian sesuatu yang melekat pada Dzat Tuhan. Jika Tuhan dikatakan Maha
Mengetahui maka itu bukan sifat-Nya tapi Dzat-Nya. Mu’tazilah juga meyakini bahwa
Al Qur’an adalah makhluk.
Pemahaman inilah yang berakibat fatal menyebabkan terjadinya peristiwa mihnah.
Peristiwa yang menelan banyak korban dari kalangan ulama yang tidak sependapat
dengan mu’tazillah, bahwa al-Qur’an adalah makhluk. Di antara ulama yang pernah
dihukum adalah Imam Ahmad bin Hanbal.
Peristiwa mihnah pula yang pada akhirnya menjatuhkan pamor dari mu’tazillah,
sehingga banyak masyarakat yang tadinya simpati menjadi tidak menyukai muktazillah.
Bahkan seorang murid agung muktazillah, yaitu Abu Hasan al-Asy’ari kemudian
menyatakan diri keluar dari muktazillah.
-- 61
2) Al ‘Adl (keadlilan tuhan)
Paham keadilan yang dikehendaki Mu’tazilah adalah bahwa Allah Swt. tidak
menghendaki keburukan, tidak menciptakan perbuatan manusia dan manusia dapat
mengerjakan perintah-perintahNya dan meninggalkan larangan-laranganNya dengan
qudrah (kekuasaan) yang ditetapkan Allah Swt. pada diri manusia itu. Allah tidak
memerintahkan sesuatu kecuali menurut apa yang dikehendakiNya. Ia hanya menguasai
kebaikan-kebaikan yang diperintahkanNya dan tidak tahu menahu (bebas) dari
keburukan-keburukan yang dilarangNya.
Dengan pemahaman demikian, menurut mereka tidaklah adil bagi Allah Swt. seandainya
Ia menyiksa manusia karena perbuatan dosanya, sementara perbuatan dosanya itu
dilakukan karena diperintah Tuhan. Tuhan dikatakan adil jika menghukum orang yang
berbuat buruk atas kemauannya sendiri.
3) Al Wa’d wa al wa’id (janji dan ancaman)
Al Wa’du WalWa’id (janji dan ancaman), menurut mereka wajib bagi Allah Swt. untuk
memenuhi janji-Nya (al-wa’d) bagi pelaku kebaikan agar dimasukkan ke dalam surga,
dan melaksanakan ancaman-Nya (alwa’id) bagi pelaku dosa besar (walaupun di bawah
syirik) agar dimasukkan ke dalam neraka, kekal abadi di dalamnya, dan tidak boleh bagi
Allah Swt. untuk menyelisihinya. Karena inilah mereka disebut dengan Wa’idiyyah.
yaitu : Mu’tazilah beranggapan bahwa tidak pantas Allah Swt., ingkar akan janji yang
sudah dibuatnya di dalam al-Qur’an.
Ajaran ini pada satu sisi seperti membatasi Tuhan dengan janji-janjinya dan
mewajibkanNya melakukan janji-janjiNya, namun di sisi lain juga tidak memberi
peluang bagi orang mukmin, yang berdosa besar. Kecuali bagi mereka yang bertaubat
dari dosa-dosanya.
4) Al Manzilah bain al Manzilatain (posisi di antara dua tempat)
Adalah suatu tempat antara surga dan neraka sebagai konsekwensi dari pemahaman yang
mengatakan bahwa pelaku dosa besar adalah fasiq, tidak dikatakan beriman dan tidak
pula dikatakan kafir, dia tidak berhak dihukumkan mukmin dan tidak pula dihukumkan
Kafir.
--
Pasca peristiwa mihnah, Imam Ahmad bin Hanbal mendapatkan penghargaan besar dari
penguasa, yang memang sependapat dengan pemikiran salafusshalih terkait al-Qur’an. Tidak
hanya Imam Ahmad bin Hanbal, tetapi para pemikir lain yang kontra dengan Mu’tazilah, bisa
benafas lega setelah tumbangnya rezim Mu’tazilah.
Di antara pemikir tersebut adalah Abu Hasan al-‘Asy’ary. Murid Al-Juba’i yang sudah 40
tahun belajar dan menjadi mu’tazilly. Abu Hasan al-“Asy’ary, dengan kepiawaian yang
dimilikinya, menggunakan logika berpikir ‘ala Mu’tazilah, dan kepiawaiannya dalam
memahami hadits Rasulullah Saw, maka ia menjadi permata menarik, yang mampu
mengkombinasikan antara peran akal dan wahyu dalam kehidupan umat masa itu.
Selain Abu Hasan al-Asy’ary, lahir pula tokoh lain seperti Abu Mansur al-Maturidi, yang
mencetuskan pemikiran Maturidiyah. Baik Asy’ariyah dan Maturidiyah, keduanya sama-
sama mencoba mengkombinasikan antara peran akal dan wahyu secara adil, sehingga
masyarakat menilai keduanya dengan pandangan positif, seolah-olah menjawab kekecewaan
mereka terhadap Mu’tazilah. Kedua aliran ini, kemudian dikenal dalam aliran kalam dengan
istilah ahl sunnah wal-jama’ah. Di mana dalam konteks fiqh mengikuti salah satu dari 4
madzhab.
a. Aliran Asy’ariyah
1) Pengertian
Aliran Asy`ariyah adalah sebuah paham akidah yang dinisbatkan kepada Abul Hasan Al
Asy`ariy. Nama lengkapnya ialah Abul Hasan Ali bin Isma’il bin Abi Basyar Ishaq bin
Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa Al
Asy’ari. Kelompok Asy’ariyah menisbahkan pada namanya sehingga dengan demikian ia
menjadi pendiri madzhab Asy’ariyah.
Abul Hasan Al Asya’ari dilahirkan pada tahun 260 H/874 M di Bashrah dan meninggal
dunia di Baghdad pada tahun 324 H/936 M. Ia berguru kepada Abu Ishaq Al Marwazi,
seorang fakih madzhab Syafi’i di Masjid Al Manshur, Baghdad. Ia belajar ilmu kalam dari
Al Jubba’i, seorang ketua Mu’tazilah di Bashrah.
Abu Hasan Al Asy’ari menjelaskan bahwa ia menolak pemikirian Mu’tazilah, Qadariyah,
Jahmiyah, Hururiyah, Rafidhah, dan Murji’ah. Dalam beragama ia berpegang pada Al
Qur’an, Sunnah Nabi, dan apa yang diriwayatkan dari para shahabat, tabiin, serta imam
ahli hadits.
2) Tokoh
a) Abu Ishaq AsySyirazi (293-476 H/ 1003-1083 M)
b) Al-Qadhi Abu Bakar AlBaqilani (328-402 H/950-1013 M)
c) Abu Ishaq Al-Isfirayini (w 418/1027)
d) Al-Ghazali (450-505 H/ 1058-1111M)
e) Al-Imam Fakhrurrazi (544-606H/ 1150-1210)
3) Doktrin Ajaran
a) Sifat-sifat Tuhan.
Menurutnya, Tuhan memiliki sifat sebagaimana disebutkan di dalam Al Qur’an, yang
disebut sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim (tidak bermula), dan tetap pada zat Tuhan.
Sifat-sifat itu bukanlah zat Tuhan dan bukan pula lain dari zatnya.
b) Al Qur’an.
Menurutnya, Al Qur’an yang merupakan sifat kalam Allah adalah qadim dan bukan
makhluk diciptakan.
c) Melihat Tuhan.
Menurutnya, Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat nanti.
d) Perbuatan Manusia.
Menurutnya, perbuatan manusia di ciptakan Tuhan, bukan diciptakan oleh manusia itu
sendiri.
e) Keadilan Tuhan
Menurutnya, Tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk menentukan tempat
manusia di akhirat. Sebab semua itu merupakan kehendak mutlak Tuhan dan Tuhan Maha
Kuasa atas segalanya.
f) Muslim yang berbuat dosa.
Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat bertobat diakhir hidupnya tidaklah kafir
dan tetap mukmin. Di akherat kelak tergantung kehendak Tuhan, adakalanya mendapatkan
ampunan dan adakalanya tidak diampuni. Jika tidak diampuni maka orang tersebut akan
disiksa untuk sementara waktu dan pada akhirnya dimasukkan ke dalam surga.
Pengikut Asy’ari yang terpenting dan terbesar pengaruhnya pada umat Islam yang
beraliran Ahlussunnah wal jamaah ialah Imam Al Ghazali. Tampaknya paham teologi
cenderung kembali pada paham-paham Asy’ari. Al Ghazali meyakini bahwa:
a) Tuhan mempunyai sifat-sifat qadim yang tidak identik dengan zat Tuhan
danmempunyai wujud di luar zat.
b) Al Qur’an bersifat qadim dan tidak diciptakan.
c) Mengenai perbuatan manusia, Tuhanlah yang menciptakan daya dan perbuatan
-- 70
d) Tuhan dapat dilihat karena tiap-tiap yang mempunyai wujud pasti dapat dilihat.
e) Tuhan tidak berkewajiban menjaga kemaslahatan (ash-shalah wal ashlah) manusia,
tidak wajib memberi ganjaran pada manusia, dan bahkan Tuhan boleh memberi beban
yang tak dapat dipikul kepada manusia.
b. Aliran Maturidiyah
1) Pengertian
Aliran Maturidiyah merupakan aliran teologi yang bercorak rasional-tradisional. Nama
aliran itu dinisbahkan dari nama pendirinya, Abu Mansur Muhammad Al Maturidi. Aliran
Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada Abu Mansur Al Maturidi yang
berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami. Aliran Maturidiyah
digolongkan dalam aliranAhlussunnah Wal Jamaah yang merupakan ajaran yang bercorak
rasional.
Dilihat dari metode berpikir aliran Maturidiyah, berpegang pada keputusan akal pikiran
dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan syara’. Sebaliknya jika hal itu bertentangan
dengan syara’, maka akal harus tunduk kepada keputusan syara’. Berdasarkan prinsip
pendiri aliran Maturidiyah mengenai penafsiran Al Qur’an yaitu kewajiban melakukan
penalaran akal disertai bantuan nash dalam penafsiran Al Qur’an.
2) Doktrin Ajaran
a) Akal dan wahyu
Al Maturidi dalam pemikiran teologinya berdasarkan pada Al Qur’an dan akal, akal
banyak digunakan diantaranya karena dipengaruhi oleh Mazhab Imam Abu Hanifah.
Menurut AlMaturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui
dengan akal. Jika akal tidak memiliki kemampuan tersebut, maka tentunya Allah tidak
akan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Dan orang yang tidak mau
menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan mengenai Allah.
Al Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu :
1) Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.
2) Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu,
3) Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk
wahyu.
-- 71
b) Perbuatan manusia
Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah
ciptaan-Nya. Mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Allah
mengharuskan manusia untuk memiliki kemampuan untuk berbuat (ikhtiar) agar
kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Al Maturidi
mempertemukan antara ikhtiar manusia dengan qudrat Allah sebagai pencipta perbuatan
manusia. Allah mencipta daya (kasb/berusaha) dalam setiap diri manusia dan manusia
bebas memakainya, dengan demikian tidak ada pertentangan sama sekali antara qudrat
Allah dan ikhtiar manusia.
c) Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Penjelasan di atas menerangkan bahwa Allah memiliki kehendak dalam sesuatu yang baik
atau buruk. Tetapi, pernyataan ini tidak berarti bahwa Allah berbuat sekehendak dan
sewenang-wenang. Hal ini karena qudrat tidak sewenang-wenang (absolute), tetapi
perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang
sudah ditetapkan-Nya sendiri.
d) Sifat Tuhan
Tuhan mempunyai sifat-sifat seperti sama, bashar, kalam, dan sebagainya. Sifat-sifat
Tuhan itu mulzamah (ada bersama) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain adz-dzat wa
la hiya ghairuhu).
e) Melihat Tuhan
Al Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan, hal ini diberitakan dalam.
QS. Al Qiyamah: 22-23 : Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.
Kepada Tuhannyalah mereka melihat.
f) Kalam Tuhan
Al Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan
kalam nafsi. Kalam nafsi adalah sifat qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun
dari huruf dan suara adalah baru (hadits).
-- 72
g) Perbuatan Tuhan
Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi
kehendak Tuhan, kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-
Nya sendiri. Tuhan tidak akan membebankan kewajiban di luar kemampuan manusia,
karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusia diberikan kebebasan oleh
Allah dalam kemampuan dan perbuatannya, hukuman atau ancaman dan janji terjadi
karena merupakan tuntutan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.
h) Pengutusan Rasul
Pengutusan Rasul berfungsi sebagai sumber informasi, tanpa mengikuti ajaran wahyu
yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu yang berada di
luar kemampuan akalnya.
i) Pelaku dosa besar
Al Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam
neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan
memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka
adalah balasan untuk orang musyrik.
j) Iman
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al
qalb, bukan semata iqrar bi al-lisan.
3) Sekte Aliran Maturidiyah
a) Sekte Samarkand.
Golongan ini dalah pengikut Al Maturidi sendiri, disebutkan bahwa golongan ini dalam
cara berpikirnya cenderung ke arah paham Mu’tazilah.
b) Sekte Bukhara
Golongan Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al Yusr Muhammad Al Bazdawi. Dia
merupakan pengikut Al Maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam
pemikirannya. Sekte Bukhara adalah pengikut-pengikut Al Bazdawi di dalam aliran Al
Maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih dekat kepada pendapat-pendapat Al
Asy’ary.
Allah Swt berfirman:
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat
kebaikan. (an-Nahl:128)
Mumpung masih muda, perbanyaklah kebajikan, untuk diri, orang tua, guru, keluarga dan
negara kita.
Asy`ariyah adalah sebuah paham akidah yang dinisbatkan kepada Abul Hasan Al
Asy`ariy. Di antara doktrin Asy’ariyah: Tuhan memiliki sifat sebagaiman di sebut di
dalam Al Qur’an, Al Qur’an adalah qadim dan bukan makhluk diciptakan, Tuhan dapat
dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat nanti, perbuatan manusia di ciptakan tuhan,
bukan di ciptakan oleh manusia itu sendiri, tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun,
Muslim yang berbuat dosa tetap mukmin.
Maturidiyah merupakan aliran teologi yang bercorak rasional-tradisional. Nama aliran
itu dinisbahkan dari nama pendirinya, Abu Mansur Muhammad Al Maturidi. Doktrin
Ajaran: mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan
akal, Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah, Allah mencipta daya (kasb/berusaha)
dalam setiap diri manusia dan manusia bebas memakainya, Allah tidak berbuat
sekehendak dan sewenang-wenang, Tuhan mempunyai sifat-sifat, manusia dapat melihat
Tuhan, Al Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara
dengan kalam nafsi. Perbuatan Tuhan semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak
ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan, kecuali karena da hikmah dan
keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri, Pengutusan Rasul berfungsi
sebagai sumber informasi, pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka
walaupun ia mati sebelum bertobat.
A. Pengertian Isra’ dan Mi’raj
Isra’ menurut bahasa berasal dari kata asra-yusri yang berarti perjalanan di malam
hari, sebagaimana disebutkan dalam QS. Ad Dukhan (44) ayat 23. Sedangkan menurut
istilah, Isra’ adalah perjalanan Nabi di waktu malam hari dari Masjid Al-Haram di Mekah
menuju Masjid Al-Aqsha di Palestina dalam waktu relatif singkat. Secara tegas peristiwa ini
disebutkan dalam surat al-Isra (17) ayat 1.
Mi’raj secara bahasa berasal dari ‘araja-ya’ruju berarti alat untuk naik atau tangga,
sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Ma’arij (70) ayat 3. Menurut istilah, Mi’raj adalah
naiknya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dari Masjid Al-Aqsha ke langit
sampai Sidratul Muntaha, terus sampai ke tempat yang paling tinggi untuk menerima wahyu
dari Allah subhanahu wa ta’ala. Tentang Mi’raj al-Qur’an tidak pernah menyebutkan secara
eksplisit, namun para ulama menyimpulkan bahwa an-Najm (53) ayat 13-15 merupakan
hujjah bagi peristiwa Mi’raj, apalagi esensinya sama dengan haditst-haditst Mi’raj.
Kedua peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 27 Rajab satu tahun sebelum hijrahnya
Nabi atau tahun ke-12 setelah kenabian, tepatnya tahun 622 Masehi. Hal ini disampaikan oleh
kebanyakan ahli sejarah, yang mengatakan bahwa Isra’ Mi’raj terjadi ketika Rasul akan
hijrah ke Madinah kira-kira satu setengah tahun lagi (pertengahan tahun 12 dari kenabian).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa peristiwa ini terjadi pada tahun 622 Masehi. Namun, pada
berbagai buku sejarah, dikemukakan bahwa Isra’ Mi’raj terjadi pada tahun 621 M atau tahun
10/11 dari kenabian. Jumhur ulama menyebutkan tanggal 27 Rajab.
B. Latar Belakang Terjadinya Isra’ dan Mi’raj
Selama 12 tahun dari kerasulan Nabi Muhammad merupakan tahun-tahun yang penuh
dengan berbagai ujian. Rasulullah menghadapi masyarakat primitif penganut paganisme,
selalu mendustakan agama yang mereka anggap baru, bahkan sampai menyerang Rasulullah
secara terang-terangan. Masuk Islamnya Umar bin Khattab, seorang tokoh Quraisy yang
mempunyai pengaruh besar, memberikan angin segar bagi Rasulullah. Namun, kaum Quraisy
menjadi marah karena merasa tokoh mereka dijebak. Mereka kemudian menggunakan semua
daya dan upaya untuk mengalahkan Rasulullah, namun hasilnya sia-sia. Sebab, ada Abu
Thalib, paman Rasulullah, satu-satunya paman nabi dari Bani Hasyim yang cukup
berwibawa, dihormati dan ditakuti. Peristiwa dan tekanan dari suku Quraisy yang bertubi-tubi
merupakan tempaan tersendiri bagi kegigihan dan kesabaran Rasulullah.
Pada tahun ke-12 kerasulan, istri tercinta Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam yaitu sayidah Khadijah binti Khuwailid sebagai pendamping dalam perjuangan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan paman Rasulullah, Abu Thalib, meninggal
-- 91
dunia. Peristiwa ini membuat Nabi Muhammad menjadi sedih. Khadijah merupakan
pendukung dakwah Nabi dalam berbagai keadaan dan Abu Thalib seorang yang sangat
disegani oleh suku Quraisy. Para ulama berpendapat bahwa peristiwa kematian istri dan
pamannya merupakan latar belakang dan kasualitas pada proses terjadinya Isra’ Mi’raj.
C. Riwayat Isra’ dan Mi’raj
1. a. Isra’
Diceritakan bahwa pada suatu malam, terbukalah atap rumah Nabi di Mekah, diringi
dengan turunnya malaikat Jibril menjemput Rasulullah, lantas dibawa ke Ka’bah. Di d
