Rabu, 21 Juni 2023

menulis resep

Keterampilan klinis perlu dilatihkan sejak awal hingga akhir pendidikan dokter 
secara berkesinambungan. Dalam melaksanakan praktik, lulusan dokter harus 
menguasai keterampilan klinis untuk mendiagnosis maupun melakukan 
penatalaksanaan masalah kesehatan. Tujuan Daftar Keterampilan Klinis ini disusun 
dengan tujuan untuk menjadi acuan bagi institusi pendidikan dokter dalam 
menyiapkan sumber daya yang berkaitan dengan keterampilan minimal yang harus 
dikuasai oleh lulusan dokter layanan primer. Sistematika Daftar Keterampilan Klinis 
dikelompokkan menurut sistem tubuh manusia untuk menghindari pengulangan. Pada 
setiap keterampilan klinis ditetapkan tingkat kemampuan yang harus dicapai di akhir 
pendidikan dokter dengan menggunakan Piramid Miller (knows, knows how, shows, 
does). 
Berikut ini pembagian tingkat kemampuan menurut Piramida Miller serta 
alternatif cara mengujinya pada mahasiswa :
Tingkat kemampuan 1 (Knows) : Mengetahui dan menjelaskan
Lulusan dokter mampu menguasai pengetahuan teoritis termasuk aspek biomedik 
dan psikososial keterampilan tersebut sehingga dapat menjelaskan kepada pasien/ 
klien dan keluarganya, teman sejawat, serta profesi lainnya tentang prinsip, 
indikasi, dan komplikasi yang mungkin timbul. Keterampilan ini dapat dicapai 
mahasiswa melalui perkuliahan, diskusi, penugasan, dan belajar mandiri, 
sedangkan penilaiannya dapat menggunakan ujian tulis.
Tingkat Kemampuan 2 (Knows How) : Pernah melihat atau didemonstrasikan 
Lulusan dokter menguasai pengetahuan teoritis dari keterampilan ini dengan 
penekanan pada clinical reasoning dan problem solving serta berkesempatan 
untuk melihat dan mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi 
atau pelaksanaan langsung pada pasien/ masyarakat. Pengujian keterampilan 
tingkat kemampuan 2 dengan menggunakan ujian tulis pilihan berganda atau 
penyelesaian kasus secara tertulis dan/ atau lisan (oral test)
Tingkat kemampuan 3 (Shows): Pernah melakukan atau pernah menerapkan di 
bawah supervisi
Lulusan dokter menguasai pengetahuan teori keterampilan ini termasuk 
latarbelakang biomedik dan dampak psikososial keterampilan tersebut, 
berkesempatan untuk melihat dan mengamati keterampilan tersebut dalam 
bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung pada pasien/ masyarakat, serta 
berlatih keterampilan tersebut pada alat peraga dan/ atau standardized patient. 
Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 3 dengan menggunakan Objective 
Structured Clinical Examination (OSCE) atau Objective Structured Assessment of 
Technical Skills (OSATS).
Tingkat kemampuan 4 (Does): Mampu melakukan secara mandiri
Lulusan dokter dapat memperlihatkan keterampilannya tersebut dengan 
menguasai seluruh teori, prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan, 
komplikasi dan pengendalian komplikasi. Selain pernah melakukannya di bawah
supervisi, pengujian keterampilan tingkat kemampuan 4 dengan menggunakan 
Workbased Assessment seperti mini-CEX, portfolio, logbook, dsb.
4A.Keterampilanyang dicapai padasaat lulus dokter
4B.Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan / atau
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB)
Dengan demikian di dalam Daftar Keterampilan Klinis ini level kompetensi tertinggi 
adalah 4A
B. Tujuan
Tujuan dalam keterampilan teknik peresepan (prescription) ini yang merupakan 
bagian dari keterampilan prescription and medical record, mahasiswa diharapkan 
mampu melakukan beberapa keterampilan sebagai berikut :
1. Menulis resep untuk bermacam-macam bentuk sediaan obat (bentuk ramuan 
maupun yang paten).
2. Menggunakan bahasa Latin dalam menuliskan resep. 
3. Memilih obat berdasarkan diagnosis penyakit.
4. Menghitung dosis dan menuliskannya ke dalam resep.
5. Menentukan cara penggunaan obat.
6. Menulis resep obat secara rasional.
7. Menulis resep alat kesehatan.

Pemberian terapi dengan obat oleh dokter secara tidak langsung akan ditulis dalam 
selembar kertas yang disebut sebagai lembar resep atau blangko resep. Resep dalam arti 
yang sempit adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada 
apoteker untuk membuatkan obat dalam bentuk sediaan tetentu dan menyerahkannya 
kepada pasien. Kenyataannya resep merupakan perwujudan akhir dari kompetensi 
pengetahuan dan keahlian dokter dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang 
farmakologi dan terapi. 
Resep dituliskan dalam kertas resep dengan ukuran yang ideal yaitu lebar 10-12 cm 
dan panjang 15-18 cm. Resep harus ditulis dengan lengkap sesuai dengan PerMenKes no. 
26/MenKes/Per/I/81 Bab III tentang Resep dan KepMenKes No. 28/MenKes/SK/U/98 Bab II 
tentang RESEP, agar dapat dibuatkan/ diambilkan obatnya di apotik. 
 Dalam resep yang lengkap harus tertulis :
1. Identitas dokter : nama, nomor SIP (Surat Ijin Praktek), alamat praktek/ alamat rumah 
dan nomor telpon dokter
2. Nama kota dan tanggal dibuatnya resep
Nomor 1 dan nomor 2 sudah tercetak pada kertas lembar resep. 
 Menulis resep dimulai dari : 
3. Simbol R/ (= recipe = harap diambil), dikenal dengan istilah superscriptio. Terdapat
hipotesis yang menyatakan R/ berasal dari tanda Yupiter (dewa mitologi Yunani). 
Hipotesis lain R/ berasal dari tanda Ra = mata keramat dari dewa Matahari Mesir kuno.
4. Nama obat serta jumlah atau dosis, dikenal dengan istilah inscriptio.
Merupakan inti resep dokter. Nama obat ditulis nama generik atau nama dagang 
(brandname) dan dosis ditulis dengan satuan microgram, miligram, gram, mililiter, %.
5. Bentuk sediaan obat yang dikehendaki, dikenal dengan istilah subscriptio.
6. Signatura , disingkat S, umumnya ditulis aturan pakai dengan bahasa Latin.
7. Diberi tanda penutup dengan garis, ditulis paraf.
8. Pro : nama penderita. Apabila penderita anak, harus dituliskan umur atau berat badan 
agar apoteker dapat mencek apakah dosisnya sudah sesuai.

CATATAN : 
Pada saat menulis resep :
1. Hindari penulisan nama kimia, tulis nama latin atau generiknya.
2. Apabila dalam satu lembar resep terdiri lebih dari satu R/, maka : tiap R/ dilengkapi 
dengan signa (S), dan tiap R/ diparaf atau ditandatangani dokter penulisnya.
3. Dokter yang bijaksana akan memperhatikan keadaan sosio-ekonomi pasien, maka 
pemilihan obat dapat ke obat generik atau obat brand-name.
Contoh resep :
Resep obat jadi dengan nama generik
R/ Hydrocortison krim 1% tube No I 
S aplic.in.loc.dol.
------------------------------ z
Pro : Anak T (5 th )
R/ Cendoxytrol gtt opht minidose strip I
S 4 dd gtt II opht dex.et sin.
----------------------------- z
Pro : Ny. S (45 th)
Resep obat ramuan/racikan
R/ Ceftik 10 mg
 Epexol 5 mg
 Salbutamol 0,425 mg
 Longatin 4,5 mg
 Rhinofed 1/12 tab
 Dexametason 1/5 tab
 Mfla pulv dtd no XV
 S 3 dd pulv. I
 -------------------------------------------z 
 Pro : anak 8 bulan

Resep alkes :
R/ Kassa steril box No. I
S ue
--------------------------- z
Pro : Bp. Z (55 th)
II. BENTUK SEDIAAN OBAT (BSO) 
Bentuk Sediaan Obat diperlukan agar mudah pengaturan dosisnya, stabil, tidak 
mudah rusak, mudah digunakan (bau dan rasa dapat ditutupi ), praktis dan dapat 
menghasilkan efek yang optimal. Berdasarkan konsistensinya BSO dapat dibagi menjadi BSO 
padat (serbuk, kapsul, tablet), semi padat (salep, krim, jelly), cair (solutio, sirup, suspensi, 
emulsi).
Setiap BSO mempunyai maksud dan tujuan yang berbeda-beda sehingga perlu 
difahami spesifikasi dari suatu BSO.
A. BSO Padat 
1. Pulvis (serbuk tidak terbagi) dan Pulveres (serbuk terbagi).
Biasanya berupa campuran obat yang halus, kering dan homogen. Bau dan rasa obat 
tidak dapat ditutupi.
2. Granul
Berupa gumpalan kecil yang terdiri dari obat dan bahan tambahan. Lebih stabil dari 
serbuk. Digunakan dengan cara dicampur atau dilarutkan dengan air.
3. Kapsul
BSO yang berupa cangkang terbuat dari gelatin, sehingga lebih mudah ditelan. 
Kapsul mempunyai berbagai macam ukuran. Ada 2 macam kapsul yaitu kapsul 
gelatin keras (dapat dibuka dan ditutup), berisi serbuk atau granul dan kapsul 
gelatin lunak berisi bahan cair seperti minyak.
4. Tablet
BSO yang dibuat dengan cara dicetak, terdiri dari bahan obat dengan beberapa 
bahan tambahan seperti bahan pengisi, pengembang, perekat, pelicin, dan 
penghancur. Ada bermacam-macam jenis tablet :
a. Tablet
Mempunyai macam-macam bentuk dan ukuran, ada yang berlapis dan digunakan 
dengan cara ditelan.

b. Tablet salut gula = dragee
Diberi salut gula, memberikan penampilan yang menarik, digunakan dengan cara 
ditelan.
c. Tablet salut selaput/salut film
Diberi salut tipis dari polimer, pecahnya tablet di lambung bagian bawah, untuk 
menghindari iritasi dan digunakan dengan cara ditelan.
d. Tablet salut enterik
Disalut dengan lapisan yang tidak pecah oleh asam lambung sehingga pecahnya 
tablet di usus, absorbsi obat di usus. Dapat menghindari iritasi lambung dan 
digunakan dengan cara ditelan.
e. Tablet sublingual
Tablet yang disisipkan di bawah lidah dan diabsorbsi mukosa mulut sehingga 
memberikan respon terapi yang cepat.
f. Tablet kunyah = chewable
Tablet yang harus dikunyah dulu, agar efek lokal di lambung cepat. Rasanya 
enak sehingga cocok untuk anak-anak.
g. Tablet hisap = lozenges = troches
Tablet yang dihisap di mulut untuk pengobatan lokal pada rongga mulut.
h. Tablet sisip/ tablet vagina
Tablet yang disisipkan di vaginal untuk pengobatan lokal.
i. Tablet effervescent
Tablet yang dapat menghasilkan gas atau berbuih agar rasanya segar, digunakan 
dengan cara dilarutkan air, kemudan diminum.
j. Tablet atau kapsul pelepasan terkendali = lepas lambat
Dirancang dapat melepaskan obat perlahan-lahan sehingga kerja obat 
diperpanjang. Tablet lepas lambat dapat mengurangi frekuensi pemberian obat 
dan kepatuhan pasien meningkat.
Istilah yang digunakan retard, controlled-release, prolonged-release, prolonged￾action, time-release, extended-release, slow-release, delayed-release, timespan, 
MR (Modification –Release).
5. Sediaan padat yang dimasukkan ke dalam lubang tubuh. BSO ini akan melunak, 
melarut karena pengaruh suhu tubuh. BSO ini digunakan untuk pengobatan lokal 
maupun sistemik.
a. Supositoria (rektal)

Ovula = supositoria vaginal
B. BSO Semi solid
Digunakan dengan cara dioleskan pada kulit untuk pengobatan topikal, karena 
obat dapat meresap ke dalam kulit. Perkembangan teknologi membuat bahan kimia 
sebagai bahan tambahan yang dapat meresapkan obat sampai ke sirkulasi 
darah/sistemik dikenal sebagai sistem transdermal.
1. Salep = unguenta = oinment
Digunakan dengan cara dioleskan pada kulit. Salep untuk mata diberi nama 
occulenta dan BSO ini harus steril. Ada berbagai macam jenis bahan pembawa 
salep.
2. Krim
Mudah menyebar di kulit, memberikan absorbsi obat yang baik. Sediaan ini disukai 
pasien dan dokter karena mudah dibersihkan dan memberi rasa dingin.
3. Jel = Gel = Jelly
Sediaan semi solid yang jernih, terbuat dari bahan pengental dan air sehingga 
rasanya dingin dan apabila kering meninggalkan selaput tipis.
C. BSO Cair
Sediaan cair dapat berupa larutan atau suspensi. Sediaan cair untuk oral dapat 
sebagai larutan/solutio, sirup, eliksir, suspensi, emulsi. Diminum dengan menggunakan 
sendok teh (5 ml) atau sendok makan (15 ml). Sediaan cair untuk bayi dikenal sebagai 
sediaan oral-drops atau tetes dengan menggunakan alat penetes/ pipet. Sediaan cair 
untuk obat luar atau topikal dikenal sebagai lotio, solutio, kompres (epithema).
Macam-macam BSO cair :
1. Solutio
Larutan yang mengandung bahan obat terlarut. Apabila digunakan untuk topikal 
dapat disebut sebagai lotio atau lotion.
2. Sirup
BSO cair yang diminum mengandung pemanis, secara fisik dapat berupa larutan atau 
suspensi. Sering digunakan untuk anak-anak.
Sirup kering

Dikemas sebagai granul, saat akan digunakan ditambah air atau pembawa yang 
cocok sehingga berbentuk sirup atau suspensi. Untuk bahan yang kurang stabil 
dalam air, misalnya antibiotika.
3. Eliksir
Larutan obat dalam air yang mengandung gula dan alkohol 6 – 19 %. Fungsi alkohol 
untuk membantu kelarutan obat dan memberi rasa segar.
4. Guttae (tetes)
BSO cair yang cara pengunaannya dengan cara diteteskan menggunakan pipet biasa 
atau pipet volume.
Ada beberapa guttae : guttae ophthalmic (tetes mata), Guttae auric (tetes telinga), 
guttae nasales (Tetes hidung), guttae orales (drops)
5. Clysma
BSO cair digunakan dengan cara dimasukkan ke rektal.
6. Potio = obat minum, tidak memperhatikan rasa.
7. Litus oris = tutul mulut
D. BSO parenteral
BSO yang steril, bebas pirogen dan cara pemberiannya dengan disuntikkan. 
Apabila volumenya besar disebut infus dan apabila volumenya kecil disebut injeksi.
E. BSO spray, inhalasi, aerosol.
a. Spray
Larutan dengan tetesan kasar atau zat padat terbagi yang halus digunakan dengan 
cara disemprotkan pada topikal, hidung, faring atau kulit.
b. Inhalasi
Obat diberikan lewat nasal atau mulut dengan cara dihirup, untuk pengobatan pada 
bronchus atau pengobatan sistemik lewat paru. Aksinya cepat karena tidak melewati 
lintas utama di hepar.
c. Aerosol
Produk farmasetik dalam wadah yang diberi tekanan. Cara penggunaan dengan 
menekan tutup botol yang diberi pengatur dosis. Obat yang disemprotkan berbentuk 
kabut halus.
F. BSO produk biologi
Sediaan yang bahan aktifnya berupa mikroorganisme hirup, berasal dari manusia 
atau hewan. Digunakan untuk pencegahan atau pengobatan penyakit. Contohnya 
macam-macam vaksin, antisera dan imunoglobulin.
G. BSO advanced technology
BSO yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga untuk pelepasan tablet tidak 
diperlukan air. Ada sistem penghantaran obat yang baru dengan fase lliberasi obat 
sangat cepat, konsentrasi puncak kadar obat dalam plasma cepat, sehingga diperoleh 
respon obat yang dikehendaki. Contohnya : BSO Fast-dissolving, orodisperse (oros), 
fast-melting.
III.BAHASA LATIN DALAM RESEP
Bahasa Latin digunakan dalam resep untuk memenuhi ketentuan –ketentuan 
mengenai pembuatan bentuk sediaan obat termasuk petunjuk-petunjuk aturan pemakaian 
obat yang pada umunya ditulis berupa singkatan. 
Beberapa alasan penggunaan bahasa latin :
1. Bahasa Latin adalah bahasa yang mati, tidak digunakan dalam percakapan, sehingga 
tidak muncul kosakata baru.
2. Bahasa Latin adalah bahasa internasional dalam profesi kedokteran dan kefarmasian.
3. Tidak terjadi dualisme arti dalam penulisan resep.
4. Faktor psikologis, ada baiknya penderita tidak perlu tahu apa yang ditulis dalam resep.
Daftar singkatan bahasa latin yang sering digunakan dalam resep : TERLAMPIR
IV. Dosis Obat
Dosis obat adalah takaran (jumlah) obat yang diberikan kepada penderita dalam 
satuan berat, atau volume atau Unit Internasional, untuk menimbulkan efek terapi, sehingga 
seringkali disebut dosis terapetik atau dosis lazim. Pada dosis ini secara teori akan 
menimbulkan konsentrasi obat pada tempat aksi cukup untuk menghasilkan efek terapi. 
Faktor obat, cara pemberian obat, dan faktor penderita dapat mempengaruhi dosis obat, 
oleh karena itu harus diperhitungkan dalam penentuan dosis obat.

A. Dosis Obat Untuk Dewasa
Dosis obat untuk dewasa umumnya dicantumkan pada berbagai buku tentang obat, 
antara lain : farmakologi – klinik, farmakoterapi, dst. Seringkali hanya disebutkan 
parameter usia tentang dosis obat seperti Ampisilin 250 mg – 500 mg tiap 6 jam tanpa 
dijelaskan parameter berat badan, padahal meskipun sama-sama dewasa berat badan 
tidak sama. Dosis yang menggunakan parameter berat badan akan lebih menjamin 
tercapainya konsentrasi obat di tempat aksinya. Misal : Pirasinamid 20-35 mg/kg BB 
sehari, Etambutol 150 mg/kgBB perhari. Jadi, bila dibandingkan dengan umur, dosis 
lebih proporsional terhadap berat badan.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DOSIS OBAT :
1. Faktor obat : a. Sifat fisika, b. Sifat kimia, c. Toksisitas obat 
2. Faktor cara pemberian obat kepada pasien : a. Oral, b. Parenteral, c. Rektal,vaginal, 
d. Lokal, topikal, e. Lain-lain.
3. Faktor penderita :
a. Umur : neonatus, bayi, anak, dewasa, geriatrik
b. Berat badan : sama dewasa, berat badan bisa berbeda
c. Jenis kelamin : terutama obat golongan hormon.
d. Ras : Slow & fast acetylators
e. Tolerance
f. Sensitivitas individual 
g. Keadaan patofisiologi : saluran cerna mempengaruhi absorpsi, hati 
mempengaruhi metabolisme, ginjal mempengaruhi ekskresi
DOSIS MAKSIMUM OBAT (D.M. Obat)
D.M. adalah dosis tertinggi yang masih dapat diberikan kepada penderita dewasa. 
Apabila dosis ini lebih besar , dimungkinkan terjadi keracunan. Berdasarkan patofisiologi 
pasien, dokter boleh memberikan dosis lebih dari D.M. Apabila dokter menghendaki 
dosis yang melebihi D.M., harus diberitahukan ke apoteker di apotik dengan cara 
dibelakang angka dosis diberitanda seru dan diberi paraf.
B. Dosis Obat Untuk Anak
Dosis untuk anak, dapat dihitung dengan membandingkan dosis dewasa berdasar 
umur atau berdasar BB. Ada juga perhitungan berdasar sekian mg per kgBB untuk 
sekali atau 24 jam.

a. Perbandingan umur yang sering digunakan
Rumus Young Da = Error! Reference source not found. . Dd (mg) 
untuk anak > 12 tahun dan < 1 
tahun hasilnya tidak memuaskan.
Rumus Dilling Da = Error! Reference source not found. . Dd (mg)
Rumus Caubius : sampai umur 1 tahun : Da = 1/12 Dd
Umur 1 – 2 tahun : Da = 1/8 Dd
Umur 2 – 3 tahun : Da = 1/6 Dd
Umur 3 – 4 tahun : Da = !/4 Dd
Umur 4 – 7 tahun : Da = 1/3 Dd
Umur 7 – 14 tahun : Da = 1/2 Dd
Umur 14 20 tahun :Da = 2/3 Dd
Catatan : anak proporsional (umur dan BB)
Keterangan Da = dosis anak, Dd = dosis dewasa, n = umur dalam tahun.
b. Perbandingan BB yang sering digunakan
Rumus Clark Da = Error! Reference source not found. . Dd (mg) 
- Wa= BB anak dalam pon
- Wd = 150 pon
c. Menurut ukuran tubuh sekian mg/kg BB 
Misal : Amoksisilin untuk anak < 20 kg = 20 – 40 mg/kgBB/hari. Perhitungan ini 
lebih baik daripada perbandingan dosis dewasa.
d. Menurut Luas Permukaan Tubuh (LPT) yang dapat diperhitungkan dari tinggi dan 
berat badan anak menurut rumus DuBois &DuBois atau dapat dilihat pada tabel 
Nomogram DuBois &DuBois
C. Dosis untuk geriatrik
Terjadinya penurunan fungsi berbagai organ pada geriatrik menyebabkan 
konsentrasi obat dalam tubuh meningkat dibanding dengan dewasa. Oleh karena itu 
dosis harus dikurangi proporsional peningkatan konsentrasi obat dalam tubuh.
a. Geriatrik tanpa kegagalan fungsi organ eliminasi, secara kasar diturunkan dosisnya,
setiap penambahan umur 10 tahun dengan 10%.

Usia 65 – 74 tahun  dewasa – 10%
Usia 75 – 84 tahun  dewasa – 20%
Usia ≥ 85 tahun  dewasa – 30%
b. Adanya penurunan fungsi organ eliminasi (hati, ginjal) dosis tersebut diturunkan lagi, 
proporsional penurunan fungsi organ tersebut. 
c. Dosis obat adalah proporsional dengan Klirens obat dalam tubuh; misalnya suatu 
obat eliminasi utama per-renal maka dosis ulangan proporsional dengan kliren renal 
ClR, sehingga dosis dapat dihitung dengan membandingkan Klirens renal penderita 
dengan keadaan normal.
Do* = Do
N x Error! Reference source not found. D* < Do
* = pada penderita
N = pada keadaan normal
Obat diberikan pada interval antar dosis  ( = t ½ eliminasi obat) yang tetap 
dengan dosis ulang Do* (diubah) jika intervalnya yang diubah, sedangkan dosis 
ulang tetap :
* =  x Error! Reference source not found. * > 
D. Pemilihan Obat pada Kondisi Fisiologis
a. Neonatus dan Bayi Prematur
Prinsip umum penggunaan obat pada bayi dan prematur adalah :
 Hindarkan penggunaan sulfonamid, aspirin, heksaklorofen (kadar 
berapapununtuk kulit yang tidak utuh, kadar 3% atau lebih untuk kulit yang 
utuh), morfin, barbiturat iv.
 Untuk obat-obat lain : gunakan dosis yang lebih rendah dari dosis yang dihitung 
berdasarkan luas permukaan tubuh. Tidak ada pedoman umum untuk 
menghitung berapa dosis yang harus diturunkan, maka gunakan educated guess
atau bila ada ikuti petunjuk dari pabrik obat yang bersangkutan. Kemudian 
monitor respon klinik dari pasien, dan bila perlu monitor kadar obat dalam 
plasma, untuk menjadi dasar penyesuaian dosis pada masing-masing pasien.
b. Anak
Usia, berat badan, luas permukaan tubuh atau kombinasi faktor-faktor ini dapat 
digunakan untuk menghitung dosis anak dari dosis dewasa. Untuk itu dapat 
digunakan pedoman praktis seperti tabel di bawah ini ;

c. Usia Lanjut
Prinsip umum penggunaan obat pada usia lanjut, adalah :
 Berikan obat hanya yang betul-betul diperlukan artinya hanya bila ada indikasi 
yang tepat. Bila diperlukan efek plasebo, berikan plasebo yang sesungguhnya.
 Pilih obat yang memberikan rasio manfaat risiko paling menguntungkan dan tidak 
berinteraksi dengan obat lain atau penyakit lain pada pasien.
 Mulai pengobatan dengan dosis separuh lebih sedikit dari dosis yang biasa 
diberikan pada pasien muda.
 Selanjutnya disesuaikan dosis obat berdasarkan dosis klinik pasien, dan bila perlu 
dengan memonitor kadar obat dalam plasma pasien. Dosis penunjang yang tepat 
pada umumnya lebih rendah.
 Berikan regimen dosis yang sederhana dan sediaan obat yang mudah ditelan 
untuk memelihara kepatuhan pasien.
 Periksa secara berkala semua obat yang dimakan pasien, dan hentikan obat yang 
tidak diperlukan lagi.
E. Pemilihan Obat pada Kondisi Patologis
a. Penyakit Saluran Cerna
Prinsip umum penggunaan obat pada pasienpenyakit saluran cerna, adalah :
 Hindarkan obat iritan(misalnya KCL, aspirin, antiinflamasi steroid lainnya) pada 
keadaan stasis/hipomotilitas saluran cerna.
 Hindarkan sediaan lepas lambat dan sediaan salut enterik pada keadaan hiper 
maupun hipomotilitas saluran cerna.
 Berikan levadopa dalam kombinasi dengan karbidopa.
 Untuk obat-obat lain : dosis harus disesuaikan berdasarkan respon klinik pasien 
dan/atau bila perlu melalui kadar obat dalam plasma.
b. Penyakit Kardiovaskuler
Prinsip umum penggunaan obat pada pasien penyakit kardiovaskuler, adalah :
 Turunkan dosis awal obat maupun dosis penunjang.
 Sesuaikan dosis berdasarkan respon klinik pasien dan/atau bila perlu melalui 
pengukuran kadar obat dalam plasma.
c. Penyakit Hati
Prinsip umum penggunaan obat pada pasien penyakit hati yang berat adalah :
 Sedapat mungkin dipilih obat yang eliminasi terutama melalui ekskresi ginjal.
 Hindarkan penggunaan : obat-obat yang mendepresi susunan saraf pusat 
(terutama morfin), diuretik tiazid dan diuretik kuat, obat-obat yang hepatotoksik.
 Gunakan dosis yang lebih rendah dari normal, terutama obat-obat yang eliminasi 
utamanya melului metabolisme hati. Tidak ada pedoman umum untuk 
menghitung berapa besar dosis yang harus diturunkan, maka disesuaikan dengan 
keadaan individual pasien. Kemudian monitor respon klinik pasien dan bila perlu 
monitor kadar obat dalam plasma serta uji fungsi hati pada pasien dengan dengan 
fungsi hati yang berfluktuasi.
d. Penyakit Ginjal
Prinsip umum penggunaan obat pada pasien dengan penyakit ginjal, adalah :

 Sedapat mungkin dipilih obat yang elimininasinya terutama melalui metabolisme 
hati, untuk obatnya sendiri maupun metabolit aktifnya.
 Hindarkan penggunaan : golongan tetrasiklin untuk semua derajat gangguan 
ginjal (kecuali doksisiklin dan minosiklin yang dapat diberikan asal fungsi ginjal 
tetap dimonitor), diuretik merkuri, diuretik hemat kalium, diuretik tiazid, 
antidiabetik oral, dan aspirin (paracetamol mungkin merupakan analgetik yang 
paling aman pada penyakit ginjal).
 Gunakan dosis lebih rendah dari normal, terutama obat-obat yang eliminasi 
utamanya melalui ekskresi ginjal. 
V. Interaksi obat
Obat di dalam tubuh dapat mengalami interaksi dengan obat lain maupun dengan 
makanan. Secara farmakokinetik adanya interaksi obat baik dengan obat lain maupun 
dengan makanan akan mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi 
(ADME) obat tersebut. Sedangkan interaksi farmakodinamik memungkinkan terjadinya efek 
additive, sinergis, potensiasi, atau antagonis dari obat yang mengalami interaksi.
Interaksi Famakokinetik
1. Interaksi pada proses absorpsi
Interaksi dalam absorpsi di saluran cerna dapat terjadi akibat :
a. Interaksi langsung antar partikel obat yang membentuk senyawa kompleks antar 
senyawa obat. Perubahan struktur molekul yang ditimbulkan mengakibatkan salah 
satu atau semua obat yang membentuk kompleks senyawa mengalami penurunan 
kecepatan absorpsi. Contoh: interaksi tetrasiklin dengan ion Ca2+, Mg2+, Al2+ dalam 
antasid yang menyebabkan jumlah absorpsi keduanya turun.
b. Perubahan pH
Obat dengan sifat keasaman yang berbeda dapat menimbulkan perubahan pH 
ketikan diberikan secara bersamaan, hal ini mempengaruhi absorpsi obat dengan 
kemungkinan menaikkan atau menurunkan absorpsi obat kedua.
Contoh: pemberian Antasid bersama Penisilin G dapat meningkatkan jumlah absorpsi 
Penisilin G.
c. Motilitas saluran cerna
Pemberian obat-obat yang dapat mempengaruhi motilitas saluran cerna dapat 
mempegaruhi absorpsi obat lain yang diminum bersamaan.
Contoh: antikolinergik yang diberikan bersamaan dengan Parasetamol dapat 
memperlambat penyerapan Parasetamol.
2. Interaksi pada proses distribusi
Di dalam darah senyawa obat berinteraksi dengan protein plasma. Senyawa yang asam 
akan berikatan dengan albumin dan yang basa akan berikatan dengan α1-glikoprotein. 
Jika 2 obat atau lebih diberikan maka dalam darah akan bersaing untuk berikatan 
dengan protein plasma, sehingga proses distribusi terganggu (terjadi peningkatan salah 
satu distribusi obat ke jaringan).
Contoh : pemberian Klorpropamid dengan Fenilbutazon, akan meningkatkan distribusi 
Klorpropamid.
3. Interaksi pada proses metabolisme
a. Hambatan metabolisme
Pemberian suatu obat bersamaan dengan obat lain yang enzim pemetabolismenya 
sama dapat menyebabkan gangguan metabolisme yang dapat menaikkan kadar 
salah satu obat dalam plasma, sehingga meningkatkan efeknya atau toksisitasnya.
Contoh: pemberian Warfarin bersamaan dengan Fenilbutazon dapat menyebabkan 
meningkatnya kadar Warfarin mengakibatkan terjadi pendarahan.
b. Induktor enzim
Pemberian suatu obat bersamaan dengan obat lain yang enzim pemetabolismenya 
sama dapat terjadi gangguan metabolisme yang dapat menurunkan kadar obat 
dalam plasma, sehingga menurunkan efeknya atau toksisitasnya.
Contoh : pemberian Estradiol bersamaan dengan Rifampisin akan menyebabkan 
kadar Estradiol menurun sehingga efektifitas kontrasepsi oral dari Estradiol menurun.
4. Interaksi pada proses ekskresi
a. Gangguan ekskresi ginjal akibat kerusakan ginjal oleh obat.
Jika suatu obat yang ekskresinya melalui ginjal diberikan bersamaan dengan obat￾obat yang dapat merusak ginjal, maka akan terjadi akumulasi obat tersebut yang 
dapat menimbulkan efek toksik.
Contoh: Digoksin diberikan bersamaan dengan obat yang dapat merusak ginjal 
(Aminoglikosida, Siklosporin) mengakibatkan kadar Digoksin naik sehingga timbul 
efek toksik.
b. Kompetisi untuk sekresi aktif di tubulus ginjal
Jika di tubulus ginjal terjadi kompetisi antara obat dan metabolit obat untuk sistem 
transport aktif yang sama dapat menyebabkan hambatan sekresi.
Contoh: jika Penisilin diberikan bersamaan dengan Probenesid maka akan 
menyebabkan klirens Penisilin turun, sehingga kerja Penisilin lebih panjang.
c. Perubahan pH urin
Bila terjadi perubahan pH urin maka akan menyebabkan perubahan klirens ginjal. 
Jika pH urin naik akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat asam lemah, 
sedangkan jika pH turun akan meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa 
lemah.
Contoh: pemberian Pseudoefedrin (obat basa lemah) diberikan bersamaan 
Ammonium klorida maka akan meningkatkan ekskresi Pseudoefedrin. Ammonium 
klorida akan mengasamkan urin sehingga terjadi peningkatan ionisasi Pseudoefedrin 
dan eliminasi Pseudoefedrin juga meningkat.
Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik obat terjadi berdasarkan mekanisme aksi obat-obat yang 
diberikan secara bersamaan. Mekanisme aksi obat terkait dengan reseptor obat pada target 
organnya. Secara farmakodinamik interaksi obat dengan obat lain dapat bersifat 
antagonisme atau sinergisme. 
1. Antagonisme obat terjadi jika aktifitas obat pertama dikurangi atau ditiadakan sama 
sekali oleh obat kedua yang mempunyai khasiat farmakologi yang berlawanan. Pada 
antagonisme kompetitif, dua obat bersaing secara reversibel untuk reseptor yang sama.
2. Sinergisme adalah kerja sama antara dua obat dan dikenal dua jenis:
a. Adisi (penambahan), efek kombinasi adalah sama dengan jumlah aktifitas masing￾masing obat. Contoh: kombinasi Asetosal dan Parasetamol.
b. Potensiasi (peningkatan), kedua obat saling memperkuat khasiatnya sehingga terjadi 
efek yang melebihi jumlah matematis dari a + b. Contoh : Estrogen dan Progesteron; 
Sulfametoksazol dan Trimetoprim.

VI. Macam-macam Rute Pemberian Obat 
Pemberian obat dapat dilakukan melalui beberapa rute. Secara garis besar dikenal 
beberapa rute pemberian obat yaitu :
1. Oral
2. Parenteral 
3. Topikal/lokal
4. Rute lain
1. Pemberian obat melalui rute oral.
Beberapa bentuk sediaan obat dapat diberikan melalui rute oral, meliputi sediaan 
obat yang berbentuk tablet, kaplet, kapsul, puyer, maupun sirup. Obat yang diberikan 
melalui jalur ini akan diabsorbsi oleh mukosa sistem gastrointestinal. Tingkat absorbsi 
obat dipengaruhi oleh sifat lipofilik molekul, pH dan besarnya partikel senyawa obat. 
Senyawa obat yang bersifat lipofilik mempunyai kemampuan untuk menembus 
membran sel lebih baik. Senyawa obat yang bersifat basa lemah akan bersifat lipofilik 
pada lingkungan yang mempunyai tingkat keasaman tinggi (pH rendah). Dengan kata 
lain senyawa obat yang bersifat asam lemah lebih mudah diabsorbsi di lambung yang 
mempunyai lingkungan dengan tingkat keasaman tinggi (pH = 2-3). Senyawa obat yang 
bersifat basa lemah akan bersifat lipofilik apabila berada pada lingkungan basa. Oleh 
karena itu senyawa obat yang merupakan basa lemah lebih mudah melewati mukosa 
intestinum yang lingkungannya mempunyai pH lebih tinggi dibandingkan lambung. Obat 
dengan ukuran partikel lebih kecil akan diabsorbsi lebih baik dibandingkan obat dengan 
ukuran partikel yang lebih besar.
Setelah absorbsi obat terjadi di mukosa gastrointestinal, senyawa aktif obat yang 
memasuki sirkulasi enterohepatik. Melalui sirkulasi enterohepatik senyawa obat 
memasuki sistem portal hepatik dan sebagian akan dimetabolisme di hepar. Proses 
metabolisme obat di hepar sebelum senyawa obat mencapai target organnya di sebut 
sebagai “hepatic first pass”. Hal ini merupakan proses eliminasi senyawa aktif sebelum 
obat dapat berfungsi pada targetnya. Oleh karena itu obat obat yang mengalami 
metabolisme sempurna di hepar sebaiknya tidak diberaikan melalui rute oral (enteral). 
Salah satu contoh obat yang dimetabolisme sempurna di hepar adalah Nitrogliserin 
(Isosorbid dinitrat).
2. Pemberian obat melalui rute parenteral.
Secara parenteral obat dapat diberikan melalui beberapa jalur yaitu :

a. Injeksi subkutan
b. Injeksi intramuskular
c. Injeksi intravena
Rute ini memungkinkan obat mencapai target organnya lebih cepat. Selain itu 
tingkat ketersediaan senyawa aktif dalam sirkulasi darah lebih tinggi bila dibandingkan 
dengan obat yang diberikan secara enteral. Hal ini karena obat yang diberikan secara 
parenteral tidak mengalami “first hepatic pass”. Sifat ini memberikan keuntungan dari 
aspek kecepatan terjadinya efek terapi obat. Dari aspek dosis, maka obat yang 
diberikan secara parenteral dosis yang dibutuhkan lebih rendah bila dibandingkan 
dengan dosis obat yang diberikan secara oral.
3. Pemberian obat melalui rute topikal.
Beberapa jalur pemberian obat yang termasuk rute topikal adalah :
a. Transdermal, bentuk sediaan obat yang dapat diaplikasikan secara transdermal 
meliputi cream, ointment, gel, lotion dan patch.
b. Sublingual, beberapa jenis obat diberikan secara sublingual untuk menghindari “first 
hepatic pass”. Contoh : Isosorbid dinitrat.
c. Intra occular, obat tetes mata
d. Intra auricular, obat tetes telinga
e. Intranasal, obat tetes hidung
f. Per-rectal, sediaan suppositoria diaplikasikan secara topikal melalui rectum.
g. Per-vaginal, sediaan ovula diaplikasikan secara topikal melalui vagina.
h. Per-inhalasi, sediaan inhaler diaplikasikan secara topikal untuk mencapai target obat 
di saluran nafas.
4. Pemberian obat melalui rute lain.
Beberapa obat diberikan melalui rute khusus, diantaranya melalui :
a. Injeksi intra artikular, pemberian obat dengan cara ini dimaksudkan untuk 
mendapatkan konsentrasi obat yang tinggi pada daerah persendian.
b. Injeksi intrathecal, obat diinjeksikan pada level lumbal ke-5 agar dapat mencapai 
sistem saraf pusat melalui likuor serebrospinalis. Pemberian obat dengan jalur ini 
bertujuan untuk menghindarai sawar darah otak (blood brain barier) yang menjadi 
barier absorbsi obat-obat tertentu.

c. Injeksi epidural, rute epidural biasanya dimanfaatkan pada spinal anestesi. Pada 
rute ini obat tidak masuk ke dalam likuor serebrospinalis, tetapi terkonsentrasi 
dilapisan duramater, sehingga obat tidak mencapai saraf pusat.
Dengan berkembangnya teknologi cara pemberian obat juga semakin berkembang, 
sehingga selain rute pemberian obat secara garis besar yang telah disebutkan di atas, 
banyak metode pemberian obat yang baru yang tidak disebutkan pada manual ini.
VII. Menulis Resep yang Tepat dan Rasional
Penulisan resep adalah tindakan terakhir dari dokter untuk pasiennya, yaitu setelah 
melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, menentukan diagnosis, prognosis serta terapi 
yang akan diberikan. Terapi untuk kausatif, simtomatik, profilaktik diwujudkan dalam 
bentuk resep.
VIII. Peresepan Irrasional
Penggunaan obat yang tidak rasional merupakan masalah yang kadang-kadang 
terjadi karena maksud baik dan perhatian dokter. Peresepan irrasional dapat dikelompokkan 
menjadi:
1. Peresepan mewah, yaitu pemberian obat baru dan mahal padahal tersedia obat tua 
yang lebih murah yang sama efektif dan sama amannya, penggunaan simtomatik 
untuk keluhan remeh sehingga dana untuk penyakit yang berat tersedot, atau 
penggunaan obat dengan nama dagang walaupun tersedia obat generik yang sama 
baiknya.
2. Peresepan berlebihan, yaitu yang mengandung obat yang tidak diperlukan, dosis 
terlalu tinggi, pengobatan terlalu lama, atau jumlah yang diberikan lebih dari yang 
diperlukan. Terdapat beberapa jenis obat yang paling banyak diberikan kepada 
pasien tanpa indikasi yang tepat dan jelas. Golongan obat tersebut adalah antibiotik, 
kortikosteroid, obat penurun berat badan, antikolesterol, multivitamin, dan tonikum, 
vasodilator, obat untuk memperbaiki metabolisme otak, dan sediaan dermatologis.
3. Peresepan salah, yaitu obat yang diberikan untuk diagnosis yang keliru, obat yang 
dipilih untuk suatu indikasitertentu tidak tepat, peneyediaan (di apotik, rumah sakit) 
salah, atau tidak disesuaikan dengan kondisi medis, genetik, lingkungan, dan faktor 
lain yang ada pada saat itu.
4. Polifarmasi, yaitu penggunaan dua atau lebih obat padahal satu obat sudah 
mencukupi atau pengobatan setiap gejala secara terpisahpadahal pengobatan 
terhadap penyakit primernya sudah dapat mengatasi semua gejala.

5. Peresepan kurang, yaitu tidak memberikan obat yang diberikan, dosis tidak 
mencukupi, atau pengobatan terlalu singkat. 
Penulisan resep yang tepat dan rasional merupakan penerapan berbagai macam 
ilmu. Ilmu anatomi, ilmu fisiologi, ilmu patogenesis, ilmu patofisiologi, ilmu penyakit (untuk 
menegakkan diagnosis), ilmu farmakologi, farmakodinamik, farmakokinetika, bioavailabilitas, 
farmasi (untuk memilih obat dengan berbagai macam variabelnya) dan disesuaikan dengan 
keadaan pasien.
Dalam pemilihan obat perlu dasar pertimbangan sebagai berikut :
1. Timbanglah manfaat-risiko. Faktor yang menetukan manfaat risiko ini adalah 
kebutuhan efektivitas, efek samping, dan beban biaya (cost). Setiap faktor tersebut 
perlu dipikirkan dalam konteks salling mempengaruhi dan tidak pernah berdiri 
sendiri.
2. Pilihan pertama, gunakan obat yang paling established. Established berarti obat ini 
terpilih untuk indikasi tertentu.
3. Gunakan obat yang diketahui paling baik sesuai dengan pengetahuan mengenai 
farmakologi obat tersebut sehingga dapat diketahui dengan tepat dosis untuk setiap 
keadaan, jadwal pemberian dan potensinya untuk menimbulkan efek samping.
4. Tailor drug need. Kebutuhan jenis obat harus disesuaikan untuk setiap pasien.
5. Tailor drug dose. Dosis obat disesuikan dengan pasien karena tidak semua pasien 
memerlukan dosis yang sama. 
6. Gunakanlah dosis efektif terkecil. Perlu diketahui bahwa penambahan dosis tidak 
selalu menambah efek, dan perlu disadari, bahwa untuk memperbesar dosis, efek 
samping akan lebih jelas atau lebih sering timbul. Untuk obat yang memeliki kurva 
dosis-efek agak datar atau telah digunakan dosis yang memberi efek maksimum, 
lebih baih digunakan obat alternatif atau menambah obat lain daripada meninggikan 
dosis. (Kapita Selekta kedokteran)
Farmakoterapi (terapi dengan obat) mempunyai motto : 
1. 5 tepat :
a. Berikan OBAT yang tepat
b. Dengan DOSIS yang tepat
c. Dalam BSO yang tepat
d. Pada WAKTU yang tepat

e. Kepada PENDERITA yang tepat dengan semua parameter yang harus 
diperhitungkan.
2. 4T 1W :
a. Tepat OBAT
b. Tepat DOSIS
c. Tepat BSO
d. Tepat PENDERITA
e. Waspada Efek Samping
Kurangnya pengetahuan tentang obat dapat menyebabkan :
1. Bertambahnya toksisitas obat yang diberikan.
2. Terjadi interaksi obat satu dengan obat lain.
3. Terjadi interaksi obat dengan makanan.
4. Tidak tercapai efektivitas obat.
5. Beaya pengobatan meningkat.
IX. KAIDAH-KAIDAH PENULISAN RESEP 
Setelah menetapkan diagnosis kerja, maka dokter akan menentukan terapi salah 
satunya terapi dengan obat. Untuk menuliskan suatu resep banyak hal yang meminta 
perhatian dokter : 
1. Satuan berat untuk obat 1 gram (1 g) tidak ditulis 1 gr, (gr = grain = 65 mg)
2. Angka dosis tidak ditulis sebagai perhitungan desimal
3. Jumlah obat yang diterima pasien ditulis dengan angka romawi
4. Nama obat ditulis dengan jelas
5. Dokter telah punya pengalaman dengan obat yang ditulis dalam resep
6. Obat sama dengan nama dagang yang berbeda dimungkinkan bioavailabilitasnya beda.
7. Harus hati-hati bila akan memberikan beberapa obat seara bersamaan, pastikan tidak 
ada inkompatibilatas/interaksi yang merugikan
8. Dosis diperhitungkan dengan tepat
9. Dosis disesuaikan dengan kondisi organ
10. Terapi dengan obat (narkotika) diberikan hanya untuk indikasi yang jelas
11. Ketentuan tentang obat ditulis dengan jelas
12. Hindari pemberian obat terlalu banyak
13. Hindari pemberian obat dalam jangka waktu lama
14. Edukasi pasien untuk cara penggunaan obat khusus, atau tuliskan dalam kertas yang 
terpisah dengan resep obat

15. Ingatkan kemungkinan yang berbahaya apabila pasien minum obat yang lain.
16. Beritahu efek samping obat
17. Lakukan recording pada status pasien.

Langkah-langkah Menulis Resep
Ambil satu lembar kertas resep/blanko resep, isi tempat dan tanggal ditulisnya resep.
Penulisan resep untuk obat yang diramu/diracik :
1. Tulis huruf R/ (resipe)
2. Tulis nama obat yang terpilih sesuai indikasi
3. Tulis dosis yang diperlukan, untuk anak dan geriatri dosis sudah dihitung lebih dulu.
4. Tulis permintaan untuk membuat bentuk sediaan obat : contohnya mfla (misce fac 
lege artis), fla (fac lege artis), md (misce da)
5. Tulis jumlah obat yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan pemberian obat
6. Diakhiri dengan titik
7. Kalimat berikutnya, tulis S (signa)
8. Tulis apa yang diperlukan untuk menandai obat tersebut, lazimnya adalah cara 
penggunaan obat
9. Beri garis penutup dan paraf
10. Tulis pro : nama pasien, umur (terutama untuk anak)
Penulisan resep obat jadi :
1. Tulis huruf R/
2. Tulis nama obat yang terpilih sesuai indikasi.
3. Tulis bentuk sediaan obat sesuai dengan sifat obat, bioavailabilitas, kondisi penyakit 
pasien.
4. Tulis dosis yang diperlukan, untuk anak dan geriatri dosis sudah dihitung lebih dulu.
5. Tulis jumlah obat yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan pemberian obat.
6. Diakhiri dengan titik.
7. Kalimat berikutnya, tulis S (signa)

8. Tulis apa yang diperlukan untuk menandai obat tersebut, lazimnya adalah cara 
penggunaan obat.
9. Beri garis penutup dan paraf.
10. Tulis pro : nama pasien, umur (terutama untuk anak).
CATATAN : 
Setelah diagnosa ditetapkan dan sebelum menulis resep, yang perlu difikirkan :
1. Apa tujuan spesifik pemberian obat yang akan ditulis dalam resep ? ( sesuaikan 
dengan kondisi pato-fisiologi )
2. Apa nama obat yang paling tepat untuk mengatasi masalah tersebut ?
3. Apa bentuk sediaan yang paling tepat untuk pasien tersebut ?
4. Berapa dosis obat yang akan diberikan ?
5. Berapa lama obat akan diberikan pada pasien ?
6. Bagaimana cara penggunaan obat?
7. Kapan obat digunakan ?



Lampiran 1: Bahasa latin yang sering digunakan dalam resep
1. aa ana sama banyak
2. a.c ante coenam sebelum makan
3. a,n, ante noctum malam sebelum tidur
4. ad. libit ad libitum secukupnya
5. u.e usus externum untuk obat luar
6. u.p usus propius untuk dipakai sendiri
7. m.i. mihi ipsi dipakai sendiri
8. c cum dengan
9. C Cohlear sendok makan = 15 cc
10. Cth cohlear theae sendok teh = 5 cc
11. Clysm clysma clysma, lavement
12. Collyr collyrium obat cuci mata
13. Comp compositus (obat) campuran
14. Conc. Concent pekat
15. D.i.d. da in dimidio berikan separohnya
16. D.c durante coenam selama makan
17. D.d de die kali sehari
18. 1 d.d semel dedie sekali sehari
19. 2 d.d bis dedie 2 kali sehari
20. 3 d.d ter de die 3 kalisehari
21. Dext dexter kanan
22. Dext . et sin. Dexter et sinistra kanan dan kiri
23. Emuls emulsum emulsi
24. Extr extractum ekstrak
25. F fac buat
26. Fla fac lege artis buat menurut cara semestinya
27. G gramma gram
28. Garg gargarisma obat kumur
29. Gtt guttae tetes
30. H hora jam
31. H.s hora somni jam sebelum tidur
32. i.m.m. in manum medici berikan ke tangan dokter
33. inj. Injektio injeksi
34. iter iteretur harap diulang
35. iter 2x iteretur 2x harap diulang dua kali
36. l loco penggantinya
37. lot lotio lotion, obat cair untuk obat luar
38. m misce campurlah
39. m.f. misce fac campur dan buatlah
40. m.f.l.a misce fac lege artis campur dan buatlah menurut 
cara sebenarnya
41. mane pagi
42. m.et.v mane et vespere pagi dan sore
43. mg miligrama miligram
44. ne iter jangan diulang
45. o omni tiap
46. o.n. omni noctum tiap malam
47. p.p pro paupere untuk si miskin
48. p.c. post coenam sesudah makan
49. PIM periculum in mora berbahaya bila ditunda
50. P.r.n pro re nata kalau perlu
51. S.n.s si necesse sit kalau perlu
52. S.o.s si opus sit kalau perlu
53. Pulv pulveres serbuk terbagi = puyer
54. Pulv. Pulvis serbuk
55. Puv. adspers Pulv is adspersorius serbuk hari tabur
56. Q.s quantum satis secukupnya
57. R/ recipe ambillah
58. S signa tandai
59. U.c. usus cognitus aturan pakai diketahui
60. U.n, usus notus aturan pakai diketahui
61. U.e usus externus untuk obat luar
62. Vesp. vespere sore hari
63. Sine confect sine confectionem tanpa bungkus asli
64. Sive simile sive simile boleh diganti 
65. D.c.f da cum formula berikan nama obat




Lampiran 2. Obat-obat yang harus diketahui dokter umum
1. Antibiotika.
Erythromycin : kapsul 250 mg, 500 mg; tablet kunyah 200 mg, sirup kering 200mg/5ml, 
 cream 2% (20 g), gel topikal 2 % (15 g), larutan 2 % (30 ml).
Amoksisilin : kapsul 250 mg, 500 mg; sirup kering 125 mg/5 ml, sirup kering forte
 250 mg/5 ml, drop 100 mg/ml, injeksi 1 gram
Chloramphenicol : kapsul 250mg, 500mg, sirup 125 mg/5ml, tetes telinga 1% 
Ofloxacin : Kapsul 100 mg, tetes telinga 0,3%
Clindamycin : kapsul 150mg, 300mg; gel 1,2% (15 g), solutio 1,2% (30 ml)
2. Antijamur.
Mikonazol : gel oral 2%, salep 2%, cream 2%, powder 2%, sabun cair 2%,
Klotrimazol : tablet sisip /tablet vaginal 100 mg, 500 mg, salep 1%
Ketokonazol : tablet 200 mg, cream 2%, solutio 2 %
Nistayn : tablet 500 000 Ui, tablet vaginal 100 000 Ui, suspensi 100 000 Ui/ml, 
 500 000 Ui/ml
3. Antiseptika.
Asam salisilat : talk 2 % 
Hyaluronic acid : gargel 025% 
Povidon iodin : gargel 1% , solutio 10%, salep 10%
Polycresulen : solutio consentrate 5ml, 10 ml, 30 ml; gel topikal 50 g, ovula 90 mg
4. Antihipertensi
Amlodipin : tablet 5mg, 10 mg
Bisoprolol : tablet 5 mg
Captopril : tablet 12,5mg; 25mg; 50mg
Nifedipin : tablet 5mg, 10 mg; oros 20 mg, 30 mg
Lisinopril : tablet 5mg, 10 mg
Ramipril : tablet 2,5 mg; 5mg; 10 mg
5. Diuretika
Furosemid : tablet 40 mg, injeksi 20 mg/ml (2ml)
Hidro Chloro Tiazid /HCT : tablet 25 mg, 50mg
6. Antidiabetes
Glimepirid : tablet 1mg, 2mg, 3mg, 4mg 
Glibenclamid : tablet 5mg
Metformin : tablet 500mg, 850mg, tablet XR 500 mg
7. Analgetik-antipiretik
Parasetamol : tablet 500mg, tablet kunyah 120 mg, sirup 120mg/5ml, 160 mg/5ml, 
 drops 100 mg/ml
Ibuprofen : tablet kunyah 100 mg, tablet 200 mg, 400 mg, suspensi 100mg/5ml, 200 
 mg/5ml
Ketoprofen : tablet 50 mg, 100 mg; kapsul CR 100mg, 200 mg; suppositoria 100 mg,

injeksi 100 mg/2ml; gel topikal 0,25 %
8. Antialergi
Chlor Tri Meton/CTM : tablet 4mg
Cetirizin : tablet 10 mg
Diphenhidramin : tablet 50 mg
Pheniramin maleat : tablet 25 mg, sirup 5 mg/5ml, drop 10 mg/ml
Loratadin : tablet 10 mg, sirup 5 mg/5ml
9. Kortikosteroid
Dexametason : tablet 0,5 mg, 0,75 mg, injeksi 5mg/ml
Methyl-prednisolon : tablet 4mg, 8mg, 16 mg, injeksi 125 mg/ml
Prednison : tablet 5 mg
10.Obat saluran cerna
Antasida doen : tablet kunyah, suspensi
Sukralfat : tablet 500 mg, suspensi 50 mg/5ml
Ranitidin : tablet 150 mg, sirup 75 mg/5ml, injeksi 50mg/ml
Famotidin : tablet 20 mg, 40 mg
Cimetidin : tablet 200 mg
Simetikon : tablet 50 mg
Omeprazol : kapsul 20 mg, injeksi 40 mg
Domperidon : tablet 10 mg, sirup 5mg/5ml, drop 5 mg/5 ml
Metochlopramid : tablet 5mg, 10 mg; sirup 5 mg/5ml, drop 4mg/ml injeksi 5mg/ml
11.Obat saluran nafas
Salbutamol : tablet 2mg, 4mg; sirup 2 mg/5ml, Metered Doses Inhaler (MDI) 
 100mcg/puffg/5ml, 
Procaterol : tablet 25 mcg, 50 mcg; sirup 5 mcg/%ml; 
Fenoterol : MDI 100 mcg/puff, solutio inhalasi 0,1%
Ipatropium : inhaler 20 mcg/puff; solutio inhalasi 0,025% (20 ml)
Theophyllin : kapsul 133 mg, 150 mg, sirup 150 mg/5ml
Aminophyllin : tablet 200 mg, tablet retard 25 0mg, tablet retard mite 125 mg
Gliseril- guaikolas : tablet 100 mg
Ambroxol : tablet 30 mg, sirup 15 mg/ 5ml, 
Bromheksin : tablet 8 mg, eliksir 4mg/5ml
Codein : tablet 10mg, 15 mg, 20 mg
12. Komedolitik 
Asam retinoat : cream 0,025%, 0,05% ; solutio topikal 0,025%, 0,05%
Benzoil peroksidase : cream 2,5%, 5%, gel 2,5%, 5%
13. Cairan Parenteral
Infus solutio fisiologis 500 ml
Infus Ringer Laktat 500 ml
Infus Ringer Acetat 500 ml
Infus Albumin 10% 50 ml, 100 ml

Infus Albumin 20% 25 ml, 50 ml, 100 ml
Infus Hydroxyethyl Starch (HAES) 6% 500 ml
Infus Hydroxyethyl Starch (HAES) 10% 500 ml



Related Posts:

  • menulis resep Keterampilan klinis perlu dilatihkan sejak awal hingga akhir pendidikan dokter secara berkesinambungan. Dalam melaksanakan praktik, lulusan dokter harus menguasai keterampilan kli… Read More