Jumat, 06 Desember 2024

kejiwaan




 Kesehatan jiwa merupakan bagian 

yang tidak terpisahkan dari kesehatan 

secara umum serta merupakan dasar bagi 

pertumbuhan dan perkembangan manusia. 

Kesehatan jiwa membuat perkembangan 

fisik, intelektual dan emosional seseorang 

berkembang optimal selaras dengan 

perkembangan orang lain (UU No 36, 

2009).

WHO (2009) memperkirakan 450 juta 

orang di seluruh dunia mengalami 

gangguan mental, sekitar 10% orang 

dewasa mengalami gangguan jiwa dan 

25% penduduk diperkirakan akan 

mengalami gangguan jiwa pada usia 

tertentu dalan rentang hidupnya yan 

biasanya terjadi pada dewasa muda antara 

usia 18-21 tahun. Menurut National 

institute of mental health, gangguan jiwa 

mencapai 13% dari penyakit secara 

keseluruhan dan diperkirakan akan 

berkembang menjadi 25% di tahun 2030. 

Gangguan jiwa menyebabkan hilangnya 

produktifitas, dan mudah kambuh 

sehingga meningkatkan biaya perawatan. 

Dampak gangguan jiwa menyebabkan 

keluarga kehilangan banyak waktu untuk 

merawat, mengalami beban emosional, 

dan sosial akibat stigma dari masyarakat 

(Hogan, 2008). Asmedi (2012), 

mengungkapkan di Indonesia gangguan 

jiwa menimbulkan kerugian ekonomi 

mencapai Rp 20 triliun, akibat hilangnya 

produktivitas, beban ekonomi dan biaya 

perawatan kesehatan yang harus 

ditanggung keluarga dan negara. Klien 

gangguan jiwa tidak hanya membutuhkan 

dukungan ekonomi saja tetapi juga 

memerlukan sistem dukungan sosial yang 

mencakup dukungan emosional, 

informasional, instrumental dan 

penilaian/penghargaan untuk menjalani 

program pemulihan (recovery) dan 

menghadapi stigma di masyarakat.

Skizofrenia adalah bentuk gangguan 

jiwa yang sering dijumpai dan 

multifaktorial, perkembangannya 

dipengaruhi oleh faktor genetik dan 

lingkungan serta ditandai dengan gejala 

positif, negatif dan defisit kognitif (Jones 

et al, 2011). Peristiwa yang penuh stres, 

akan mengaktifkan aksis hipotalamus￾hipofisis-adrenal dan merangsang 

pelepasan berbagai neurotransmitter otak, 

terutama dopamine dan norepinefrine, 

kejadian ini juga dianggap sebagai faktor

kunci terjadinya skizofrenia (Bobo et al, 

2008). 

Gejala positif meliputi waham, 

halusinasi, gaduh gelisah, perilaku aneh, 

sikap bermusuhan dan gangguan berpikir 

formal. Gejala negatif meliputi sulit

memulai pembicaraan, afek tumpul atau 

datar, kurangnya motivasi dan atensi, 

pasif, apatis dan penarikan diri secara 

sosial dan rasa tidak nyaman (Videbeck, 

2008). Gejala defisit kognitif meliputi: 

gangguan dalam attention, learning and 

memory, dan gangguan dalam execution 

function, kerusakan kognitif ini sering 

diperburuk dengan kondisi insight yang 

buruk (Stuart, 2013). 

Klien skizofrenia mengalami gejala 

positif, negatif dan defisit kognitif yang 

mempengaruhi pelaksanaan kegiatan 

harian dan penurunan fungsi sosial yang 

bermakna.

Skizofrenia membawa dampak bagi 

kehidupan individu, keluarga menghambat 

pelaksanaan pekerjaan, mengganggu 

masyarakat, dan merugikan negara. 

Adanya individu dengan gangguan jiwa 

(skizofrenia) meningkatkan cost dan 

beban ekonomi tidak hanya bagi 

keluarganya tetapi juga negara. Individu 

dengan skizofrenia tidak hanya kehilangan 

kesempatan untuk bekerja tetapi yang 

sudah bekerja juga dapat kehilangan 

pekerjaan.

Mosanya et al (2014) 

mengungkapkan kondisi klien yang tidak 

produktif, dan tidak berpenghasilan 

menimbulkan stigma di masyarakat bahkan 

keluarga dan mempengaruhi stigma diri 

sehingga klien cenderung mengalami 

harga diri rendah. Pendidikan rendah, 

tidak bekerja dan tidak ada penghasilan 

memberikan konstribusi menurunnya 

harga diri dan mempengaruhi kualitas 

hidup klien (Mosanya et al, 2014). 

Berdasarkan latar belakang di atas 

maka penulis tertarik untuk menganalisa 

faktor-faktor penyebab gangguan jiwa di 

Ruang Kresna (Ruang Akut) Wanita 

Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi 

Bogor.

Gangguan jiwa dapat terjadi pada 

siapa saja, baik yang berusia muda, 

dewasa maupun lansia. Gangguan jiwa 

juga dapat terjadi pada orang yang tinggal 

di perkotaan maupun di pedesaan. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 

usia terbanyak yang mengalami gangguan 

jiwa adalah usia dewasa. Usia dewasa 

merupakan usia produktif dimana mereka 

harus mampu secara mandiri menghidupi 

dirinya sendiri. Usia ini juga usia dimana 

seseorang telah berkeluarga, sehingga 

masalah yang dihadapi juga semakin

banyak, bukan hanya masalahnya sendiri 

namun harus memikirkan masalah 

anggota keluarganya. Hal ini 

memungkinkan orang dewasa mempunyai 

masalah yang lebih kompleks dan berisiko 

mengalami gangguan jiwa. 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 

yang mengalami gangguan jiwa adalah 

yang tidak bekerja. Tidak bekerja bisa 

membuat orang kehilangan kesempatan 

untuk mempunyai penghasilan. Tidak 

bekerja juga bisa membuat orang 

kehilangan kesempatan untuk 

menunjukkan aktualisasi dirinya. Hal ini 

yang dapat membuat orang tidak 

melakukan suatu kegiatan, sehingga akan 

sangat memungkinkan orang mengalami 

harga diri rendah yang akan berdampak 

pada gangguan jiwa.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 

faktor predisposisi biologis terbanyak 

adalah adanya gangguan jiwa sebelumnya. 

Ketika seorang klien sudah pernah 

mengalami gangguan jiwa sebelumnya, 

walau klien telah dinyatakan sembuh dan 

dapat kembali ke masyarakat, namun 

stigma negatif yang ada di masyarakat 

telah membuat klien ditolak atau tidak 

diperlakukan baik di masyarakat. 

Tipe kepribadian tertutup juga 

merupakan penyebab terbanyak orang 

mengalami gangguan jiwa. Orang dengan 

tipe kepribadian tertutup akan cenderung 

menyimpan segala permasalah sendiri, 

sehingga masalah akan semakin 

menumpuk. Hal ini yang akan membuat 

klien bukannya menyelesaikan 

permasalahannya, namun akan bingung 

dengan permasalahannya dan dapat 

membuat klien depresi.

Putus obat juga merupakan salah satu 

faktor presipitasi gangguan jiwa. Klien 

yang mengalami gangguan jiwa, 

kebanyakan harus minum obat seumur 

hidupnya. Hal ini yang menyebabkan 

klien merasa bosan minum obat dan akan 

menghentikan minum obat. Selain karena 

merasa bosan, klien yang mempunyai 

pengetahuan kurang juga akan 

menghentikan minum obat karena merasa 

sudah sembuh atau gejala tidak muncul. 

Hal ini yang akan memicu kekambuhan 

gangguan jiwa atau munculnya gangguan 

jiwa kembali.

Pengalaman tidak menyenangkan 

yang dialami klien misalnya adanya 

aniaya seksual, aniaya fisik, dikucilkan 

oleh masyarakat atau kejadian lain akan 

memicu klien mengalami gangguan jiwa. 

Klien yang mempunyai mekanisme 

koping maladaptif akan membuat klien 

mudah mengalami gangguan jiwa.

Selain itu konflik dengan teman atau 

keluarga misalnya karena harta warisan

juga dapat membuat klien mengalami 

gangguan jiwa. Konflik yang tidak 

terselesaikan dengan teman atau keluarga 

akan memicu klien mengalami stresor 

yang berlebihan. Jika klien yang 

mengalami stresor berlebihan namun 

mekanisme kopingnya buruk, maka akan 

membuat klien mengalami gangguan jiwa.


Kesehatan jiwa merupakan bagian 

yang tidak terpisahkan dari kesehatan 

secara umum serta merupakan dasar bagi 

pertumbuhan dan perkembangan manusia. 

penyebab gangguan jiwa terdiri dari faktor 

penyebab predisposisi dan presipitasi. 

Faktor ini ditinjau dari aspek biologis, 

psikologis dan sosial. 

Faktor predisposisi terbanyak pada 

aspek biologis adalah klien pernah 

mengalami gangguan jiwa sebelumnya, 

pada aspek psikologis adalah tipe 

kepribadian dan penyebab pada aspek 

sosial adalah klien tidak bekerja, 

sedangkan faktor presipitasi, penyebab 

pada aspek biologis terbanyak adalah 

putus obat, penyebab pada aspek 

psikologis terbanyak adalah pengalaman 

tidak menyenangkan dan penyebab pada 

aspek sosial terbanyak adalah konflik 

dengan keluarga atau teman.


Kesehatan merupakan hal yang begitu penting bagi

manusia.Ironisnya banyak sekali penyakit yang pada

akhirnya terlambat didiagnosa sehingga mencapai tahap

kronis yang membuatnya sulit untuk ditangani, belum

lagi kesalahan diagnosis yang dilakukan oleh para dokter

atau tenaga medis yang mengakibatkan kesalahan

penanganan awal pada pasien. Padahal setiap penyakit

sebelum mencapai tahap kronis/stadium tinggi umumnya

menunjukkan gejala-gejala dini penyakit yang telah

diderita oleh pasien tetapi masih dalam tahap ringan.

Untuk penderita gangguan jiwa tahap awal bisa

diketahui dengan sakit kepala, gelisah, sering

berhalusinasi dan merasa tidak nyaman dengan keadaan

sekitar [1]. Perkembangan sistem informasi yang begitu pesat kini

telah merambah ke berbagai sektor termasuk kesehatan.

Meskipun dunia kesehatan (medis) merupakan bidang

yang bersifat information-intensive, akan tetapi adopsi

teknologi informasi di Indonesia sendiri masih relatif

tertinggal. Sebagai contoh, ketika transaksi finansial

secara elektronik sudah menjadi salah satu prosedur

standar dalam dunia perbankan, sebagian besar rumah

sakit di Indonesia baru dalam tahap perencanaan

pengembangan billing system. Meskipun rumah sakit

dikenal sebagai organisasi yang padat modal-padat

karya, tetapi investasi teknologi informasi masih

merupakan bagian kecil [1] .

Sampai saat ini, psikiater kadang mengalami kesulitan

dalam menentukan apakah seorang pasien itu menderita

kelainan jiwa atau tidak. Hal yang dapat mereka lakukan

adalah dengan mendiagnosa secara manual, namun

sering mengalami kesulitan ataupun kesalahan yang

berdampak fatal yaitu terjadinya kesalahan penanganan

pada pasien. Ini disebabkan karena adanya keraguan

bahkan nilai ketidak pastian dalam memutuskan jenis

diagnosa yang akan diambil. Berdasarkan hal tersebut,

maka diperlukan alat bantu berbasis komputerisasi

berupa fizzy logic yang dirancang dalam suatu program

computer untuk menentukan nilai ketidak pastian

tersebut.

Dengan berkembangnya teknologi ilmu komputer, saat

ini telah tercipta beberapa teknik pendekatan dalam

menyelesaikan suatu masalah yang disebut soft

computing. Soft Computing merupakan bagian dari

sistem cerdas yang yaitu suatu model pendekatan untuk

melakukan komputasi dengan meniru akal manusia dan

memiliki kemampuan untuk menalar dan belajar pada

lingkungan yang penuh dengan ketidakpastian dan

ketidaktepatan [2] dalam [3]. Komponen utama

pembentuk soft computing adalah sistem fuzzy (fuzzy

system), jaringan syaraf (neural network), algoritma

evolusioner (evolutionary algorithm), dan penalaran

dengan probabilitas (probabilistic reasoning)[3]. Salah satu metode yang akan digunakan dalam

melakukan diagnosis awal pada penderita penyakit jiwa

adalah metode Mamdani yang merupakan salah satu

metode system inferensi fuzzy.Metode Mamdani

menggukan aturan IF-THEN dalam representasi kasus

yang digunakan ke dalam himpunan fuzzy. Dengan

metode ini komputer difungsikan sebagai alat untuk

mendiagnosis[3]

Metode Mamdani [1]sering dikenal dengan nama metode

Max-Min. metode ini diperkenalkan oleh EbrahimMamdani pada tahun 1975. Metode ini menggunakan

empat tahapan untuk mendapatkan output, yaitu:

1. Pembentukan Himpunan fuzzy. 2. Aplikasi fungsi implikasi (aturan).

3. Komposisi aturan.

4. Penegasan (defuzzy).

Penelitian serupa telah banyak dilakukan sebelumnya

tetapi dengan penerapan pada kasus yang berbeda.

Apriansyah Putra, “Penentuan Penerima Beasiswa

Dengan Menggunakan Fuzzy Madm[4], menggunakan

metode mamdani dan berhasil membuktikan bahwa

penerapan metode ini dapat menentukan penerima

beasiswa dengan akurasi perhitungan yang cukup baik.

Dalam penelitian ini, akan dibangun suatu sistem yang

berfungsi sebagai alat bantu pskiater dalam mendiagnosa

penyakit jiwa berdasarkan data input berupa gejala

kelainan jiwa dengan menggunakan fuzzylogic metode

Mamdani. Penelitian ini diharapkan member manfaat

untuk:

1. Mengetahui kondisi mental pasien penyakit jiwa

secara dini.

2. Dapat dijadikan alat bantu untuk pskiater dalam

mendiagnosa.

3. Dengan mengetahui kondisi pasien secara akurat,

diharapkan psikiater dapat melakukan tindakan

lanjut sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pasien

sehingga dapat mencegah terjadinya mall-praktek.

1.1 Penyakit Jiwa

Gangguan mental atau penyakit jiwa adalah pola

psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait

dengan stres atau kelainan mental yang tidak dianggap

sebagai bagian dari perkembangan normal

manusia.Gangguan tersebut didefinisikan sebagai

kombinasi perilaku, komponen kognitif atau persepsi,

yang berhubungan dengan fungsi tertentu pada daerah

otak atau sistem saraf yang menjalankan fungsi sosial

manusia.

Penemuan dan pengetahuan tentang kondisi kesehatan

mental telah berubah sepanjang perubahan waktu dan

perubahan budaya, bahkan saat ini masih terdapat

perbedaan tentang definisi, penilaian dan klasifikasi,

meskipun kriteria pedoman standar telah digunakan

secara luas. Namun lebih dari sepertiga orang di

sebagian negara melaporkan masalah dalam hidup

mereka yang memenuhi kriteria salah satu atau beberapa

tipe umum dari kelainan mental [5]. Penyebab gangguan mental bervariasi dan pada beberapa

kasus tidak jelas, dan teori terkadang menemukan

penemuan yang rancu pada suatu ruang lingkup

lapangan. Layanan untk penyakit ini terpusat di Rumah

Sakit Jiwa atau di masyarakat sosial, dan penilaian

diberikan oleh psikiater, psikolog klinik, dan terkadang

psikolog pekerja sukarela, menggunakan beberapa

variasi metode tetapi sering bergantung pada observasi

dan tanya jawab [6]. Perawatan klinik disediakan oleh

banyak profesi kesehatan mental.Psikoterapi dan

pengobatan psikiatrik merupakan dua opsi pengobatan

umum, seperti juga intervensi sosial, dukungan

lingkungan, dan pertolongan diri.Pada beberapa kasus

terjadi penahanan paksa atau pengobatan paksa dimana

hukum membolehkan. Stigma atau diskriminasi dapat

menambah beban dan kecacatan yang berasosiasi dengan

kelainan mental (atau terdiagnosa kelainan mental atau

dinilai memiliki kelainian mental), yang akan mengarah

ke berbagai gerakan sosial dalam rangka untuk

meningkatkan pemahanan dan mencegah pengucilan

social.

Faktor jiwa dapat dikelompokkan menjadi dua macam,

yaitu Kusula: berari sehat dan Akusula: tidak sehat [7]. Penilaian faktor jiwa itu sehat atau tidak sehat, dicapai

secara empiris, berdasakan pengalaman kolektif dari

pasien yang pernah menjalankan tes kepribadian.

Tabel di bawah ini menunjukkan taksiran kasar jumlah

penderita beberapa jenis gangguan jiwa yang ada dalam

satutahun (2012) di Indonesia dengan penduduk 130 juta

orang.

Tabel 1: Jumlah Penderita Gangguan Jiwa Di Indonesia

Tahun 2012 [8]

Jenis Penyakit Jumlah Penderita

Psikosa fungsional 520.000 Pasien

Sindroma otak organik akut 65.000 Pasien

Sindroma otak menahun 130.000 Pasien

Retradasi mental 2.600.000 Pasien

Nerosa 6.500.000 Pasien

Psikosomatik 6.500.000 Pasien

Gangguan kepribadian 1.300.000 Pasien

Ketergantungan obat 1.000 Pasien

Biarpun gejala umum atau gejala yang menonjol itu

terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab

utamanya mungkin di badan (somatogenik),

dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupunpsikogenik. Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan

tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai

unsur itu yang saling mempengaruhi atau kebetulan

terjadi bersamaan, menimbulkan gangguan badan

ataupun jiwa. Contohnya seorang dengan depresi,

karena kurang makan dan tidur daya tahan badaniah

seorang berkurang sehingga mengalami keradangan

tenggorokan atau seorang dengan mania mendapat

kecelakaan, sebaliknya seorang dengan penyakit

badaniah umpamanya peradangan yang melemahkan,

maka daya tahan psikologisnya pun menurun sehingga

ia mungkin mengalami depresi. Sudah lama diketahui

juga, bahwa penyakit pada otak sering mengakibatkan

gangguan jiwa. Contoh lain ialah seorang anak yang

mengalami gangguan otak (karena kelahiran,

keradangan dan sebagainya) kemudian

menjadihiperkinetik dan sukar diasuh. Ia

mempengaruhi lingkungannya, terutama orang tua dan

anggota lain serumah. Mereka ini bereaksi

terhadapnya dan mereka saling mempengaruhi.

1.1.1 Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan mental yang

mempengaruhi sekitar 1% orang berusia di atas 18

tahun semua di seluruh dunia.Gangguan ini

menyebabkan beberapa gangguan dalam domain

kognitif seperti perhatian, memori, fungsi eksekutif dan

bahasa.Skizofrenia juga berhubungan dengan gejala

seperti halusinasi pendengaran, delusi dan emosional

disregulasi.Gabungan, gangguan kognitif dan gejala

gangguan tersebut berdampak signifikan pada hidup

pasien.[9] Sampai saat ini, diagnosis skizofrenia hanya

didasarkan pada pengamatan klinis dan laporkan

pengalaman pasien sendiri. Diagnosis skizofrenia masih

belum jelas karena tidak ada tanda-tanda biologis untuk

memvalidasi diagnosis klinis.[10]

Skizofrenia merupakan sebuah sindroma kompleks

yang dapat menimbulkan efek merusak pada kehidupan

penderita. Kesembuhan total dari skizofrenia jarang

terjadi karena adanya berbagai macam kombinasi gejala

seperti halusinasi, delusi, emosi dan gangguan bicara.

Menjelang akhir abad ke-19, seorang psikiater jerman

Emil Kraepelin mengemukakan tentang apa yang

dewasa ini masih tetap dianggap sebagai deskripsi dan

katagorisisasi skizofrenia. Pertama menggabungkan

beberapa gejala penyakit jiwa yang biasanya dianggap

merefleksikan gangguan-gangguan yang terpisah dan

berbeda, yaitu catatonia yang merupakan selang-seling

antara imobilitas dan agitasi yang riuh, hebepherenia (

emosionalitas yang dungu dan tidak matang), dan

paranoia (delusi) [11]. Tidak mudah untuk menyatakan seseorang menderita

skizofren, penilaian pertama dilakukan dengan

memperhatikan perilaku cara berfikir atau emosi

tertentu dari masing-masing gangguan. Depresi

senantiasa meilbatkan perasaan sedih, dan gangguan

panic selalu disertai oleh adanya perasaan cemas yang

intens tapi hal ini tidak tampak pada penderita

skizofren. Skizofren terdiri atas sejumlah perilaku atau

gejala yang tidak selalu dijumpain pada semua orang

yang didiagnosis dengan gangguan ini.Sebelum

mendeskrisikan tentang gejala-gejalanya hal pertama

yang dilakukan adalah mencermati ciri-ciri spesifik

pada penderita skizofren, para medis kesehatan jiwa

biasanya membedakan antara gejala-gejala positif dan

gejala-gejala negatif dari skizofren.Belum ada

kesepakatan universal tentang gejala-gejala mana yang

seharusnya masuk kedalam katagori skizofren.Gejala

positif secara umum meliputi manifestasi yang lebih

efektif dari perilaku abnormal termasuk delusi dan

halusinasi.Gejala negatif melibatkan defisit dalam

perilaku abnormal[12].

Fitur-fitur diagnosis awal skizofrenia meliputi (dengan

derajat yang berbeda, tergantung subtipenya)[12]. 1. Delusi

2. Halusinasi

3. Pembicaraan yang terdisorganisasi.

4. Perilaku katatonik atau sangan terdisorganisasi.

5. Gejala-gejala negatife seperti pendataran afeksi,

alogia, atau avolisi.

6. Disfungsi social dan okupasional.

7. Tidak memedulikan perawatan diri.

8. Persisten selama minimal 6 bulan.

1.1.2 Faktor Penyebab Skizofrenia

Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etilogi)

yang pasti mengapa seseorang menderita skizofrenia,

padahal orang lain tidak. Ternyata daripenelitian- penelitian yang telah dilakukan tidak ditemukan

faktor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut

penelitian terdahulu antara lain [13]:

1. Faktor genetik.

2. Virus.

3. Auto antibody. 4. Malnutrisi. Dari penelitian diperoleh gambaran peran

genetic pada penderita skizofreniasebagai berikut

[9][10]:

(1) Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang

tua 5,6%, saudara kandung 10,1%; anak-anak

12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9%. [9]

[10].

(2) Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan

pada kembar identik 59,20%; sedangkan kembar

fraternal 15,2%. [9] [10].

Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan pada

perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi

timbulnya skizofrenia kelak dikemudian hari.

Gangguan ini muncul, misalnya, karena kekurangan

gizi, infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal.

Penelitianyang telah dilakukan menyebutkan bahwa

meskipuna ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak

akan muncul kecuali disertai faktor-faktor lainnya yang

disebut epigenetik faktor. Kesimpulannya adalah bahwa

skizofrenia muncul bila terjadi interaksi antara

abnormal gen dengan[13]. (a) Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat

menganggu perkembangan otak janin;

(b) Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan

infeksi selama kehamilan;

(c) Komplikasi kandungan; dan

(d) Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada

trimester kehamilan.

1.2 Fuzzy Logic

Fuzzy diperkenalkan dalam paper yang dibuat oleh Lofti

A Zadeh, dimana Zadeh memperkenalkan teori yang

memiliki obyek-obyek dari himpunan fuzzy yangmemiliki batasan yang tidak pretisi dan keanggotaan

dalam himpunan fuzzy, bukan dalam bentuk logika benar

(true) atau salah (false), tetapi dinyatakan dalam bentuk

derajat. Konsep ini disebut Fuzziness dan teorinya

dinamakan Fuzzy Set Theory.Fuzzy logic merupakan

studi tentang metode dan prinsip-prinsip pemikiran

dimana pemikiran tersebut menghasilkan preposisi yang

baru dari preposisi yang lama. Pada logika lama,

preposisi diperlukan diantara true dan false, nilai

kebenaran dari preposisi tersebut antara 1 atau 0. Fuzzy

logic membuat pernyataan umum dari dua nilai logika

lama dengan cara menyertakan nilai kebenaran dari

sebuah preposisi untuk dijadikan sembarang angka

diantara interval [fuzzy mamdani] [3]. Salah satu metode yang akan digunakan dalam

melakukan diagnosis awal pada penderita penyakit jiwa

adalah metode Mamdani yang merupakan salah satu

metode system inferensi fuzzy. Metode Mamdani

menggukan aturan IF-THEN dalam representasi kasus

yang digunakan ke dalam himpunan fuzzy. Dengan

metode ini komputer difungsikan sebagai alat untuk

mendiagnosis. Metode Mamdani sering dikenal dengan nama metode

Max-Min. metode ini diperkenalkan oleh Ebrahim

Mamdani pada tahun 1975. Metode ini menggunakan

empat tahapan untuk mendapatkan output, yaitu:

5. Pembentukan Himpunan fuzzy. 6. Aplikasi fungsi implikasi (aturan).

7. Komposisi aturan.

8. Penegasan (defuzzy)

2. Pembahasan

Penelitian ini menggunakan medote fuzzy

Mamdani.Adapun langkah operasional yang dilakukan

adalah sebagai berikut: a. Menentukan input

Input berupa fitur-fitur diagnosis awal skizofrenia

meliputi:

1. Delusi

2. Halusinasi

3. Pembicaraan yang terdisorganisasi

4. Perilaku katatonik atau sangan terdisorganisasi

5. Gejala-gejala negatife seperti pendataran afeksi,

alogia, atau avolisi.

6. Disfungsi social dan okupasional.

7. Tidak memedulikan perawatan diri.

8. Persisten selama minimal 6 bulan.

b. Fuzzifikasi

Kegiatan yang dilakukan pada tahap fuzzifikasi

adalah: mengambil masukan nilai crisp dari input,

membentuk himpunan fuzzy, membagi variable input

maupun variabel output menjadi satu atau lebih

himpunan fuzzy, menentukan derajat dimana nilai￾nilai tersebut menjadi anggota dari setiap himpunan

fuzzy yang sesuai dengan fungsi keanggotaan. c. Inferensi

Yaitu mengaplikasikan aturan pada masukan fuzzy

yang dihasilkan dalam proses fuzzifikasi, mengevaluasi tiap aturan dengan masukan yang

dihasilkan dari proses fuzzyfikasi dengan

mengevaluasi hubungan atau derajat keanggotaan

anteceden/premis setiap aturan. Derajat

keanggotaan/nilai kebenaran dari premis digunakan

untuk menentukan nilai kebenaran bagian

consequent/kesimpulan.

d. Proses penentuan Output Crisp

Output berupa suatu bilangan pada domain himpunan

fuzzy yang telah ditentukan. e. Implementasi ke dalam program komputer.

Seperti ditunjukkan pada flowchart di bawah ini:

2.1 Data Input

Sumber data dari sistem pengambilan keputusan

dapat dikatagorikan menjadi dua yaitu data eksternal dan

data internal. Untuk pembangunan sistem pendukung

keputusan klinis, diperlukan diagnosa gangguan jiwa

sebagai sumber data ini.

a. Data eksternal

Data eksternal merupakan data yang tidak

berhubungan langsung dengan penyakit atau gangguan

jiwa yang dialami oleh pasien tetapi mempengaruhi

sistem dalam melakukan keputusan klinis. Adapun data

eksternal adalah:  Data identitas pasien (Kartu Tanda Penduduk).  Data lingkungan tempat tinggal.

b. Data Internal

Data internal merupakan data yang berhubungan

langsung dengan klinis gangguan jiwa untuk mendukung

sistem pegambilan keputusan dalam mendiagnosis

pasien. Adapun yang tergolong ke dalam data internal

adalah:  Data rekam medis pasien.

Berdasarkan pengelompokan tersebut, maka tabel 3

hasil fuzzifikasi di atas menunjukkan bahwa, dari 21

sampel data input pasien terdapat 9 pasien yang

mengalami gangguan jiwa ringan, 8 pasien yang

mengalami gangguan jiwa sedang dan 3 pasien yang

mengalami gangguan jiwa berat.

Tiga pasien yang mengalami gangguan jiwa berat

diperoleh dari kategori input data awal pada pasien

pertama yaitu x1: 0.71, x2: 0.87, x3: 0.92, x4: 0.79,

pasien kedua x1: 0.63, x2:0.65, x3:0.73, x4: 0.82 dan

pasien ke 3 x1: 0.74, x2:0.65, x3:0.43, x4:0.98.

Hasil output yang diperoleh pada tabel 3 terlihat bahwa

pasien yang menderita gangguan jiwa berat berada pada

nilai rata-rata x1,x2,x3 dan x4 di atas 0.5.sedangkan

pasien yang mengalami gangguan jiwa ringan berada

pada nilai x1,x2,x3 dan x4 dibawah 0.2.

Dari hasil pengujian yang dilakukan dengan

menggunakan metode fuzzy Mamdani menunjukkan

bahwa output yang didapat dalam proses melakukan

diagnosa dini gangguan jiwa sesuai dengan hasil

diagnosis pskiater yang telah melakukan diagnosa secara

manual dilihat dari rekap medis pasien yang dijadikan

sampel pada penelitian ini. Diagnosa pskiater menunjukkan pasien yang mengalami

gangguan tingkat depresi, halusinasi, berbicara ngawur

dan katatonik tinggi beresiko mengalami gangguan jiwa

berat, hal ini sesuai dengan output yang didapat dari

hasil pengujian yang dilakukan dengan menggunakan

metode fuzzy Mamdani yaitu pada saat nilai x1, x2, x3

dan x4 berada pada nilai rata-rata di atas 0.5 pasien

dinyatakan menderita gangguan jiwa berat.


Berbagai upaya dilakukan untuk 

mengurangi jumlah penderita penyakit 

gangguan jiwa di Bali, salah satunya adalah 

mengintensifkan pemeriksaan terhadap 

penderita penyakit gangguan jiwa. Penyakit 

ini memang sama pentingnya seperti 

penyakit fisik. Namun, dalam naan 

praktiknya, dokter hanya dapat menangani 

2-3 pasien, tidak seperti penyakit fisik, 

dimana dalam sekali pemeriksaan dokter 

dapat menangani belasan pasien. Hal ini 

disebabkan karena dalam menangani 

penyakit gangguan jiwa memerlukan waktu 

yang intensif bagi dokter untuk mengenali 

dan mendiagnosa penyakit yang diderita 

pasien gangguan jiwa. Agar tidak terjadi 

ambigu dalam mendiagnosa gejala penyakit 

gangguan jiwa, keberadaan suatu sistem 

pendukung keputusan dibutuhkan oleh 

pakar dalam mendiagnosa dan 

menanggulangi penyakit gangguan jiwa. 

Salah satu dokter yang ada di Kota 

Denpasar yaitu Ibu dr. Putu Asih Primatanti, 

SpKJ.

Berdasarkan hal tersebut peneliti 

termotivasi untuk mengembangkan aplikasi 

“Sistem Pendukung Keputusan Diagnosa 

Penyakit Gangguan Jiwa dengan Metode 

Dempster-Shafer” sebagai asisten dokter 

dalam mengambil keputusan penderita 

gangguan kejiwaan. Metode dempster￾shafer merupakan metode yang pertama 

kali dikembangkan oleh Arthur P. Dempster 

dan Glenn Shafer. Metode ini merupakan 

salah satu metode multi hipotesa, dimana 

dapat menghasilkan lebih dari 1 hipotesis. 

Dempster-Shafer Theory adalah 

diberlakukan sebagai suatu formula untuk 

menangani klasifikasi yang tidak pasti. DST 

juga digunakan untuk merepresentasikan 

keraguan, apakah ketidakpastian secara 

total, ataupun ketidaktahuan secara 

sebagian. Aturan DS merupakan aturan 

yang sempurna untuk ini. [3] Penderita 

gangguan jiwa sangat mungkin menderita 

lebih dari satu penyakit yang dalam hal ini 

disebut “komorbiditas”. Maka dari itu, 

peneliti menggunakan metode Dempster￾Shafer untuk memberikan nilai kepastian. 

Sistem ini juga akan dibangun berbasis web 

sehingga dapat diakses oleh dokter 

kapanpun dan dimanapun dengan berbagai 

platform. Diharapkan nantinya sistem ini 

dapat membantu pakar dalam melakukan 

diagnosa dan penanggulangan terhadap 

gangguan kejiwaan lebih efektif. 

KAJIAN TEORI 

A. Ilmu Jiwa dan Gangguan Kejiwaan 

Ilmu jiwa atau psikologi adalah suatu 

cabang dari ilmu pengetahuan yang 

mempelajari, menyelidiki, atau membahas 

fungsi – fungsi kejiwaan dari orang yang 

sehat. Atau dengan perkataan lain psikologi 

mempelajari aktivitas kehidupan kejiwaan 

dari orang normal. Psikologi (Ilmu Jiwa) 

ialah ilmu yang mempelajari segala 

aktivitas jiwa, yaitu yang mencakup segala 

sesuatu yang diperbuat oleh manusia yang 

terwujud dalam kegiatan manusia (human 

activities). [4] Sedangkan, sakit jiwa adalah 

gangguan mental yang berdampak kepada 

mood, pola pikir, hingga tingkah laku 

secara umum. Seseorang disebut 

mengalami sakit jiwa jika gejala yang 

dialaminya menyebabkan sering stres dan menjadikannya tidak mampu melakukan 

aktivitas sehari-hari secara normal. 

Penggolongan penyakit gangguan jiwa 

menurut PPDGJ III dapat dilihat pada 

Gambar 2.

B. Sistem Pendukung Keputusan 

1. Definisi SPK 

Menurut Alter (2002) SPK merupakan 

sistem informasi interaktif yang 

menyediakan informasi, pemodelan, dan 

pemanipulasian data. Selain itu digunakan 

untuk membantu pengambilan keputusan 

dalam situasi semi terstruktur dan situasi 

yang tidak terstruktur, dimana tak seorang 

pun tahu secara pasti bagaimana 

keputusan seharusnya dibuat. [6] 

Sistem pendukung keputusan 

(Inggris: decision support systems disingkat

DSS) adalah bagian dari sistem informasi 

berbasis komputer (termasuk sistem 

berbasis pengetahuan (manajemen 

pengetahuan) yang dipakai untuk 

mendukung pengambilan keputusan dalam 

suatu organisasi atau perusahaan. Dapat 

juga dikatakan sebagai sistem komputer 

yang mengolah data menjadi informasi 

untuk mengambil keputusan dari masalah 

semi-terstruktur yang spesifik. [7] 

SPK adalah pendekatan berbasis 

komputer atau metodologi untuk 

mendukung pengambilan keputusan. 

Bagian paling penting dari SPK khas 

adalah data warehouse, yang merupakan 

subjek berorientasi, terpadu, waktu-varian,


Related Posts:

  • kejiwaan Kesehatan jiwa merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan secara umum serta merupakan dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia. Kesehatan jiwa membuat perkembangan fisik, inte… Read More
  • kejiwaan a. Seorang laki-laki umur 26 tahun datang ke poliklinikjiwa dengan keluhan susah untuk memulai tidur danmempertahankan tidur sejak 2 bulan yang lalu sehinggamemicu  susah konsentrasi saat bekerja karena lemas.Apa … Read More