Rabu, 10 Januari 2024

hindu budha


 
Sejak ribuan tahun sebelum Masehi, di India telah berkembang kebudayaan besar di 
Lembah Sungai Indus. Dua pusat kebudayaan di daerah ini  adalah ditemukannya dua kota 
kuno yakni di Mohenjodaro dan Harappa. Pengembang dua pusat kebudayaan ini  adalah 
bangsa Dravida. Pada sekitar tahun 1500 SM, datanglah bangsa Arya dari Asia Tengah ke 
Lembah Sungai Indus.  
Bangsa Arya datang ke India dengan membawa-bawa  pengaruh tulisan, bahasa, teknologi, dan 
juga kepercayaan. Kepercayaan bangsa Arya yang dibawa adalah Veda (Weda) yang sesudah  
sampai di India melahirkan agama Hindu. Lahirnya agama Hindu ini merupakan bentuk 
percampuran kepercayaan antara bangsa Arya dengan bangsa Dravida. 
Agama Hindu bersifat politeisme, yaitu percaya kepada beberapa dewa. Tiga dewa utama 
yang dipuja oleh warga  Hindu adalah Dewa Brahmana (dewa pencipta), Dewa Wisnu (dewa 
pelindung), dan Dewa Syiwa (dewa pembinasa). Ketiga dewa itu dikenal dengan sebutan Trimurti. 
Kitab suci agama Hindu adalah Weda.  Kitab Weda ini terdiri atas empat bagian, yaitu; 
1. Reg-Weda, berisi puji-pujian terhadap dewa;  
2. Sama-Weda, berisi nyanyian-nyanyian suci;  
3. Yazur-Weda, berisi mantra-mantra; dan 
4. Atharwa-Weda, berisi doa-doa untuk pengobatan. 
Disamping kitab Weda, ada juga kitab Brahmana dan Upanisad.  
warga  Hindu terbagi dalam empat golongan  yang disebut kasta. Kasta-kasta 
ini  adalah kasta Brahmana, kasta Ksatria, kasta Waisya, dan kasta Sudra. Di luar itu masih 
ada golongan warga  yang tidak termasuk dalam kasta, yaitu mereka yang masuk dalam 
kelompok Paria. Kasta Brahmana merupakan  kasta tertinggi.  
Kaum Brahmana bertugas menjalankan upacara-upacara keagamaan. Kasta Ksatria 
merupakan  kasta yang bertugas menjalankan pemerintahan. Golongan raja, bangsawan dan 
prajurit masuk dalam kelompok kasta Kstaria ini. Kasta Waisya merupakan kasta dari rakyat 
biasa, yaitu para petani dan pedagang. Adapun kasta Sudra adalah kasta  dari  golongan hamba 
sahaya atau para budak. Sementara itu, golongan Paria merupakan golongan yang tidak diterima 
dalam kasta warga  Hindu. 
 

B. Sejarah Agama Buddha 
Agama Budha muncul sekitar tahun 500 SM. Pada masa ini  di India berkembang 
kerajaan-kerajaan  Hindu yang sangat besar, salah satunya dinasti Maurya. Dinasti ini memiliki  
raja yang sangat terkenal yakni Raja Ashoka Kemunculan agama Budhha tidak dapat dilepaskan 
dari tokoh Sidharta Gautama. Sidharta adalah putra raja Suddhodana dari Kerajaan Kapilawastu. 
Ajaran Budhha memang diajarkan oleh Sidhrata Gautama, sehingga beliau lebih dikenal dengan 
Budhha Gautama.  
Kitab Suci agama Buddha adalah Tripitaka,  yang artinya tiga keranjang. Kitab ini terdiri 
atas; 
 Vinayapitaka yang berisi aturan-aturan hidup,  
 Suttapitaka yang berisi pokok-pokok atau dasar memberi pelajaran, dan  
 Abdidharmapitaka  yang berisi falsafah agama.  
Setiap penganut budha diyuntut menjalankan Tridarma(tiga kebaktian): 
 Saya berlindung terhadap Budha 
 Saya belndung terhadapDharma 
 Saya berlindung terhadap Sanggha 
ada  empat tempat utama yang dianggap  suci oleh umat Buddha. Tempat-tempat 
suci ini  memiliki hubungan dengan Sidharta. Keempat tempat ini  adalah Taman  
Lumbini, Bodh Gaya, Benares, dan Kusinegara. Taman Lumbini terletak di daerah  Kapilawastu, 
yaitu tempat kelahiran Sidharta. Bodh Gaya adalah tempat Shidarta menerima  penerangan 
agung. Benares, adalah tempat Sidharta pertama kali menyampaikan ajarannya. Kusinegara, 
adalah tempat wafatnya Sidharta. 
Hari Raya Umat Buddha adalah hari raya Waisyak. Hari raya ini dimeriahkan untuk 
memperingati Peristiwa  kelahiran, menerima penerangan agung, dan  kematian Sidharta yang 
terjadi pada tanggal yang bersamaan, yaitu waktu bulan purnama di bulan Mei. 
2. Persebaran Pengaruh Agama Hindu Buddha ke Indonesia 
Masuknya agama Hindu Budha ke Indonesia secara pasti belum diketahui. namun  pada 
tahun 400 M dipastikan agama Hindu Budha telah berkembang di Indonesia. Hal ini dibuktikan 
dengan penemuan prasasti pada Yupa di Kalimantan Timur. Prasasti ini  menunjukkan 
bahwa telah berkembang kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dengan adanya kerajaan pada 
tahun 400 M, berarti agama Hindu Budha masuk ke Indonesia sebelum tahun ini .  
 
 
Siapa yang membawa-bawa  kedua agama ini  ke Indonesia? ada beberapa pendapat 
atau teori tentang pembawa agama Hindu Budha ke Indonesia. Teori-teori itu adalah sebagai 
berikut . 
a. Teori Brahmana, menyatakan bahwa penyebaran pengaruh Hindu ke Indonesia dibawa kaum 
Brahmana.  
b. Teori ksatria, menyatakan bahwa penyebar pengaruh Hindu  ke Indonesia adalah orang-orang 
India yang berkasta ksatria. Di Indonesia mereka kemudian mendirikan kerajaan-kerajaan 
serta menyebarkan agama Hindu. 
c. Teori Waisya, menyatakan bahwa penyebar agama Hindu ke Indonesia adalah orang-orang 
india yang berkasta Waisya. Para penyebaran pengaruh Hindu itu terdiri atas para pedagang 
dari India.  
d. Teori Arus Balik, menyatakan bahwa para penyebar pengaruh Hindu ke Indonesia adalah 
orang-orang Indonesia sendiri. Mereka mula-mula diundang atau datang sendiri ke India untuk 
belajar Hindu. sesudah  mengusai ilmu tentang agama Hindu, mereka kemudian kembali ke 
Indonesia dan menyebarkan pengaruh Hindu di Indonesia.  
Keempat teori tentang penyebaran agama Hindu ke indonesia ini  masing-masing 
memiliki kebenaran dan kelemahannya. Kaum Ksatria dan Waisya, tidak memiliki kemampuan 
menguasai Kitab Suci Weda. Sementara kaum Brahmana tidak dibebani untuk menyebarkan 
agama Hindu walaupun mereka dapat membaca kitab suci Weda. Kaum Brahmanapun memiliki 
pantangan menyeberangi laut. Yang paling mungkin adalah, orang-orang Indonesia datang 
belajar ke India untuk mempelajari agama Hindu, kemudian merekalah yang menyebarkan agama 
ini  ke Indonesia. Penyebaran ini menjadi lebih efektif, sebab orang-orang Indonesia jauh 
lebih memahami mengenai kondisi sosial, adat dan budaya negerinya sendiri. 
 
 

KERAJAAN AWAL HINDU-BUDHA 
 
1. Kerajaan Kutai  
Di daerah Muarakaman tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur berdirilah kerajaan 
pertama di Indonesia pada tahun 400 M. Kerajaan ini  bernama kerajaan Kutai. Sungai 
Mahakam dapat dilayari dari pantai sampai masuk ke Muarakaman, sehingga baik untuk kegiatan 
perdagangan. Sungai yang cukup besar ini  masih ramai oleh lalu lintas air sejak masa 
praaksara hingga sekarang.  
Para ahli arkheologi dan sejarah mempelajari peninggalan berupa bangunan batu. 
Bangunan ini  disebut Yupa, yang berupa sebuah tugu peringatan. Artinya bangunan tugu 
ini  didirikan sebagai tanda adanya suatu peristiwa penting misalnya upacara korban 
sedekah. ada tujuh buah Yupa yang ditemukan di daerah ini . Apa keistimewaan yupa 
yang ditemukan di Kalimantan Timur ini ? Pada salah satu Yupa, ditemukan prasasti. Dalam 
prasasti yupa ada tulisan dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Berdasar bentuk 
hurufnya para ahli yakin bahwa yupa dibuat sekitar abad ke-5 M. Dalam prasasti juga 
menyebutkan silsilah raja-raja Kutai. 
Salah satu dari yupa diterangkan bahwa Kudungga memiliki  putra bernama 
Aswawarman. Aswawarman memiliki  tiga anak dan yang terkenal adalah Mulawarman. 
Prasasti Yupa menunjukkan bahwa pendirian Yupa sebagai perintah Raja Mulawarman. Beliau 
dipastikan seorang Indonesia asli. Kudungga bukan pendiri kerajaan, namun  anaknya yang 
bernama Aswawarman. Hal ini  disebut dalam Wamsakerta atau pendiri keluarga. 
Diperkirakan Aswawarman-lah yang sudah menganut Hindu secara penuh sedang Kudungga 
belum.  
Raja Mulawarman sebagai raja terbesar di Kutai yang memeluk agama Hindu-Siwa. Beliau 
sangat dekat dengan kaum Brahmana dan rakyat, hal ini dibuktikan dengan pemberian sedekah 
untuk upacara keagamaan. Upacara korban sapi juga menunjukkan bahwa rakyat cukup hidup 
makmur, kehidupan keagamaan dijaga dengan baik, dan rakyat sangat mencintai rajanya. 
Kehidupan ekonomi warga  diperkirakan sebagian besar adalah sebagai petani dan 
pedagang. warga  Kutai sebelumnya tidak mengenal kasta. sesudah  agama Hindu masuk, 
maka mulailah pengaruh kasta masuk dalam lapisan warga . Hal ini dibuktikan dengan 
upacara Vratyastoma oleh Kudungga. Vratyastoma, merupakan upacara penyucian diri untuk 
masuk pada kasta ksatria sesuai kedudukannya sebagai keluarga raja.  
 
 
Kelanjutan kerajaan Kutai sesudah  Mulawarman tidak menunjukkan tanda-tanda yang jelas. 
Namun periode sesudah  abad V M, berkembanglah kerajaan-kerajaan Hindu Budha di berbagai 
daerah lain Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pada fase selanjutnya agama Hindu Budha 
berkembang pesat di berbagai daerah Indonesia 
2.  Kerajaan Tarumanegara  
Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan, para ahli meyakini letak pusat Kerajaan 
Tarumanegara kira-kira di antara Sungai Citarum dan Cisadane. Dari namanya, Tarumanegara 
dari kata taruma, mungkin berkaitan dengan kata tarum yang artinya nila. Kata tarum dipakai 
sebagai nama sebuah sungai di Jawa Barat yakni Sungai Citarum. Kebanyakan ahli yakin 
kerajaan ini pusatnya dekat kota Bogor Jawa Barat. 
Apa saja bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara? Bukti-bukti sebagian besar berupa 
prasasti, terutama peninggalan raja terkenal Tarumanegara yang bernama Raja Purnawarman. 
Prasasti-prasasti ini  antara lain prasasti Ciaruteun, prasasti Kebon Kopi, prasasti Tugu, 
Prasasti Lebak, prasasti Muara Cianten, dan prasasti Pasair Awi. Prasasti-prasasti itu umumnya 
bertulis huruf Pallawa dan memakai  bahasa Sansekerta. 
1) Prasasti Ciaruteun 
Di dekat muara tepi Sungai Citarum,  ditemukan prasasti yang dipahat pada batu. Pada 
prasasti ini  ada gambar sepasang telapak kaki Raja Purnawarman. Sepasang 
telapak kaki ini  Raja Purnawarman diibaratkan sebagai telapak kaki Dewa Wisnu. 
 
2) Prasasti Kebon Kopi 
Prasasti Kebon Kopi ada di Kampung Muara Hilir, Kecamatan Cibung-bulang, Bogor. 
Pada prasasti ini ada pahatan gambar tapak kaki gajah yang disamakan dengan tapak 
kaki gajah Airawata (gajah kendaraan DewaWisnu). 
3) Prasasti Jambu 
Di sebuah perkebunan jambu, Bukit Koleangkok, kira-kira 30 km sebelah barat Bogor 
ditemukan pula prasasti. sebab ditemukan di perkebunan Jambu, sehingga dinamakan 
Prasasti Jambu. Disebutkan dalam prasasti bahwa Raja Purnawarman adalah raja yang 
gagah, pemimpin yang termasyhur, dan baju zirahnya tidak dapat ditembus senjata 
musuh. Prasasti ini menggambarkan bagaimana kebesaran Raja Purnawarman. 
4) Prasasti Tugu 
Ternyata prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara menyebar di berbagai tempat. 
Salah satunya adalah prasasti yang ditemukan di Desa Tugu, Cilincing, Jakarta. Prasasti 
 
 
ini diberi nama Prasasti Tugu, yang menerangkan tentang penggalian saluran Gomati dan 
Sungai Candrabhaga. Mengenai nama Candrabhaga, Purbacaraka mengartikan candra 
sama dengan bulan sama dengan sasi. Jadi, Candrabhaga menjadi sasibhaga dan 
kemudian menjadi Bhagasasi kemudian menjadi bagasi, akhirnya menjadi menjadi 
Bekasi. 
Prasasti ini sangat penting artinya, sebab menunjukkan keseriusan Kerajaan 
Tarumanegara dalam mengembangkan pertanian. Penggalian Sungai Gomati 
menggambarkan bahwa teknologi pertanian dikembangkan sangat maju. Kerajaan 
Tarumanegara telah mengenal sistem irigasi. Selain itu juga menunjukkan bahwa 
keberadaan sungai dapat digunakan untuk transportasi air dan perikanan.  
5) Prasasti Pasir Awi 
Prasasti Pasir Awi ditemukan di daerah Bogor. 
6)  Prasasti Muara Cianten 
Prasasti Muara Cianten ditemukan di daerah Bogor. 
7) Prasasti Lebak 
Prasasti Lebak ditemukan di tepi Sungai Cidanghiang, Kecamatan Muncul, Banten Selatan. 
Prasasti ini menerangkan tentang keperwiraan, keagungan, dan keberanian 
Purnawarman sebagai raja dunia. 
Prasasti-prasasti di atas menunjukkan kebesaran Kerajaan Tarumanegara sebagai 
kerajaan pengaruh Hindu Budha di Jawa. Dapat dikatakan bahwa Tarumanegara merupakan 
kerajaan Hindu Budha terbesar pertama di Jawa.  
Sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara ternyata juga didapat dari berita musafir China 
yang bernama Fa-Hien. Musafir yang datang di Jawa pada tahun 414 M membuat catatan  
tentang adanya Kerajaan To-lo-mo. atau Taruma.  Istilah To-lo-mo ini tentu dimaksudkan pada 
kerajaan Tarumanegara.  
Dalam kehidupan keagamaan berdasarkan berita dari  Fa-Hien, di Tolomo ada tiga agama, 
yakni agama Hindu, agama Budha dan agama nenek moyang (kepercayaan animisime). Raja 
memeluk agama Hindu, yang diperkuat dengan adanya gambar tapak kaki raja pada prasasti 
Ciaruteun yang diibaratkan tapak kaki Dewa Wisnu.  Adanya dua agama dan kepercayaan 
ini  menunjukkan bahwa sikap toleransi telah dijunjung tinggi. Inilah nilai-nilai asli bangsa 
Indonesia. Bangsa yang agamis, namun tetap menghormati kepercayaan orang lain. Hal ini 
sangat wajar, mengingat agama adalah hak asasi manusia. 
 
 
Perkembangan kerajaan Tarumanegara masih dapat diketahui sampai dengan abad ke-7M. 
Pada masa ini  Tarumanegara mengirim utusan ke Cina. Selain menjalin hubungan dagang, 
tentu untuk menjalin hubungan keagamaan. Perlu diingat bahwa pada masa ini  China telah 
berkembang agama Budha yang sangat pesat. Akan namun  dalam perkembangan sesudah  abad VII 
tidak ada keterangan yang jelas. Hanya saja pada masa selanjutnya berkembang kerajaan-
kerajaan lain seperti  Pajajaran di Jawa Barat dan Mataram di Jawa Tengah. 
 
3.  Kerajaan Kaling 
Kerajaan Kaling atau Holing, diperkirakan terletak di Jawa Tengah. Hal ini didasarkan 
bahwa berita China ini  menyebutkan bahwa di sebelah timur Kaling ada Po-li (Bali 
sekarang), di sebelah barat Kaling ada To-po-Teng (Sumatra), sedangkan di sebelah utara 
Kaling ada Chen-la (Kamboja) dan sebelah selatan berbatasan dengan samudera.  
Ada juga yang menghubungkan letak Kaling berada di Kabupaten Jepara. Hal ini 
dihubungkan dengan adanya sebuah nama tempat di wilayah Jepara yakni Keling. Keling saat ini 
merupakan nama Kecamatan Keling, sebelah utara Gunung Muria, Jepara, Jawa Tengah. Namun 
demikian belum ditemukan secara tegas bahwa Keling memiliki  hubungan dengan kerajaan 
Kaling. 
Sumber utama mengenai Kerajaan Kaling adalah berita Cina, yaitu berita dari Dinasti Tang. 
Berita inilah yang menggambarkan bagaimana pemerintahan Ratu Sima di Kaling. Sumber 
sejarah lainnya adalah Prasasti Tuk Mas yang ditemukan di lereng Gunung Merbabu. Melalui 
berita Cina  dan Prasasti Tuk Mas ini , banyak hal dapat kita ketahui tentang perkembangan 
Kerajaan Kaling dan kehidupan warga nya.  
 
Menurut berita Cina raja terkenal Kerajaan Kaling adalah Ratu Sima yang memerintah 
sekitar tahun 674 M. Ratu Sima merupakan raja yang tegas, jujur, dan sangat bijaksana. Hukum 
dilaksanakan dengan tegas dan seadil-adilnya. Rakyat patuh terhadap semua ketentuan yang 
berlaku. Disebutkan bahwa pada masa Ratu Sima, kehidupan sangat aman dan tenteram. 
Kejahatan sangat minim, sebab kerajaan menerapkan hukum tanpa pandang bulu. 
Di Kerajaan Keling, Agama Budha berkembang pesat. Bahkan pendeta Cina bernama Hwi-
ning pernah datang di Kaling dan tinggal selama tiga tahun untuk menerjemahkan kitab suci 
agama Budha Hinayana ke dalam bahasa Cina. Dalam usaha menerjemahkan kitab itu Hwi-ning 
dibantu oleh seorang pendeta Kaling bernama Jnanabadra. 
 
 
Selain bermata pencaharian bertani, penduduk juga melakukan perdagangan. Kehidupan 
yang sangat makmur ini  sangat wajar, mengingat Jawa Tengah merupakan pusat hamparan 
tanah subur. Beberapa gunung berapi di Jawa Tengah sebagai penyeimbang kesuburan utama 
untuk tanah pertanian dan perkebunan.  
Perkembangan Kerajaan Kaling selanjutnya kurang jelas. Belum ditemukan sumber sejarah 
yang secara tegas meriwayatkan perjalanan Kerajaan Kaling sampai akhir. Namun pada periode 
selanjutnya kita akan menemukan beberapa Kerajaan Hindu Budha lainnya di Jawa Tengah. 


PERKEMBANGAN KERAJAAN HINDU BUDHA 
DI INDONESIA 
1. Kerajaan Mataram  
Di Jawa Tengah pernah berkembang kerajaan besar pada masa Hindu Buddha. Namanya 
lebih dikenal dengan Mataram kuno. Nama Mataram kuno digunakan untuk menunjuk Kerajaan 
Mataram pada masa pengaruh Hindu Budha. Sebab pada perkembangan selanjutnya muncul 
Kerajaan Mataram yang juga berlokasi di Jawa Tengah juga. Namun kerajaan yang muncul 
kemudian ini merupakan kerajaan Mataram yang bercorak Islam.  
Bukti apa saja yang menunjukkan sejarah kerajaan Mataram kuno? 
1) Prasasli Canggal, berangka tahun 732 M yang ditulis dengan  huruf Palawa dan bahasa 
Sanskerta. Prasasti ini berisi tentang asal-usul Dinasti Sanjaya dan pembangunan sebuah 
lingga di Bukit Stirangga 
2) Prasasti Kalasan, berangka tahun 778 M,  berhuruf Pranagari dan bahasa Sanskerta. 
3) Prasasli Klurak, berangka tahun 782 M, ditemukan di daerah Prambanan. Isinya tentang 
pembuatan arca Manjusri yang terletak di sebelah utara Prambanan.  
4) Prasasti Kedu atau Prasasti Balitung, berangka tahun 907 M. Isinya tentang silsilah raja-raja 
keturunan Sanjaya. 
Di samping beberapa prasasti ini , sumber sejarah untuk Kerajaan Mataram Kuno, 
juga berasal dari berita Cina. Siapa saja yang memerintah Kerajaan Mataram kuno? Bagaimana 
perkembangan kerajaan ini? Berikut ini kita akan mengkaji beberapa pemerintahan di Kerajaan 
Mataram kuno. 
1) Pemerintahan Sanjaya  
Pada tahun 717-780, Raja Sanjaya mulai memerintah Kerajaan Mataram. Bukti sejarah 
yang menunjuk tentang Raja Sanjaya adalah melalui prasasti Canggal.   Sanjaya adalah 
keturunan dinastyi Syailendra.  
Raja Sanjaya berhasil menaklukkan beberapa kerajaan kecil yang pada masa pemrintahan 
Sanna melepaskan diri. Sanjaya ternyata seorang raja yang memperhatikan perkembangan 
agama. Hal ini dibuktikan dengan pendirian bangunan suci oleh Raja Sanjaya pada tahun 732 
M . Bangunan suci ini  sebagai tempat pemujaan, yakni berupa lingga yang berada di 
atas Gunung Wukir (Bukit Stirangga), kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Perhatian raja yang 
besar terhadap keagamaan ini juga menunjukkan bahwa rakyat Mataram merupakan rakyat 
 
 
yang taat beragama. Sebab sikap baik raja, biasanya merupakan cerminan sikap baik 
rakyatnya. 
2) Pemerintahan Rakai Panangkaran 
sesudah  digantikan putranya yang bernama Rakai Panangkaran. Pada masa pemerintahan 
Panangkaran, bukan hanya agama Hindu saja yang berkembang. Beliau adalah raja yang juga 
memperhatikan perkembangan agama Budha. Sebagai bukti adalah dengan didirikannya 
bangunan-bangunan suci agama Budha. Sebagai contoh adalah  candi Kalasan dan arca 
Manjusri. Kamu masih dapat melihat keberadaan Candi Kalasan yang terletak di Kecamatan 
Kalasan Kabupaten Sleman DIY. Pada masa Panangkaran, kekuasaan Mataram bertambah 
luas.  
 
3) Perpecahan Dinasti Syailendra 
Pada masa Sanjaya agama Hindu merupakan agama keluarga raja. Namun pada masa 
Panangkaran agama Budha menjadi agama kerajaan. Hal inilah yang mendorong terjadinya 
perpecahan dalam keluarga Dinasti Syailendra.  
Wilayah Mataram akhirnya dibagi menjadi dua. Dengan demikian Keluarga Syailendra 
terbagi menjadi dua. Keluarga yang menganut agama Hindu mengembangkan kekuasaan di 
daerah Jawa Tengah bagian utara. Sementara keluarga yang beragama Budha dan berkuasa 
di daerah Jawa Tengah bagian selatan. Upaya untuk menyatukan dua keluarga terus 
diupayakan dan berhasil. Penyatuan ditandai dengan terjadinya perkawinan antara dua 
keluarga. Rakai Pikatan, dari keluarga yang beragama Hindu, menikah dengan 
Pramudawardani, putri dari Samarotungga yang beragama Budha.  Balaputradewa adalah 
keturunan yang menentang Pikatan. Setelag Samarotungga wafat terjadilah perebutan 
kekuasaan antara Pikatan dengan Balaputradewa. Balaputradewa mengalami kekalahan dan 
menyingkir ke Sumatera.  
 
4) Masa Kebesaran Mataram 
Bagaimana kelanjutan Kerajaan Mataram sesudah  Rakai Pikatan? Pada tahun 856 M 
Kayuwangi atau Dyah Lokapala menggantikan Pikatan. Salah satu raja terkenal dan terbesar 
Mataram adalah Raja Balitung(898 - 911 M ) dengan gelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah 
Balitung Sri Dharmadya Mahasambu.  Salah satu kebesarannya dibuktikan dengan bangunan 
candi yang sangat besar dan indah. Candi ini  tidak asing bagi kalian, yakni Candi 
Prambanan  
 
 
d. Keruntuhan Mataram 
Dengan semakin berkembangnya kerajaan Sriwijaya Mataram mengalami penurunan. 
Keruntuhan Mataram juga dihubungkan dengan faktor alam. Pada awal abad XI, gunung Merapi 
meletus dengan dahsyat. Letusan Gunung Merapi diperkirakan banyak mengubur berbagai 
bangunan penting kerajaan Mataram. Selain itu berbagai penyakit dan kegagalan pertanian 
mendorong para tokoh Kerajaan Mataram untuk memindahkan kerajaan. sebab itulah akhirnya 
dinasti Mataram melakukan perpindahan tempat ke Jawa Timur. Di Jawa Timur keluarga ini 
membentuk keluarga Isyana (Wangsa Isyana).  Bagaimana perkembangan Wangsa Isyana, akan 
kita pelajari pada bagian selanjutnya. 
 
3. Kerajaan Sriwijaya 
Tengoklah kembali silsilah kerajaan Mataram di bagian atas. Perhatikan posisi 
Balaputradewa. Balaputradewa kalah dalam konflik di Mataram, sehingga menyingkir ke 
Sumatera. Di Sumatera Balaputradewa menjadi salah satu tokoh penting dalam kerajaan besar 
yakni Sriwijaya. Bagaimana perkembangan kerajaan Sriwijaya dan peranan Balaputradewa? Mari 
kita simak melalui uraian di bawah ini! 
a. Munculnya Kerajaan Sriwijaya 
Menurut berbagai sumber sejarah, pada sekitar abad ke-7, di pantai Sumatra Timur telah 
berkembang berbagai kerajaan. Kerajaan-kerajaan ini  antara lain Tulangbawang, 
Melayu, dan Sriwijaya. Sriwijaya merupakan kerajaan yang berhasil berkembang mencapai 
kejayaan. Pada tahun 692 M, Sriwijaya mengadakan ekspansi ke daerah sekitar Melayu.  
 
b. Letak Kerajaan Sriwijaya 
Di mana letak Kerajaan Sriwijaya? Belum ditemukan secara pasti di mana persisnya letak 
istana Kerajaan Sriwijaya. Sebagian ahli sejarah mengatakan pusat Kerajaan Sriwijaya di 
Palembang, namun ada pula yang berpendapat di Jambi, bahkan ada yang berpendapat di luar 
Indonesia. Pendapat yang banyak didukung oleh para ahli, pusat Kerajaan Sriwijaya adalah di 
Palembang, di dekat pantai dan di tepi Sungai Musi.  
c. Sumber Sejarah Kerajaan Sriwijaya 
Sebagaimana halnya kerajaan-kerajaan Hindu Budha lainnya, prasasti merupakan salah 
satu sumber sejarah utama. Prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya sebagian besar 
ditulis dengan huruf Pallawa. Bahasa yang dipakai Melayu Kuno. Berikut ini beberapa prasasti 
yang memiliki  hubungan dengan Kerajaan Sriwijaya. 
 
 
1) Prasasti Kedukan Bukit 
Ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat Palembang yang berangka tahun 605 Saka atau 683 
M. Prasasti ini menerangkan bahwa adanya seorang bernama Dapunta Hyang mengadakan 
perjalanan suci (siddhayatra).  Dapunta Hyang melakukan perjalanan dengan perahu dari 
Minangatamwan bersama tentara 20.000 personil. 
2) Prasasti Talang Tuo 
Ditemukan di sebelah barat Kota Palembang di daerah Talang Tuo yang berangka tahun 606 
Saka (684 M). Prasasti ini menyebutkan tentang pembangunan sebuah taman yang disebut 
Sriksetra. Taman ini dibuat oleh Dapunta Hyang Sri Jayanaga. 
3) Prasasti Telaga Batu 
Prasasti Telaga Batu ditemukan di Palembang. Prasasti ini tidak berangka tahun. Isi prasasti 
terutama tentang kutukan-kutukan yang menakutkan bagi mereka yang berbuat kejahatan.  
4) Prasasti Kota Kapur 
Prasasti Kota Kapur ditemukan di Pulau Bangka. Prasasti ini berangka tahun 608 Saka (686 
M). Isi prasasti terutama permintaan kepada para dewa untuk menjaga kedatuan Sriwijaya, 
dan menghukum setiap orang yang bermaksud jahat. 
5) Prasasti Karang Berahi 
Prasasti Karang Berahi ditemukan di Jambi. Prasasti ini berangka tahun 608 Saka (686 M). Isi 
Prasasti sama dengan isi Prasasti Kota Kapur. 
Beberapa prasasti yang lain, yakni Prasasti Ligor dan Prasasti Nalanda. Prasasti Ligor 
berangka tahun 775 M ditemukan di Ligor, Semenanjung Melayu. Prasasti Nalanda ditemukan di 
Nalanda, India Timur. Di samping prasasti-prasasti ini , sumber sejarah Sriwijaya yang 
penting adalah berita Cina. Misalnya, berita dari I-tshing yang pernah tinggal di Sriwijaya. 
c. Perkembangan Kerajaan Sriwijaya 
1) Sebagai Negara Maritim 
Prasasti Kedukan Bukit dan Talang Tuo pada abad ke-7, menyebut Dapunta Hyang 
melakukan usaha perluasan daerah. Bebrapa daerah seperti Tulang-Bawang (Lampung), Kedah 
(Semenanjung Melayu), Pulau Bangka, Daerah Jambi, bahkan sampai Tanah Genting Kra. 
Dengan demikian Sriwijaya memiliki  kekuasaan sampai di negeri Malaysia pada saat ini. 
namun  usaha Sriwijaya menaklukkan Jawa tidak berhasil. 
Balaputradewa adalah putra dari Raja Samarotungga dengan Dewi Tara.  Ia memerintah 
sekitar abad ke-9 M. Wilayah kekuasaan Sriwijaya  antara lain Sumatra dan pulau-pulau sekitar 
Jawa Barat, sebagian Jawa Tengah, sebagian Kalimantan, Semenanjung Melayu, dan hampir 
 
 
seluruh perairan Nusantara. Itulah sebabnya, Sriwijaya kemudian dikenal sebagai negara 
nasional yang pertama. 
 
Sriwijaya adalah negara Maritim, sehingga daerah kekuasaannya sebagian besar adalah 
wilayah pantai. Sebagai kerajaan Maritim, Sriwijaya membentuk armada angkatan laut yang kuat.  
 
2) Sriwijaya sebagai Pusat Studi Agama Buddha 
Sriwijaya menjadi pusat studi agama Budha Mahayana di seluruh wilayah Asia Tenggara. 
Raja Balaputradewa menjalin hubungan erat dengan Kerajaan Benggala dari India Raja Dewapala 
Dewa. Raja ini menghadiahkan sebidang tanah kepada Balaputradewa untuk pendirian sebuah 
asrama bagi para pelajar dan mahasiswa yang sedang belajar di Nalanda.   
Sriwijaya menjadi salah satu pusat pendidikan di Asia Tenggara. Hal ini dibuktikan bahwa 
banyak mahasiswa asing yang juga belajar di Sriwijaya. Mahasiswa yang ingin belajar ke India, 
biasanya mampir ke Sriwijaya terlebih dahulu untuk belajar Bahasa Sanskerta. Para mahasiswa 
ini  umumnya berasal dari Asia Timur. 
Bukti tentang cerita di atas adalah berita I-tsing, yang menyebutkan bahwa di Sriwijaya 
tinggal ribuan pendeta dan pelajar (mahasiswa) agama Budha. Salah seorang pendeta Budha 
yang terkenal adalah Sakyakirti.  
d. Keruntuhan Sriwijaya 
ada beberapa penyebab kemunduran Kerajaan Sriwijaya, di antaranya:  
a) Perubahan kondisi alam. Pusat kerajaan  Sriwijaya semakin jauh dari pantai akibat 
pengendapan lumpur. Pendangkalan Sungai Musi yang terus memicu air laut semakin 
jauh sebab terbentuknya daratan-daratan baru.  
b) Mundurnya angkatan laut, sehingga banyak daerah kekuasaan melepaskan diri. 
c) Beberapa kali Sriwijaya mendapat serangan dari kerajaan lain. Tahun 1017 M Sriwijaya 
mendapat serangan dari Raja Rajendracola dari Colamandala. Tahun 1025 serangan itu 
diulangi, sehingga Raja Sriwijaya Sri Sanggramawijayattunggawarman ditahan oleh pihak 
Kerajaan Colamandala. Tahun 1275, Raja Kertanegara dari Singasari melakukan ekspedisi 
Pamalayu. Hal itu memicu daerah Melayu lepas dari kekuasaan Sriwijaya. Tahun 1377 
armada angkatan laut Majapahit menyerang Sriwijaya. Serangan ini mengakhiri riwayat 
Kerajaan Sriwijaya. 
 
4. Kekuasaan Keluarga Isyana 
Masih ingat masa akhir Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah. Mpu Sendok 
memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa Timur. Bagaimana sesudah  pusat kerajaan pindah ke 
Jawa Timur? Ternyata di Jawa Timur keluarga atau wangsa Isyana berhasil mengembangkan 
kerajaan menjadi besar. 
Mpu Sendok adalah menantu Raja Wawa. Wawa merupakan raja terakhir Kerajaan 
Mataram. Mpu Sendok membentuk keluarga baru yang disebut Keluarga Isyana (Wangsa Isyana) 
di Jawa Timur. Ia sebagai raja pertama Dinasti Isyana yang bergelar Sri Isyana 
Wikramadharmatunggadewa. Pemerintahannya berlangsung dari tahun 929 sampai 947 M 
a. Awal Kekuasaan Wangsa Isyana 
. Keluarga Isyana memusatkan pemerintahan di Tamwlang, dekat Kabupaten Jombang. Di  
Mpu Sendok kemudian berhasil memperluas kekuasaan meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan 
Bali 
Mpu Sendok melakukan beberapa usaha penting antara lain sebagai berikut. 
1) Mengembangkan bidang pertanian dengan memperluas irigasi dan lahan pertanian.  
2) Memajukan bidang agama. Mpu Sendok membangun candi-candi seperti Candi Gunung 
Gangsir dan Sanggariti.  
3) Untuk mendukung kemajuan agama dan sastra, ditulis buku suci agama Budha Sang Hyang 
Kamahayanikan. Karya ini juga menunjukkan bahwa Mpu Sendok sangat toleran. Sebab 
beliau menganut agama Hindu. 
b. Makutawangsawardana 
Pengganti Mpu Sendok adalah anak perempuannya bernama Sri Isyanatunggawijaya. 
Isyanatunggawijaya memiliki  putra yang bernama Makutawangsawardana. 
Makutawangsawardana menggantikan  Isyanatunggawijaya sebagai raja.  
 Makutawangsawardana memiliki  putri bernama Mahendradata yang sering disebut dengan 
Gunapriyadarmapatni. Mahendradata kawin dengan pangeran dari Bali bernama Udayana. 
Pasangan inilah yang kemudian menurunkan Airlangga. Kelak Airlangga akan menjadi salah satu 
tokoh raja yang sangat terkenal.  Pengganti Makutawangsawardana  adalah Darmawangsa (anak 
laki-laki Makutawangsawardana).  
 
c. Darmawangsa 
Darmawangsa (memerintah 991 - 1017 M) memiliki cita-cita menguasai pelayaran 
Nusantara. namun  pada tahun 1017 terjadi peristiwa yang sangat memukul kerajaan. Istana 
Darmawangsa diserbu oleh Raja Wura Wari memicu  Darmawangsa terbunuh.  
Waktu itu Darmawangsa sedang menikahkan putrinya dengan Airlangga. Beruntung 
Airlangga beserta istrinya berhasil meloloskan diri dan bersembunyi ke dalam hutan. Peristiwa 
penyerbuan Raja Wura Wari hingga memicu Darmawangsa meninggal ini  disebut 
peristiwa Pralaya. Peristiwa ini benar-benar memukul cita-cita Darmawangsa untuk membesarkan 
kerajaan. 
 
d. Airlangga 
Siapakah Airlangga? Beliau putera Raja Udayana dari Bali. sesudah  pralaya, selama kurang 
lebih dua tahun, Airlangga hidup di tengah hutan.  Pada tahun 1019 itu juga Airlangga dinobatkan 
sebagai raja oleh para pendeta. Airlangga membangun pusat pemerintahannya di Kahuripan. 
Narotama diangkat sebagai patih kerajaan. 
Dengan dukungan rakyat Airlangga terus menghimpun  kekuatan.  Daerah atau kerajaan-
kerajaan  yang dulu di bawah kekuasaan Darmawangsa, satu persatu dapat dikuasai kembali. 
Tahun 1033 Wura-Wari berhasil ditundukkan. Wilayah kekuasaan Airlangga semakin luas meliputi 
Jawa Timur, sebagaian Jawa Tengah, dan sebagian Pulau Bali.  Airlangga memerintah pada 
tahun 1019 - 1049 M. Kerajaannya kemudian disebut Kahuripan. 
 Airlangga berusaha memajukan perekonomian rakyatnya. Usaha-usaha pembangunan 
bagi kesejahteraan rakyatnya antara lain sebagai berikut. 
1) Bidang Ekonomi,  memajukan pertanian dengan  irigasi melalui pembangunan bendungan 
Waringin Sapta.   
2) Seni Sastra 
Kitab Arjunawiwaha yang ditulis oleh Mpu Kanwa pada tahun 1035 M. Isi kitab ini merupakan 
kiasan dari kehidupan Airlangga yang digambarkan dengan cerita Arjuna yang mendapat 
senjata dari Dewa Syiwa sesudah  bertapa.  
3) Agama. 
Airlangga membangun asrama untuk para pendeta. Ia juga membangun pertapaan di 
Pucangan, di lereng Gunung Penanggungan.  Airlangga memiliki seorang putri yang bernama 
Sanggrarnawijaya. Putri dari permaesuri yang seharusnya memiliki hak untuk memegang tahta 
sepeninggal Airlangga ternyata menolak kedudukan. Sanggrarnawijaya memilih menjadi 
 
 
pertapa. Untuk itu, Airlangga membangun pertapaan di Pucangan, di lereng Gunung 
Penanggungan. sesudah  menjadi pertapa, Sanggramawijaya dikenal dengan nama Kilisuci. 
Perebutan tahta kerajaan justru terjadi antara dua putra Airlangga dari selirnya. Kedua 
putranya adalah Samarawijaya dan Panji Garasakan. sebab pertentangan inilah, akhirnya 
kerajaan Kahuripan dibagi menjadi dua tahun 1041 M oleh Empu Bharada. Kerajaan dibagi dua 
dengan batas Sungai Brantas dan Gunung Kawi. Pembagian wilayah kerajaan itu sebagai berikut. 
1) Panjalu atau Kediri, dengan pusatnya di Daha, diberikan kepada Samarawijaya. Daerah ini 
antara lain meliputi Kediri dan Madiun. 
2) Jenggala dengan pusatnya di Kahuripan, diberikan kepada Panji Garasakan. Daerah ini 
meliputi Malang, Delta Sungai Brantas, pelabuhan Surabaya, Rembang, dan Pasuruan. 
Dengan telah dibaginya kerajaan Kahuripan menjadi dua, maka berkembanglah dua kerajaan 
yakni Kediri dan Jenggala. Bagaimana kelanjutan kedua kerajaan ini  
5. Kerajaan Kediri 
Munculnya Kerajaan Kediri erat kaitannya dengan kelanjutan Kerajaan Panjalu dan 
Jenggala. Panjalu di bawah Samarawijaya dan Jenggala di bawah Panji Garasakan terjadi konflik. 
Akhirnya pada tahun 1052 terjadilah pertempuran antara kedua kerajaan. Kerajaan Jenggala 
memenangkan pertempuran. Selanjutnya Panjalu dan Jenggala di bawah pemerintahan Panji 
Garasakan (raja Jenggala). Perkembangan berikutnya Kerajaan ini lebih dikenal dengan nama 
Kerajaan Kediri dengan ibu kotanya di Daha. 
 
a. Raja-Raja Kediri 
Raja terkenal Kediri adalah Raja Jayabaya yang memerintah mulai tahun 1135-1157.  
Jayabaya terkenal dengan berbagai ramalannya yang sampai saat ini masih dipercayai oleh 
sebagian warga .  
Selain ramalannya, kebesaran Jayabaya juga diwarnai terbitnya kibat gubahan. Kitab 
ini  adalah Baratayuda yang digubah oleh Empu Sedah  yang dilanjutkan oleh Empu 
Panuluh.  Beberapa raja sesudah  Jayabaya dapat dilihat pada daftar di bawah ini. 
1) Sarweswara (1159 - 1169). 
2) Sri Ayeswara (1169 - 117 1). 
3) Sri Gandra (1181 - 1182). 
4) Kameswara (1182 - 1185).  
5) Kertajaya (1185 - 1222). 
 
 
 
b. Kemajuan kerajaan 
Jayabaya adalah raja yang cukup berhasil membawa-bawa  Kerajaan Kediri dalam kemajuan. 
Kerajaan semakin teratur, rakyat hidup makmur.  Kediri juga memiliki armada laut  bahkan telah 
ada Senopati Sarwajala (panglima angkatan laut).  Pajak telah diberlakukan dengan sistem pajak 
in natura, berupa penyerahan sebagian hasil buminya kepada pemerintah. 
Salah atu simbol kemajuan suatu negara adalah kemajuan perkembangan kesenian dan 
kesusasteraan. Seni sebagai nilai estetika akan menjadikan simbol telah terpenuhinya kebutuhan 
primer suatu kelompok atau masysrakat. Bagaimana dengan perkembangan seni dan 
kesusasteraan di Kerajaan Kediri? Selain wayang Panji, di Kediri juga berkembang beberapa hasil 
kesusasteraan berikut ini. 
1) Kitab Baratayuda 
Kamu masih ingat perang Panjalu dan Jenggala? Perang ini  adalah perang saudara, 
sebab kedua rajanya berasal dari satu keturunan. Pada masa pemerintahan Jayabaya, 
lahirlah sebuah kitab yang dikenal Kitab Baratayuda . Kitab ini menggambarkan perang 
Pandawa dan Kurawa yang tercermin dalam perang Panjalu dan Jenggala. 
2) Kitab Kresnayana 
Kitab Kresnayana ditulis oleh Empu Triguna pada zarnan Raja Jayaswara. Isinya mengenai 
perkawinan antara Kresna dan Dewi Rukmini. 
3) Kitab Smradahana 
Kitab Smaradahana ditulis oleh Empu Darmaja. Isinya menceritakan tentang sepasang suami 
istri, Smara dan Rati yang menggoda Dewa Syiwa yang sedang bertapa. Smara dan Rati kena 
kutuk dan mati terbakar oleh api (dahana) sebab kesaktian Dewa Syiwa. Akan namun , kedua 
suami istri itu dihidupkan lagi dan menjema sebagai Kameswara dan permaisurinya. 
4) Kitab Lubdaka 
Kitab Lubdaka ditulis oleh Empu Tanakung. Isinya tentang seorang pemburu bernama 
Lubdaka. Ia sudah banyak membunuh. Pada suatu saat  ia mengadakan pemujaan yang 
istimewa terhadap Syiwa, sehingga rohnya yang semestinya masuk neraka akhirnya masuk 
surga. 
 
Kerajaan Kediri akhirnya mengalami keruntuhan. Kertajaya atau Dandang Gendis 
merupakan raja terakhir. Terjadi pertentangan antara Kertajaya dengan para pendeta atau kaum 
brahmana. Kertajaya dianggap sombong dan berani melanggar adat.  
 
 
Akibat dari pertentangan ini , muncullah tokoh Ken Arok. Pada awalnya, menurut 
cerita, Ken Arok hanyalah rakyat biasa. Namun ia mendapat keistimewaan yang luar biasa. Dari 
rakyat biasa Ken Arok berhasil menjadi Bupati Tumapel. Keberhasilan Ken Arok menjadi Bupati 
Tumapel tidak lepas dari kesaktiannya dan berhasil mengalahkan Bupati Tumapel. Pada tahun 
1222 M Ken Arok menyerang Kediri dan berhasil merebut istana kerajaan. 
5. Kerajaan Singasari 
1) Ken Arok (1222 - 1227 M) 
Raja pertama Singasari. Ken Arok memiliki empat putra, dari istrinya  Ken Umang yaitu 
Panji Tohjoyo, Panji Sudatu, Panji Wregolo, dan Dewi Rambi. Dengan Ken Dedes Ken Arok 
rnernpunyai putra bernama Mahesa Wongateleng. 
2) Anusapati 
Tahun 1227 M Anusapati naik tahta Kerajaan Singasari selama 21 tahun. Toh Joyo berhasil 
membunuh Anusapati, hingga kemudian menjadi raja. 
3) Tohjoyo (1248 M) 
Ronggowuni, salahsatu anak Ken Umang berusaha merebut kekuasaan Tohjoyo. Pasukan 
Toh Joyo di bawah Lembu Ampal gagal menghancurkan perlawaman Ronggowuni. Pasukan 
Toh Joyo kalah, bahkan kemudian ia terbunuh dalam suatu pertempuran. 
 
4) Ronggowuni (1248 - 1268 M) 
Ronggowuni bergelar Sri Jaya Wisnuwardana didampingi oleh Mahisa Cempaka. Pada 
tahun 1254 M, Wisnuwardana (Ronggowuni) mengangkat putranya Kertanegara sebagai raja 
muda atau Yuwaraja. Tahun 1268 M, Ronggowuni meninggal dunia.  
 
5) Kertanegara (1268 - 1292 M) 
Tahun 1268 M Kertanegara naik tahta bergelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. 
Kertanegara merupakan raja yang paling terkenal di Singasari. Ia bercita-cita Singasari 
menjadi kerajaan yang besar dengan wilayah kekuasaan yang luas 
 Kertanegara mencita-citakan wilayah Singasari meliputi seluruh Nusantara. Beberapa 
daerah akhirnya berhasil ditaklukkan, misalnya Bali, Kalimantan  Barat Daya, Maluku, Sunda, 
dan Pahang.  
Pada tahun 1275 M Raja Kertanegara mengirim Ekspedisi Pamalayu di bawah pimpinan 
Mahesa Anabrang (Kebo Anabrang). Sasaran dari ekspedisi ini untuk menguasai Sriwijaya.   
 
 
Kertanegara memandang Cina sebagai saingan. Berkali-kali utusan Kaisar Cina memaksa 
Kertanegara agar mengakui kekuasaan Cina, namun  ditolak oleh Kertanegara. Terakhir pada 
tahun 1289 M datang utusan Cina yang dipimpin oleh Men-ki. Kertanegara marah, Meng-ki 
disakiti dan disuruh kembali ke Cina. Hal inilah yang membuat Kaisar Cina yang bernama 
Kubilai Khan marah  besar. Ia merencanakan membalas tindakan Kertanegara. 
 
c. Akhir Kerajaan Singasari 
Saat Kertanegara sedang berpesta secara tiba-tiba Jayakatwang menyerbu istana kerajaan 
Singasari.  Kertanegara menugaskan pasukan di bawah pimpinan R Wijaya dan Pangeran 
Ardaraja. Ardaraja adalah anak Jayakatwang dan menantu Kartanegara. Pasukan Kediri yang dari 
arah utara dapat dikalahkan oleh pasukan R. Wijaya. Akan namun  pasukan inti dari Kediri dengan 
leluasa akhirnya masuk dan menyerang istana, sehingga berhasil menewaskan Kertanegara. 
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1292 M. R. Wijaya dan pengikutnya kemudian meloloskan diri 
sesudah  mengetahui istana kerajaan dihancurkan oleh pasukan Kediri. Sedangkan Ardaraja 
membalik bergabung dengan pasukan Kediri. Dengan terbunuhnya Kertanegara maka berakhirlah 
Kerajaan Singasari 
 
6. Kerajaan Majapahit 
a. Berdirinya Kerajaan Majapahit 
Dalam Prasasti Kudadu diterangkan bahwa R. Wijaya diterima baik dan mendapat 
perlindungan dari Kepala Desa Kudadu. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan ke Madura 
untuk minta bantuan dan perlindungan kepada Arya Wiraraja. Rombongan diterima baik oleh Arya 
Wiraraja. Di Madura itulah R. Wijaya bersama Arya Wiraraja menyusun siasat untuk merebut 
kembali tahta kerajaan yang dikuasai Jayakatwang. 
sesudah  segalanya disiapkan secara matang, R. Wijaya dan rombongan dengan didampingi 
Arya Wiraraja berangkat ke Jawa. Dengan pura-pura takluk dan atas jaminan Arya Wiraraja, R. 
Wijaya diterima mengabdi sebagai prajurit di Kediri. R. Wijaya kemudian memohon sebidang 
tanah di hutan Tarik untuk tempat kedudukannya. Tanah itu kemudian dibangun menjadi sebuah 
desa. Di Desa Tarik, pengikut. R. Wijaya semakin kuat.  
Tahun 1293 M datang pasukan Kaisar Cina ke Jawa untuk menuntut balas terhadap 
Kertanagera . Ingat saat  Kertanegara berkuasa di Singasari, terlibat konflik dengan kekaisaran 
Chin. 
 
 
Raden Wijaya memanfaatkan kedatangan pasukan Cina ini untuk menggempur 
Jayakatwang.  Pasukan Cina tidak mengetahui kalau  Kertanegara telah terbunuh. R. Wijaya 
mendorong tentara Cina menggempur Jayakatwang., Terjadilah pertempuran sengit antara 
tentara Cina (yang dibantu oleh sebagian pengikut R. Wijaya) dengan tentara Kediri. Dalam 
pertempuran ini Kediri dapat dikalahkan. Jayakatwang dan Ardaraja dapat ditangkap dan ditahan 
di Hujung Galuh sampai meninggal dunia.  
Tentara China marayakan kemenangan dengan berpesta pora. R. Wijaya memenfaatkan 
dengan menyerang tentara Cina. Serangan mendadak ini menjadikan banyak tentara Cina yang 
terbunuh, sementara sebagian yang selamat melarikan diri kembali ke Cina. sesudah  suasana 
aman, R. Wijaya dinobatkan sebagai raja Kerajaan Majapahit. 
b. Raja-raja yang memimpin Majapahit 
1) R. Wijaya (1293 - 1309 M) 
  R. Wiiaya bergelar Kertarajasa, menikah dengan keempat putri dari Kertanegara, yaitu 
Dah Dewi Tribuwaneswari (sebagai permaisuri). sesudah  menjadi raja, R. Wijaya tidak melupakan 
kepada orang-orang yang telah berjasa kepadanya. Arya Wiraraja diberi kedudukan yang tinggi 
dan diberi kekuasaan atas daerah Lumajang dan Blambangan. Untuk membalas budi warga  
Kudadu yang pernah menolongnya sewaktu pelarian, Desa Kudadu dijadikan daerah perdikan 
atau bebas dari pajak. R. Wijaya akhirnya meninggal tahun 1309. 
 
2) Jayanegara (1309 - 1328 M) 
R. Wijaya memiliki  tiga orang anak. Dari Tribuwaneswari memiliki  putra Kalagemet 
(Jayanegara), dan dari Gayatri rnempunyai dua orang putri Sri Gitarja atau Tribuwana dan Dyah 
Wiyat. sesudah  R. Wijaya meninggal, Jayanegara menggantikan sebagai Raja Majapahit. Sri 
Gitarja sebagai Bre Kahuripan atau sebagai penguasa di Kahuripan, dan Dyah Wiyat sebagai Bre 
Daha. 
Masa pemerintahan Jayanegara ditandai dengan adanya berbagai pemberontakan. 
Pemberontakan ini selain disebabkan sebab Jayanegara lemah, juga sebab mereka tidak puas 
atas kebijaksanaan R. Wijaya yang dinilai kurang adil dalam memberikan kedudukan (imbalan 
jasa) kepada orang-orang yang ikut berjuang. Beberapa pemberontakan pada waktu itu antara 
lain sebagai berikut.  
 
 
 
 
 
a) Pemberontakan Ranggalawe pada tahun 1309 M.  
Ranggalawe merasa tidak puas, sebab ia menginginkan kedudukan Patih Majapahit, namun  
yang diangkat justru Nambi (anak Arya Wiraraja). Pemberontakan ini dapat dipadamkan dan 
Ranggalawe sendiri terbunuh 
b) Pemberontakan Lembu Sora pada tahun 1311 M.  
Ia masih memiliki hubungan keluarga dengan Ranggalawe. sebab difitnah, maka ia 
memberontak. Pemberontakan ini juga berhasil  dipadamkan. 
c) Pemberontakan Nambi tahun 1316 M.  
Nambi yang sudah menjadi patih ternyata juga kecewa. Hal ini disebabkan tindakan Mahapati 
yang ingin menjadi Patih Majapalit. Nambi melancarkan pemberontakan. Pemberontakan 
Nambi akhimya dapat dipadamkan. 
d) Pemerontakan Kuti pada tahun 1319 M.  
Pemberontakan ini merupakah  pemberontakan yang paling berbahaya. Kuti berhasil 
menduduki ibu kota Majapahit. Raja Jayanegara terpaksa melarikan diri ke daerah Badander. 
Ia dikawal oleh sejumlah pasukan Bayangkari yang dipimpin oleh Gajah Mada. Berkat 
kecerdikan Gajah Mada, akhirnya pemberontakan Kuti dapat dipadamkan. Raja Jayanegara 
dapat kembali ke istana dengan selamat. Jayanegara kembali berkuasa. sebab jasanya, 
Gajah Mada diangkat sebagai Patih Kahuripan. Pada tahun 1321 M Gajah Mada diangkat 
menjadi Patih Daha. 
Sesudah pemberontakan dapat dipadamkan, kerajaan berangsur-angsur menjadi tenang. 
Tahun 1328 M Jayanegara meninggal dunia sebab dibunuh oleh tabib istana yang bernama 
Tanca. Akhirnya Tanca sendiri dibunuh oleh Gajah Mada.  
 
3) Tribuwanatunggadewi (1328 - 1350 M) 
Jayanegara ternyata tidak meninggalkan seorang putra. Sebagai raja Majapahit berikutnya 
semestinya adalah Gayatri. Akan namun , Gayatri waktu itu sudah menjadi biksuni. Oleh sebab itu 
Gayatri kemudian menunjuk dan mewakilkan putrinya yang bernama Tribuwanatunggadewi 
sebagai Raja Majapahit. Dengan demikian Tribuwanatunggadewi menjadi raja Majapahit atas 
nama Gayatri. 
Pada tahun 1331 M timbul pemberontakan Sadeng dan Keta di daerah Besuki. 
Pemberontakan ini cukup berbahaya. Gajah Mada diberi tugas untuk memadamkan 
pemberontakan itu. Berkat kegigihan Gajah Mada, pemberontakan Sadeng dan Keta dapat 
ditumpas.  
 
 
sebab jasa-jasanyanya yang begitu besar, Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih 
Majapahit. Pada upacara pelantikannya sebagai Mahapatih, Gajah Mada mengucapkan sumpah 
yang kemudian terkenal dengan sebutan Sumpah Palapa. Isi dan maksud dari Sumpah Palapa 
adalah Gajah Mada tidak akan makan palapa (garam atau rempah-rempah), tidak akan 
bersenang-senang, tidak akan beristirahat, sebelum seluruh Kepulauan Nusantara bersatu di 
bawah panji-panji Kerajaan Majapahit. Sekalipun sumpah itu mendapat ejekan, namun  Gajah Mada 
bertekad untuk mewujudkannya. Gajah Mada terus berusaha menaklukkan daerah-daerah di 
nusantara yang belum mau tuntuk terhadap kekuasaan Majapahit.  
 
4) Hayam Wuruk (1350 - 1389 M) 
Tahun 1350 M Gayatri atau Rajapatni meninggal dunia. Dengan demikian, 
Tribuwanatunggadewi yang menjadi raja atas nama Gayatri juga harus turun tahta. Ia kemudian 
digantikan oleh Hayam Wuruk (putra dari Tribuwanatunggadewi dan Kertawardana). Waktu itu 
usia Hayam Wuruk baru enam belas tahun. Sehingga, tepatlah nama Hayam Wuruk yang artinya 
ayam jantan muda. Walau  masih muda, tanda-tanda kepiawaian dan kecerdasan Hayam Wuruk 
sudah terlihat.  
Ia bergelar kemudian Rajasanegara. Gajah Mada tetap menjabat sebagai Mahapatih 
Majapahit. Pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit 
mencapai zaman keemasan. 
Wilayah kekuasaan Majapahit sangat luas, bahkan melebihi luas wilayah Republik 
Indonesia sekarang, yakni mencakup sebagian besar wilayah Nusantara sekarang ini dan 
Malaysia. Oleh sebab itu Majapathit juga dikenal dengan sebutan negara nasional kedua di 
Indonesia. Seluruh kepulauan di nusantara berada di bawah kekuasaan Majapahit.  
c. Politik dan Pemerintahan 
 Majapahit telah mengembangkan sistem pemerintahan yang cukup lengkap dan sangat 
teratur. Raja memegang kekuasaan tertinggi. Dalam melaksanakan pemerintahan, raja dibantu 
oleh berbagai badan atau pejabat yang terbagi dalam dua kelompok biriokrasi sebagai berikut. 
Dari segi hukum dan peradilan Majapahit sudah sangat maju. Untuk menciptakan 
pemerintahan yang bersih dan berwibawa, dibentuk badan peradilan yang disebut dengan 
Saptopapati. Untuk mendukung keterlaksanakaan hukum disusun kitab hukum yaitu Kitab 
Kutaramanawa. Kitab ini disusun oleh Gajah Mada. Gajah Mada memang seorang negarawan 
yang benar-benar mumpuni. Ia memahami olah pemerintahan, strategi perang, dan hukum. 
 
 
Berkat kepemimpinan Hayam Wuruk dan Gadjah Mada stabilitas politik Majapahit terjamin. 
Hal ini juga didukung oleh kekuatan tentara Majapahit dan angkatan lautnya yang kuat. Semua 
perairan nasional dapat diawasi.  
Majapahit menjalin hubungan dengan negara-negara/kerajaan lain. Hubungan dengan 
Negara Siam, Birma, Kamboja, Anam, India, dan Cina berlangsung dengan baik. Dalam membina 
hubungan dengan luar negeri, Majapahit mengenal motto Mitreka Satata, artinya negara sahabat. 
 
d. Kehidupan Keagamaan 
Kehidupan keagamaan di Majapahit sangat teratur dan penuh toleransi. Di Majapahit waktu 
berkembang dua agama yaitu agama Hindu dan agama Budha. Untuk mengatur kehidupan 
beragama ini , dibentuk badan atau pejabat yang disebut Dharmadyaksa.  
 
e. Perkembangan Sastra dan Budaya 
Karya sastra yang paling terkenal pada zaman Majapahit adalah Kitab Negarakertagama. 
Kitab ini ditulis oleh Empu Prapanca pada tahun 1365 M. Di samping menunjukkan kemajuan 
Majapahit di bidang sastra, Negarakertagama juga merupakan sumber sejarah Majapahit. Kitab 
lain yang penting adalah Sutasoma. Kitab ini disusun oleh Empu Tantular. Kitab Sutasoma 
memuat kata-kata yang sekarang menjadi semboyan negara Indonesia, yakni Bhinneka Tunggal 
Ika. Di samping menulis Sotasoma, Empu Tantular juga menulis kitab Arjunawiwaha.  
Bidang seni bangunan juga berkembang. Banyak candi telah dibangun. Candi-candi yang 
telah dibangun waktu itu antara lain; Candi Penataran dan Sawentar di daerah Blitar, Candi 
Tlagawangi dan Surawana di dekat Pare, Kediri; serta Candi Tikus di Trowulan. 
g. Kemunduran Majapahit 
Pada tahun 1364 M Majapahit kehilangan tokoh dan pemimpin yang tidak ada bandingnya. 
Gajah Mada meninggal dunia. Hayam Wuruk kesulitan mencari pengganti Gajah Mada. Tidak ada 
seorang pun yang sanggup menggantikan peran dan kedudukan Gajah Mada. Tahun 1389 M 
Hayam Wuruk meninggal dunia. Majapahit kehilangan lagi seorang pemimpin yang cakap. 
Meninggalnya Gajah Mada dan Hayam Wuruk berpengaruh sangat besar terhadap menurunnya 
pamor Majapahit.  
Kemunduran Majapahit mencapai puncaknya saat  muncul perang saudara antar 
keturunan kerajaan. Pertentangan dan peperangan itu terjadi antara Wikramawardana dengan Bre 
Wirabumi. Perang saudara ini dikenal dengan Perang Paregreg  
 
 
Girindrawardana yang oleh banyak orang disebut sebagai raja terakhir kerajaan Majapahit. 
Ia memerintah sampai tahun 1519 M. Sesudah Girindrawardana dikalahkan oleh tentara Islam 
dari Demak, maka Majapabit benar-benar runtuh. 
 
7. Buleleng dan Kerajaan Dinasti Warmadewa di Bali 
a.   Perkembangan Buleleng 
Kamu tidak asing dengan nama pulau Bali. Nama Buleleng mulai terkenal sesudah  periode 
kekuasaan Majapahit. Pada masa sekarang Buleleng adalah salah satu nama kabupaten di Bali. 
Tetaknya yang ada di tepi pantai, berkembang menjadi pusat perdagangan laut. Hasil pertanian 
dari pedalaman diangkut lewat darat menuju Buleleng. Dari Buleleng barang dagangan yang 
berupa basil pertanian seperti kapas, beras, asam, kemiri, dan bawang diangkut atau 
diperdagangkan ke pulau lain (daerah seberang). Dengan perkembangan perdagangan 
laut/antarpulau di zaman kuno, secara ekonomis Buleleng memiliki peranan yang penting bagi 
perkembangan kerajaan-kerajaan di Bali, misalnya pada masa Kerajaan Dinasti Warmadewa. 
 
b. Kerajaan Dinasti Warmadewa 
1) Sumber Sejarah 
Prasasti tertua yang berangka tahun 804 S atau 882 M berisi tentang pemberian izin 
kepada para biksu untuk membuat pertapaan di Bukit Kintamani. Dalam rasasti itu disebut istana 
raja terletak di Singhamandawa. Prasasti semacam tugu di Desa Blanjong, dekat Sanur yang 
berangka tahun 836 S atau 914 M. Disebut pada prasasti itu yang memerintah adalah Raja Kesari 
Warmadewa. 
Menurut perkiraan, Singhamandawa terletak di antara Kintamani (Danau Batur) dan Pantai 
Sanur (Blanjong), yakni sekitar Tampaksiring dan Pejeng. Singhamndawa berada di antara Sungai 
Patanu dan Pakerisan. Menurut para pemuka di Bali, Singhamandawa terletak di Pejeng 
sekarang. 
2) Perkembangan Politik Pemerintahan 
Raja-raja yang berkuasa di Kerajaan Singhamandawa dikenal dengan Wangsa (Keluarga) 
Warmadewa. Sebagai wamsakertanya adalah Kesari Warmadewa. sesudah  Kesari warmadewa 
(tahun 915 - 942 M) yang menjadi raja adalah Ugrasena. sesudah  itu, raja-raja yang memerintah di 
Bali dari Wangsa Warmadewa antara lain sebagai berikut. 
1) Tabanendra Warmadewa, memerintah bersama permaisurinya Sang Ratu Luhur Sri 
Subadrika Darmadewi (955 - 967 M). 
 
 
2) Indra Jayasinga Warmadewa (967 - 975 M). 
3) Janasadu Warmadewa (975 - 983 M). 
4) Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi, seorang raja perempuan (983 - 989 M). 
5) Darma Udayana Warmadewa, memerintah bersama permaisurinya Mahendradatta (989 - 
1011 M). 
6) Marakata Pangkaa (1011 - 1025 M). 
7) Anak Wungsu (1049 - 1077 M). 
8) Sri Maharaja Sri Walaprabu. 
Dari beberapa raja ini  yang terkenal antara lain Indra Jayasinga Warmadewa, Udayana, dan 
Anak Wungsu. 
Udayana termasuk raja yang besar dari Wangsa Warmadewa. Ia memerintah bersama 
permaisurinya bernama Mahendradatta (putri dari Raja Makutawangsawardana di Jawa Timur). 
Pada tahun 1001 M Mahendradatta meninggal dan dicandikan di Desa Burwan atau Buruan di 
dekat Bedulu. Arca perwujudannya berupa Durga ada di Kutri, daerah Gianyar, sehingga 
dikenal dengan Durga Kutri. 
Sepeninggal Mahendradatta, Udayana menjalankan pemerintahan sendiri sampai tahun 
1011 M. Udayana meninggal dan dicandikan di Banu Wka. Udayana memiliki  tiga orang putra, 
yakni Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu. Airlangga kemudian berkuasa di Jawa Timur 
menggantikan Darmawangsa. Sebagai pengganti raja di Bali adalah Marakata (Marakata 
Pangkaja). Raja Marakata disebut sebagai kebenaran hukum dan selalu melindungi rakyatya.  
Marakata Pangkaja digantikan oleh saudaranya bernama Anak Wungsu. Pada masa 
pemerintahan Anak Wungsu, kekuasaan Wangsa Warmadewa mencapai zaman keemasan. 
Kerajaan dalam keadaan aman dan tenteram. Rakyat bertambah makmur. Pada masa 
pemerintahannya, Agama juga berkembang. Anak Wungsu, adalah Pemeluk Hindu yang setia 
terutama aliran Waisnawa. Ia telah membangun kompleks percandian di Gunung Kawi, 
Tampaksiring. 
Anak Wungsu memerintah sampai tahun 1077 M. Ia tidak menurunkan seorang putra pun. Anak 
Wungsu meninggal tahun 1077 M dan dicandikan di Gunung Kawi dekat Tampaksiring. Anak 
Wungsu digantikan oleh Sri Maharaja Sri Walaprabu..  
sesudah  kekuasaan Jayasakti berakhir, tidak terdengar berita siapa yang merjadi raja. Baru 
pada tahun 1155 M, muncul seorang raja bernama Ranggajaya. Pemerintahan raja ini tidak 
banyak diketahui. Hanya pada tahun 1177 M. muncul pemerintahan Raja Jayapangus. Raja ini 
diperkirakan putra dari Ranggajaya.  
 
 
Raja Jayapangus merupakan raja yang terkenal di Bali. Jayapangus memerintah sampai 
tahun 1181 M. Sesudah Raja Jayapangus, masih banyak raja-raja yang memerintah di Bali. Pada 
tahun 1284 M, Bali ditundukkan oleh Kertanegara dari Singasari. Pada tahun 1343 M Bali menjadi 
daerah kekuasaan Majapahit. 
 
8. Kerajaan Sunda (Pajajaran) 
sesudah  Kerajaan Tarumanegara, perkembangan sejarah di Jawa Barat (tanah Sunda) tidak 
banyak diketahui. Pada abad ke-11 nama Sunda muncul lagi. Tahun 1050 M nama Sunda 
dijumpai dalam Prasasti Sanghyang Tapak, yang ditemukan di Kampung Pangcalikan dan 
Bantarmuncang di tepi Sungai Citatih, Cibadak, Sukabumi. Prasasti ini penting sebab menyebut 
nama Raja Sri Jayabupati. Daerahnya disebut Prahajyan Sunda. Raja Sri Jayabupati disamakan 
dengan Rakyan Darmasiksa pada cerita Parahyangan. Pusat pemerintahannya adalah Pakwan 
Pajajaran (mungkin di dekat Bogor sekarang). 
Raja Sri Jayabupati penganut agama Hindu aliran Waisnawa. Hal ini dapat dilihat dari 
gelarnya yakni Wisnumurti. Masa pemerintahan Jayabupati sezaman dengan pemerintahan 
Airlangga di Jawa Timur. 
Sri Jayabupati digantikan oleh Rahyang Niskala Wastu Kancana. Pusat kerajaannya ada di 
Kawali. Dengan demikian, kemungkinan pusat kerajaan pindah dari Pakwan Pajajaran ke Kawali. 
Kawali letaknya tidak jauh dari Galuh yang merupakan pusat pemerintaban Kerajaan Sunda 
zaman Sanna dahulu. Diterangkan bahwa di sekeliling keraton dibuat saluran air. Raja Niskala 
Wastu Kancana meninggal dan dimakamkan di Nusalarang. Ia digantikan oleh anaknya yang 
bernama Rahyang Dewa Niskala atau Rahyang Ningrat Kancana. 
Rahyang Dewa Niskala digantikan oleh Sri Baduga Maharaja. Ia bertahta di Pakwan 
Pajajaran. Sri Baduga memerintah antara tahun 1350 - 1357 M. Pusat pemerintahannya kembali 
ke Pakwan Pajajaran. Pada masa pemerintahannya, kerajaan teratur dan tenteram.  
Menurut Kitab Pararaton, pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja telah terjadi 
peristiwa yang disebut Pasundan Bubat. Dalam peristiwa ini  Sri Baduga Maharaja tewas. 
Akhirnya yang melanjutkan pemerintahan di Pakwan Pajajaran adalah Hyang Bunisora. Ia 
memerintah antara tahun 1357 - 1371 M. sesudah  itu berturut-turut raja yang memerintah di Sunda 
sebagai berrikut. 
a. Prabu Niaskala Wastu Kancana (1371-1474M). 
b. Tohaan di Ga1uh (1415 - 1482 M). 
c. Sang Ratu Jayadewata (1482 - 1521 M). 
 
 
Pada masa pemerintahan Jayadewata, Ratu Samiam (Surawisesa) sebagai putra mahkota, 
diutus ke Malaka untuk mencari bantuan kepada Portugis, sebab Kerajaan Pajajaran 
diserang tentara Islam. Pada waktu itu Islam sudah berkembang di berbagai daerah, misalnya 
di Cirebon.  
d. Ratu Samiam (Surawisesa) (1521 - 1535 M). 
Pada masa pemerintahan Ratu Samiam datang utusan Portugis dari Malaka dipimpin oleh 
Hendrik de Leme. Tahun 1527 M Sunda Kelapa jatuh ke tangan tentara Islam. 
d. Prabu Ratu Dewata (1535 - 1543 M). 
Pada masa pemerintahan Prabu Ratu Dewata terjadi serangan tentara Islam yang dipimpin 
oleh Maulana Hasanuddin dan anaknya, Maulana Yusuf. 
e. Sang Ratu Saksi (1543 - 1551 M). 
f. Tohaan di Majaya (1551 - 1567 M). 
g. Nusiya Mulya (1567 - 1579 M). 
Nusiya Mulya merupakan raja terakhir dari Kekajaan Pajajaran