Jumat, 26 Januari 2024

demensia 2







al Exelon in Alzheimers disease 
(IDEAL) study (n=1195) menemukan bahwa rivastigmine patch 17.4 
mg (20cm2/24 jam) dan 9.5 mg (10 cm2/24jam) menunjukan efikasi 
yang sama dengan kapsul (6 mg dua kali sehari). Meski demikian 
target dosis tidak tercapai pada sebagian besar pasien dan 
perbandingan dosis yang efektif adalah 9 mg/hari (kapsul). Pada 
studi ini semua grup rivastigmine bila dibandingkan dengan plasebo 
menunjukkan perbaikan signifikan secara statistik pada ADAS-cog 
sesudah  24 minggu. (Level I, good) 
 
Bila dibandingkan dengan kapsul, Patch 9.5 mg hanya menghasilkan 
efek samping 2/3 lebih sedikit berupa mual dan muntah. Meski 
demikian patch 17.4 mg menunjukkan tolerabilitas yang sama 
dengan kapsul. Tolerabilitas kulit baik (>90% tidak mengalami atau 
hanya iritasi kulit ringan). (Level I, good)  
 
GALANTAMIN 
 
berdasar  review sistematik terhadap 7 buah RCT, galantamine 
memberi manfaat namun hanya sedikit perbaikan. (Level I, good) 
 
Galantamine (24 mg) dibandingkan dengan plasebo memberi  
perbaikan pada ADAS-Cog. (Level I, good) 
 
PERBANDINGAN DENGAN AChEI 
 
Dari 2 buah RCT yang membandingkan donepezil dengan 
rivastigmine, tidak ada  perbedaan bermakna dalam perubahan 
kognisi. Belum ada studi yang membandingkan rivastigmine dengan 
galantamine.( Level I, good)
 
Cochrane systematic review menunjukkan ketiga AchEI 
menunjukkan efeikasi untuk DA ringan – sedang, tanpa perbedaan 
bermakna diantara ketiganya. (Level I, good)  
 
MEMANTIN 
 
Cochrane review, berdasar  3 RCT menunjukkan bahwa 
memantine (20 mg / hari) memberi  sedikit perbaikan pada 
clinical impression of change (CIBIC-Plus) (perubahan skor CIBIC-Plus 
 
0.13 poin, 95% CI: 0.01, 0.25, p = 0.030) dan ADAS-Cog (0.99 poin, 
95%CI 0.2 to 1.8, p=0.01) untuk pasien dengan DA ringan – sedang 
sesudah  24 minggu. Tidak ada perbedaan signifikan dalam jumlah 
pasien yang mengalami efek samping (NNH=39). (Level I, good)  
 
Pada sebuah RCT (n=403), memantine dibandingkan plasebo 
memperbaiki fungsi kognitif pada DA ringan - sedang (-1.9 poin, 
95%CI, -3.1 to -0.6) pada ADAS-cog sesudah  24 minggu. (Level I, 
good)  
 
Memantin terdaftar hanya untuk digunakan pada terapi DA sedang-
berat.131 Meski demikian bila pasien tidak dapat mentolerasi AchEI, 
memantine dapat diberikan. 
 
disarankan : 
 
Inhibitor kolinesterase (donepezil, rivastigmin dan galantamin) 
bermanfaat dalam memperbaiki fungsi kognisi pasien DA ringan – 
sedang.   
(Grade A) 
 
Pasien dalam terapi penguat kognisi harus dinilai sedikitnya 1 kali 
dalam 6 bulan dengan memakai  ukuran psikometrik (contoh 
MMSE atau pengukur serupa untuk fungsional dan perilaku).   
(Grade C)  
 
 
b. PENYAKIT ALZHEIMER SEDANG - BERAT 
 
DONEPEZIL 
 
Cochrane review  menunjukkan Donepezil efektif dalam 
memperbaiki fungsi kognitif pada AD sedang-berat sesudah   
minggu terapi dengan dosis 10 mg/hari pada ADAS-Cog. Manfaat 
bagi pasien dengan dosis 10 mg/hari lebih besar dari 5 mg/hari. 
(Level I, good) 
 
RCT lain melaporkan pasien yang diterapi dengan memakai  
Donepezil mengalami perbaikan dalam Severe Impairment Battery 
(SIB) (rata-rata perbedaan Least square [LS] = 5.5, 95%CI 1.5 - 9.8, 
p=0.008) dan penurunan yang lebih kecil pada Alzheimers Disease 
Cooperative Study–Activities of Daily Living (ADCS-ADL) (LS= 1.7, 
95%CI 0.2 - 3.2, p=0.03). Juga didaptkan perbaikan dalam skor 
MMSE sesudah  6 bulan mendapat terapi dibanding sebelum terapi, 
jika dibandingkan dengan kontrol (LS=1.4, 95%CI 0.4 - 24, p=0.009). 
(Level I, good)  
 
Insidensi efek samping tidak jauh berbeda antara donepezil dengan 
plasebo, dan kebanyakan bersifat sementara, dengan derajat ringan 
atau sedang. Lebih banyak pasien menghentikan terapi karena efek 
samping pada grup Donepezil dibandingkan plasebo. (Level I, good) 
 
 
RCT lain menunjukkan donepezil superior dibandingkan plasebo 
pada skor had found that donepezil was superior pada perubahan 
skor SIB (p< 0.0001). Hal serupa didaptkan pada pemeriksaan CIBIC-
Plus (p < 0.0473) dan MMSE (p< 0.0267). (Level I, good)  
 
Laporan efek samping cukup konsisten dan sesuai dengan efek 
kolinergik Donepezil. Profil keamanan Donepezil pada pasien 
denagn DA berat sama dengan DA ringan – sedang. (Level I, good) 
 
 
RIVASTIGMIN 
 
Ada sedikit keuntungan pada DA sedang-berat (MMSE 10 - 14), 
dalam hal skor ADAS-Cog (99%CI -7.5 hingga -2.6) berdasar  data 
ITT-LOCF pabrik pembuat dari percobaan (n=232) selama 24 minggu. 
Meski demikan tidak ada bukti yang mendukung penggunaan 
rivastigmine pada DA berat.  (MMSE < 10). (Level I, good) 
 
GALANTAMIN 
 
Untuk DA sedang-berat, ada sedikit keuntungan dalam skor 
ADASCog (-6.1poin, 99%CI -7.9 hingga -4.3) berdasar  data 
ITTLOCF pabrik pembuat melalui percobaan (n=340) selama 24 
minggu. (Level I, good) 
 
Studi SERAD (Safety and Efficacy of Reminyl in Alzheimers disease) 
menemukan galantamine dapat digunakan dengan aman pada 
lanjut usia dengan DA berat. Meski galantamine memperbaiki fungsi 
kognisi, ia gagal menunjukkan perbaikan dalam aktivitas sehari-hari. 
Rata-rata total perbaikan skor SIB adalah 1,9 poin (95%CI –0.1 - 3.9) 
dengan galantamine, dan menunjukkan perburukan 3,0 poin (95%CI 
–5.6 hingga –0.5) dengan plasebo. (Level I, good)  
 
MEMANTIN 
 
Memantine efektif dalam memperbaiki fungsi kognisi pada DA 
sedang – berat, berdasar pada 2 review sistematik, 13 RCT (n=4200). 
Dua buah RCT  (n=650) menunjukkan fungsi kognisi lebih sedikit 
menurun sesudah  mendapat terapi memantine dibandingkan dengan 
plasebo bila diukur dengan SIB. Rata-rata perubahan dari sebelum 
terapi dengan analisis LOCF antara memantine dengan placebo 
adalah –4.0 dan –10.1 secara berurutan (p < 0.001). namun tidak 
ada perbedaan signifikan secara statistik pada CIBIC, MMSE dan NPI. 
(Level I, good) 
 
Sebuah Cochrane review, menunjukkan bahwa terapi dengan 
memantine  (20 mg/hari) pada pasien dengan DA sedang – berat 
memberi  sedikit manfaat pada 2 dari 3 studi dengan durasi 6 
bulan. Manfaat terlihat pada fungsi kognisi dengan memakai  
SIB (2.9 poin, 95%CI 1.7 hingga 4.3, p < 0.00001), ADL (ADCS-ADLsev) 
(1.3 poin, 95% CI 0.4 hingga 2.1, p=0.003), mood dan perilaku (NPI) 
(2.8 poin, 95%CI 0.9 -  4.6, p=0.004), dan CIBIC-Plus (0.28 poin, 95% 
CI 0.2 - 0.4, p< 0.0001). (Level I, good) 
  
 
disarankan : 
 
Donepezil dan memantin cukup efektif dalam memperbaiki fungsi 
kognisi pasien dengan DA sedang – berat.   
(Grade A) 
 
Galantamin merupakan alternatif pada DA berat.  
(Grade B) 
 
Pasien dalam terapi penguat kognisi harus dinilai sedikitnya 1 kali 
dalam 6 bulan dengan memakai  ukuran psikometrik (contoh 
MMSE atau pengukur serupa untuk fungsional dan perilaku).  
 (Grade C)  
 
 
. DEMENSIA VASKULAR 
 
Pada DV didapatkan defisit kolinergik. Iskemia memicu  
stimulasi glutamat yang berlebihan pada resptor NMDA. Hal ini akan 
memicu  eksitotoksisitas dan kematian sel neuron. Donepezil 
disetujui untuk terapi DV di New Zealand, India, Romania, South 
Korea dan Thailand, sementara memantine disetujui di Argentina, 
Brazil dan Mexico. 
 
a. PENGUAT KOGNISI 
 
Kolinesterase Inhibitor (AChEIs) dan memantin sering diberikan 
pada demensia selain DA, sebagai bagian dari percobaan klinis atau 
pada terapi klinis meski tidak masuk dalam indikasi. (Level I, good) 
 
Efikasi dan efek samping pada DV dilaporkan pada meta analisis dari 
beberapa RCT (n=5183, durasi 24-28 minggu), yaitu 3 percobaan 
dengan donepezil, 2 dengan galantamine, 1 dengan rivastigmine 
dan 2 dengan memantine. (Level I, good)  
 
 Semua obat memiliki efek kognitif yang signifikan dengan ADAS-cog 
(-1.1 poin, 95%CI, -2.2 hingga -0.1) untuk rivastigmine (12 mg per 
hari), (-1.6 poin, 95%CI -2.4 hingga -0.8) untuk galantamine (24 mg), 
(-2.2 poin, 95%CI -3.0 hingga -1.4) untuk donepezil (10 mg per hari) 
dan (95%CI -2.8 hingga -0.9) untuk memantine (20 mg). Dalam 
Clinical Global Impressions scale (CGI scale), hanya donepezil 5 mg 
per hari yang memiliki efek positif (OR 1.5, 95%CI 1.1 - 2.1). 
Donepezil (10 mg) juga menunjukkan efek yang menguntungkan 
pada Alzheimer Disease Functional Assessment and Change Scale 
(ADCS-CGIC) (-1.0 poin, 95%CI, -1.7 hingga -0.2). Ada banyak kasus 
yang menghentikan pengobatan serta efek samping (terutama 
gejala gastrointestinal) dengan AChEIs, tapi tidak dengan 
memantine. (Level I, good)  
 
disarankan : 
 
Inhibitor Kolinesterase dapat diberikan pada pasien-pasien dengan 
demensia vaskular dengan pengawasan klinisi.   
(Grade A) 
 
 
b. OBAT-OBAT YANG MENGONTROL FAKTOR RISIKO VASKULAR 
 
Untuk pasien dengan DV, hingga saat ini belum terbukti bahwa 
obat-obat untuk mengontrol faktor risiko vaskular seperti 
antihipertensi, aspirin, statin dan antidiabetik memiliki efek 
terhadap gejala kognisi. (Level I, good)  
 
Mengontrol semua kondisi komorbid ini diasumsikan akan 
menurunkan risiko mengalami kerusakan otak lebih lanjut, namun 
tidak ada bukti langsung untuk efek menguntungkan terhadap 
fungsi kognitif. (Level I, good)  
 
disarankan : 
 
Pasien dengan demensia vaskular serta faktor risiko vaskular harus 
diterapi dengan obat-obat yang didisarankan :kan untuk mengobati 
kelainan-kelainan ini .   
(Grade C) 

PENYAKIT LEWY BODY (DEMENSIA LEWY BODY / DEMENSIA 
PENYAKIT PARKINSON) 
 
Antara DPP dan DLB ada saling tumpang tindi. Kedua kondisi 
ini  memiliki presentasi serupa, mengenai area otak yang 
sama, dan keduanya terkait dengan defisit baik asetilkolin maupun 
dopamin. Hingga saat ini tidak ada agen yang memperlambat 
progresi menjadi DPP. (Level I, good)  
 
Kelompok kelainan degeneratif ini terkait dengan BPSD yang nyata, 
namun penggunaan neuroleptik menyebabkan peningkatan 2 
sampai 3 kali lipat dari mortalitas akibat reaksi sensitivitas akibat 
neuroleptik.
 
Hingga saat ini hanya sedikit studi yang fokus pada penggunaan 
AChEIs untuk terapi penyakit ini. Rivastigmin memiliki lisensi untuk 
terapi simtomatik demensia ringan – sedang pada pasien dengan 
Parkinson idiopatik dan DLB. (Level I, good) 
 
Sebuah review sistematik menemukan bukti dari sebuah RCT  
(n=541) bahwa rivastigmine memiliki efek terhadap kognisi dan 
sedikit efek terhadap ADL pada pasien dengan DPP. (Level I, good) 
Masalah tolerabilitas seperti mual dan muntah merupakan efek 
samping yang signifikan dan perlu penanganan yang hati-hati. 
Pasien dengan rivastigmine lebih banyak mengalami mual, muntah, 
tremor, dan dizziness dibandingkan plasebo. (Level I, good) 
Sebuah Cochrane review pada DLB, meunjukkan tidak ada 
perbedaan bermakna secara statistik antara rivistigmin dan plasebo 
sesudah  20 minggu.  (WMD=1.2, 95%CI, -0.6 - 3.0, p=0.19). (Level I, 
good) 

disarankan : 
 
Rivastigmin dapat dipertimbangkan dalam memperbaiki kognisi 
pada Demensia Lewy Body.   
(Grade A) 
 
Rivastigmine harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan 
Demensia Penyakit Parkinson.  
(Grade A) 
 
 
 DEMENSIA FRONTOTEMPORAL (DFT) 
 
Berbeda dengan DA, neuron kolinergik relatif dipertahankan pada 
DFT, dan studi dengan AChEIs memberi  hasil meragukan. 
Beberapa laporan menunjukkan bahwa AchEIs memicu  
gangguan perilaku  yang lebih berat. Sejumlah medikasi yang 
mempengaruhi fungsi neurotransmiter spesifik (contoh SSRI 
terhadap neuron serotonergik, memantine terhadap neurotransmisi 
glutamat yang berlebih) telah dipelajari dan dapat memberi  
keuntungan untuk gejala kognitif dan perilaku dari DFT. Namun 
hingga saat ini belum ada terapi yang disetujui untuk sindroma DFT.  
 
a. INHIBITOR KOLINESTERASE  
 
Belum banyak percobaan tentang AChEIs pada DLFT, karena tidak 
ada rasionalisasi memakai  medikasi yang meningkatkan 
asetilkolin otak pada pasien DFT. Pada sebuah studi pasien DFT 
(n=24) yang diterapi dengan donepezil (10 mg, 6 bulan) dibanding 
yang tidak diterapi, terjadi peningkatan aksi kompulsif atau 
disinhibisi pada skor DFT Inventory (p=0.05) pada 30% subyek.  Tidak 
ada perubahan pada performa kognisi secara global ataupun derajat 
demensia pada grup donepezil. (Level III, poor)   
 
Sebuah RCT dengan galantamin dibandingkan plasebo (16–24 mg) 
tidak menunjukkan perbedaan signifikan pada Clinical Global 
Impression of Improvement (CGI-I) dan Clinical Global Impression of 
Severity (CGI-S). Tidak ada perbedaan bermakna terhadap perilaku 
dengan Frontal Battery Inventory. (Level I, poor)  
 
b. MEMANTIN 
 
Tidak ada RCT tentang hal ini. Studi dengan memantine (20 mg) 
selama 26 minggu (n=37), menunjukkan bahwa pasien dengan 
Demensia semantik dan DFT mengalami penurunan yang lebih besar 
pada ADAS-cog dan MMSE. Efek pada perilaku menunjukkan 
perbaikan pada minggu ke 16 namun kembali memburuk pada 
minggu ke 26 berdasar  skor NPI. Hal ini nyata pada grup DFT. 
(Level III, fair)  
 
disarankan : 
 
Inhibitor kolinesterase tidak didisarankan :kan untuk terapi 
demensia frontotemporal.   
(Grade A) 
 
Memantin tidak didisarankan :kan untuk terapi Demensia 
Frontotemporal.  
(Grade C) 
 
 
 MILD COGNITIVE IMPAIRMENT 
 
a. GALANTAMIN 
 
Sebuah Cochrane review dari 2 buah RCT terkontrol (n=1903) 
menemukan tidak ada perbedaan signifikan dari terapi terhadap 
ADAS-Cog sesudah  12 bulan atau 24 bulan. Salah satu percobaan 
menunjukkan signifikansi dalam konversi menjadi demensia 
(perubahan skor CDR dari 0.5 jadi ≥1.0) dalam 24 bulan. (Level I, 
good)  
 
Tingkat kematian yang lebih tinggi ditemukan pada grup 
galantamine. pemicu  kematian meliputi karsinoma bronkial / kematian mendadak, kelainan serebrovaskular / sinkop, infark 
miokard dan bunuh diri. (Level I, good)  
 
b. DONEPEZIL 
 
Sebuah Cochrane review terhadap 2 buah RCT (n=782), melaporkan 
tidak ada bukti untuk mendukung penggunaan donepezil pada 
pasien MCI. Mereka yang mendapat donepezil mengalami efek 
samping gastrointestinal yang terkait dengan dosis. (Level I, good) 
 
Sebuah RCT menunjukkan adanya efek terapi dengan donepezil (10 
mg/hari) dibanding dengan plasebo sesudah  24 minggu, terhadap 
ADAS-cog  (MD=1.9, 95%CI 0.5 - 3.3, p=0.007). Pada studi kedua, 
ada perbedaan pada grup donepezil (NNT=12, OR 0.4, 95%CI 0.2 - 
0.7, p=0.003), sesudah  tahun pertama terapi. Namun perbedaan ini 
jadi tidak signifikan sesudah  3 tahun terapi. (OR 0.8, 95%CI 0.6 - 1.3, 
p=0.4). (Level I, good)  
 
RCT lain (n=821) dari pasien MCI dengan 3 minggu plasebo diikuti 48 
minggu donepezil, didapatkan penurunan pada skor modified ADAS-
Cog sesudah  pemberian donepezil. Grup yang diterapi dengan 
donepezil menunjukkan skor yang lebih baik pada minggu ke 6 
terapi.  (p=0.04). (Level I, good)  
 
Efek samping ringan atau sedang. Lebih banyak pasien dengan 
donepezil menghentikan terapi karena efek samping dibandingkan 
plasebo. Efek samping yang paling sering menyebabkan berhenti 
dari terapi adalah diare (16.4%), spasme otot (13.3%) dan mual 
(9.7%). (Level I, good)  
 
c. RIVASTIGMIN 
 
Sebuah RCT (n=1018) menyimpulkan bahwa tidak ada efek yang 
signifikan dari rivastigmine terhadap tingkat progresi menjadi DA 
atau pada fungsi kognisi sesudah  4 tahun. Ditemukan bahwa 17,3% 
pasien dengan rivastigmine dan 21,4% pada plasebo mengalami 
progresivitas menjadi DA (HR = 0.8, 95%CI 0.6 - 1.1, p=0.225). (Level  I, fair) 
 
disarankan : 
 
Inhibitor kolinesterase tidak didisarankan :kan untuk pasien mild 
cognitive impairment (MCI).  
(Grade A) 
 
 
. TERAPI UNTUK BEHAVIOURAL AND PSYCHOLOGICAL 
SYMPTOMS OF DEMENTIA (BPSD) 
 
. TERAPI AGITASI, AGRESI DAN PSIKOTIK  
 
a. ANTIPSIKOTIK 
 
Obat antipsikotik digunakan secara ‘off-label’ untuk pasien 
demensia yang dirawat di institusi.148 Di US dan Eropa, sekitar 60% 
psien demensia yang dirawat di fasilitas perawatan khusus 
mendapatkan neuroleptik. (Level III, fair)   
 
The US Food and Drug Administration telah mencantumkan black 
box warning tentang risiko meningkatnya mortalitas dan stroke 
terkait dengan antipsikotik. (Level III, fair)  
 
Guideline NICE tidak menemukan bukti yang cukup untuk 
menyokong penggunaan antipsikotik dalam terapi psikosis, agresi 
dan agitasi pada pasien demensia. (Level I, good)  
 
Pada meta analisis dari 16 RCT (n=5110) akan efek dari antipsikotik 
atipikal (risperidone, quetiapine, olanzapine dan aripiprazole) 
terhadap agitasi dan agregasi pada demensia, NNT berkisar antara 5 
sampai 14. Sementara itu NNH berkisar antara 10 untuk somnolen 
hingga 100 untuk kematian. (level I,fair)  
 
Pada beberapa tahun terakhir 2 efek samping serius terjadi 
sehubungan dengan antipsikotik, yaitu kejadian kardiovaskular dan 
kematian. Pada meta analisis oleh Schneider et al, tingkat 
kejadian kardiovaskular pada pemakaian antipsikotik adalah 1,9% 
dibandingkan plasebo hanya 0,9% (OR= 2.1, 95% CI 1.2 - 3.8). (Level 
I, fair) 152 
 
DART-AD Trial (n=165) menyimpulkan bahwa putus obat neuroleptik 
pada pasien DA tidak menunjukkan efek buruk pada status  
fungsional dan kognisi. Tidak ada perbedaan signifikan pada skor SIB 
sesudah  6 bulan. (Level I, fair)  
 
RISPERIDON 
 
Dalam terapi fungsi non kognitif pada ODD, risperidone (rata-rata 1 
mg / hari) menunjukkan perbaikan pada gejala neuropsikiatrik 
seperti yang diukur dengan total NPI dan BEHAVE-AD pada psikosis 
(p=0.01) dan agresi (p=0.0002). (Level I, good)  
 
Pada pasien dengan demensia berat (n=119) (MMSE 5-9), terapi 
dengan risperidone (rata-rata 1 mg / hari) menunjukkan perbaikan 
global yang lebih baik seperti yang diukur dengan CGI-C (p=0.024). 
(Level I, fair)  
 
Pasien yang mendapat Risperidone lebih sering mengalami kejadian 
serebrovaskular serius (NNH=50), jatuh (NNH=8), dan gejala 
ekstrapiramidal (NNH=11). (Level I, good)  
 
Sebuah meta analisis (n=1721) menunjukkan mortalitas terkait 
dengan efek samping terhadap jantung lebih tinggi pada risperidone 
dibandingkan plasebo sesudah  penghentian terapi selama 30 hari.  
(HR 3.0, 95%CI 0.9 - 0.6) (NNH=115). Sebanyak 4 subjek yang 
mendapat risperidone meninggal akibat kejadian serebrovaskular 
selama pemakaian 30 hari. (HR 2.7, 95%CI 0.3 - 24.0). (Level I, fair) 

 
QUETIAPINE 
 
Guideline NICE menyimpulkan bahwa quetiapine  (50-100 mg/hari) 
dapat digunakan pada gejala non kognitif demensia. (Level I, good) 
 
Baik quetiapine (100 mg) maupun haloperidol (2.5 mg) (n=284) 
dibandingkan plasebo, tidak satu pun menunjukkan efikasi dalam 
terapi psikosis dengan menilai skor BPRS. (Level I, poor)
Tidak ada perbedaan dari tingkat efek samping (jatuh, hipotensi, 
sedasi, gejala ekstrapiramidal dan efek samping kardiovaskular) 
antara quetiapine dosis 100 mg / hari dan 200 mg / hari, 
menunjukkan tolerabilitas dan keamanan tidak bergantung dosis. 
(Level I, poor)  
 
OLANZAPIN 
 
Studi selama 24 bulan  (n=68) dengan olanzapine (rata-rata dosis 4 
mg/hari), mendukung penggunaan medikasi ini pada DA, DV, DFT, 
DLB dan DPP. Grup DFT menunjukkan respon paling baik berupa 
penurunan skor NPI (p<0.01) dan BEHAVE-AD (p<0.05). Pada grup ini 
efek samping tersering adalah somnolen (31%), yang berkurang jadi 
12% bila dosis diturunkan. Respon maksimal didapatkan pada pasien 
yang mengalami gejala delusi, halusinasi, ansietas dan agitasi. 
Keuntungan juga didapatkan pada grup DLB, penurunan skor NPI 
(p<0.01) dan BEHAVEAD (p<0.01). Pasien PDD  memberi  respon 
yang baik terhadap olanzapine berupa penurunan skor NPI (p<0.05) 
dan BEHAVE-AD (p<0.01). (Level II-3, fair)   
 
Prinsip umum penggunaan antipsikotik pada BPSD : 
 
Obat dapat diberikan pada situasi sebagai berikut : 
a. Bila ada indikasi spesifik (contoh depresi, psikosis) tanpa 
memperdulikan keparahan maupun frekuensi gejala 
b. Bila gejala berat dan terapi diperlukan segera 
c. Bila perilaku tidak memiliki pemicu yang jelas atau terjadi pada 
kondisi di mana keluarga tidak dapat mengatasi gejala perilaku yang 
serius. 

Obat kurang tepat diberikan pada kondisi berikut : wandering, restlessness 
dan perilaku agitasi yang tidak membahayakan diri sendiri maupun orang 
lain. 
Pada kasus perilaku yang tidak diprediksi akan membahayakan, peresepan 
medikasi bila diperlukan dapat dilakukan. Meski demikian terapi tidak 
boleh diberikan lebih dari dua kali sehari tanpa penilaian pemicu  atau 
pengembangan rencana perawatan yang tepat.  
 
Bagi yang membutuhkan medikasi rutin, pendekatan 3T diperlukan 
  Terapi obat harus memiliki Target gejala yang spesifik 
  Dosis awal harus rendah dan Titrasi naik dilakukan 
  Terapi harus Terbatas dalam hal waktu pemberian 
 
Antipsikotik atipikal harus dilanjutkan pada 
  Pasien yang masih mengalami BPSD 
  Bila diperkirakan efek buruk dapat terjadi bila dihentikan 
  Bila tidak ada terapi alternatif yang dapat diberikan.  
 
Diambil dari : Faculty of the Psychiatry of Old Age (2004) dan the Omnibus 
Budget Reconciliation Act (OBRA) guidelines.
disarankan : 
 
Antipsikotik sebaiknya tidak digunakan secara rutin untuk 
mengobati pasien demensia dengan agresi dan psikosis.  
 (Grade A) 
 
Bila diindikasikan, sebaiknya pertimbangkan pemberian antipsikotik 
atipikal. 
 (Grade A) 
 
Keluarga harus diberitahu tentang efek samping yang mungkin 
timbul sebelum memulai terapi.  
(Grade C) 

Pasien harus diperiksa berkala dan antipsikosis harus dihentikan 
secepatnya sesudah  gejala mereda.   
(Grade C) 
 
 
b. PENGUAT KOGNISI 
 
Menurut NICE guideline, donepezil (10 mg / hari) dibandingkan 
plasebo mengurangi gejala neuropsikiatrik pada psien demensia. 
Didapatkan pula bukti bahwa rivastigmine (12 mg / hari selama 20 
minggu mengurangi gejala psikotik pada pasien DLB. Belum cukup 
bukti untuk menentukan apakah memantine atau galantamine 
memperbaiki gejala neuropsikiatrik pada pasien DV. (Level I, good) 
 
Sebuah RCT (n=262), the Cholinesterase Inhibitor and Atypical 
Neuroleptic in the Management of Agitation in AD (CALM-AD) 
menyimpulkan bahwa donepezil (10 mg) selama 12 minggu tidak 
lebih superior dari plasebo dalam terapi agitasi berat pada pasien 
DA. (Level I, fair)  
 
Sebuah analisis dari 6 RCT (n=1826, demensia sedang - berat) 
dengan durasi 24  / 28 minggu, membandingkan memantine (20 mg 
/ hari) dengan plasebo. Grup memantine menunjukkan perbaikan 
dalam skor total NPI (p=0.008). Didapatkan perbaikan signifikan 
pada delusi  (p=0.045), agitasi / agresi (p=0.028) dan iritabilitas / 
labilitas (p=0.048). (Level I, fair)  
 
disarankan : 
 
Inhibitor kolinesterase atau memantine dapat digunakan dalam 
terapi perilaku dan gejala psikologis demensia.  
(Grade B) 
  
 
Rivastigmine dapat digunakan untuk terapi perilaku dan gejala 
psikologis pasien Demensia Lewy Body.  
(Grade A) 
 
 
c. ANTIDEPRESAN 
 
Dari review sistematik (24 studi) pada DFT, ada 2 RCT yang 
memakai  agen serotonergik. RCT pertama melaporkan terapi 
dengan paroxetine (40 mg) (n=10) selama 6 minggu tidak 
memperbaiki gejala perilaku dan terkait dengan perburukan kognisi 
dibanding dengan plasebo. RCT kedua (n=26), menunjukkan 
penurunan skor NPI dengan trazodone (hingga 300 mg/hari), tapi 
tidak ada efek yang terlihat pada kognisi  (MMSE). Trazodone 
memiliki efek signifikan dalam gejala perilaku pasien DFT. (Level I, 
fair)  
 
disarankan : 
 
Antidepresan tidak efektif dalam Behavioural and Psychological 
Symptoms of Dementia (BPSD) pada Demensia Frontotemporal.  
(Grade B) 
 
 
 TERAPI DEPRESI DAN GANGGUAN MOOD 
 
l ANTIDEPRESAN 
 
berdasar  review sistematik yang meliputi Selective Serotonin 
Reuptake Inhibitor (SSRIs) dan Tricycyclic antidepressants (TCAs), 
antidepresan bermanfaat dalam mengurangi episode depresi dan 
memperbaiki fungsi secara umum. (Level I, good)  
 
Sebuah meta analisis dari 5 RCT meliputi SSRIs (fluoxetine, 
sertraline) dan TCAs (clomipramine, imipramine) menunjukkan 
efikasi dari antidepresan pada pasien DA dengan depresi. (Level I, 
fair) 
 
disarankan : 
 
Antidepresan (terutama golongan Selective Serotonin Reuptake 
Inhibitor) dapat digunakan untuk terapi episode depresi demensia.  
(Grade A) 
 
 
 PENSTABIL MOOD 
 
NICE Guidelines menyimpulkan bahwa baik valproate dan 
carbamazepine tidak didisarankan :kan untuk terapi deresi ataupun 
ansiaetas karena risikonya melebihi keuntungan yang bisa didapat. 
Penggunaannya terkait dengan efek samping yang lebih banyak 
dibandingkan plasebo.  (Level I, good) 
 
Sebuah RCT (n=14) menyimpulkan bahwa valproate tidak efektif 
untuk terapi agitasi pada DA sedang – berat. (Level I, poor)  
 
disarankan : 
 
Mood stabilisers tidak didisarankan :kan untuk penanganan 
gangguan mood pada demensia. 
 (Grade B) 
 
 
 TERAPI KOMBINASI 
 
Sediaan obat golongan inhibitor kolinesterase dan antagonis NMDA  
bekerja melalui mekanisme yang berbeda, sehingga terapi 
kombinasi keduanya diharapkan dapat memberi  efek adiktif.  
Terapi kombinasi yang telah diteliti berupa kombinasi antara  obat 
golongan inhibitor kolinesterase dengan memantin, SSRI, vitamin 
supplemen maupun dengan modalitas terapi intervensi non-
farmakologi. 
 
 
 KOMBINASI OBAT GOLONGAN INHIBITOR KOLINESTERASE 
DENGAN MEMANTIN. 
 
riset  uji klinis RCT dilakukan terhadap 404 subjek dengan 
demensia sedang sampai berat yang sedang memakai  
donepezil. Subjek dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing 
ditambahkan memantin atau plasebo. Kelompok yang memperoleh 
donepezil plus memantin menunjukkan hasil yang walaupun hanya 
sedikit lebih baik pada fungsi global (55% vs 45%, tidak 
berubah/tidak membaik berdasar  CIBIC), fungsi kognitif (SIB 3,4 
poin), ADL dan BPSD (NPI 3,8 poin), tetapi bermakna secara statistik.  
(Derajat A, Tingkat 1+) 
 
riset  prospektif yang tidak dirandomisasi lainnya dilakukan 
terhadap 382 subjek penderita Demensia Alzheimer. Kelompok yang 
mendapat kombinasi memantine dengan  obat golongan 
penghambat enzim asetilkolinesterase menunjukkan perlambatan  
penurunan fungsi kognitif (p<0,001) dan fungsional (p<0,001) yang 
lebih baik dibandingkan dengan yang menerima obat golongan 
penghambat enzim asetilkolinesterase saja atau plasebo. (Derajat C, 
Tingkat 2). 
 
riset  prospektif lain yang juga tidak dirandomisasi terhadap 
202 subjek dengan demensia sedang sampai berat, menunjukkan 
efek yang lebih menguntungkan terhadap fungsi kognitif dari 
kombinasi obat golongan penghambat enzim asetilkolinesterase 
dengan memantine bila dibanding dengan obat golongan 
penghambat enzim asetilkolinesterase saja (77,9% vs 46,3%)  
(Derajat C, Tingkat 2). 
 
. KOMBINASI OBAT GOLONGAN INHIBITOR 
ASETILKOLINESTERASE DENGAN SSRI. 
 
riset  uji klinis terandomisasi terhadap 122 subjek gagal 
menunjukkan adanya manfaat penambahan SSRI pada rivastigmine 
dalam hal perbaikan fungsi kognitif berdasar  MMSE (p=0,002) 
dan Weschler Memory Scale III (p=0,00) bila dibandingkan dengan 
rivastigmin saja (MMSE p=0,000 ; WMS III p=0,000). (Derajat B, 
Tingkat 1+) . 
 
. KOMBINASI OBAT GOLONGAN INHIBITOR 
ASETILKOLINESTERASE DENGAN VITAMIN SUPPLEMEN 
 
riset  uji klinis terandomisasi terhadap 89 subjek penderita 
demensia dengan memberi  supplemen multivitamin + donepezil 
tidak menunjukkan adanya efek yang menguntungkan terhadap 
fungsi kognitif (ADAS-cog, p=0,34, MMSE  p=0,79) dan ADL (CAS, 
p=0,51; ADL, p=0,70; IADL, p=0,89) (Derajat B, Tingkat 1+).  
 
. KOMBINASI OBAT GOLONGAN INHIBITOR 
ASETILKOLINESTERASE DENGAN INTERVENSI NON-FARMAKOLOGI. 
 
Guideline NICE, berdasar  4 uji klinis terandomisasi, 
menyimpulkan bahwa terapi golongan penghambat enzim 
asetilkolinesterase memberi  manfaat terapeutik yang lebih baik 
secara bermakna apabila dikombinasikan dengan stimulasi kognitif.  
(Derajat A, Tingkat 1+). 
 
Sebuah riset  terhadap 24 subjek yang sudah memperoleh  
obat golongan penghambat enzim asetilkolinesterase, menunjukkan 
bahwa penambahan multisensory behavioural therapy  (MSBT) 
kepada terapi standar rawat inap psikiatri dapat memberi  
manfaat tambahan. Kombinasi ini dapat mengurangi apathy dan 
agitasi (p=0,04) dan ADL (p=0,04). (Derajat C, Tingkat 2) 
riset  lain terhadap 28 subjek menunjukkan kombinasi 
donepezil dan intervensi psikososial dapat memberi  efek yang 
positif terhadap kualitas hidup bila dibandingkan dengan donepezil 
saja (p=0,007). (Derajat C, Tingkat 2) 
 
disarankan : : 
 
Penambahan memantine terhadap obat golongan penghambat 
enzim asetilkolinesterase pada penderita demensia sedang sampai 
berat, mungkin bermanfaat  
(Grade A) 
 
Pemberian kombinasi golongan penghambat enzim 
asetilkolinesterase dengan SSRI tidak memberi  manfaat 
tambahan  
(Grade B) 
 
Kombinasi golongan penghambat enzim asetilkolinesterase dengan 
vitamin supplemen tidak memberi  manfaat tambahan  
(Grade B). 
 
Kombinasi obat golongan penghambat enzim asetilkolinesterase 
dengan intervensi non-farmakologi pada penderita demensia, 
mungkin bermanfaat 
 (Grade B). 
 
  TERAPI ALTERNATIF / KOMPLIMENTER 
 
 GINKGO BILOBA 
 
Ekstrak Ginkgo biloba (EGB761) mempengaruhi patomekanisme PA 
dan DV melalui perbaikan fungsi mitokondria sehingga memperbaiki 
penyedian enersi neuronal, memperbaiki neurogenesis dan 
neuroplastisitas hipokampus yang telah menurun, menghambat 
agregasi dan toksisitas protein Aß, menurunkan viskositas dan 
memperbaiki perfusi tingkat mikro dan terakhir terbukti 
meningkatkan kadar dopamine di kortek prefrontal yang penting 
untuk memori kerja dan fungsi eksekutif. (Level I, good) 
 
riset  Ginkgo biloba sebelumnya memakai metode yang kurang 
tepat serta ukuran sampel yang tidak memadai telah menyebabkan 
bias dalam publikasi Panduan ini hanya membahas riset  RCT 
terbaru EGB , esktrak standar Ginkgo biloba dengan metodologi  
riset  dan pengukuran efikasi yang memenuhi saja.  
 
riset  RCT tersamar ganda placebo-kontrol selama 24 minggu 
terhadap 216 pasien DA dan Demensia Multi-infark (DMI) di Jerman 
(1996) dengan dosis EGb 240mgr/hari vs plasebo memperlihatkan 
keunggulan EGB dalam Clinical Global Impressions  (CGC) esesmen 
psikopatologi, Syndrom-Kurztest (SKT) untuk atensi dan memori, dan 
Nurnberger Alters-Beobachtungskala (NAB) untuk perilaku. 
riset  RCT tersamar ganda plasebo-kontrol selama 52 minggu 
terhadap 202 psien DA dan DV di Amerika Serikat (LeBars) dengan 
dosis EGb 120 mgr/hari memperlihatkan perbedaan kecil namun 
signifikan pada pemeriksaan ADAS-Cog (1,4 poin). Tidak ditemukan 
perbedaan bermakna pada Clinical Global Impression of Change. 
Tidak ada perbedaan dalam treatment related adverse reaction. 
riset  di Ukraina pada 400 pasien DA ringan sampai sedang, DV 
dan demensia tipe campuran dengan EGb 240mgr/hari vs plasebo 
selama 22 minggu memperlihatkan perbaikan pada aspek kognisi  ( 
3 poin SKT setara dengan 4 poin ADAS-Cog), aspek perilaku (4 poin 
NPI) dan perbaikan dalam ADL (Gottfries-Brane-Steen ADL). 
riset  RCT tersamar ganda plasebo kontrol, kelompok parallel di 
London pada 176 pada pasien DA ringan sampai sedang dengan EGb 
120mgr/hari vs plasebo tidak memperlihatkan perbaikan dalam 
kognisi, skor kualitas hidup selama enam bulan.   
 
riset  RCT tersamar ganda plase-kontrol head-to-head 
membandingkan donepezil 5mgr/haro. EGB 761 160 mgr/hari dan 
plasebo selama 24 minggu pasien demensia ringan sampai sedang di 
Italia (2006) memperlihatkan efikasi antara EGB761 dengan 
donepezil 5 mgr/hari. 
Data-data di atas ini terangkum dalam meta-analysis Ginkgo-biloba 
Word Federation of Societies of Biological Psychiatry (WFSBP) untuk 
terapi DA yang medisarankan :kan pemakaian EGB761 untuk terapi 
simptomatik DA.
Suatu tinjau sistematik dan meta-analisis terbaru (Nopember 2014) 
yang meneliti efikasi dan tolerabilitas ekstrak ginko biloba EGB 761 
pada pasien demensia (DA, DV, dementia tipe campuran) dibanding 
placebo dalam tujuh studi RCT tersamar ganda (n=2683), yang 
memuat 2 RCT terkini yang belum dianalisis sebelumnya, dengan 
dosis EGb 120-240 mg/hari  dan lama terapi  22-26 minggu, 
menemukan  perbaikan berupa perubahan rerata standar  kognisi  (-
0.52; 95% CI:  -0.98, -0.05; P=0.03), perbaikan ADL (-0.44; 95% CI -
0.68, -0.19; P=0.001), dan perbaikan global rating (-0.52; 95% CI -
0.92, -0.12; P=0.01) signifikan pada pasien yang memakai EGb 761 
dibanding placebo.  Risiko relatif adverse events sehubungan 
dengan terapi dan pemberhentian dari trial tidak berbeda antara 
kelompok EGb761 dibanding placebo.  Metaanalisis ini 
memperlihatkan efikasi klinik, keamanan dan tolerabilitas ekstrak 
Ginkgo biloba EGb 761  dosis terapi 240mg/hari pada pasien 
demensia. ( Level 1, good) 
Penemuan ini memperkuat  temuan data metaanalisis tahun-tahun 
terakhir  

disarankan : : 
 
Ekstrak Ginkgo Biloba EGb761 240 mgr/hari dapat dipertimbangkan  
sebagai opsi terapi simptomatis demensia apabila terapi  inhibitor 
kolinesterase atau memantin tidak memberi  efek terapi atau  
intoleran terhadap efek sampingnya. 
(Grade B) 

ASAM LEMAK OMEGA-3  
 
Beberapa studi epidemiologi menunjukkan efek protektif dengan 
peningkatan konsumsi ikan. Data mengindikasikan efek 
menguntungkan dari omega-3 atau minyak ikan dalam preservasi 
kognisi. 
 
Dua buah RCT menunjukkan bahwa asam lemak omega-3 tidak 
memberi  efek terhadap fungsi kognitif (p=0.40) pada pasien DA 
ringan – sedang. Namun kedua RCT menunjukkan adanya efek 
positif pada pasien dengan DA sangat ringan (MMSE>27, p=0.01) 
dan MCI (p=0.03). (Level I, poor) 182,(Level I, good) 181 
 
disarankan : 
 
Omega -3 sebaiknya tidak dipakai dalam terapi demensia.  
(Grade A) 
 
 
 ASAM FOLAT  DAN VITAMIN B 
 
Individu dengan DA memiliki kadar homosistein plasma yang lebih 
tinggi dibandingkan kontrol dengan usia yang sama. Peningkatan 
homosistein plasma mendahului manifestasi klinis DA. Suplementasi 
asam folat menurunkan total homosistein plasma, baik asam folat 
saja atau dikombinasikan dengan vitamin B12 dan B6.183 
 
NICE guidelines menyimpulkan bahwa asam folat (2 - 15 mg/hari, 
selama 1 - 3 bulan) meningkatkan risiko mengalami efek samping 
yang melebihi manfaat yang didapat. Terapi vitamin B12 selama 5 
bulan tidak memberi  bukti menguntungkan yang jelas. (Level I, 
good) 
 
Sebuah RCT selama 18 bulan dengan pemberian suplemen viitamin 
dosis tinggi (5 mg/hari asam folat, 1 mg/hari vitamin B12, dan 25 
mg/hari vitamin B6) menyimpulkan bahwa vitamin tidak 
memperlambat penurunan kognisi pada individu dengan DA ringan-
sedang. Didapatkan efek samping berupa depresi pada grup dengan 
dosis tinggi (NNH=10) (p=0.02). (Level I, good) 
 
disarankan : 
 
Asam folat dan vitamin B tidak didisarankan :kan dalam terapi 
demensia. 
 (Grade A) 
 
 
 VITAMIN E 
 
NICE guideline menyimpulkan bahwa vitamin E (dosis total harian 
2,000 IU) memiliki risiko lebih tinggi daripada keuntungan bagi 
pasien demensia. (Level I, good)  
Cochrane review dari 2 buah percobaan terkontrol dengan plasebo  
memakai  vitamin E (total dosis harian 2000 IU) menunjukkan 
beberapa manfaat dari vitamin E dengan lebih sedikit subjek 
mengalami kematian, institusionalisasi, berkurangnya 2 dari 3 ADL 
dasar atau penurunan CDR global dari 2 menjadi 3 (OR= 0.5, 95%CI 
0.3 - 1.0, NNT=6). Meski demikian lebih banyak pasien yang 
mengkonsumsi Vitamin E mengalami jatuh (OR=3.1, 95%CI 1.1 - 8.6, 
NNH= 3). Review sistematik ini menyimpulkan bahwa tidak ada 
bukti efikasi vitamin E dalam terapi pasien dengan DA maupun MCI. 
(Level I, good) 
 
disarankan : 
 
Vitamin E tidak didisarankan :kan dalam terapi demensia dan mild 
cognitive impairment.  
(Grade A) 
  
 
. INTERVENSI NONFARMAKOLOGI 
 
Tujuan terapi nonfarmakologi atau intervensi psikososial adalah 
meningkatkan kualitas hidup Orang dengan Demensia (ODD). Tidak 
ada pendekatan psikososial tunggal yang optimal, sehingga 
pendekatan multidimensial sangat penting untuk intervensi yang 
efektif. Pendekatan sebaiknya terfokus pada individu dan 
disesuaikan dengan kebutuhan, kepribadian, kekuatan dan 
preferensi.  
     
Pendekatan individu dalam mengelola masalah perilaku diperlukan 
pada pasien demensia. (GPP) 
 
Setiap pasien harus dievaluasi perencanaan perawatan. Beberapa 
hal penting yang diperhatikan, seperti: masalah aktivitas sehari-hari 
agar mandiri, meningkatkan fungsi, beradaptasi dan belajar 
ketrampilan, serta meminimalkan bantuan. 
 
Evaluasi juga termasuk: 
o Kesehatan fisik 
o Depresi 
o Kemungkinan nyeri yang tidak terdeteksi atau kegelisahan 
o Efek samping dari pengobatan 
o Riwayat penyakit individu 
o Faktor Psikososial 
o Faktor Lingkungan Fisik 
 
Analisis perilaku dan fungsi harus dilakukan dalam hubungannya 
dengan caregiver atau pekerja perawatan. 
 
Rencana perawatan individu harus dikembangkan dan dicatat dalam 
“catatan” pasien. “Catatan” ini  harus ditinjau secara teratur 
dengan caregiver dan staf lainnya. 
 
 
berdasar  tujuan akhir yang akan dicapai. Intervensi dibagi 
menjadi 3 kelompok : 
  Mempertahankan fungsi: 
  Mengadopsi strategi untuk meningkatkan kemandirian 
  Memelihara fungsi kognitif. 
  Manajemen  perilaku sulit - agitasi,  agresi, and psikosis 
  Mengurangi gangguan emosional komorbid 
 
6.1 MEMPERTAHANKAN FUNGSI 
 
6.1.1 STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN 
 
Tingkat kemandirian setiap pasien berbeda-beda tergantung pada 
stadium demensia dan adanya penyakit lain. Caregiver harus 
mendorong ODD untuk mengambil peran lebih aktif serta 
mempertahankan kemandirian pasien selama mungkin dengan cara-
cara kreatif dan menentukan stimulasi yang tepat. (Grade A level 
1++)  7  
 
Sedikit riset  dengan kesimpulan jelas mengenai intervensi 
spesifik untuk meningkatkan kemandirian. Beberapa strategi 
didisarankan :kan untuk meningkatkan kemandirian. Aktivitas yang 
dipilih harus bersifat individu sesuai kebutuhan pasien, kekuatan 
dan keterbatasan. (Grade B, level 1)  7  
 
Beberapa aktivitas yang mempromosikan kemandirian7 : 
  Strategi komunikasi (seperti: isyarat, buku memori) 
  Pelatihan keterampilan ADL /perencanaan kegiatan 
  Teknologi bantuan  /telecare/adaptive aids 
  Olahraga/meningkatkan pergerakan tubuh 
  Program rehabilitasi 
  Intervensi kombinasi 
 
 
 
 
 
65 
 
a. KOMUNIKASI 
 
Komunikasi yang baik dengan ODD : memakai  bahasa 
sederhana , kalimat-kalimat pendek dan konkrit yang sesuai dengan 
tingkat pemahaman. Komunikasi nonverbal termasuk isyarat dan 
gerak tubuh. Komunikasi bisa juga dalam bentuk tertulis atau 
bergambar, seperti buku memori.  
 
Penglihatan dan pendengaran ODD juga perlu diuji dan dikoreksi 
dengan alat bantu yang telah ditentukan. Bagi ODD yang memiliki 
masalah komunikasi khusus, kemampuan berbicara, dan gangguan 
bahasa perlu berkonsultasi mengenai strategi tepat untuk 
mengatasinya. (grade A, level 1) 7 
 
b. PELATIHAN KETRAMPILAN ADL/PERENCANAAN KEGIATAN  
 
Pelatihan keterampilan Activities of Daily Living (ADL) dapat 
meningkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan pribadi 
pasien (seperti: mandi, berpakaian, dan makan), serta membantu 
mereka dalam memaksimalkan kemampuan yang tersisa dalam 
perawatan pribadi mereka sendiri. Misalnya, jadwal berkemih dapat 
membantu mereka dalam memelihara fungsi saluran kemih. (Grade 
A, level 1+) 188 
 
Pelatihan keterampilan ADL melibatkan penilaian kemampuan, 
gangguan yang terjadi, dan kinerja seseorang dalam memahami 
masalah fisik, psikososial, dan neurologi yang terjadi pada diri 
mereka. Strategi dapat mencakup isyarat verbal atau visual, 
demonstrasi, bimbingan fisik, bantuan fisik sebagian, dan 
pemecahan masalah. Profesional terlatih dalam penilaian dan 
perencanaan perawatan dapat menyusun “Program pelatihan 
keterampilan ADL untuk caregiver dan/atau staf perawatan”. (Grade 
A, level 1+)  7 
 
 
 
 
66 
 
c. ASSISTIVE TECHNOLOGY/TELECARE/ADAPTIVE AIDS 
 
Teknologi alat bantu didefinisikan sebagai suatu hal, produk, sistem, 
atau peralatan yang dapat digunakan untuk mempertahankan, 
meningkatkan, atau memperbaiki kemampuan fungsional dari 
seseorang dengan gangguan kognitif, fisik, atau komunikasi. (Grade 
A, level 1)  7 
 
Telecare melibatkan berbagai pelayanan, termasuk kunjungan 
virtual, system pengingat, keamanan rumah, dan system alarm 
sosial, yang semuanya bertujuan untuk mencegah rawat inap dan 
membantu pasien menjalani masa penuaan di rumahnya. Sebuah 
paket telecare dapat berupa pemantauan dalam mendeteksi adanya 
perubahan yang mungkin berbahaya terhadap kesehatan, misalnya 
peristiwa jatuh. Alarm responsif dapat mendeteksi risiko dengan 
memantau gerak (misalnya jatuh) serta adanya api atau gas, 
kemudian alarm mengirim peringatan ke pusat respons  atau 
caregiver. (Grade D, level 2) 7 
 
Wandering merupakan salah satu manifestasi masalah perilaku yang 
dapat mengakibatkan gangguan emosional/distress pada caregiver 
dan perawatan institusi dini ODD.189  Hal ini diperkirakan terjadi 
pada 20-25% pasien yang tinggal di masyarakat.190 Perangkat 
elektronik untuk manandai dan pelacakan, seperti teknologi pada 
telepon genggam dan Global Positioning System (GPS) dapat 
diaplikasi untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi ODD 
rentan yang berisiko.191,192 Namun, sampai saat ini belum ada uji 
klinis acak yang dilakukan untuk mengetahui efektifitas perangkat 
elektronik ini . (Grade B, level 2++)193 Penggunaan sistem 
telekomunikasi dan teknologi komputer mungkin juga dapat 
digunakan untuk mendukung pengasuhan jarak jauh, meskipun hal 
ini belum dimanfaatkan sepenuhnya.  
 
d. Latihan Fisik 
 
Kombinasi latihan fisik dan percakapan dapat membantu menjaga 
mobilitas ODD, namun tidak ada bukti yang mendukung 
pelaksanaan dan intervensi latihan fisik. Secara keseluruh Efek 
pengaruh kegiatan fisik terhadap gejala demensia sangatlah 
minimal. (Grade A ,level 1+) l 
 
Tinjauan Sistematis Cochrane berdasar  dua uji klinis acak tidak 
menemukan bukti yang cukup bahwa program aktivitas fisik 
bermanfaat terhadap pasien demensia. Sebuah meta-analisis 
(memakai  Changes in Advanced Dementia Scale/CADS dan nilai 
ADL) menunjukkan tidak adanya hubungan signifikan antara  
aktivitas fisik dengan skala pengukuran ini  pada 7 minggu 
hingga 6 bulan. (Grade A level 1+)  194 
 
e. PROGRAM REHABILITASI 
 
Sebuah tinjauan sistematis yang difokuskan pada efek intervensi 
motorik, seperti fisioterapi, terapi okupasi, dan pendidikan jasmani 
pada pasien demensia menemukan bahwa intervensi motorik 
meminimalkan penurunan fisik dan mental. (Grade B, level 2++) 195 
 
Sebuah pedoman yang digunakan di Indonesia menggarisbawahi 
program kegiatan terstruktur,neurorestorasi, dan latihan fisik 
sebagai bagian dari terapi nonfarmakologi.196 
 
Pada sebuah uji klinis acak (n=165) pasien demensia ringan hingga 
sedang menemukan bahwa terapi okupasi berbasis masyarakat 
dapat meningkatkan fungsi sehari-hari pasien demensia. (Grade 
B,level 1+) 197 
 
f. KEGIATAN REKREASI 
 
Kegiatan rekreasi memberi  kesempatan bagi ODD untuk terlibat 
dalam kegiatan yang berarti, dan sering digunakan untuk 
memfasilitasi kebutuhan individu dalam berkomunikasi, menghargai 
diri, mengenal diri dan produktivitasnya. Namun, aktivitas ini  
sebaiknya bersifat individu dan disesuaikan dengan kemampuan 
yang tersisa pada pasien. Aktivitas berdasar  minat pasien 
demensia mungkin lebih bermanfaat dibandingkan kegiatan yang 
68 
 
umum. (Grade D, level 4)  66 
 
g. KOMBINASI INTERVENSI 
 
Pasien demensia tidak hanya mengalami gangguan kognitif, tetapi 
juga gangguan fisik, emosional, dan sosial. Intervensi harus 
menargetkan beberapa aspek dari pasien demensia, caregiver, dan 
lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan ODD yang 
kompleks. (Grade B, level2++)  7  
 
Sebuah tinjauan kualitatif sistematis dilakukan memakai  25 
riset  di mana 22 program intervensi ada  di dalamnya. 
Efek program intervensi pada caregiver dinilai berdasar  tiga efek, 
yaitu kesehatan mental, beban, dan kompetensi. Efek program pada 
pasien demensia dinilai berdasar  kesehatan mental, fungsi 
kognitif, masalah perilaku, fungsi fisik, masuk ke institusi yang lebih 
lama, dan kematian. Kesimpulannya adalah kesehatan mental 
umum caregiver secara positif dipengaruhi oleh program kombinasi. 
Pada pasien demensia, program kombinasi dapat meningkatkan 
kesehatan mental dan menunda terjadinya perawatan yang lama. 
(Grade B, level1+) 198 
 
disarankan : 
 
Orang dengan demensia perlu melibatkan diri dalam kegiatan yang 
berarti.  
(Grade C) 
 
Kombinasi intervensi yang dapat meningkatkan komunikasi, 
mobilitas, dan kognisi didisarankan :kan untuk memfasilitasi 
kemandirian pasien demensia.  
(Grade  B) 
 
Aktivitas harus bersifat individual dan disesuaikan dengan 
memaksimalkan kemampuan yang tersisa dari pasien. 
(Grade  A) 
 
69 
 
Intervensi perlu diintegrasikan dengan menargetkan kebutuhan 
kompleks seseorang, dengan mempertimbangkan caregiver dan 
lingkungan.  
(Grade A) 
 
 
6.1.2 MEMPERTAHANKAN FUNGSI KOGNITIF 
 
Evaluasi intervensi nonfarmakologi dalam kaitannya dengan 
pemeliharaan fungsi kognitif masih dalam tahap awal 
pengembangan. 
 
a. PENDEKATAN BERORIENTASI KOGNITIF  
 
 
Tiga jenis pendekatan dengan fokus utama kognitif, yaitu: 7 
 
i. Stimulasi Kognitif memerlukan paparan dan keterlibatan 
dengan kegiatan dan materi yang melibatkan beberapa 
tingkat pengolahan kognitif. 
ii. Pelatihan Kognitif merupakan latihan khusus yang 
diarahkan untuk meningkatkan fungsi kognitif spesifik 
iii. Rehabilitasi Kognitif termasuk untuk menggapai tujuan 
pribadi, sering memakai  alat bantu kognitif eksternal 
dan dengan penggunaan beberapa strategi pembelajaran. 
 
 
Tinjauan sistematis Cochrane pada ODD Alzheimer ringan hingga 
sedang atau Demensia caskular tidak menemukan bukti dari 
efektivitas pelatihan kognitif. (Grade A,level 1+)199 Tidak ada bukti 
juga untuk rehabilitasi kognitif. Namun, stimulasi kognitif 
menghasilkan perbaikan moderat dalam fungsi kognitif pada pasien 
demensia ringan hingga sedang. (Grade A,level 1+)  7 
 
Stimulasi kognitif dapat diberikan secara informal melalui kegiatan 
rekreasi, atau formal melalui program membangkitkan memori, 
seperti kegiatan pemecahan masalah dan kelancaran percakapan 
70 
 
(terapi orientasi kenangan atau kenyataan), atau pelatihan wajah-
nama. (Grade A, level 1) 66 
 
b. TERAPI ORIENTASI REALITAS 
 
Terapi Orientasi Realitas dikembangkan berdasar  konsep: 
mengatakan sesuatu secara terus-menerus dan berulang atau 
menunjukkan pengingat tertentu kepada orang yang mengalami 
kehilangan memori ringan hingga sedang dapat menghasilkan 
peningkatan interaksi dengan orang sekelilingnya dan meningkatkan 
orientasi. ada  dua jenis Terapi Orientasi Realitas (TOR), yaitu 
TOR 24 jam dan TOR formal/kelas.  
 
berdasar  SIGN guidelines, TOR dapat memperlambat penurunan 
kognitif dan memperlambat progresivitas penyakit. Metode TOR 24 
jam memiliki lebih banyak manfaat dibandingkan metode formal. 
Selain itu, TOR sebaiknya dikelola oleh praktisi terampil dan terapi 
bersifat individual.17 Sebuah tinjauan sistematis menemukan 
adanya efek positif dalam penggunaan TOR formal pada kognitif 
dalam domain informasi/orientasi dan memori. (Grade A, level 1+)  
 
 
Sebuah riset  potong lintang (n=50) pada pasien kemungkinan 
Demensia Alzheimer menemukan bahwa TOR yang dikombinasikan 
dengan sesi terpadu pelatihan kognitif-terkomputerisasi, memiliki 
manfaat menguntungkan pada fungsi kognitif,. dan perbaikan pada 
ADL dan perilaku. (Grade D,level 3)  
 
c. TERAPI REMINISCENCE 
 
Terapi Reminiscence dapat dipertimbangkan pada pasien demensia 
dengan gangguan perilaku dan psikologis. (Grade B, Level 1+) Terapi 
Reminiscence melibatkan diskusi tentang kegiatan, peristiwa, dan 
pengalaman masa lalu, dengan orang lain atau sekelompok orang. 
Terapi ini sering memakai  alat bantu berupa video, gambar, 
arsip, dan buku kisah hidup. riset  yang dilakukan menunjukkan 
beberapa hasil yang signifikan, yaitu: peningkatan kognitif dan 
suasana hati dalam 4-6 minggu sesudah  terapi, caregiver 
berpartisipasi dengan anggota keluarga pasien demensia pada 
kelompok reminiscence melaporkan adanya indikasi peningkatan 
kemampuan fungsi kognitif. Namun, masih ada  hasil riset  
yang lebih berkualitas di lapangan. 
 
Sebuah uji klinis acak (n=102) dilakukan dengan durasi 8 minggu. 
Hasil studi menunjukkan bahwa mereka yang menerima Terapi 
Reminiscence terbukti berhubungan signifikan dengan perbaikan 
fungsi kognitif  serta fungsi afektif yang diukur dengan CSDD 
(p=0,026). (Grade A, level 1)   
 
disarankan : 
 
Stimulasi kognitif (baik Terapi Orientasi Realitas maupun Terapi 
Reminiscence) dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi kognitif 
pada pasien dengan demensia ringan hingga sedang. 
 (Grade B) 
 
 
 MANAJEMEN PERUBAHAN PERILAKU – AGITASI, AGRESI, DAN 
PSIKOSIS 
 
Gejala perubahan perilaku dan psikologis dari pasien demensia 
merupakan hasil interaksi yang kompleks antara penyakit, 
lingkungan, kesehatan fisik, pengobatan, dan interaksi lainnya. Di 
mana hal-hal ini  adalah sumber utama distress pada pasien 
dan caregiver, dan sering secara signifikan mengganggu kualitas 
hidup pada keduanya. Gejala-gejala ini sering terjadi secara spontan, 
tetapi bisa juga secara terus-menerus dan parah. 
 
Masih kurangnya bukti yang menunjukkan intervensi farmakologis 
yang efektif dalam pengobatan pada pasien demensia dengan gejala 
perubahan perilaku dan psikologis. Laporan terbaru 
mengindikasikan penggunaan antipsikotik tipikal dan atipikal 
berhubungan dengan peningkatan risiko kematian. 202,203 Oleh 
karena itu, terapi nonfarmakologi sangatlah penting menjadi garda 
 
 
terdepan dalam manajemen dan pengobatan pasien demensia 
dengan gejala perubahan perilaku dan psikologis.  
 
Sebuah tinjauan sistematis menunjukkan bahwa pendidikan 
caregiver, musik, latihan fisik, rekreasi, dan terapi yang validitasi 
mampu mengurangi gejala perubahan psikologis pada pasien 
dengan demensia. (Grade A,level 1+)   
 
 PENDEKATAN MANAJEMEN PERILAKU 
 
Manajemen perilaku muncul sebagai salah satu pendekatan 
nonfarmakologis yang lebih kuat, serta menunjukkan efektivitas dari 
manajemen pasien demensia dengan gejala gangguan perilaku dan 
psikologis. 
 
saat  menghadapi pasien dengan perubahan perilaku: 
  Meninjau apakah disebabkan oleh gangguan fisik 
  Memeriksa daftar obat 
  Mencari kontribusi faktor lingkungan 
  Mempertimbangkan diagnosa  psikiatri 
  Berfokus pada sasaran perilaku yang akan ditangani 
  Menyiapkan cadangan obat pada situasi yang berisiko 
terhadap keselamatan dan kesejahteraan pasien dan orang 
lain. 

 
Kebanyakan bukti yang ada berasal dari riset  yang 
menargetkan komorbiditas depresi dan kecemasan pada demensia. 
Bukti yang ada terkait perubahan perilaku masih kurang luas, dan 
sebagian besar berasal dari seri kasus tunggal. Beberapa bukti 
menunjukkan program intervensi perlu melibatkan orang lain, 
termasuk caregiver keluarga dan pekerja perawat yang dibayar. 
Mungkin, mau tidak mau, juga perlu melibatkan unsur pelatihan dan 
dukungan. Intervensi yang diberikan juga harus mempertimbangkan 
preferensi, keterampilan, dan kemampuan pasien. 
 
Tinjauan sistematis dari 4 uji klinis acak mengenai pendekatan 
manajemen perilaku sebagai pengobatan depresi pada pasien 
demensia dengan berbagai tingkat keparahan menyimpulkan tidak 
ada bukti signifikan pada penurunan gangguan perilaku antara 
penghuni panti jompo dengan lansia yang tinggal di rumah. (Grade 
A, level 1+) 

TERAPI MUSIK 
 
Terapi musik, dianjurkan dalam perawatan pasien dan membantu 
mengatasi gejala gangguan perilaku dan neuropsikiatri pasien 
demensia. (Grade B, Level 1+) 
 
Terapi musik dibuat oleh Munro dan Mount (1978) untuk 
memberi  pengaruh kepada manusia dalam mengintegrasi 
fisiologis, psikologis, dan emosional selama pengobatan penyakit 
atau kecacatan. Tinjauan Cochrane pada tahun 2004 menyatakan 
bahwa terapi musik berpengaruh sedikit dan tidak ada kesimpulan 
yang dapat ditarik, namun riset  terbaru justru mengungkapkan 
hasil yang menggembirakan pada penggunaan terapi musik. 
 
Sebuah tinjauan pustaka keperawatan (memakai  13 riset ) 
menyebutkan efek terapi musik pada lansia dengan demensia 
terjadi dengan 3 cara, yaitu: 
1. Pengaruh musik pada perilaku gelisah. Terapi musik diketahui 
dapat mengurangi agitasi, menanggapi rangsang/iritabilitas, 
perilaku agresif, dan kecemasan. 
2. Terapi musik dan perannya dalam perawatan. Tidak hanya 
terapis musik, tetapi juga caregiver professional dan keluarga 
dapat membangkitkan efek terapeutik. Latar belakang musik 
pun menentukan berkurangnya perilaku agresi dan agitasi 
pasien. Efek terapi juga dapat meningkat saat  caregiver 
menyanyi.206 Komunikasi melalui musik dan tari merupakan 
intervensi yang menyampaikan gerakan dan emosi yang 
melampaui kata-kata sederhana. Selain itu, distres caregiver 
juga dapat berkurang.  
3. Efek positif terapi musik terhadap suasana hati dan sosialisasi. 
Intervensi musik aktif dapat meningkatkan kekuatan hidup 
melalui respons bio-psikologis, serta melalui penggambaran 
dan kesadaran diri, yang bertujuan meningkatkan harga diri dan 
kesenangan. Kesuksesan dalam bernyanyi, memainkan alat 
musik, memahami makna musik, atau membagikan kenangan 
terkait musik yang dimainkan, diketahui dapat membantu 
seseorang menemukan ekspresi diri, pencapaian, dan makna 
hidup. 
 
 AKTIVITAS FISIK/PROGRAM MOBILITAS 
 
Orang dengan demensia dapat didorong untuk berpastisipasi dalam 
program latihan terstruktur untuk meningkatkan fungsi fisik. (Grade 
C, Level 2+) 
 
Hal ini berlaku secara umum bahwa aktivitas fisik bermanfaat pada 
ranah fisik, emosional, dan kognitif di segala usia. Latihan 
terstruktur dapat melatih kekuatan, keseimbangan, kelenturan, dan 
daya tahan. Metanalisis terbaru menunjukkan bahwa latihan fisik 
terstruktur dapat meningkatkan parameter fisik, seperti mobilitas 
fungsional, ketahanan, keseimbangan, dan kekuatan pada orang 
dengan demensia. Selain itu, latihan fisik juga berdampak 
terhadap perbaikan aktivitas hidup sehari-hari. Namun, riset  
yang dilakukan memiliki keterbatasan dalam heterogenitas desain 
dan kualitas.  
 
 TERAPI VALIDASI 
 
Terapi validasi merupakan sebuah pendekatan untuk berkomunikasi 
dengan lansia yang disorientasi, yang merasakan berada pada waktu 
dan tempat tertentu yang nyata menurut mereka, walaupun 
sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan.  
 
Sebuah tinjauan sistematis berdasar  4 uji klinis acak (n=144), 
tidak menemukan perbedaan signifikan antara validasi dan kontak 
sosial, atau antara terapi validasi dan terapi biasa.(Grade A,level 
1+)
 
NICE Guidelines juga menyimpulkan bahwa ada  bukti yang 
cukup untuk medisarankan :kan terapi validasi dalam pengobatan 
demensia.
 
 STIMULASI MULTISENSORIK DAN/ATAU TERAPI SNOEZELEN 
 
Terapi multisensorik tidak didisarankan :kan pada pasien lansia 
dengan demensia. (Grade A, Level 1+)  
 
Hasil riset  terbaru tidak menunjukkan keberhasilan stimulasi 
sensorik terhadap perilaku dan suasana hati pasien demensia.  
 
Sebuah tinjauan sistematis Cochrane terbaru, menunjukkan tidak 
adanya efek pada perilaku, suasana hati, kognitif, dan komunikasi, 
baik pada jangka pendek maupun jangka panjang, pada program 
Snoezelen. Begitupula, pada 24 jam pengamatan, juga gagal 
menunjukkan efek terhadap perilaku, suasana hati, dan interaksi 
pada pasien demensia. Hasil riset  terbaru juga 
menyimpulkan bahwa stimulasi multisensorik tidak terbukti efektif 
mengobati perubahan perilaku pada pasien demensia.  
 
 TERAPI PIJAT DAN SENTUHAN 
 
Terapi pijat diketahui dapat mengurangi agitasi/kegelisahan pada 
penderita Alzheimer. (Grade B, Level 1+)  
 
Efek terapi pijat dalam mengurangi agitasi telah dibuktikan pada 
beberapa riset  meskipun dengan riset  kohort skala 
kecil. riset  sebelumnya juga menyebutkan efek sinergis 
dari aromaterapi dan terapi pijat dalam mengurangi agitasi. 
 
 AROMATERAPI 
 
Aromaterapi tidak didisarankan :kan untuk mengurangi agitasi 
ODD. (Grade B, Level 1+) 
 
 
Telaah pada berbagai riset  yang mendukung aromaterapi 
melalui Medline, Cochrane, EMBASE, dan berbagai riset  
dengan bahasa Inggris dilakukan sampai Maret 2007. ada  11 
riset  aromatherapy pada pasien demensia dengan gejala 
gangguan perilaku dan psikologi, secara prospektif dan randomisasi. 
Metode administrasi dan pengukuran luaran sangat bervariasi pada 
setiap riset . Pada kebanyakan riset  hanya 
mengikutsertakan jumlah pasien yang sedikit dan metode riset  
yang menyulitkan intepretasi hasil riset . Kesimpulannya, bukti 
yang menunjukkan dukungan efikasi penggunaan aromaterapi 
masih jarang. Pada studi-studi yang ada melaporkan konsekuensi 
positif dan negatif manfaat aromaterapi pada ODD dan 
pendampingnya. 
 
 TERAPI CAHAYA 
 
Gangguan tidur sangat umum terjadi pada ODD dan memberi  
risiko gangguan mood, berkurangnya kualitas hidup, meningkatnya 
risiko jatuh. Terapi cahaya yang memengaruhi produksi melatonin 
dapat membantu pengaturan siklus tidur. Namun 3 RCT tidak 
menunjukkan manfaat konsisten terapi cahaya terhadap tidur dan 
agitasi.  
 
Uji klinis acak (n=66) pada pasien demensia sedang hingga berat, 
memberi  paparan 4 kondisi cahaya selama tiga minggu. Hasilnya, 
ada  peningkatan secara signifikan waktu tidur di malam hari, 
dengan peningkatan paling menonjol terjadi pada pasien demensia 
berat/sangat berat. Namun, tidak ada hubungan yang konsisten 
terhadap efek kantuk di siang hari. 
 
Uji klinis acak (n=189) dengan jangka waktu riset  3,5 tahun 
dilakukan pada pasien demensia yang dipapar empat jenis 
intervensi, yaitu cahaya, melatonin, keduanya (cahaya+melatonin), 
dan plasebo. Hasilnya, pasien yang dipapar cahaya menunjukkan 
sedikit perbaikan kognitif. Pasien yang dipapar melatonin 
mengalami peningkatan efek latensi tidur sebesar 19% dan 
peningkatan durasi tidur hingga 27 menit. Terapi kombinasi 
 
 
(cahaya+melatonin) dapat menurunkan perilaku agresi, peningkatan 
efisiensi tidur sebesar 3,5%, dan menurunkan  kegelisahan 
nokturnal. Efek sampingi kombinasi terapi ini  adalah pusing 
dan mudah tersinggung. (Grade A,level 1+)  
 
disarankan : 
 
Intervensi psikosial harus disesuaikan dengan kebutuhan individu, 
preferensi, keterampilan, dan kemampuan orang dengan demensia.  
(Grade A) 
 
Intervensi psikosial tertentu, seperti musik dan program kegiatan 
fisik dapat bermanfaat dalam mengelola gejala gangguan perilaku 
dan psikososial pada demensia. 
 (Grade A) 
 
Stimulasi multisensorik tidak efektif terhadap pasien demensia 
dengan gejala gangguan perilaku dan psikososial, dan mungkin 
berbahaya pada pasien agitasi/gelisah.  
(Grade A) 
 
ada  bukti yang cukup untuk medisarankan :kan terapi pijat 
dan aromaterapi.  
(Grade A) 
 
ada  bukti yang cukup untuk medisarankan :kan terapi cahaya 
terang pada pasien demensia yang mengalami gangguan tidur atau 
gangguan perilaku dan psikologis.  
(Grade A) 
 
 
 MENGURANGI MASALAH KECEMASAN DAN DEPRESI 
 
Gejala depresi dan ansietas umum ditemukan pada ODD dan 
berhubungan dengan berkurangnya kemandirian dan meningkatkan 
progresivitas penyakit. Pada ODD prevalensi gangguan ansietas 
berkisar 5 – 21 %. Cognitive behavioural therapy (CBT) telah 
 
 
digunakan secara efektif untuk beberapa masalah (seperti: depresi, 
masalah perilaku, stress) pada kelompok dengan gangguan 
kognitif. 
 
Penggunaan CBT dapat digunakan pada fase awal demensia, namun 
tidak terlalu efektif pada fase lanjut. Pada systematic review 19 
riset  yang membahas intervensi psikososial, satu RCT 
membahas terapi perilaku menunjukkan bukti terbatas bahwa 
pendekatan CBT memakai  terapi perilaku-peristiwa yang 
menyenangkan dan terapi perilaku-pemecahan masalah, 
mengurangi depresi pada ODD yang tinggal dirumah bersama 
pendampingnya. (Grade A,level 1+)  
 
Terapi cahaya terang telah juga digunakan sebagai terapi depresi. 
Namun riset -riset  juga tidak cukup bukti penggunaan 
terapi cahaya untuk mengurangi gejala depresi pada ODD. 
 
Pada Cochrane review  4 riset    RCT  (n=144)   terapi  
reminiscence   memperlihatkan peningkatan kognitif, mood, dan 
kemampuan fungsional  bermakna sesudah  4 sampai 6 minggu 
perawatan ODD. Partisipasi pendamping pada ODD dengan 
kelompok terapi reminiscence juga telah dilaporkan, namun masih 
diperlukan banyak riset  mengenai hal ini. (Grade A, level 1++) 
 
 
disarankan : 
 
Terapi perilaku kognitif dapat digunakan untuk mengobati depresi 
pada demensia dini.  
(Grade B) 
 
Terapi reminiscence dapat digunakan pada pasien dengan depresi 
dan kecemasan.  
(Grade B) 
 
 
PENGURANGAN GANGGUAN EMOSI: ANSIETAS DAN 
DEPRESI 
 
 PERAWATAN LINGKUNGAN 
 
Lingkungan memiliki  peranan penting terhadap masalah perilaku 
orang dengan d

Related Posts:

  • demensia 2al Exelon in Alzheimers disease (IDEAL) study (n=1195) menemukan bahwa rivastigmine patch 17.4 mg (20cm2/24 jam) dan 9.5 mg (10 cm2/24jam) menunjukan efikasi yang sama dengan kapsul (6 mg dua kali sehari). Mesk… Read More