Rabu, 19 Juli 2023
agronomi 3
By tewasx.blogspot.com at Juli 19, 2023
agronomi 3
selama musim hujan yang membutuhkan cuaca basah
selama periode pertumbuhan utamanya Misalnya, padi,
jagung, dan kacang tanah.
2. Tanaman musim kemarau, yaitu tanaman yang tumbuh
selama musim kemarau dan memerlukan cuaca kering
yang dingin untuk masa pertumbuhan utamanya.
Contohnya: cabai, kentang, kol, dan kubis.
3.1.3.7. Klasifikasi Berdasarkan Ontogeninya
(Classification Based on Ontogeny)
Klasifikasi tanaman berdasarkan ontogeni merupakan
cara klasifikasi berdasarkan siklus hidupnya seperti berikut:
1. Tanaman setahun (annual crops), yaitu tanaman yang
hidup hanya dalam 1 (satu) siklus hidup, dalam satu
musim atau tahun. Tanaman jenis ini menghasilkan benih
dan mati dalam satu musim. Misalnya: gandum, padi,
jagung, kedelai, dan lain-lain.
2. Tanaman dwitahun (biennial crops), yaitu tanaman yang
memiliki rentang hidup dua musim berturut-turut atau
dua tahun (tahun tanaman). Musim pertama atau tahun
pertama berlangsung pertumbuhan vegetatif (akar, daun,batang), dan pada musim/tahun kedua mereka
menghasilkan bunga, buah atau organ reproduktif
lainnya, lalu setelah itu tanaman mati. Misalnya: cabai,
tomat, bit gula, kol, lobak, wortel, dan lain-lain.
3. Tanaman tahunan (perinnial crops), yaitu tanaman yang
hidup bertahun-tahun. Tahun atau musim pertama
berlangsung pertumbuhan vegetatif (akar, daun, batang),
dan pada musim/tahun kedua mereka menghasilkan
bunga, buah atau organ reproduktif lainnya. Setelah
organ reproduktif masak, tanaman kembali
melangsungkan pertumbuhan vegetatif (akar, batang,
daun baru), diikuti lagi dengan menumbuhkan organ
generatif. Demikain seterusnya sehingga terjadi
pertumbuhan vegetatif dan generatif secara bergantian
sepanjang hidupnya. Misalnya: kopi, kakao, durian,
manggis, dan lain-lain.
3.1.3.8. Klasifikasi Berdasarkan Kebutuhan Budidaya
(According To Cultural Requirement)
Klasifikasi tanaman berdasarkan kebutuhan budidaya
dapat dibedakan menjadi kelompok tanaman berdasarkan
kesesuain topografi, sumber air untuk pengairan, toleran
tidaknya pada lahan bermasalah, perlu atau tidaknya
pengolahan tanah, kedalaman sistem perakaran, metode
penanaman, perlu tidanya inter-tillage (antar baris),
kebutuhan pasca panen, dan kondisi iklim. Klasifikasi
tanaman berdasarkan kebutuhan budidaya secara lebih rinci
adalah sebagai berikut.
3.1.3.8.1. Berdasarkan Kesesuaian Topografi
(According to Suitability of Toposequence)
Berdasarkan kesesuain topografi, tanaman dapat
dibedakan menjadi:
a. Tanaman yang tumbuh di dataran tinggi (crops grown
on upland), yaitu tanaman yang tumbuhnya di datarantinggi, umumnya pengairannya dari curah hujan dan
tidak tahan genangan air. Bisa juga diartikan sebagai
tanaman yang tempat tumbuhnya ditinggikan (dibuatkan
guludan) dengan dilengkapi pembuangan air (saluran
drainasi) untuk mengeringkan dan membuang kelebihan
air sekitar tanaman. Contohnya: kentang, stroberi,
cabai, jagung, dan lain-lain.
b. Tanaman yang tumbuh di dataran rendah (crops grown
on lowland), yaitu tanaman yang tumbuh di dataran
rendah, tahan genangan air dan membutuhkan air
berlimpah. Dalam penanaman dengan sistem guludan,
kelompok tanaman ini di tanam pada bagian lembah
guludan sedangkan tanaman tak tahan genangan
ditanam pada bukit guludan. Contohnya: padi, rami,
bunga teratai, dan lain-lain.
3.1.3.8.2. Berdasarkan Sumber Air (According to
Source of Water)
Berdasarkan sumber air yang digunakan, tanaman dapat
dibedakan menjadi:
a. Sumber airnya dari irigasi (irrigated crops), yaitu
tanaman yang dibudidayakan dengan menggunakan air
dari irigasi buatan. Contohnya: padi dan berbagai jenis
tanaman lainnya yang dibudidakana secara intensif
seperti stroberi, bunga krisan, cabai, dan lain-lain yang
dibudidayakan secara hidroponik. Semua tanaman
sesungguhnya akan lebih baik pertumbuhan dan
produksinya bila dibudidayakan dengan menggnakan
sumber air dari irigasi.
b. Sumber air untuk pengairannya mengandalkan curah
hujan (rainfed crops), yaitu tanaman yang dibudidayakan
pengairannya hanya dari curah hujan, tanpa irigasi
buatan. Dengan demikian waktu tanamnya bergantung
pada musim dan pola curah hujan. Contohnya: jagung
dan ketela pohon di lahan kering di dataran tinggi.3.1.3.8.3. Berdasarkan Toleran Tidaknya Pada Lahan
Bermasalah (According to Tolerance to
Problem Soils)
Berdasarkan tingkat toleransinya pada lahan
bermasalah, tanaman dibedakan menjadi:
a. Tanaman yang tahan/toleran terhadap tanah asam (crops
tolerant to acidic soils), yaitu tanaman yang tetap mampu
berproduksi dengan baik walaupun pH tanah rendah (<
5) atau kemasamannya tinggi. Contohnya: padi dan
kentang.
b. Tanaman yang tahan terhadap tanah berkadar garam
tinggi (crops tolerant to saline soils), yaitu tanaman yang
tetap mampu berproduksi dengan baik walaupun kadar
garam (NaCl) dalam tanah tinggi. Contohnya: cabai,
timun-timunan, gandum, sorgum, dan lain-lain.
c. Tanaman yang tahan terhadap tanah basa (crops tolerant
to alkali/sodic soils), yaitu tanaman yang tetap mampu
berproduksi dengan baik walaupun pH tanah tinggi (>
7) atau kemasamannya rendah. Contohnya: kapas,
jagung, barley, dan lain-lain.
d. Tanaman yang tahan terhadap tanah tergenang (crops
tolerant to waterlogged soils), yaitu tanaman yang tetap
mampu berproduksi dengan baik pada tanah tergenang.
Contohnya: padi sawah, kangkung, bunga teratai, dan
lain-lain.
e. Tanaman yang tahan terhadap kekeringan (crops tolerant
to drought), yaitu tanaman yang tetap mampu
berproduksi dengan baik walaupun mengalami
kekeringan/ kekurangan air. Contohnya: jagung, rumput
ternak, dan lain –lain.
3.1.3.8.4. Berdasarkan Kebutuhan Perlu Tidaknya
Pengolahan Tanah (According to Tillage
Requirement)
Berdasarkan perlu tidaknya pengolahan tanah pada saat
melakukan penanaman, tanaman dapat dibedakan menjadi:a. Perlu pengolahan tanah (arable crops). Contohnya:
kentang, jagung, padi, dan lain-lain.
b. Tidak perlu pengolahan tanah (non-arable crops).
Contohnya tanaman rumput makanan ternak, tanaman
kehutanan, dan lain-lain.
3.1.3.8.5. Berdasarkan Kedalaman Sistem Perakaran
(According to the Depth of Root System)
Berdasarkan kedalaman sistem perakaran, tanaman
dapat dibedakan menjadi:
a. Tanaman berakar dangkal (shallow rooted crops).
Contohnya: padi, kentang, bawang putih, bawang merah,
dan lain-lain.
b. Tanaman dengan sistem perakaran sedang (moderately
deep rooted crops): Contohnya: tembakau, gandum,
semangka, dan lain-lain.
c. Tanaman berakar dalam (deep rooted crops). Contohnya:
kapas, jeruk keprok, pisang, papaya, dan lain-lain.
d. Tanaman berakar sangat dalam (very deep rooted crops).
Contohnya: mangga, durian, nangka, albesia, dan lainlain.
3.1.3.8.6. Berdasarkan Metode Penanaman (According
to Method of sowing/ Planting)
Berdasarkan metode penanamannya, tanaman dapat
dibedakan menjadi:
a. Tanaman yang benihnya langsung ditanam di tempat
penanaman, baik yang masih kering maupun yang sudah
berkecambah (direct seeded crop). Contohnya: kacang
tanah, padi gogo, dan lain-lain.
b. Tanaman yang ditanam dengan menanam bagian
tertentunya secara langsung (planted crops). Contohnya:
tebu, kentang, ubi jalar, ketela pohon, dan lain-lain.
c. Tanaman yang sebelum ditanam perlu disemai pada
pesemaian, kemudian setelah cukup umur baru
dipindahkan ke lapangan (transplanted crops).Contohnya: padi, tembakau, cabai, tomat, papaya, dan
lain-lain.
3.1.3.8.7. Berdasarkan Kondisi Iklim (Based on
Climatic Condition)
Berdasarkan kondisi iklim dimana tanaman tumbuh,
tanaman dapat dibedakan menjadi:
a. Tanaman tropis (tropical crop), yaitu tanaman yang
secara geografis tumbuh di sekitar ekuator diantara 23,5
0LU dan 23,5 0LS, umumnya hangat dan lembab sepanjang
tahun dengan 2 musim yaitu musim hujan dan musim
kemarau. Contohnya: kelapa, pisang, kacang tanah, tebu,
dan lain-lain.
b. Tanaman sub-tropis (sub-tropical crop), yaitu tanaman
yang secara geografis tumbuh di utara dan selatan
setelah wilayah tropis yang dibatasi oleh garis balik
utara dan selatan pada lintang 23,5 0LU dan 23,5 0LS,
atau wilayah yang memiliki 4 musim yaitu musim semi,
panas, gugur dan dingin. Contohnya: padi, kapas, kelapa,
dan lain-lain.
a. Tanaman kutub (polar crop), yaitu tanaman yang hidup
di kutub utara dan selatan dengan suhu sangat ekstrim
dan hampir seluruh daratannya adalah es yang membeku.
Contohnya: pinus kutub, rumput tundra, dan lain-lain.
3.2.Adaptasi dan Distribusi Tanaman
3.2.1. Adaptasi Tanaman
Adaptasi dalah kemampuan organisme untuk dapat
menyesuaikan diri terhadap lingkungan tempat hidupnya
yang memunkinkan organisme tersebut tetap hidup (survive)
dan berkembang biak di lingkungan alaminya. Melalui
adaptasi memungkinkan tanaman untuk memanfaatkan
nutrisi, air, suhu atau cahaya yang tersedia dengan baik,
atau dapat bertahan terhadap faktor-faktor yang merugikan
seperti suhu ekstrim, serangga berbahaya, dan penyakitTerdapat beberapa jenis adaptasi pada tanaman,
diantaranya yaitu:
1. Adaptasi morfologi, yaitu adaptasi yang berkaitan
dengan bentuk bagian tubuh/organ tanaman yang adaptif.
Bentuk adaptasi morfologi tampak dari luar dan mudah
diamati sehingga adaptasi morfologi ini paling mudah
untuk diamati. Contohnya: tanaman sukulen di daerah
gurun, kantong semar dengan daun berbentuk piala,
daun menggulung agar tahan panas, warna bunga yang
mencolok untuk menarik serangga, akar yang panjang
dan dalam agar tahan kekeringan, ada atau tidaknya akar
udara, dan lain-lain.
2. Adaptasi fisiologi, yaitu adaptasi yang berkaitan dengan
proses adaptif di dalam tubuh organisme dengan
melibatkan terbentuknya zat-zat kimia tertentu untuk
membantu proses yang berlangsung di dalam tubuh
tanaman. Misalnya, agar tahan terhadap serangan
penyakit maka secara fisiologis tanaman memproduksi
lapisan kitin dan lilin yang tebal, agar tahan terhadap
kekeringan tanaman memproduksi zat kimia prolin,
tumbuhan menghasilkan madu untuk menarik
pollinator, dan lain-lain.
3. Adaptasi prilaku, yaitu adaptasi yang diasosiasikan
dengan bagaimana tanaman dapat merespon
lingkungannya dengan baik sehingga dapat bertahan
hidup. Contohnya, titik tumbuh tanaman (pucuk)
tumbuh mengarah ke datangnya cahaya matahari, akar
tumbuh mengarah ke arah gravitasi (tanah), pohon jati
menggugurkan daunnya di musim kemarau untuk
mengurangi penguapan, keladi meneteskan air untuk
mengurangi kelebihan air, dan lain-lain.
3.2.2. Distribusi Tanaman
Tanaman selalu mengalami proses perubahan,
perkembangan dan penyebaran/ distribusi. Distribusi
tanaman dipengaruhi oleh faktor biologis (internal) dan
faktor lingkungan/geografik (eksternal). Faktor internal
meliputi perkawinan silang, mutasi, dan modifikasi genetikadari tanaman tersebut, sedangkan faktor eksternal meliputi
perubahan iklim, tanah, aktivitas vulkan, dan kerak bumi.
Menurut Chandrasekaran et al. (2010), ada beberapa prinsip
yang mempengaruhi distribusi tanaman, yaitu evolusi, faktor
iklim seperti cahaya, suhu, kelembaban, angin, dan lain-lain,
faktor edafik seperti tanah, bahan induk, dan fisiografi,
variasi atau perubahan iklim, distribusi relatif dari darat
dan laut, dan faktor biotik seperti penyerbukan obligat
serangga, penyebaran benih oleh hewan dan penggembalaan
ternak oleh peternak secara langsung mempengaruhi
distribusi tanaman.
Jenis tanaman yang tersebar di wilayah Indonesia hidup
di hutan tropis, hutan musim, hutan pegunungan, hutan
bakau dan sabana tropis. Persebaran flora di wilayah
Indonesia itu sendiri terbagi ke dalam 4 kelompok besar
wilayah flora Indonesia, yaitu:
1. Wilayah Flora Sumatra-Kalimantan, tersebar di pulau
Sumatra dan Kalimantan serta pulau-pulau kecil di
sekitarnya (Nias, Enggano, Bangka, Belitung, Kepulauan
Riau, Natuna, Batam, Buton, dan lain-lain). Contoh flora
khas yang tumbuh adalah Bunga Bangkai (Raflesia
Arnoldi).
2. Wilayah Flora Jawa-bali, tersebar di pulau Jawa,
Madura, Bali dan kepulauan-kepulauan kecil
disekitarnya (Kepulauan Seribu, Kepulauan
Karimunjawa). Contoh flora khas yang tumbuh adalah
pohon Burohal (Kepel)
3. Wilayah Flora Kepulauan Wallacea, tersebar di pulau
Sulawesi, Timor, Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara.
Contoh flora yang tumbuh adalah pohon Sagu.
4. Wilayah Flora Papua, meliputi wilayah pulau Papua dan
pulau-pulau kecil di sekitarnya. Contoh Flora Khas
tumbuh adalah Eucalyptus, sama dengan jenis tumbuhan
yang tumbuh di daerah Queensland Australia Utara.
Apabila dilihat pada lingkup seluruh dunia, persebaran
tumbuhan dibagi menjadi beberapa wilayah penyebaran,
yaitu:1. Wilayah Ethiopian, yaitu tumbuhan yang wilayah
persebarannya meliputi benua Afrika, dari sebelah
Selatan Gurun Sahara, Madagaskar dan Selatan Saudi
Arabia. Tumbuhan yang khas dari daerah ini meliputi
kaktus.
2. Wilayah Paleartik, yaitu tumbuhan yang wilayah
persebarannya sangat luas meliputi hampir seluruh
benua Eropa, Uni Sovyet, daerah dekat Kutub Utara
sampai Pegunungan Himalaya, Kepulauan Inggris di
Eropa Barat sampai Jepang, Selat Bering di pantai
Pasifik, dan benua Afrika paling Utara. Kondisi
lingkungan wilayah ini bervariasi, baik perbedaan suhu,
curah hujan maupun kondisi permukaan tanahnya,
menyebabkan jenis floranya juga bervariasi, seperti
bunga sakura dari Jepang.
3. Wilayah Neartik, yaitu tumbuhan yang wilayah
persebarannya meliputi kawasan Amerika Serikat,
Amerika Utara dekat Kutub Utara, dan Greenland. Flora
yang yang khas meliputi tumbuhan pada daerah-daerah
dingin seperti cemara yang biasa tumbuh di daerah
bersalju.
4. Wilayah Neotropikal, yaitu tumbuhan yang wilayah
persebarannya meliputi Amerika Tengah, Amerika
.Selatan, dan sebagian besar Meksiko. Iklim di wilayah
ini sebagian besar beriklim tropik dan bagian Selatan
beriklim sedang. Misalnya: Pohon eboni
5. Wilayah Oriental, yaitu tumbuhan yang daerah
penyebaran biotiknya meliputi daerah Asia bagian
selatan pegunungan Himalaya, India, Sri Langka,
Semenanjung Melayu, Sumatera, Jawa, Kalirnantan,
Sulawesi, dan Filipina. Flora yang ada misalnya: Bunga
Bangkai.
6. Wilayah Australian, yaitu tumbuhan yang wilayah
persebarannya mencakup kawasan Australia, Selandia
Baru, Irian, Maluku, pulau-pulau di sekitarnya, dan
kepulauan di Samudera Pasifik. Contohnyan adalah:
EukaliptusBentuk penyebaran atau distribusi tumbuhan
dalam suatu populasi bisa bermacam-macam, pada umumnya
memperlihatkan tiga pola penyebaran, yaitu
1. Penyebaran secara acak, biasanya terjadi apabila faktor
lingkungan sangat beragam untuk seluruh daerah
dimana populasi berada. Dalam tumbuhan ada bentukbentuk organ tertentu yang menunjang untuk terjadinya
penyebaran secara acak, tetapi umumnya pola ini jarang
terdapat di alam
2. Penyebaran secara merata, umumnya terdapat pada
tumbuhan, yaitu penyebaran yang terjadi apabila ada
persaingan yang kuat antara individu-individu dalam
populasi tumbuhan, misalnya persaingan untuk
mendapatkan nutrisi dan ruang.
3. Penyebaran secara berkelompok, merupakan bentuk
yang paling umum di alam, terutama untuk hewan.
Pengelompokan ini disebabkan oleh respon dari
organisme terhadap perbedaan habitat secara lokal dan
respon dari organisme terhadap perubahan cuaca
musiman akibat dari cara atau proses reproduksi atau
regenerasi.
Menurut Chandrasekaran et al. (2010), terdapat 3 teori
terkait adaptasi dan distribusi, yaitu teori toleransi (theory
of tolerance), teori penghindaran (theory of avoidance), dan
teori faktor tergantikan (theory of factors replaceability).
Teori toleransi, yaitu setiap organisme hidup atau tumbuhan
dapat berkembang dengan baik pada kondisi iklim tertentu
di bawah dan di atas mana tanaman tidak dapat tumbuh.
Suhu adalah salah satu faktor pembatas yang paling umum
terjadi pada distribusi tanaman. Banyak tanaman tropis
seperti karet, kakao, dan pisang tidak tahan dengan suhu
beku (0 0C). Karet mungkin memiliki rentang toleransi
tersempit dan pisang merupakan kisaran terluas untuk
toleransi suhu. Teori penghindaran dilakukan oleh tanaman
melalui penyelesaian siklus hidup yang cepat, atau dormansi
pada biji untuk menghindari efek pada periode terpanas dan
terkering, dormansi pada bagian vegetatif atau akar dari
semua tanaman keras, akumulasi air dalam succulents, dan
sistem akar yang dalam untuk menghindari kekurangan aiTeori faktor tergantikan, umumnya dilakukan secara buatan
dimana dengan menggantikan faktor yang satu dengan yang
lain secara bersesuaian. Misalnya, kondisi iklim di garis
lintang 35-45 °LU suhunya menyerupai daerah tropis pada
ketinggian 4000-6000 kaki. Jadi, tanaman yang biasa tumbuh
di garis lintang 35-45 0LU dapat ditanamn di daerah tropis
pada ketinggian 4.000-6.000 kaki. Curah hujan dapat
digantikan oleh kabut dan sampai batas tertentu oleh
embun, dan lain-lain.
3.3. Faktor Lingkungan Tanaman
Tanaman seperti halnya mahluk hidup lainnya,
membutuhkan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan
dan perkembangannya. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan
produktivitas tanaman dapat dibedakan menjadi dua
ketagori umum, yaitu lingkungan di atas tanah (above ground
environmental) dan lingkungan di bawah tanah (below ground
environmental). Memahami karakteristik dan peran penting
masing-masing faktor lingkungan dalam mengelola tanaman
sangat penting dalam rangka mendapatkan hasil terbaik.
Dalam kasus tertentu kita merasa puas dengan tindakan
budidaya yang diaplikasikan dapat menghasilkan dengan
baik karena didukung lingkungan yang memuaskan, tetapi
dalam kasus lainnya hasilnya sangat kurang memuaskan
karena saat itu faktor lingkungan tidak mendukung.
Mempelajari faktor lingkungan tanaman dapat membantu
kita dalam merencanakan tindakan budidaya yang
diperlukan, sekaligus dalam rangka konservasi tanah dan
air serta meminimalisir terjadinya polusi terhadap
lingkungan di tingkat on-farm dan off-farm.
3.3.1. Lingkungan di Atas Tanah
Faktor lingkungan di atas tanah dapat dibedakan
menjadi dua tipe, yaitu faktor abiotik (non-living) dan faktor
biotik (living organism). Faktor lingkungan abiotik terdiri
atas cahaya, udara, air, dan suhIklim adalah kombinasi berbagai faktor lingkungan di
atas tanah (temperatur, kelembaban udara, cahaya matahari,
dan udara) yang mencirikan keadaaan lingkungan suatu
daerah. Iklim menentukan tanaman apa yang dapat
diusahakan di daerah bersangkutan. Lingkungan disekitar
pertanaman disebut dengan iklim mikro. Iklim mikro ini
memegang peranan penting dalam proses-proses yang
terjadi dalam individu tanaman seperti evaporasi
(kehilangan air dari permukaan bebas), transpirasi
(kehilangan air dari permukaaan tanaman) dan juga
mempengaruhi tingkat serangan hama dan penyakit.
Cuaca adalah pengaruh gabungan dari interaksi antara
suhu, curah hujan, angin, cahaya dan kelembaban relatif
terhadap suatu tempat spesifik lokal tertentu. Cuaca
sifatnya sangat dinamis, bisa berubah setiap saat,
perbedaaannya bisa harian, mingguan, bulanan atau
musiman. Perubahan cuaca lokal setempat yang berulang
secara teratur dari tahun ke tahun menghasilkan iklim
spesifik di tempat tersebut. Cuaca suatu daerah juga
dipengaruhi oleh faktor lain seperti lintang, ketinggian
tempat dan karakter geografis wilayah yang bersangkutan
seperti adanya gunung atau danau. Semakin tinggi dari
permukaan laut maka semakin dingin daerahnya. Tanaman
apapun jenis dan spesiesnya pasti membutuhkan iklim yang
stabil untuk dapat berproduksi secara optimal.
3.3.1.1. Cahaya
Cahaya matahari merupakan faktor utama diantara
faktor iklim yang lain, tidak hanya sebagai sumber energi
primer tetapi karena pengaruhnya terhadap keadaan faktorfaktor iklim yang lain seperti suhu, kelembaban dan angin.
Respon tanaman terhadap cahaya pada dasarnya dapat
dibagi menjadi tiga aspek, yaitu intensitas, kualitas dan
fotoperiodisitas. Ketiga aspek ini mempunyai pengaruh yang
berbeda satu dengan yang lainnya, demikian juga
keadaannya di alam.
Intensitas cahaya adalah banyaknya energi yang
diterima oleh suatu tanaman per satuan luas dan per satuanwaktu (kal/cm2/hari). Pengertian intensitas disini sudah
termasuk didalamnya lama penyinaran, yaitu lama matahari
bersinar dalam satu hari, karena satuan waktunya
menggunakan hari. Besarnya intensitas cahaya yang
diterima oleh tanaman tidak sama untuk setiap tempat dan
waktu, karena tergantung dari: (a) jarak antara matahari
dan bumi, misalnya pada pagi dan sore hari intensitasnya
lebih rendah dari pada siang hari karena jarak matahari
lebih jauh. Juga di daerah sub tropis, intensitasnya lebih
rendah dibanding daerah tropis. Demikian pula di puncak
gunung intensitasnya (1,75 g.kal/cm2/menit) lebih tinggi dari
pada di dataran rendah (di atas permukaan laut = 1,50 g.kal
/cm2/menit); (b) tergantung pada musim, misalnya pada
musim hujan intensitasnya lebih rendah karena radiasi
matahari yang jatuh sebagian diserap awan, sedangkan pada
musim kemarau pada umumnya sedikit awan sehingga
intensitasnya lebih tinggi; dan (c) tergantung letak geografis,
sebagai contoh daerah di lereng gunung sebelah utara/
selatan berbeda dengan lereng sebelah timur/barat. Di
lereng bukit sebelah timur/barat tanaman menerima sinar
matahari lebih sedikit karena lama penyinarannya lebih
pendek disebabkan terhalang oleh gunung.
Pengaruh intensitas cahaya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman berhubungan erat dengan proses
fotosintesis. Dalam proses ini energi cahaya diperlukan
untuk berlangsungnya penyatuan CO2
dan air untuk
membentuk karbohidrat. Semakin besar jumlah energi yang
tersedia sampai batas tertentu akan memperbesar jumlah
hasil fotosintesis sampai dengan optimum (maksimum).
Untuk menghasilkan berat kering yang maksimal, tanaman
memerlukan intensitas cahaya penuh. Namun demikian
intensitas cahaya yang sampai pada permukaan kanopi
tanaman sangat bervariasi, hal ini merupakan salah satu
sebab potensi produksi tanaman aktual belum diketahui.
Besarnya kuat cahaya yang mengenai bidang sasaran ada
yang menyatakan dengan satuan foot candle (ft-c) dari
Inggris. Ft-c menggambarkan kuat penyinaran yang
dipancarkan oleh satu lilin standar yang mengenai
permukaan bidang sasaran seluas 1 square foot (= 928,088cm2
) pada radius penyinaran 12 inchi (= 30,48 cm). Dalam
praktik sehari-hari cahaya bulan diperkirakan mempunyai
kuat cahaya 0,05 ft-c, sinar untuk membaca besarnya 20 ft-c,
sedangkan untuk proses fotosintesis minimal antara 100-200
ft-c.
Intensitas cahaya rendah dapat digunakan oleh tanaman
dengan lebih efisien dibandingkan intensitas cahaya tinggi,
tetapi intensitas cahaya yang terlalu rendah justru
menghambat dan merusak pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Tanaman di tempat gelap atau mendapat sinar
redup (dim light) misalnya pada tempat ternaungi
tumbuhnya tinggi kurus (tall and spindy) dengan daun
kekuningan yang disebut dengan etiolasi (Gambar 4).
Kualitas cahaya matahari ditentukan oleh proporsi
relatif panjang gelombangnya, selain itu kualitas cahaya
tidak selalu konstan namun bervariasi dari musim ke musim,
lokasi geografis serta perubahan komposisi udara di
atmosfer. Cahaya matahari yang sampai pada tajuk atau
kanopi tanaman tidak semuanya dapat dimanfaatkan,
sebagian dari cahaya tersebut diserap, sebagian
ditransmisikan, atau bahkan dipantulkan kembali.
Pengertian cahaya berkaitan dengan radiasi yang terlihat
(visible) oleh mata, dan hanya sebagian kecil saja yang
diterima dari radiasi total matahari.
Radiasi matahari terbagi dua, yaitu yang bergelombang
panjang (long wave radiation) dan yang bergelombang pendek
(short wave radiation). Batas terakhir dari radiasi gelombang
pendek adalah radiasi ultraviolet, sedangkan batas akhir
radiasi gelombang panjang adalah sinar inframerah. Radiasi
dengan panjang gelombang antara 400 hingga 700 um adalah
yang digunakan untuk proses fotosintesis. Ukuran panjang
gelombang masing-masing radian tersebut terdapat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Panjang gelombang radiasi matahari
Cahaya matahari yang sampai ke bumi hanya sebagian
saja dari yang dipancarkan, selebihnya cahaya tersebut
tersaring oleh beberapa komponen atmosfer atau
dipantulkan kembali ke angkasa luar. Cahaya matahari
gelombang pendek tersaring dan diserap oleh lapisan ozon
(O3
) di atmosfer, sedangkan cahaya gelombang panjang
tersaring oleh uap air di udara, cahaya gelombang panjang
lainnya dipecahkan/dipencarkan dan dipantulkan oleh awan
dan lapisan debu di atas permukaan bumi.
Pengaruh kualitas cahaya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman telah banyak diselidiki, dimana
diketahui bahwa spektrum yang nampak (visible) diperlukanuntuk pertumbuhan tanaman. Apabila tanaman
ditumbuhkan pada cahaya biru saja daunnya akan
berkembang secara normal, namun batangnya akan
menunjukkan tanda-tanda terhambat pertumbuhannya.
Apabila tanaman ditumbuhkan pada cahaya kuning saja,
cabang-cabangnya akan berkembang tinggi dan kurus dengan
buku (internode) yang panjang dan daunnya kecil-kecil. Dari
penelitian tersebut telah membuktikan bahwa cahaya biru
dan merah memegang peranan penting untuk
berlangsungnya proses fotosintesis.
Fotoperiodisitas atau panjang hari didefinisikan sebagai
panjang atau lamanya siang hari dihitung mulai dari
matahari terbit sampai terbenam ditambah lamanya keadaan
remang-remang (selang waktu sebelum matahari terbit atau
setelah matahari terbenam pada saat matahari berada pada
posisi 60 di bawah cakrawala). Panjang hari tidak terpengaruh
oleh keadaan awan seperti pada lama penyinaran yang bisa
berkurang bila matahari tertutup awan, sedang panjang hari
tetap.
Panjang hari berubah beraturan sepanjang tahun sesuai
dengan deklinasi matahari dan berbeda pada setiap tempat
menurut garis lintang. Pada daerah equator panjang hari
sekitar 12 jam per harinya, semakin jauh dari equator
panjang hari dapat lebih atau kurang sesuai dengan
pergerakan matahari. Secara umum dapat dikatakan bahwa
semakin lama tanaman mendapatkan pencahayaan
matahari, semakin intensif proses fotosintesis, sehingga
hasil akan tinggi. Akan tetapi fenomena ini tidak sepenuhnya
benar karena beberapa tanaman memerlukan lama
penyinaran yang berbeda untuk mendorong tahap
pembungaan. Fotoperiodisitas tidak hanya berpengaruh
terhadap jumlah makanan yang dihasilkan oleh suatu
tanaman, tetapi juga menentukan waktu pembungaan pada
banyak tanaman.
Berdasarkan respon tanaman terhadap panjang hari
(fotoperiodisme) maka tanaman dapat digolongkan menjadi
tiga kelompok, yaitu: a) golongan tanaman hari panjang (long
day plants), b) tanaman hari pendek (short day plants), dan
c) tanaman hari netral (neutral day plants). Disamping itudikenal pula panjang hari kritis yaitu panjang hari
maksimum (untuk tanaman hari pendek) dan minimum
(untuk tanaman hari panjang) dimana inisiasi pembungaan
masih terjadi. Panjang hari kritis berbeda-beda menurut
jenis tanaman dan bahkan varietas. Apabila tanaman hari
pendek ditumbuhkan pada hari panjang, akan menghasilkan
banyak karbohidrat dan protein yang digunakan untuk
perkembangan batang dan daun. Oleh karenanya tanaman
hari pendek yang ditumbuhkan pada hari panjang secara
ekstrim akan tumbuh vegetatif, tidak mampu membentuk
bunga dan buah. Sebaliknya apabila tanaman hari panjang
ditumbuhkan pada hari pendek akan menghasilkan sedikit
karbohidrat dan protein sehingga pertumbuhan vegetatifnya
lemah dan tidak berbunga.
Respon tanaman terhadap panjang hari sering
dihubungkan dengan pembungaan, namun sebenarnya
banyak aspek pertumbuhan tanaman yang dipengaruhinya,
antara lain : (a) inisiasi bunga, (b) produksi dan kesuburan
putik dan tepungsari, misalnya pada jagung, ( c )
pembentukan umbi pada tanaman kentang, bawang putih
dan ubi-ubian yang lain, (d) dormansi benih, terutama biji
gulma dan perkecambahan biji pada tanaman bunga, dan (e)
pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, seperti
pembentukan anakan, percabangan dan pertumbuhan
memanjang. Beberapa contoh tanaman hortikultura hari
panjang, hari pendek dan hari netral dapat dilihat pada
Tabel 4 berikut.Di Indonesia panjang hari tidak banyak berbeda dari
bulan ke bulan selama satu tahun, perbedaan hari terpanjang
dan terpendek hanya 50 menit. Semakin jauh dari equator
perbedaan panjang hari akan semakin besar. Dengan
demikian pengaruh panjang hari terhadap tanaman juga
jarang ditemui di daerah tropika. Pengetahuan tentang
panjang hari ini sangant penting bila akan mengadakan
introduksi suatu varietas baru dari luar negeri, atau
pemilihan varietas yang cocok untuk suatu daerah, dan bagi
pemulia tanaman dalam upaya mendapatklan varietas baru
yang tahan terhadap panjang hari (tanaman hari netral).
3.3.1.2. Suhu.
Pengertian suhu mencakup dua aspek, yaitu derajat dan
insolasi (suhu suatu daerah). Insolasi menunjukkan energi
panas dari matahari dengan satuan gram/kalori/cm2
/jam,
mirip dengan pengertian intensitas pada radiasi matahari.
Satu gram kalori adalah sejumlah energi yang dibutuhkan
untuk menaikkan suhu satu gram air sebesar 10C. Jumlah
insolasi atau suhu suatu daerah tergantung pada: (a) letak
lintang (latitude) suatu daerah. Di katulistiwa insolasi lebih
besar dan sedikit bervariasi dibandingkan dengan sub-tropis
dan daerah sedang. Dengan semakin bertambahnya latitude
insolasi semakin kecil, karena sudut jatuh radiasi matahari
semakin besar atau jarak antara matahari dan permukaan
bumi semakin jauh. Akan tetapi insolasi total untuk satu
musim pertumbuhan tanaman hampir sama karena panjang
hari yang lebih lama; (b) altitude (tinggi tempat dari
permukaan laut). Semakin tinggi altitude maka insolasi
semakin rendah, setiap naik 100 m suhu turun 0,6 0C; (c)
musim berpengaruh terhadap insolasi dalam kaitannya
dengan kelembaban udara dan keadaan awan; dan (d) angin
juga sering berpengaruh terhadap insolasi, apalagi bila angin
tersebut membawa uap panas. Selain keragaman atar
daerah, suhu juga bervariasi berdasarkan waktu, baik suhu
udara maupun suhu tanah (pagi-siang-sore).
Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan tanaman dikenal
sebagai suhu kardinal yaitu meliputi suhu optimum (padakondisi ini tanaman dapat tumbuh baik), suhu minimum
(pada suhu di bawahnya tanaman tidak dapat tumbuh), serta
suhu maksimum (pada suhu yang lebih tinggi tanaman tidak
dapat tumbuh). Suhu kardinal untuk setiap jenis tanaman
memang bervariasi satu dengan lainnya.
Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman dibedakan menjadi 2 yaitu, batas
suhu yang membantu pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, dan batas suhu yang tidak membantu pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Batas suhu yang membantu
pertumbuhan dan perkembangan tanaman diketahui sebagai
batas suhu optimum. Pada batas ini semua proses dasar
seperti fotosintesis, respirasi, penyerapan air, transpirasi,
pembelahan sel, perpanjangan sel dan perubahan fungsi sel
akan berlangsung baik dan tentu saja akan diperoleh
produksi tanaman yang tertinggi. Batas suhu optimum tidak
sama untuk semua tanaman, sebagai contoh apel, kentang,
sugar-beet menghendaki suhu yang lebih rendah
dibandingkan : tanaman jeruk, ketela rambat atau gardenia.
Berdasarkan hal ini tanaman hortikultura dikelompokkan
menjadi:
a. Tanaman yang menghendaki batas suhu optimum yang
rendah (tanaman musim dingin), yaitu tanaman yang
tumbuh baik pada suhu antara : 450
- 600F.b. Tanaman yang menghendaki batas suhu optimum yang
tinggi (tanaman musim panas), yaitu tanaman yang
tumbuh baik pada suhu antara : 600
- 750F.
Batas suhu yang tidak menguntungkan dikelompokkan
menjadi: (1) suhu di atas optimum yaitu tanaman yang
tumbuh pada kondisi ini pada akhir pertumbuhannya
biasanya menghasilkan produksi yang rendah. Hal ini
disebabkan kurang adanya keseimbangan antara besarnya
fotosintesis yang dihasilkan dan berkurangnya karbohidrat
karena adanya respirasi. Bertambahnya suhu akan
mempercepat kedua proses ini, tetapi di atmosfer di atas
batas optimum, proses respirasi akan berlangsug lebih besar
dari pada fotosintesis, sehingga bertambah tingginya suhu
tersebut akan mengakibatkan berkurangnya produksi; dan
(2) suhu di bawah batas optimum yaitu tanaman yang tumbuh
pada kondisi ini akan menghasilkan pertumbuhan yang
kurang baik dan produksinya akan lebih rendah. Hal ini
disebabkan pada suhu yang rendah besarnya fotosintesis
yang dihasilkan dan protein yang dibentuk dalam keadaan
minimum, akibatnya pertumbuhan dan perkembangan
lambat dan produksi rendah.
Pada suhu ekstrim tanaman akan mengalami kerusakan.
Di Indonesia kerusakan tanaman terhadap suhu ekstrim
jarang sekali terjadi, karena pada umumnya di daerah
tropika variasi suhu tidak terlalu besar. Namun di daerah
beriklim sedang kerusakan tanaman akibat suhu rendah
sering terjadi, demikian pula di daerah gurun pasir
kerusakan akibat suhu tinggi. Ada beberapa terminologi
untuk kerusakan tanaman sebagai akibat suhu rendah, yaitu:
a. Sufokasi (suffocation), lambatnya pertumbuhan tanaman
karena permukaan tanah tertutup lapisan salju,
misalnya kekurangan oksigen dalam tanah.
b. Desikasi (desiccation) atau disebut dengan istilah
kekeringan fisiologis, bukan karena tidak ada air
dalam tanah melainkan absorpsi air oleh akar terhambat
karena berkurangnya permeabilitas selaput akar atau
karena naiknya viskositas air dalam tanah dan bahkan
membeku.c. Heaving yaitu kerusakan tanaman karena hubungan
akar dan bagian atas tanaman terputus disebabkan
adanya kristal es pada permukaan tanah.
d. Chilling adalah kerusakan akibat suhu rendah di atas
titik beku ( suhu <40C), gejalanya ada garis-garis
khlorosis pada daun.
e. Freezing Injury adalah pembekuan dalam jaringan
tanaman yang berupa kristal es didalam atau di antara
sel sehingga tanaman rusak secara mekanis, akibatnya
bagian tanaman atau seluruh tanaman mati.
Selain kerusakan karena suhu rendah, suhu tinggipun
juga merusak tanaman bila berada pada tingkat ekstrim.
Beberapa kerusakan tanaman akibat suhu tinggi antara lain
timbulnya kanker batang, rusaknya protoplasma sehingga
sel menjadi rusak dan tanaman mati, dan respirasi
meningkat secara cepat sehingga cadangan makanan
(karbohidrat) hasil fotosintesis cepat habis.
Masih dalam kaitannya dengan respon tanaman terhadap
suhu, proses pembungaan tanaman dapat dipercepat dengan
chilling (yaitu suhu rendah <40C). Cara ini yang sering
disebut dengan vernalisasi, yang keberhasilannya
ditentukan oleh: (a) benih mendapat air mencukupi (tersedia
sukup air) untuk proses imbibisi tetapi tidak boleh terlalu
banyak yang dapat menyebabkan benih berkecambah, (b)
adanya periode “pre-chilling” selama 10-24 jam pada suhu
15-180C setelah pembasahan benih; c) oksigen cukup
tersedia, dan d) suhu chilling sebesar 1-60C selama 48 jam.
Dalam bidang pertanian dikenal istilah satuan panas
(heat unit) yaitu jumlah panas yang dibutuhkan tanaman
selama siklus hidupnya. Satuan panas tidak sama untuk
setiap jenis tanaman. Pada tanaman yang sama, umur panen
akan lebih panjang bila ditanam pada daerah bersuhu rendah
karena untuk mendapatkan sejumlah satuan panas tertentu
dibutuhkan waktu lebih lama. Sehingga kegunaan praktis
dari satuan panas ini adalah untuk meramal saat panen yang
tepat setelah mengetahui secara umum berdasarkan
deskripsi yang ada. Walaupun demikian perlu diingat bahwa
satuan panas bukan merupakan satu-satunya faktor yang
menentukan umur panen. Masih banyak faktor lain yang
perlu diperhatikan karena pengaruhnya cukup besar
terhadap umur panen, antara lain: (1) kesuburan tanah,
dimana tanah yang terlalu subur terutama kandungan unsur
N tinggi akan mempercepat panen; (2) kandungan air dalam
tanah dan kelembaban udara, tanaman yang tumbuh pada
kondisi basah akan terpacu dominasi pertumbuhan
vegetatifnya dari pada yang tumbuh pada kondisi kering;
dan ( c) radiasi matahari, kaitannya dengan panjang hari akan
berpengaruh pada inisiasi pembungaan yang pada akhirnya
mempengaruhi umur panen.
Adanya pengaruh suhu yang menyolok terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman hortikultura
menyebabkan penuhnya perhatian dan betapa hati-hatinya
pengusaha tanaman hortikultura dalam mempertahankan
suhu malam untuk rumah kaca, digunakan sistem kontrol
dengan termostat. Dengan cara ini panas diatur. Bila suhu
mendekati batas paling bawah kisaran suhu optimum, katup
terbuka dan mengalirlah uap air panas dalam pipa-pipa, dan
bila suhu mendekati batas atas, katup tertutup dan uap tidak
mengalir. Di Indonesia, pengaturan suhu demikian masih
terlalu mahal. Pengaturan hanya dengan pemilihan
ketinggian tempat atau altitude untuk menanam jenis-jenis
tertentu yang memiliki syarat suhu malam berbeda.
Bagi keadaan di Indonesia, pengaruh yang tidak
favorable dari suhu ialah suhu tanam di atas kisaran malam
optimum. Tanaman yang terkena suhu malam di atas kisaran
suhu optimumnya, khususnya pada tahap pertumbuhan
akhir, biasanya rendah hasilnya. Hal ini disebabkan, pada
suhu malam di atas kisaran suhu optimum, laju fotosintesis
tetap tinggi, namun laju respirasi naik pesat. Akibatnya
karbohidrat untuk pertumbuhan dan hasil panen menjadi
berkurang. Agar tanaman tumbuh dan berkembang cepat,
laju fotosintesis harus selalu lebih besar dari laju respirasi,
makin besar selisihnya makin besar hasil panen. Semua ini
menjelaskan mengapa hasil kentang yang merupakan
tanaman musim sejuk, jauh lebih tinggi hasilnya bila ditanam
di Pengalengan, Wonosobo dan Tengger dibanding bila
ditanam di Bogor dan Ciawi. Demikian pula bunga anyelirmenghasilkan bunga yang lebih besar dan lebih harum bila
ditanam di Cibodas dibanding di Megamendung (Harjadi,
1996).
3.3.1.3. Faktor Biotik
Lingkungan tanaman di atas tanah dapat mengandung
mikrooganisme yang bersifat patogen terhadap tanaman.
Iklim mempengaruhi faktor biotik di atas tanah, termasuk
hama dan penyakit tanaman hortikultura. Serangan hama
dan penyakit dapat terjadi karena ada tanaman inang yang
peka, ada pathogen dan lingkungan yang cocok yang disebut
dengan segi tiga penyakit (disease triangle). Serangan hama
dan penyakit tidak akan terjadi apabila salah satu dari segi
tiga penyakit tersebut tidak mendukung.
3.3.2. Lingkungan di Bawah Tanah
3.3.2.1. Tanah
Tanah merupakan medium utama untuk menumbuhkan
tanaman. Namun dengan teknologi modern tanaman dapat
ditanam pada berbagai media lainnya seperti air, arang
sekam, kerikil, atau campuran berbagai media tertentu
dalam pot (potting media). Media campuran tersebut sering
disebut media buatan tanpa tanah (soilless mixes) karena
material penyusunnya tidak asli dari tanah, walaupun
sesungguhnya campuran tersebut banyak yang mengandung
tanah.
Fungsi tanah dalam produksi tanaman adalah untuk
menyokong tanaman secara fisik sehingga dapat tumbuh
tegak serta sebagai sumber hara dan air (kelembaban) bagi
pertumbuhan tanaman. Dalam kaitannya dengan
kemampuan tanah menyediakan nutrisi bagi tanaman, tanah
dibedakan atas tanah subur, kurang subur dan tanah
marjinal. Kesuburan tanah terkuras dari tahun ketahun
sehingga perlu dipupuk secara periodik.
Secara vertikal (dari atas ke bawah), tanah terdiri atas
beberapa lapisan yang disebut dengan horison tanah.
Lapisan-lapisan tersebut secara bersama-sama membentuk
profil tanah. Profil tanah terdiri atas 3 bagian, yaitu:
a. Lapisan atas (top soil/A-horizon), yaitu lapisan tanah
paling atas tempat sebagian besar akar tanaman
ditemukan. Warnanya umumnya lebih gelap sebab
mengandung bahan organik tinggi. Lapisan ini sering
disebut tanah pertanian (agricultural soil) yang
terganggu selama persiapan lahan untuk tujuan
budidaya. Lapisan ini juga merupakan lapisan yang
mengalami pencucian hara (leaching) dan pelapukan
(weathering) paling besar.
b. Lapisan subsoil (sub soil/B and C-horizon), yaitu lapisan
transisi pada profil tanah yang merupakan zone
penangkap (catch zone) bagi partikel dan mineral tanah
yang bergeraak dari lapisan top soil karena pengaruh
air. Horison ini mengakumulasi liat, kalsium karbonat
dan oksida tanah. Kandungan bahan organiknya rendah
dan sebagian kecil akar dapat ditemukan pada lapisan
ini.
c. Bahan induk tanah (parent material/substratun/Rhorizon), yaitu lapisan bahan induk tanah yang
merupakan sumber dari pembentuk lapisan tanah
diatasnya.
Karena jenis tanaman sangat beraneka ragam, baik jenis
tanamannya maupun penggunaanya, persyaratan tanah
untuk tumbuh optimalnya juga sangat beraneka. Banyak
tanaman menggunakan tempat buatan yang disesuaikan
dengan persyaratan yang diminta oleh tanaman
besangkutan. Tempat buatan tersebut dapat berupa medium
tumbuh yang terbuat dari campuran tanah, bahan organik,
pupuk dan/atau rumah kaca yang kondisi cahaya, suhu dan
kelembabannya dapat diatur. Sehingga sangat sulit untuk
menyebutkan persyaratan tanah yang berlaku untuk semua
tanaman.
Pengembangan jenis tanaman tertentu seperti
hortikultura memungkinkan penggunaan tanah pertanian
dihemat, karena hortikultura dapat dikembangkan dilahan
sempit dengan menanam secara vertikal, dengan media
buatan, baik dipedesaan maupun di sela-sela bangunan dan
pekarangan rumah di perkotaan. Dengan media tumbuh
buatan (tanah buatan), pengembangan hortikultura tidak
dibatasi oleh ketersediaan hamparan tanah alami yang
sesuai. Hal ini dapat mengurangi perebutan penggunaan
lahan dan mengurangi alih fungsi lahan pertanian. Sudah
barang tentu tidak semua budidaya hortikultura dapat
dilakukan dalam media buatan. Tanaman yang diproduksi
untuk melayani penduduk dalam jumlah banyak seperti
kentang, cabai atau tanaman dengan habitus besar dan pohon
buah seperti kelapa dan mangga harus dibudidayakan di
lahan sungguhan. Tanaman tersebut dapat ditanam di media
buatan, tetapi hanya untuk skala kecil dan untuk hobby.
Bagian kegiatan budidaya tanaman yang dapat sepenuhnya
dapat dikerjakan pada tempat tumbuh buatan adalah
pembenihan dan pembibitan.
Budidaya dengan media buatan atau disebut juga dengan
budidaya tanpa tanah (soiless culture) dikenal dengan istilah
hidroponik, yang secara harfiah berarti pekerjaan air. Jenisjenis hidroponik antara lain (Roberto, 2003):
1. Kultur air, yaitu jenis hidroponik dimana akar tanaman
dicelupkan dalam larutan hara (air dan hara) dengan
susunan berimbang pada wadah dan teknik tertentu.
2. Aeroponik, yaitu jenis hidroponik dimana akar tanaman
berada di udara tetapi secara berkala dijenuhkan dengan
kabut larutan hara (aerosol hara) untuk menghemat
penggunaan air dan hara.
3. Kultur pasir, yaitu jenis hidroponik dimana akar tanaman
ditumbuhkan dalam subtrat padat anorganik (pasir,
plastik, atau bahan anorganik yang lain) berdiameter <
3 mm.
4. Kultur kerikil, yaitu jenis hidroponik yang sama seperti
kultur pasir dimana akar tanaman ditumbuhkan dalam
subtrat padat anorganik tetapi ukuran partikelnya lebih
besar dengan diameter > 3 mm.
5. Vermikulaponik, yaitu jenis hidroponik dimana akar
tanaman ditumbuhkan dalam subtrat dari mineral
lempung vermikulit dengan atau dicampur dengan bahan
anorganik lain
6. Kultur batuan wol (rock woll), yaitu jenis hidroponik
dimana akar tanaman ditumbuhkan dalam subtrat
perakaran yang terbuat dari batual wol. Batuan wol
adalah bahan yang tampak seperti wol berupa anyaman
serat-serat halus yang terbuat dari batuan tertentu.
3.3.2.2. Air
Air sering menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan
tanaman. Dalam pembicaraan suplai air sebagai pembatas,
faktor lain diasumsikan dalam keadaan favorabel bagi
pertumbuhan dan perkembangan. Suhu siang dan malam,
serta intensitas cahaya dalam kisaran optimum, periode
cahaya dan gelap cocok untuk tanaman, unsur-unsur
esensialnya juga dalam keadaan favorabel. Dalam kaitannya
dengan suplai air sebagai faktor pembatas, pengaruhnya
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat
dikelompokkan menjadi tiga yaitu suplainya cukup
(favorable), suplai kekurangan, dan suplai kelebihan.
Pada kondisi suplai air favorabel, laju absorpsi air
menjamin laju transpirasi. Dalam kondisi demikian sel
penjaga dan sel-sel yang mengelilinginya bersifat turgid dan
stomata terbuka. Akibatnya, karbondioksida berdifusi
secara cepat ke dalam daun dan fotosintesis berlangsung
dengan laju tinggi. Dengan laju fotosintesis yang tinggi
selama siang hari dan laju respirasi normal selama siang
dan malam, banyak karbohidrat tersedia untuk pertumbuhan
dan perkembangan; dan bila tanaman telah diperlakukan
dengan baik, terutama dalam pengertian tahap vegetatifreproduktif, hasil yang terpasarkan akan tinggi. Jadi, bila
lingkungan menyebabkan laju transpirasi yang tinggi oleh
intensitas cahaya tinggi atau suhu tinggi, atau udara kering
atau angin kencang, atau kombinasi dari faktor-faktor
tersebut, maka suplai air tersedia dalam tanah, daya
absorpsi air dari daerah rambut akar dan permukaan
absorpsi harus sepadan tingginya. Sebaliknya, bila
lingkungan menyebabkan laju transpirasi yang rendah,
suplai air dalam tanah yang relatif rendah, atau daya isap
air yang rendah dari daerah rambut akar, atau permukaan
absorpsi yang sempit atau kombinasi dari faktor-faktor ini
boleh jadi cukup untuk memasok tanaman dengan jumlah
air yang cukup. Dengan kata lain, bila suplai air merupakan
faktor pembatas, laju absorpsi dan laju transpirasi harus
diperhatikan bersama-sama. Pada suplai air favorable, laju
absorpsi seimbang/sama besarnya dengan laju transpirasi,
sel penjaga turgid, stomata terbuka, karbondioksida
berdifusi ke dalam daun secara cepat, laju fotosintesis tinggi,
laju respirasi normal dan banyak karbohidrat tersedia bagi
pertumbuhan.
Pada suplai kekurangan, pengaruhnya terhadap
pertumbuhan berbeda antara kekurangan ringan dan
kekurangan ekstrim. Pada umumnya, pengaruhnya yang
segera ialah pengurangan ukuran sel di daerah pemanjangan
sel. Jadi, sel-sel yang terbentuk berukuran lebih kecil. Hal
ini menjelaskan mengapa tanaman yang tumbuh dengan
sedikit kekurangan air, membentuk batang yang pendek
ruasnya dan mengapa daun-daunnya, bunga-bunga dan buahbuahnya berukuran kecil. Pengaruh berikutnya ialah
pengurangan laju fotosintesis. Laju absorpsi jauh lebih
rendah dari laju transpirasi, sel-sel penjaga kehilangan
turgornya dan jadi kempis, stomata menutup sebagian atau
secara sempurna. Akibatnya, laju difusi karbondioksida ke
dalam sel-sel pembuat karbohidrat rendah, dan laju
pembentukan bahan-bahan pangan awal juga rendah. Hanya
sedikit karbohidrat, pigmen, lemak, protein, dan zat-zat lain
yang dibentuk; pertumbuhan lambat, dan hasil yang dapat
dipanen/dipasarkan jadi rendah. Bila laju transpirasi tinggi
dan laju absorpsi air rendah, stomata mulai menutup pada
siang hari. Pada kondisi ekstrim yaitu laju absorpsi sangat
rendah dibarengi laju transpirasi tinggi, stomata tertutup
mulai pagi hari dan akan terus demikian sepanjang hari.
Pengaruh suplai kekurangan menjelaskan mengapa hasil
yang dapat dipasarkan rendah, buah-buah yang dipanen
kecil dan kusam, tidak mengkilat. Pengaruh ekstrim
megakibatkan kelayuan. Bila tanaman layu, sel-sel penjaga
stomata betul-betul kempis dan stomata tertutup, dan
akibatnya fotosintesis terhenti. Oleh karena respirasi
berlangsung terus, tanaman berkurang bobot keringnya. Bila
kelayuan berjalan terus, tanaman terus kelaparan, dan
akhirnya mati.
Pada umumnya gejala awal kekurangan air pada tahap
vegetatif adalah berkurangnya laju perluasan batang dan
cabang-cabang diikuti pembentukan daun-daun yang
berwarna hijau tua, sehat tapi relatif berukuran kecil. Ini
diikuti terbentuknya batang-batang atau cabang-cabang yang
yang langsing, bunga yang kecil dan buah-buah yang kecil,
serta berwarna kurang menarik. Pada tanaman tertentu
(lemon, dan tomat) daun-daun pada kondisi laju absorpsi
yang rendah dan laju respirasi tinggi, betul-betul menarik
air dari buahnya. Hal inilah yang menyebabkan buah lemon
jadi kecil, dan pada tomat jadi kondisi penyakit busuk ujung
buah (blossom end rot). Cara mengatasi kekurangan air
tergantung jenis tanamannya; misalnya, florist mengurangi
intensitas cahaya, dan pekebun (grower) yang rajin lalu
memberi irigasi secara baik, memberi mulsa, dan lain-lain.
Pada suplai kelebihan, pada kondisi tertentu untuk
tanaman tertentu, kelebihan air dalam tanaman
memberikan efek buruk. Pada umumnya, efek ini mencakup
terbentuknya bibit-bibit berkaki panjang (leggy) dan
terjadinya keretakan tumbuh. Bibit-bibit berkaki panjang
biasanya terbentuk pada kondisi: bila tanaman rapat
berdekatan, bila tanah dibiarkan hangat dan lembab, bila
suhu udara dalam kisaran suhu optimum dan bila intensitas
cahaya secara relatif rendah. Tanah yang hangat dan lembab,
serta sistem perakaran yang baik dapat menjamin absorpsi
yang banyak; namun penanaman yang terlalu rapat, suhu
yang favorabel, intensitas cahaya yang kurang dan
dikombinasikan angin kencang dapat membuat laju
transpirasi secara relatif rendah. Jadi absorpsi yang tinggi
di suatu pihak dan di pihak lain laju transpirasi yang secara
relatif rendah, tekanan turgor di daerah pemanjangan sel
tinggi, dan sel-sel merentang tidak wajar. Hal ini sering
terjadi di rumah kaca dan bedengan tanam pada awal musim
semi. Keretakan tumbuh (growth cracks) terjadi pada
kondisi absorpsi air dan transpirasi serupa, misalnya
terbelahnya kepala kubis dan pecah buah tomat, pecah umbi
pada wortel dan ubi jalar. Cuaca lembab memberikan suplai
air tersedia yang banyak, yang bagi tanaman dengan sistem
perakaran ekstensif, meningkatkan laju absorpsi yang tinggi.
Cuaca lembab, juga bersamaan dengan suhu rendah,
intensitas cahaya rendah, dan kelembaban nisbi yang tinggi,
menyebabkan laju transpirasi yang rendah. Maka absorpsi
air yang tinggi di satu pihak dan transpirasi rendah di pihak
lain, biasanya berhubungan dengan keretakan tumbuh.
Pengaruh air berlebihan dalam tanaman dapat menyebabkan
laju absorpsi air lebih tinggi dari pada transpirasi,
pertambahan ukuran sel dan ruas panjang berlebih, sel-sel
tanaman pecah yang akhirnya terjadi keretakan-tumbuh.
3.3.2.3. Unsur Hara
Lingkungan di bawah tanah menyediakan unsur hara bagi
tanaman. Tanaman hijau merupakan pabrik biokimiawi.
Bahan mentah tertentu digunakan baik langsung maupun
tak langsung, dalam pembuatan bahan pangan yang penting,
serat, enzim, hormon, dan vitamin. Unsur hara sebagai salah
satu bahan bakunya haruslah memenuhi syarat yaitu
mengandung satu atau lebih unsur esensial untuk
pertumbuhan dan perkembangan serta berada dalam bentuk
yang dapat diserap tanaman dan digunakannya. Sebagai
contoh, nitrogen merupakan bagian semua protein dan
bagian molekul klorofil a dan klorofil b. Nitrogen, karena
itu merupakan unsure esensial. Walau nitrogen berada
dalam banyak tipe persenyawaan, tanaman hanya menyerap
dan menggunakan nitrogen dari dalam tanah dalam bentuk
ion yang relatif sederhana; ion nitrat dan ion amonium.
Unsur-unsur esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan
dan perkembangan tanaman ialah: karbon, oksigen, hidrogen,
nitrogen, fosfor, kalium, belerang, kalsium, magnesium,
mangan,besi, boron, seng, tembaga, dan molibdenum. Karena
unsur esensial sangat penting, perlu diketahui peranannya
dalam kehidupan tanaman, bagaimana mengenali gejala
kekahatan (defisiency) atau kelebihannya (toxicity), dan bila
dan bagaimana memberikannya yang terbaik (Marschner,
1986)
3.4. Aliran Energi dalam Pertanian
3.4.1. Penggunaan Energi untuk Kegitaan Tanaman
Matahari merupakan sumber utama energi bagi
kehidupan dan lingkungan di bumi. Energi cahaya matahari
(energi fisik) ditangkap (trapping) dan diubah oleh produsen
(tumbuhan berhijau daun) menjadi energi kimia, kemudian
energi kimia mengalir dari produsen ke konsumen dari
berbagai tingkat trofik melalui jalur rantai makanan. Energi
kimia yang diperoleh organisme digunakan untuk kegiatan
hidupnya sehingga dapat tumbuh dan berkembang. Jadi,
energi cahaya matahari masuk ke dalam komponen biotik
melalui produsen/tumbuhan.
Pertumbuhan dan perkembangan organisme menunjukan
energi kimia yang tersimpan dalam organisme, yang
sekaligus mengindikasikan bahwa setiap organisme
melakukan pemasukan dan penyimpanan energi. Pemasukan
dan penyimpanan energi dalam suatu ekosistem disebut
sebagai produktivitas ekosistem. Produktivitas ekosistem
terdiri dari produktivitas primer dan produktivitas
sekunder. Produktivitas primer adalah kecepatan mengubah
energi cahaya matahari menjadi energi kimia dalam bentuk
bahan organik oleh organisme autotrof, sedangkan
produktivitas sekunder adalah kecepatan mengubah energi
kimia dalam bentuk bahan organik menjadi simpanan energi
kimia baru oleh organisme heterotrof. Bahan organik yang
tersimpan pada organisme autotrof dapat digunakan sebagai
makanan bagi organisme heterotrof. Dari makanan tersebut,
organisme heterotrof memperoleh energi kimia yang akan
digunakan untuk kegiatan kehidupannya dan juga disimpan.
Kegiatan atau proses kehidupan diawali dengan
pengubahan energi fisik menjadi energi kimia oleh tanaman.
Terkait dengan pemanfaatan energi fisik ini, produksi dalam
pertanian tidak lain adalah besarnya energi surya yang dapat
ditangkap dan diubah pada persitiwa fotosintesis yang
dilakukan oleh produsen primer (tumbuhan dan organisme
yang berhijau daun/fitoplankton). Energi matahari
merupakan sumber utama dalam hubungannnya dengan
pertumbuhan tanaman, dimana 90% bahan kering tanaman
pertanian berasal dari perubahan karbon (C) melalui proses
fotosintesis yang tergantung cahaya. Saat ini telah teresdia
metode untuk menghitung produktivitas tanaman dengan
memperhatikan penangkapan energi matahari dan
pengubahannya ke energi kimia melalui proses fotosintesis.
Bahkan telah berkembang ilmu ekologi produksi yaitu ilmu
yang membahas mulai dari proses perubahan energi fisik
menjadi energi kimia dan alirannya lewat tananam dan
hewan.
Seluruh aktivitas fisiologis tanaman membutuhkan
energi. Sebagai sumber energi utama yang mendukung
proses aktivitas fisiologis adalah matahari. Pemanfaatan
radiasi surya oleh tanaman hanya berkisar antara 1 - 2 %
dari total radiasi. Menurut Harjadi (1996), dari seluruh
sinar matahari yang mencapai bumi sebanyak 500 kalori tiap
sentimeter persegi setiap hari, kira-kira 93% kembali ke
atmosfir. Dengan hara dan air berlimpah dan daun
menutupi permukaan bumi cukup, kira-kira 7% cahaya
matahari dapat diubah melalui fotosintesis, 2% digunakan
untuk respirasi (diperlukan tanaman untuk tumbuh dan
berkembang), dan 5% menjadi bahan kering tanaman
(biomassa). Pada jagung, 3% menjadi akar, batang dan daun
yang menjadi sisa tanaman, dikembalikan ke tanah atau
diberikan kepada ternak, dan 2% tertimbun di biji yang dapat
dimakan manusia. Penyebaran energi lebih lanjut dilakukan
oleh manusia dan hewan (Gambar 6).
Dari sejumlah 263.000 langley (1 langlay = 1 g kalori/cm)
energi matahari yang diterima di bagian luar atmosfer bumi,
hanya 140.000 langlay yang benar-benar mencapai
permukaan bumi. Jumlah energi tersebut tersedia untuk
tanaman, tetapi penyebaran energi matahari di permukaan
bumi tidak merata dipengaruhi oleh keadaan awan, altitude
(tinggi tempat), latitude (letak lintang), topografi, musim dan
waktu dalam hari (Gambar 7). Yang sangat penting untuk
pertanian adalah energi penyinaran di bagian nampak
(visible part) dari spektrum cahaya, karena di bagian sinar
inilah tumbuh-tumbuhan mampu mengubah energi matahari
menjadi energi kimia melalui proses fotosintesisProses fotosintesis terjadi pada cahaya tampak
(Photosynthetically Active Radiation/PAR) (400-700 nm atau
0.38 – 0.68 µm) dengan hasil utama adalah karbohidrat
(gula). Efisiensi pengubahan energi pada tanaman hidup
berkisar lebih kurang 20% dan hal tersebut berkaitan dengan
respirasi. Respirasi adalah suatu kegiatan tanaman untuk
mendapatkan energi (ATP) melalui perombakan hasil
fotosintesis. Hasil proses fotosintesis total setelah dikurangi
dengan respirasi disebut fotosintesis netto yang
diekspresikan dalam bentuk bahan kering atau disebut
biomassa. Jadi, fotosintesis netto sama dengan fotosintesis
total dikurangi resipirasi. Bila fotosintesis netto lebih besar
dari nol berarti ada tumpukan biomasa yang dihasilkan
tanaman. Bila fotosintesis netto dikurangi respirasi samadengan nol terjadi suatu kondisi yang disebut dengan titik
kompensasi cahaya, yaitu hasil fotosintesis semuanya
digunakan untuk proses respirasi. Tapi sebaliknya jika
fotosintesis netto dikurangi respirasi kurang dari nol maka
terjadi keadaan negatif. Keadaan negatif dalam praktik
budidaya harus dihindari, karena akan merugikan tanaman.
Cara untuk menghindari keadaan negatif antara lain dapat
dilakukan melalui pengaturan jarak tanam/kerapatan tanam
atau pengaturan populasi per hektar, pemangkasan daun
ternaungi, membuang cabang negatif atau ranting negatif,
pemupukan berimbang, pengaturan morfologi tanaman
seperti sudut daun, ukuran luas daun dan ketebalan daun,
dan peningkatan kandungan klorofil daun.
3.4.2. Konsep Aliran Enegri dalam Pertanian
Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja
(usaha). Satuan energi menurut Satuan Internasional (SI)
adalah joule, tapi ada juga satuan energi yang lain seperti
erg, kalori, dan kWh. Satuan kWh biasa digunakan untuk
menyatakan energi listrik, sedangkan satuan kalori biasanya
untuk energi kimia. Energi amat diperlukan oleh setiap
makhluk hidup setiap hari, karena tanpa adanya energi
mahluk hidup tidak dapat melakukan aktivitas.
Pengubahan energi matahari menjadi energi kimia
dalam reaksi biomolekul menghasilkan karbohidrat sebagai
sumber utama untuk organisme hidup. Karbohidrat
merupakan jenis molekul yang paling banyak ditemukan di
alam, terbentuk pada proses fotosintesis melalui penyatuan
karbon dioksida dan air dengan energi fisik cahaya matahari
yang ditangkap klorofil. Dari karbohidrat hasil fotosintesis
dalam tanaman inilah energi mengalir dalam perkembangan
kehidupan makhluk hidup dalam suatu ekosistem yang
kemudian masuk pada piramida makanan dan rantai
makanan dalam suatu ekosistem. Proses aliran energi dalam
rantai makakan dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Masing-masing organisme dari suatu ekosistem
berinteraksi satu sama lain termasuk berinteraksi juga
dengan lingkungan abiotik untuk kelangsungan
hidupnya. Kelangsungan hidup organisme memerlukan
energi.
2. Energi untuk kegiatan hidup diperoleh dari bahan
organik yang disebut energi kimia. Bahan organik dalam
komponen biotik awalnya terbentuk dengan bantuan
energi cahaya matahari dan unsur hara, seperti karbon,
oksigen, nitrogen, dan lain-lain.
3. Bahan organik yang mengandung energi dan unsur-unsur
kimia ditransfer dari suatu organisme ke organisme lain
melalui interaksi makan dan dimakan. Peristiwa makan
dan dimakan antar organisme dalam suatu ekosistem
membentuk struktur trofik yang terdiri dari tingkattingkat trofik dimana setiap tingkat trofik merupakankumpulan berbagai organisme dengan sumber makanan
tertentu.
4. Tingkat trofik pertama adalah kelompok organisme
autotrof yaitu organisme yang dapat membuat bahan
organik sendiri dengan bantuan cahaya matahari yaitu
tumbuhan dan fitoplankton. Organisme autotrof disebut
produsen. Produsen pada ekosistem darat adalah
tumbuhan hijau sedangkan pada ekosistem perairan
adalah fitoplankton, ganggang dan tumbuhan air.
5. Tingkat trofik kedua dari struktur trofik suatu
ekosistem ditempati oleh berbagai organisme yang tidak
dapat membuat bahan organik sendiri. Organisme
tersebut tergolong organisme heterotrof. Bahan organik
diperoleh dengan memakan organisme atau sisa-sisa
organisme lain sehingga organisme heterotrof disebut
juga konsumen. Pada tingkat trofik kedua dari struktur
trofik suatu ekosistem adalah konsumen primer
(herbivora).
Produsen dan konsumen membentuk aliran energi atau
rantai makanan dan bersama dengan pengurai terbentuklah
daur materi. Sebuah ekosistem dapat berfungsi dengan
adanya aliran energi dan materi. Aliran tersebut mengalir
dari mata rantai yang satu ke mata rantai yang lain dalam
suatu rantai makanan.
Energi yang dimanfaatkan organisme berasal dari
sumber energi utama, yaitu cahaya matahari. Sebagian besar
energi cahaya matahari ditangkap oleh tumbuhan, melalui
proses fotosintesis diubah menjadi energi tersimpan (energi
potensial) dalam makanan. Dari makanan tersebut nantinya
diubah menjadi senyawa lain/bentuk lain yang digunakan
untuk aktifitas organisme sehari-hari. Sisa yang tidak
terpakai dan dibuang ke lingkungan ternyata masih
mengandung energi, hanya kadarnya yang berubah. Di
lingkungan, energi tersebut diserap tumbuhan untuk
keperluan sintesis makanan kembali. Tumbuhan yang
mengandung energi tersebut nantinya dimakan oleh
organisme lain. Dengan demikian energi itu akan terus
berputar dengan kadar atau jumlah yang tidak selalu samaPerpindahan energi dari satu organisme ke organisme
yang disebut dengan aliran energi (energy flow), dalam
ekosistem terjadi melalui rantai makanan maupun jaringjaring makanan. Sebagai contoh, dalam ekosistem sawah,
padi merupakan organisme autotrof yang