Jumat, 26 Januari 2024
demensia 3
By tewasx.blogspot.com at Januari 26, 2024
demensia 3
demensia (ODD). Kebanyakan ODD di Indonesia masih
dirawat di rumah bersama keluarga, namun kemungkinan
perawatan di institusi terjadi seiring perkembangan penyakit dan
perubahan struktur sosial dan keluarga.
MENATA LINGKUNGAN UNTUK ORANG DENGAN DEMENSIA
Menata lingkungan fisik sekitar ODD sangatlah penting. Modifikasi
lingkungan, seperti modifikasi jalan keluar sebagai pembatas
subjektif telah digunakan untuk mengurangi masalah perilaku ODD.
Hal ini termasuk penggunaan cermin, penanda/garis-garis di lantai
dan kamuflase pintu. Metode ini aman, tidak mahal, efektif,
alternatif dari pengobatan obat atau pembatasan pada pengananan
masalah wandering ODD. Namun, pada Cochrane systematic review
menunjukkan tidak ada bukti pembatas subjektif untuk mencegah
wandering. Justru kemungkinan memicu masalah psikologi
bagi ODD. (GradeB,level2+) Kebanyakan sistematic reviews tidak
menunjukkan manfaat apapun. Hal ini lebih memperlihatkan
kurangnya kualitas riset dibandingkan dengan manfaat
sebenarnya..
The NICE Guidelines berdasar 4 studi deskriptif,
mengkombinasikan perangkat adaptif dengan edukasi pengasuhdan
modifikasi lingkungan dilaporkan meningkatkan kemandirian ODD
dan hal ini mengurangi stress pengasuh. Saat memodifikasi
lingkungan harus disesuaikan dengan kebutuhan yang tergantung
pada riwayat personal, kultur, agama, dan derajat gangguan. (Grade
A, level 1)
The SIGN guidelines melakukan analisis pada beberapa tulisan dan
menyimpulkan perubahan pada lingkungan dapat memberi
dampak posistif pada masalah perilaku ODD. Namun, riset
yang baik mengenai hal ini belum ada (masalah: kontrol dan jumlah
sampel yang sedikit).
disarankan :
Modifikasi lingkungan bermanfaat namun perlu diindividualisasi
sesuai kebutuhan dan derajat gangguan.
(Grade B)
INTERVENSI UNTUK PENGASUH
Intervensi psikososial penting untuk ODD maupun pendampingnya.
Pendamping pada umumnya akan menghadapi berbagai
konsekuensi akibat perawatan jangka panjang, sehingga
pendamping harus diberikan dukungan pengetahuan, ketrampilan,
dan psikososial.
Intervensi Pengasuh dapat meliputi berbagai bentuk dan umumnya
meliputi :
1. Konseling individu dan keluarga
2. Intervensi yang bisa dilakukan di rumah
3. Caregiver support group
4. Intervensi berbasis teknologi
5. Respite care
6. Pelatihan ketrampilan dan psikoedukasi untuk pendamping.
Perawatan ODD dilakukan secara holistik melalui Intervensi
Multikomponen dan sesuai kebutuhan spesifik masing-masing
pengasuh.(Grade A, Level 1+)
Beberapa metaanalisis dan review sistematik menunjukkan
intervensi pengasuh meningkatkan kesehatan mental,
kesejahteraan, dan memperlambat perawatan institusi ODD.224
,225,226,227,228,229 Support group dan intervensi psikoedukasi membantu
mengurangi depresi dan meningkatkan kesejahteraan psikologis.
Pendekatan harus dilakukan secara multikomponen, karena tidak
ada suatu pendekatan terbatas yang dapat memenuhi semua
kebutuhan dan situasi yang bervariasi yang dialami pengasuh.
Sistem pendukung harus disesuaikan dengan kebutuhan spesifik
pengasuh dan dukungan yang berkesimbungan sangatlah
bermanfaat.
Pengasuh juga melaporkan manfaat sumber online dan melalui
media ini dapat berkomunikasi dengan sesama pengasuh dan
tenaga kesehatan.
Pada situasi yang dibutuhkan, respite care dapat mengurangi
masalah perawatan ODD bagi pengasuh. Respite care dapat
memberi waktu bagi pengasuh untuk istirahat dan memulihkan
kondisi. Beberapa studi menunjukkan respite care meningkatkan
rasa kepuasan pengasuh.
riset di US menunjukkan program day care plus yang
memberi manajemen perawatan dan dukungan terhadap
pendamping keluarga dapat mengurangi depresi pengasuh dan
mengurangi perawatan institusi.
disarankan :
Intervensi pengasuh bersifat multikomponen dan sebaiknya sesuai
kebutuhan spesifik ODD dan pendampingnya.
(Grade A)
INTERVENSI EDUKASI ODD DAN PENGASUH
Program terstruktur yang berisi informasi mengenai proses
penyakit, sumber daya, jenis pelayanan dan pelatihan untuk
bagaimana merespons secara efektif BPSD sebaiknya tersedia untuk
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan ODD maupun
pendampingnya. Penigkatan pengetahuan merupakan strategi
intervensi dini yang efektif untuk memperlambat kebutuhan
perawatan yang lebih mahal. Pendamping juga akan mendapat
manfaat melalui pelatihan peningkatan ketrampilan problem-solving
mengatasi BPSD dan respons emosional. Psikoedukasi dan
psikoterapi sebaiknya diterapkan pada intervensi pendamping.
Dua RCT dan beberapa studi deskriptif dengan topic intervensi
edukasi untuk ODD dan pendamping sudah dilakukan telaah pada
NICE guidelines dan juga pada SIGN guidelines. (Grade A,level 1+)
Disimpulkan bahwa ODD dan pendampingnya membutuhkan
intervensi edukasi. Telaah terbaru menunjukkan bahwa pendekatan
psikoedukasi dan psikoterapi memiliki efek yang lebih besar
dibandingkan edukasi saja. Program psikoedukasi memiliki
keluaran terbaik dalam mengatasi depresi selain dari terapi psikologi
(CBT).
disarankan :
Intervensi edukasi harus diberikan untuk ODD dan pendampingnya.
(Grade A)
ISU HUKUM DAN ETIKA
PENGUNGKAPAN diagnosa
riset menunjukkan bahwa sebagian besar ODD (orang dengan
demensia) ringan ingin diberi tahu mengenai keadaannya secara
lengkap. Meskipun demikian, hak/keinginan mereka seandainya
tidak ingin tahu juga harus dihormati. Oleh karena itu para
profesional kesehatan hendaknya memahami keinginan pasien
mengenai diagnosa demensia dan bertindak sesuai dengan
keinginan ini .
Alasan :
Dengan mengetahui diagnosa , mereka bisa:
a. Merencanakan kehidupan selanjutnya seoptimal mungkin
sesuai dengan kapasitasnya yang masih intak.
b. Merancang dan menunjuk pengambil keputusan pengganti
untuk mengambil alih penentuan pengobatan sekiranya
ODD tidak mampu lagi.
c. Menyelesaikan masalah finansial dan hukum / legal.
d. Ikut serta menentukan pengobatan / penatalaksanaan.
e. Mempertimbangkan untuk ikut serta dalam program riset.
f. Ikut serta dalam proses informed consent.
Dalam mengungkapkan diagnosa , beberapa hal yang perlu
diperhatikan :
Para profesional kesehatan hendaknya menyadari bahwa
pada beberapa keadaan, pengungkapan diagnosa demensia
bisa tidak menguntungkan/bijaksana.
Keinginan ODD seyogyanya selalu dihormati.
diagnosa demensia seyogyanya diberikan oleh petugas
kesehatan yang profesional dan terlatih dalam
berkomunikasi dan konseling.
Pengungkapan diagnosa dapat mencetuskan berbagai
reaksi seperti syok, rasa tertekan, ambivalen/ bingung atau
kepastian atas apa yang sudah diduga.
Di lain pihak, ketidak pastian diagnosa akan menyebabkan banyak
pertanyaan, dan diagnosa yang lambat tidak bermanfaat untuk
ODD.
Jika diagnosa tidak diungkap, harus ada catatan yang jelas mengenai
alasannya.
disarankan : :
Proses pengungkapan diagnosa seyogyanya dilaksanakan dengan
sepantasnya dalam situasi yang sesuai.
(GPP)
sesudah pengungkapan ke pada ODD, hendaknya diberikan
dukungan terhadap ODD dan pengasuhnya.
(GPP)
KAPASITAS DAN PEMBUATAN KEPUTUSAN
Prinsip :
1. Hak azasi etis dan legal seseorang yang kompeten secara mental
ialah pengakuan atas kemampuan membuat keputusan secara
mandiri.
2. Pada demensia, kunci otonomi pasien ialah adanya kemampuan
yang adekuat untuk mengambil keputusan.Mengingat
penurunan kognisi dan dengan demikian juga kemampuan
mengambil keputusan, seseorang dapat tidak mampu secara
adekuat membuat pilihan sekalipun telah diberi informasi yang
cukup (informed choice).
3. diagnosa demensia sendiri tidak selalu berarti kehilangan
kapasitas mengambil keputusan, yang spesifik untuk tiap
keputusan medis.Seseorang yang tidak bisa memahami situasi
kompleks mungkin masih bisa mengambil keputusan sederhana,
atau menyatakan pendapat atas manfaat dan risiko pengobatan
yang berjalan.
Evaluasi :
Untuk menentukan apakah seorang pasien demensia memiliki
kapasitas adekuat untuk mengambil keputusan, evaluasi klinis harus
meliputi :
a. Kemampuan menyatakan pilihan
b. Kemampuan memahami informasi yang diberikan
c. Kemampuan memahami pentingnya informasi dan
relevansinya dengan dirinya
d. Kemampuan mengolah informasi secara rasional untuk
membuat keputusan.
Kemampuan ini dapat dinilai melalui kemampuan ODD untuk :
- Memahami informasi yang terkait dengan pengambilan
keputusan.
- Mengingat informasi ini .
- memakai atau mempertimbangkan informasi ini
sebagai bagian dari proses membuat keputusan, atau
- Menyampaikan keputusan (bisa lisan, memakai bahasa
isyarat atau cara lain)
Lima pedoman sebelum memutuskan atau melakukan tindakan
mewakili seseorang yang dinilai tidak kompeten :
Pedoman 1. Setiap orang harus dianggap mampu sampai dibuktikan
tidak.
Pedoman 2. Setiap orang tidak dianggap tidak mampu kecuali
sesudah semua langkah untuk membantu yang bersangkutan telah
gagal.
Pedoman 3. Seseorang tidak dianggap tidak mampu membuat
keputusan hanya karena (telah) membuat keputusan yang tidak
bijaksana.
Pedoman 4. Tindakan, atau keputusan yang dibuat untuk dan atas
nama seseorang yang hilang kemampuannya, harus dibuat atau
dijalankan untuk manfaat/kebaikannya.
Pedoman 5. Sebelum tindakan/keputusan dibuat/dijalankan, harus
dipertimbangkan dengan cermat adakah tindakan/keputusan lain
yang kurang/lebih sedikit membatasi hak dan kebebasan yang
bersangkutan.
Pedoman ini dimaksudkan agar memungkinkan individu berperan
semaksimal mungkin dalam membuat keputusan yang berkaitan
dengan dirinya dan melindungi mereka jika tidak mampu
melakukannya.
Dasar pemikirannya adalah membantu dan mendukung seseorang
untuk membuat keputusan, bukan menghambat ataupun
mengendalikan mereka.
Setiap orang harus menerapkan prinsip ini setiap saat berurusan
dengan atau merawat (baik dibayar maupun sukarela) seseorang
yang terbatas kapasitasnya.
disarankan :
Selagi ODD masih mampu, pertimbangan untuk membuat
pernyataan/keputusan terkait pengobatan hendaknya dipikirkan .
(GPP)
ODD yang masih memiliki kapasitas/ mampu mengambil
keputusan, dianjurkan membuat / menunjuk perwalian.
(GPP)
Jika ODD kehilangan kemampuan untuk membuat keputusan,
mereka harus dilindungi / dicegah dari keputusan/tindakan mereka
yang merugikan/berbahaya
PERAWATAN PALIATIF
. HIDRASI DAN NUTRISI ATRIFISIAL.
Makan dan minum per oral hendaknya tetap diutamakan sedapat
dan selama mungkin. Penilaian kemampuan dan anjuran mengenai
menelan dan makan hendaknya selalu dilakukan. Anjuran diet atau
bentuk makanan juga mungkin bermanfaat.
Dukungan nutrisi termasuk penggunaan pipa/selang nasogastrik
harus dipertimbangkan jika masalah disfagia dianggap sementara,
tetapi tidak dianjurkan pada ODD yang masalah disfagia atau
menolak makannya merupakan bagian dari perjalanan penyakitnya.
Keputusan hendaknya selalu mempertimbangkan prinsip etis dan
legal.
. MASALAH NYERI
Jika ODD gelisah atau menunjukkan distres atau perubahan tingkah
laku yang tidak dapat dijelaskan, harus diteliti apakah ODD ini
merasa nyeri, assessment tool/kuesioner tertentu bisa digunakan
jika membantu. Meskipun demikian, pemicu lain harus selalu
dipertimbangkan.
Pengobatan nyeri pada ODD berat hendaknya melibatkan cara
farmakologis maupun non farmakologis. Cara nonfaramakologis
harus mempertinbangkan riwayat dan kehendak ODD.
. TERAPI INFEKSI/DEMAM
Jika ODD demam, apalagi pada fase terminal, asesmen klinis harus
dilakukan. Analgesik sederhana, antipiretik dan kompres dapat
sudah memadai. Antibiotik dapat dipertimbangkan pada fase
terminal sekalipun memerlukan penilaian individual.
. PENGURUNGAN
Para ODD yang menunjukkan kegelisahan seyogyanya dinilai sedini
mungkin adakah faktor yang mungkin memicu , memperberat
atau mungkin meringankan tingkah laku ini .
Penilaian ini meliputi :
1. Kesehatan fisik
2. Depresi
3. Adanya nyeri atau ketidaknyamanan lain
4. Efek samping obat
5. Riwayat hidup termasuk kepercayaan dan latar belakang
kultural.
6. Faktor psikososial
7. Faktor lingkungan fisik
8. Analisis tingkah laku dan fungsional oleh profesional
Penanganan bersifat individual oleh para pengasuh dan staf, dicatat
dan dinilai ulang secara teratur.
Penanganan dapat meliputi :
1. Aromaterapi
2. Stimulasi multisensorik
3. Terapi musik dan dansa
4. Terapi dibantu binatang peliharaan
5. Massage
. RESUSITASI
Kebijakan perawatan jangka panjang seyogyanya sesuai dengan
fakta bahwa resusitasi kardiopulmoner cenderung gagal pada kasus
henti jantung-napas di kalangan demensia berat.
Jika tidak ada petunjuk yang sah dan mampu laksana untuk
menghentikan resusitasi,keputusan meresusitasi hendaknya
memperhitungkan setiap pernyataan keinginan dan kepercayaan
ODD, bersamaan dengan pandangan pengasuh dan tim multidisiplin.
Keputusan harus sesuai dengan pedoman dan dicatat di catatan
medis dan rencana perawatan.
demensia 2
By tewasx.blogspot.com at Januari 26, 2024
demensia 2
al Exelon in Alzheimers disease
(IDEAL) study (n=1195) menemukan bahwa rivastigmine patch 17.4
mg (20cm2/24 jam) dan 9.5 mg (10 cm2/24jam) menunjukan efikasi
yang sama dengan kapsul (6 mg dua kali sehari). Meski demikian
target dosis tidak tercapai pada sebagian besar pasien dan
perbandingan dosis yang efektif adalah 9 mg/hari (kapsul). Pada
studi ini semua grup rivastigmine bila dibandingkan dengan plasebo
menunjukkan perbaikan signifikan secara statistik pada ADAS-cog
sesudah 24 minggu. (Level I, good)
Bila dibandingkan dengan kapsul, Patch 9.5 mg hanya menghasilkan
efek samping 2/3 lebih sedikit berupa mual dan muntah. Meski
demikian patch 17.4 mg menunjukkan tolerabilitas yang sama
dengan kapsul. Tolerabilitas kulit baik (>90% tidak mengalami atau
hanya iritasi kulit ringan). (Level I, good)
GALANTAMIN
berdasar review sistematik terhadap 7 buah RCT, galantamine
memberi manfaat namun hanya sedikit perbaikan. (Level I, good)
Galantamine (24 mg) dibandingkan dengan plasebo memberi
perbaikan pada ADAS-Cog. (Level I, good)
PERBANDINGAN DENGAN AChEI
Dari 2 buah RCT yang membandingkan donepezil dengan
rivastigmine, tidak ada perbedaan bermakna dalam perubahan
kognisi. Belum ada studi yang membandingkan rivastigmine dengan
galantamine.( Level I, good)
Cochrane systematic review menunjukkan ketiga AchEI
menunjukkan efeikasi untuk DA ringan – sedang, tanpa perbedaan
bermakna diantara ketiganya. (Level I, good)
MEMANTIN
Cochrane review, berdasar 3 RCT menunjukkan bahwa
memantine (20 mg / hari) memberi sedikit perbaikan pada
clinical impression of change (CIBIC-Plus) (perubahan skor CIBIC-Plus
0.13 poin, 95% CI: 0.01, 0.25, p = 0.030) dan ADAS-Cog (0.99 poin,
95%CI 0.2 to 1.8, p=0.01) untuk pasien dengan DA ringan – sedang
sesudah 24 minggu. Tidak ada perbedaan signifikan dalam jumlah
pasien yang mengalami efek samping (NNH=39). (Level I, good)
Pada sebuah RCT (n=403), memantine dibandingkan plasebo
memperbaiki fungsi kognitif pada DA ringan - sedang (-1.9 poin,
95%CI, -3.1 to -0.6) pada ADAS-cog sesudah 24 minggu. (Level I,
good)
Memantin terdaftar hanya untuk digunakan pada terapi DA sedang-
berat.131 Meski demikian bila pasien tidak dapat mentolerasi AchEI,
memantine dapat diberikan.
disarankan :
Inhibitor kolinesterase (donepezil, rivastigmin dan galantamin)
bermanfaat dalam memperbaiki fungsi kognisi pasien DA ringan –
sedang.
(Grade A)
Pasien dalam terapi penguat kognisi harus dinilai sedikitnya 1 kali
dalam 6 bulan dengan memakai ukuran psikometrik (contoh
MMSE atau pengukur serupa untuk fungsional dan perilaku).
(Grade C)
b. PENYAKIT ALZHEIMER SEDANG - BERAT
DONEPEZIL
Cochrane review menunjukkan Donepezil efektif dalam
memperbaiki fungsi kognitif pada AD sedang-berat sesudah
minggu terapi dengan dosis 10 mg/hari pada ADAS-Cog. Manfaat
bagi pasien dengan dosis 10 mg/hari lebih besar dari 5 mg/hari.
(Level I, good)
RCT lain melaporkan pasien yang diterapi dengan memakai
Donepezil mengalami perbaikan dalam Severe Impairment Battery
(SIB) (rata-rata perbedaan Least square [LS] = 5.5, 95%CI 1.5 - 9.8,
p=0.008) dan penurunan yang lebih kecil pada Alzheimers Disease
Cooperative Study–Activities of Daily Living (ADCS-ADL) (LS= 1.7,
95%CI 0.2 - 3.2, p=0.03). Juga didaptkan perbaikan dalam skor
MMSE sesudah 6 bulan mendapat terapi dibanding sebelum terapi,
jika dibandingkan dengan kontrol (LS=1.4, 95%CI 0.4 - 24, p=0.009).
(Level I, good)
Insidensi efek samping tidak jauh berbeda antara donepezil dengan
plasebo, dan kebanyakan bersifat sementara, dengan derajat ringan
atau sedang. Lebih banyak pasien menghentikan terapi karena efek
samping pada grup Donepezil dibandingkan plasebo. (Level I, good)
RCT lain menunjukkan donepezil superior dibandingkan plasebo
pada skor had found that donepezil was superior pada perubahan
skor SIB (p< 0.0001). Hal serupa didaptkan pada pemeriksaan CIBIC-
Plus (p < 0.0473) dan MMSE (p< 0.0267). (Level I, good)
Laporan efek samping cukup konsisten dan sesuai dengan efek
kolinergik Donepezil. Profil keamanan Donepezil pada pasien
denagn DA berat sama dengan DA ringan – sedang. (Level I, good)
RIVASTIGMIN
Ada sedikit keuntungan pada DA sedang-berat (MMSE 10 - 14),
dalam hal skor ADAS-Cog (99%CI -7.5 hingga -2.6) berdasar data
ITT-LOCF pabrik pembuat dari percobaan (n=232) selama 24 minggu.
Meski demikan tidak ada bukti yang mendukung penggunaan
rivastigmine pada DA berat. (MMSE < 10). (Level I, good)
GALANTAMIN
Untuk DA sedang-berat, ada sedikit keuntungan dalam skor
ADASCog (-6.1poin, 99%CI -7.9 hingga -4.3) berdasar data
ITTLOCF pabrik pembuat melalui percobaan (n=340) selama 24
minggu. (Level I, good)
Studi SERAD (Safety and Efficacy of Reminyl in Alzheimers disease)
menemukan galantamine dapat digunakan dengan aman pada
lanjut usia dengan DA berat. Meski galantamine memperbaiki fungsi
kognisi, ia gagal menunjukkan perbaikan dalam aktivitas sehari-hari.
Rata-rata total perbaikan skor SIB adalah 1,9 poin (95%CI –0.1 - 3.9)
dengan galantamine, dan menunjukkan perburukan 3,0 poin (95%CI
–5.6 hingga –0.5) dengan plasebo. (Level I, good)
MEMANTIN
Memantine efektif dalam memperbaiki fungsi kognisi pada DA
sedang – berat, berdasar pada 2 review sistematik, 13 RCT (n=4200).
Dua buah RCT (n=650) menunjukkan fungsi kognisi lebih sedikit
menurun sesudah mendapat terapi memantine dibandingkan dengan
plasebo bila diukur dengan SIB. Rata-rata perubahan dari sebelum
terapi dengan analisis LOCF antara memantine dengan placebo
adalah –4.0 dan –10.1 secara berurutan (p < 0.001). namun tidak
ada perbedaan signifikan secara statistik pada CIBIC, MMSE dan NPI.
(Level I, good)
Sebuah Cochrane review, menunjukkan bahwa terapi dengan
memantine (20 mg/hari) pada pasien dengan DA sedang – berat
memberi sedikit manfaat pada 2 dari 3 studi dengan durasi 6
bulan. Manfaat terlihat pada fungsi kognisi dengan memakai
SIB (2.9 poin, 95%CI 1.7 hingga 4.3, p < 0.00001), ADL (ADCS-ADLsev)
(1.3 poin, 95% CI 0.4 hingga 2.1, p=0.003), mood dan perilaku (NPI)
(2.8 poin, 95%CI 0.9 - 4.6, p=0.004), dan CIBIC-Plus (0.28 poin, 95%
CI 0.2 - 0.4, p< 0.0001). (Level I, good)
disarankan :
Donepezil dan memantin cukup efektif dalam memperbaiki fungsi
kognisi pasien dengan DA sedang – berat.
(Grade A)
Galantamin merupakan alternatif pada DA berat.
(Grade B)
Pasien dalam terapi penguat kognisi harus dinilai sedikitnya 1 kali
dalam 6 bulan dengan memakai ukuran psikometrik (contoh
MMSE atau pengukur serupa untuk fungsional dan perilaku).
(Grade C)
. DEMENSIA VASKULAR
Pada DV didapatkan defisit kolinergik. Iskemia memicu
stimulasi glutamat yang berlebihan pada resptor NMDA. Hal ini akan
memicu eksitotoksisitas dan kematian sel neuron. Donepezil
disetujui untuk terapi DV di New Zealand, India, Romania, South
Korea dan Thailand, sementara memantine disetujui di Argentina,
Brazil dan Mexico.
a. PENGUAT KOGNISI
Kolinesterase Inhibitor (AChEIs) dan memantin sering diberikan
pada demensia selain DA, sebagai bagian dari percobaan klinis atau
pada terapi klinis meski tidak masuk dalam indikasi. (Level I, good)
Efikasi dan efek samping pada DV dilaporkan pada meta analisis dari
beberapa RCT (n=5183, durasi 24-28 minggu), yaitu 3 percobaan
dengan donepezil, 2 dengan galantamine, 1 dengan rivastigmine
dan 2 dengan memantine. (Level I, good)
Semua obat memiliki efek kognitif yang signifikan dengan ADAS-cog
(-1.1 poin, 95%CI, -2.2 hingga -0.1) untuk rivastigmine (12 mg per
hari), (-1.6 poin, 95%CI -2.4 hingga -0.8) untuk galantamine (24 mg),
(-2.2 poin, 95%CI -3.0 hingga -1.4) untuk donepezil (10 mg per hari)
dan (95%CI -2.8 hingga -0.9) untuk memantine (20 mg). Dalam
Clinical Global Impressions scale (CGI scale), hanya donepezil 5 mg
per hari yang memiliki efek positif (OR 1.5, 95%CI 1.1 - 2.1).
Donepezil (10 mg) juga menunjukkan efek yang menguntungkan
pada Alzheimer Disease Functional Assessment and Change Scale
(ADCS-CGIC) (-1.0 poin, 95%CI, -1.7 hingga -0.2). Ada banyak kasus
yang menghentikan pengobatan serta efek samping (terutama
gejala gastrointestinal) dengan AChEIs, tapi tidak dengan
memantine. (Level I, good)
disarankan :
Inhibitor Kolinesterase dapat diberikan pada pasien-pasien dengan
demensia vaskular dengan pengawasan klinisi.
(Grade A)
b. OBAT-OBAT YANG MENGONTROL FAKTOR RISIKO VASKULAR
Untuk pasien dengan DV, hingga saat ini belum terbukti bahwa
obat-obat untuk mengontrol faktor risiko vaskular seperti
antihipertensi, aspirin, statin dan antidiabetik memiliki efek
terhadap gejala kognisi. (Level I, good)
Mengontrol semua kondisi komorbid ini diasumsikan akan
menurunkan risiko mengalami kerusakan otak lebih lanjut, namun
tidak ada bukti langsung untuk efek menguntungkan terhadap
fungsi kognitif. (Level I, good)
disarankan :
Pasien dengan demensia vaskular serta faktor risiko vaskular harus
diterapi dengan obat-obat yang didisarankan :kan untuk mengobati
kelainan-kelainan ini .
(Grade C)
PENYAKIT LEWY BODY (DEMENSIA LEWY BODY / DEMENSIA
PENYAKIT PARKINSON)
Antara DPP dan DLB ada saling tumpang tindi. Kedua kondisi
ini memiliki presentasi serupa, mengenai area otak yang
sama, dan keduanya terkait dengan defisit baik asetilkolin maupun
dopamin. Hingga saat ini tidak ada agen yang memperlambat
progresi menjadi DPP. (Level I, good)
Kelompok kelainan degeneratif ini terkait dengan BPSD yang nyata,
namun penggunaan neuroleptik menyebabkan peningkatan 2
sampai 3 kali lipat dari mortalitas akibat reaksi sensitivitas akibat
neuroleptik.
Hingga saat ini hanya sedikit studi yang fokus pada penggunaan
AChEIs untuk terapi penyakit ini. Rivastigmin memiliki lisensi untuk
terapi simtomatik demensia ringan – sedang pada pasien dengan
Parkinson idiopatik dan DLB. (Level I, good)
Sebuah review sistematik menemukan bukti dari sebuah RCT
(n=541) bahwa rivastigmine memiliki efek terhadap kognisi dan
sedikit efek terhadap ADL pada pasien dengan DPP. (Level I, good)
Masalah tolerabilitas seperti mual dan muntah merupakan efek
samping yang signifikan dan perlu penanganan yang hati-hati.
Pasien dengan rivastigmine lebih banyak mengalami mual, muntah,
tremor, dan dizziness dibandingkan plasebo. (Level I, good)
Sebuah Cochrane review pada DLB, meunjukkan tidak ada
perbedaan bermakna secara statistik antara rivistigmin dan plasebo
sesudah 20 minggu. (WMD=1.2, 95%CI, -0.6 - 3.0, p=0.19). (Level I,
good)
disarankan :
Rivastigmin dapat dipertimbangkan dalam memperbaiki kognisi
pada Demensia Lewy Body.
(Grade A)
Rivastigmine harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan
Demensia Penyakit Parkinson.
(Grade A)
DEMENSIA FRONTOTEMPORAL (DFT)
Berbeda dengan DA, neuron kolinergik relatif dipertahankan pada
DFT, dan studi dengan AChEIs memberi hasil meragukan.
Beberapa laporan menunjukkan bahwa AchEIs memicu
gangguan perilaku yang lebih berat. Sejumlah medikasi yang
mempengaruhi fungsi neurotransmiter spesifik (contoh SSRI
terhadap neuron serotonergik, memantine terhadap neurotransmisi
glutamat yang berlebih) telah dipelajari dan dapat memberi
keuntungan untuk gejala kognitif dan perilaku dari DFT. Namun
hingga saat ini belum ada terapi yang disetujui untuk sindroma DFT.
a. INHIBITOR KOLINESTERASE
Belum banyak percobaan tentang AChEIs pada DLFT, karena tidak
ada rasionalisasi memakai medikasi yang meningkatkan
asetilkolin otak pada pasien DFT. Pada sebuah studi pasien DFT
(n=24) yang diterapi dengan donepezil (10 mg, 6 bulan) dibanding
yang tidak diterapi, terjadi peningkatan aksi kompulsif atau
disinhibisi pada skor DFT Inventory (p=0.05) pada 30% subyek. Tidak
ada perubahan pada performa kognisi secara global ataupun derajat
demensia pada grup donepezil. (Level III, poor)
Sebuah RCT dengan galantamin dibandingkan plasebo (16–24 mg)
tidak menunjukkan perbedaan signifikan pada Clinical Global
Impression of Improvement (CGI-I) dan Clinical Global Impression of
Severity (CGI-S). Tidak ada perbedaan bermakna terhadap perilaku
dengan Frontal Battery Inventory. (Level I, poor)
b. MEMANTIN
Tidak ada RCT tentang hal ini. Studi dengan memantine (20 mg)
selama 26 minggu (n=37), menunjukkan bahwa pasien dengan
Demensia semantik dan DFT mengalami penurunan yang lebih besar
pada ADAS-cog dan MMSE. Efek pada perilaku menunjukkan
perbaikan pada minggu ke 16 namun kembali memburuk pada
minggu ke 26 berdasar skor NPI. Hal ini nyata pada grup DFT.
(Level III, fair)
disarankan :
Inhibitor kolinesterase tidak didisarankan :kan untuk terapi
demensia frontotemporal.
(Grade A)
Memantin tidak didisarankan :kan untuk terapi Demensia
Frontotemporal.
(Grade C)
MILD COGNITIVE IMPAIRMENT
a. GALANTAMIN
Sebuah Cochrane review dari 2 buah RCT terkontrol (n=1903)
menemukan tidak ada perbedaan signifikan dari terapi terhadap
ADAS-Cog sesudah 12 bulan atau 24 bulan. Salah satu percobaan
menunjukkan signifikansi dalam konversi menjadi demensia
(perubahan skor CDR dari 0.5 jadi ≥1.0) dalam 24 bulan. (Level I,
good)
Tingkat kematian yang lebih tinggi ditemukan pada grup
galantamine. pemicu kematian meliputi karsinoma bronkial / kematian mendadak, kelainan serebrovaskular / sinkop, infark
miokard dan bunuh diri. (Level I, good)
b. DONEPEZIL
Sebuah Cochrane review terhadap 2 buah RCT (n=782), melaporkan
tidak ada bukti untuk mendukung penggunaan donepezil pada
pasien MCI. Mereka yang mendapat donepezil mengalami efek
samping gastrointestinal yang terkait dengan dosis. (Level I, good)
Sebuah RCT menunjukkan adanya efek terapi dengan donepezil (10
mg/hari) dibanding dengan plasebo sesudah 24 minggu, terhadap
ADAS-cog (MD=1.9, 95%CI 0.5 - 3.3, p=0.007). Pada studi kedua,
ada perbedaan pada grup donepezil (NNT=12, OR 0.4, 95%CI 0.2 -
0.7, p=0.003), sesudah tahun pertama terapi. Namun perbedaan ini
jadi tidak signifikan sesudah 3 tahun terapi. (OR 0.8, 95%CI 0.6 - 1.3,
p=0.4). (Level I, good)
RCT lain (n=821) dari pasien MCI dengan 3 minggu plasebo diikuti 48
minggu donepezil, didapatkan penurunan pada skor modified ADAS-
Cog sesudah pemberian donepezil. Grup yang diterapi dengan
donepezil menunjukkan skor yang lebih baik pada minggu ke 6
terapi. (p=0.04). (Level I, good)
Efek samping ringan atau sedang. Lebih banyak pasien dengan
donepezil menghentikan terapi karena efek samping dibandingkan
plasebo. Efek samping yang paling sering menyebabkan berhenti
dari terapi adalah diare (16.4%), spasme otot (13.3%) dan mual
(9.7%). (Level I, good)
c. RIVASTIGMIN
Sebuah RCT (n=1018) menyimpulkan bahwa tidak ada efek yang
signifikan dari rivastigmine terhadap tingkat progresi menjadi DA
atau pada fungsi kognisi sesudah 4 tahun. Ditemukan bahwa 17,3%
pasien dengan rivastigmine dan 21,4% pada plasebo mengalami
progresivitas menjadi DA (HR = 0.8, 95%CI 0.6 - 1.1, p=0.225). (Level I, fair)
disarankan :
Inhibitor kolinesterase tidak didisarankan :kan untuk pasien mild
cognitive impairment (MCI).
(Grade A)
. TERAPI UNTUK BEHAVIOURAL AND PSYCHOLOGICAL
SYMPTOMS OF DEMENTIA (BPSD)
. TERAPI AGITASI, AGRESI DAN PSIKOTIK
a. ANTIPSIKOTIK
Obat antipsikotik digunakan secara ‘off-label’ untuk pasien
demensia yang dirawat di institusi.148 Di US dan Eropa, sekitar 60%
psien demensia yang dirawat di fasilitas perawatan khusus
mendapatkan neuroleptik. (Level III, fair)
The US Food and Drug Administration telah mencantumkan black
box warning tentang risiko meningkatnya mortalitas dan stroke
terkait dengan antipsikotik. (Level III, fair)
Guideline NICE tidak menemukan bukti yang cukup untuk
menyokong penggunaan antipsikotik dalam terapi psikosis, agresi
dan agitasi pada pasien demensia. (Level I, good)
Pada meta analisis dari 16 RCT (n=5110) akan efek dari antipsikotik
atipikal (risperidone, quetiapine, olanzapine dan aripiprazole)
terhadap agitasi dan agregasi pada demensia, NNT berkisar antara 5
sampai 14. Sementara itu NNH berkisar antara 10 untuk somnolen
hingga 100 untuk kematian. (level I,fair)
Pada beberapa tahun terakhir 2 efek samping serius terjadi
sehubungan dengan antipsikotik, yaitu kejadian kardiovaskular dan
kematian. Pada meta analisis oleh Schneider et al, tingkat
kejadian kardiovaskular pada pemakaian antipsikotik adalah 1,9%
dibandingkan plasebo hanya 0,9% (OR= 2.1, 95% CI 1.2 - 3.8). (Level
I, fair) 152
DART-AD Trial (n=165) menyimpulkan bahwa putus obat neuroleptik
pada pasien DA tidak menunjukkan efek buruk pada status
fungsional dan kognisi. Tidak ada perbedaan signifikan pada skor SIB
sesudah 6 bulan. (Level I, fair)
RISPERIDON
Dalam terapi fungsi non kognitif pada ODD, risperidone (rata-rata 1
mg / hari) menunjukkan perbaikan pada gejala neuropsikiatrik
seperti yang diukur dengan total NPI dan BEHAVE-AD pada psikosis
(p=0.01) dan agresi (p=0.0002). (Level I, good)
Pada pasien dengan demensia berat (n=119) (MMSE 5-9), terapi
dengan risperidone (rata-rata 1 mg / hari) menunjukkan perbaikan
global yang lebih baik seperti yang diukur dengan CGI-C (p=0.024).
(Level I, fair)
Pasien yang mendapat Risperidone lebih sering mengalami kejadian
serebrovaskular serius (NNH=50), jatuh (NNH=8), dan gejala
ekstrapiramidal (NNH=11). (Level I, good)
Sebuah meta analisis (n=1721) menunjukkan mortalitas terkait
dengan efek samping terhadap jantung lebih tinggi pada risperidone
dibandingkan plasebo sesudah penghentian terapi selama 30 hari.
(HR 3.0, 95%CI 0.9 - 0.6) (NNH=115). Sebanyak 4 subjek yang
mendapat risperidone meninggal akibat kejadian serebrovaskular
selama pemakaian 30 hari. (HR 2.7, 95%CI 0.3 - 24.0). (Level I, fair)
QUETIAPINE
Guideline NICE menyimpulkan bahwa quetiapine (50-100 mg/hari)
dapat digunakan pada gejala non kognitif demensia. (Level I, good)
Baik quetiapine (100 mg) maupun haloperidol (2.5 mg) (n=284)
dibandingkan plasebo, tidak satu pun menunjukkan efikasi dalam
terapi psikosis dengan menilai skor BPRS. (Level I, poor)
Tidak ada perbedaan dari tingkat efek samping (jatuh, hipotensi,
sedasi, gejala ekstrapiramidal dan efek samping kardiovaskular)
antara quetiapine dosis 100 mg / hari dan 200 mg / hari,
menunjukkan tolerabilitas dan keamanan tidak bergantung dosis.
(Level I, poor)
OLANZAPIN
Studi selama 24 bulan (n=68) dengan olanzapine (rata-rata dosis 4
mg/hari), mendukung penggunaan medikasi ini pada DA, DV, DFT,
DLB dan DPP. Grup DFT menunjukkan respon paling baik berupa
penurunan skor NPI (p<0.01) dan BEHAVE-AD (p<0.05). Pada grup ini
efek samping tersering adalah somnolen (31%), yang berkurang jadi
12% bila dosis diturunkan. Respon maksimal didapatkan pada pasien
yang mengalami gejala delusi, halusinasi, ansietas dan agitasi.
Keuntungan juga didapatkan pada grup DLB, penurunan skor NPI
(p<0.01) dan BEHAVEAD (p<0.01). Pasien PDD memberi respon
yang baik terhadap olanzapine berupa penurunan skor NPI (p<0.05)
dan BEHAVE-AD (p<0.01). (Level II-3, fair)
Prinsip umum penggunaan antipsikotik pada BPSD :
Obat dapat diberikan pada situasi sebagai berikut :
a. Bila ada indikasi spesifik (contoh depresi, psikosis) tanpa
memperdulikan keparahan maupun frekuensi gejala
b. Bila gejala berat dan terapi diperlukan segera
c. Bila perilaku tidak memiliki pemicu yang jelas atau terjadi pada
kondisi di mana keluarga tidak dapat mengatasi gejala perilaku yang
serius.
Obat kurang tepat diberikan pada kondisi berikut : wandering, restlessness
dan perilaku agitasi yang tidak membahayakan diri sendiri maupun orang
lain.
Pada kasus perilaku yang tidak diprediksi akan membahayakan, peresepan
medikasi bila diperlukan dapat dilakukan. Meski demikian terapi tidak
boleh diberikan lebih dari dua kali sehari tanpa penilaian pemicu atau
pengembangan rencana perawatan yang tepat.
Bagi yang membutuhkan medikasi rutin, pendekatan 3T diperlukan
Terapi obat harus memiliki Target gejala yang spesifik
Dosis awal harus rendah dan Titrasi naik dilakukan
Terapi harus Terbatas dalam hal waktu pemberian
Antipsikotik atipikal harus dilanjutkan pada
Pasien yang masih mengalami BPSD
Bila diperkirakan efek buruk dapat terjadi bila dihentikan
Bila tidak ada terapi alternatif yang dapat diberikan.
Diambil dari : Faculty of the Psychiatry of Old Age (2004) dan the Omnibus
Budget Reconciliation Act (OBRA) guidelines.
disarankan :
Antipsikotik sebaiknya tidak digunakan secara rutin untuk
mengobati pasien demensia dengan agresi dan psikosis.
(Grade A)
Bila diindikasikan, sebaiknya pertimbangkan pemberian antipsikotik
atipikal.
(Grade A)
Keluarga harus diberitahu tentang efek samping yang mungkin
timbul sebelum memulai terapi.
(Grade C)
Pasien harus diperiksa berkala dan antipsikosis harus dihentikan
secepatnya sesudah gejala mereda.
(Grade C)
b. PENGUAT KOGNISI
Menurut NICE guideline, donepezil (10 mg / hari) dibandingkan
plasebo mengurangi gejala neuropsikiatrik pada psien demensia.
Didapatkan pula bukti bahwa rivastigmine (12 mg / hari selama 20
minggu mengurangi gejala psikotik pada pasien DLB. Belum cukup
bukti untuk menentukan apakah memantine atau galantamine
memperbaiki gejala neuropsikiatrik pada pasien DV. (Level I, good)
Sebuah RCT (n=262), the Cholinesterase Inhibitor and Atypical
Neuroleptic in the Management of Agitation in AD (CALM-AD)
menyimpulkan bahwa donepezil (10 mg) selama 12 minggu tidak
lebih superior dari plasebo dalam terapi agitasi berat pada pasien
DA. (Level I, fair)
Sebuah analisis dari 6 RCT (n=1826, demensia sedang - berat)
dengan durasi 24 / 28 minggu, membandingkan memantine (20 mg
/ hari) dengan plasebo. Grup memantine menunjukkan perbaikan
dalam skor total NPI (p=0.008). Didapatkan perbaikan signifikan
pada delusi (p=0.045), agitasi / agresi (p=0.028) dan iritabilitas /
labilitas (p=0.048). (Level I, fair)
disarankan :
Inhibitor kolinesterase atau memantine dapat digunakan dalam
terapi perilaku dan gejala psikologis demensia.
(Grade B)
Rivastigmine dapat digunakan untuk terapi perilaku dan gejala
psikologis pasien Demensia Lewy Body.
(Grade A)
c. ANTIDEPRESAN
Dari review sistematik (24 studi) pada DFT, ada 2 RCT yang
memakai agen serotonergik. RCT pertama melaporkan terapi
dengan paroxetine (40 mg) (n=10) selama 6 minggu tidak
memperbaiki gejala perilaku dan terkait dengan perburukan kognisi
dibanding dengan plasebo. RCT kedua (n=26), menunjukkan
penurunan skor NPI dengan trazodone (hingga 300 mg/hari), tapi
tidak ada efek yang terlihat pada kognisi (MMSE). Trazodone
memiliki efek signifikan dalam gejala perilaku pasien DFT. (Level I,
fair)
disarankan :
Antidepresan tidak efektif dalam Behavioural and Psychological
Symptoms of Dementia (BPSD) pada Demensia Frontotemporal.
(Grade B)
TERAPI DEPRESI DAN GANGGUAN MOOD
l ANTIDEPRESAN
berdasar review sistematik yang meliputi Selective Serotonin
Reuptake Inhibitor (SSRIs) dan Tricycyclic antidepressants (TCAs),
antidepresan bermanfaat dalam mengurangi episode depresi dan
memperbaiki fungsi secara umum. (Level I, good)
Sebuah meta analisis dari 5 RCT meliputi SSRIs (fluoxetine,
sertraline) dan TCAs (clomipramine, imipramine) menunjukkan
efikasi dari antidepresan pada pasien DA dengan depresi. (Level I,
fair)
disarankan :
Antidepresan (terutama golongan Selective Serotonin Reuptake
Inhibitor) dapat digunakan untuk terapi episode depresi demensia.
(Grade A)
PENSTABIL MOOD
NICE Guidelines menyimpulkan bahwa baik valproate dan
carbamazepine tidak didisarankan :kan untuk terapi deresi ataupun
ansiaetas karena risikonya melebihi keuntungan yang bisa didapat.
Penggunaannya terkait dengan efek samping yang lebih banyak
dibandingkan plasebo. (Level I, good)
Sebuah RCT (n=14) menyimpulkan bahwa valproate tidak efektif
untuk terapi agitasi pada DA sedang – berat. (Level I, poor)
disarankan :
Mood stabilisers tidak didisarankan :kan untuk penanganan
gangguan mood pada demensia.
(Grade B)
TERAPI KOMBINASI
Sediaan obat golongan inhibitor kolinesterase dan antagonis NMDA
bekerja melalui mekanisme yang berbeda, sehingga terapi
kombinasi keduanya diharapkan dapat memberi efek adiktif.
Terapi kombinasi yang telah diteliti berupa kombinasi antara obat
golongan inhibitor kolinesterase dengan memantin, SSRI, vitamin
supplemen maupun dengan modalitas terapi intervensi non-
farmakologi.
KOMBINASI OBAT GOLONGAN INHIBITOR KOLINESTERASE
DENGAN MEMANTIN.
riset uji klinis RCT dilakukan terhadap 404 subjek dengan
demensia sedang sampai berat yang sedang memakai
donepezil. Subjek dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing
ditambahkan memantin atau plasebo. Kelompok yang memperoleh
donepezil plus memantin menunjukkan hasil yang walaupun hanya
sedikit lebih baik pada fungsi global (55% vs 45%, tidak
berubah/tidak membaik berdasar CIBIC), fungsi kognitif (SIB 3,4
poin), ADL dan BPSD (NPI 3,8 poin), tetapi bermakna secara statistik.
(Derajat A, Tingkat 1+)
riset prospektif yang tidak dirandomisasi lainnya dilakukan
terhadap 382 subjek penderita Demensia Alzheimer. Kelompok yang
mendapat kombinasi memantine dengan obat golongan
penghambat enzim asetilkolinesterase menunjukkan perlambatan
penurunan fungsi kognitif (p<0,001) dan fungsional (p<0,001) yang
lebih baik dibandingkan dengan yang menerima obat golongan
penghambat enzim asetilkolinesterase saja atau plasebo. (Derajat C,
Tingkat 2).
riset prospektif lain yang juga tidak dirandomisasi terhadap
202 subjek dengan demensia sedang sampai berat, menunjukkan
efek yang lebih menguntungkan terhadap fungsi kognitif dari
kombinasi obat golongan penghambat enzim asetilkolinesterase
dengan memantine bila dibanding dengan obat golongan
penghambat enzim asetilkolinesterase saja (77,9% vs 46,3%)
(Derajat C, Tingkat 2).
. KOMBINASI OBAT GOLONGAN INHIBITOR
ASETILKOLINESTERASE DENGAN SSRI.
riset uji klinis terandomisasi terhadap 122 subjek gagal
menunjukkan adanya manfaat penambahan SSRI pada rivastigmine
dalam hal perbaikan fungsi kognitif berdasar MMSE (p=0,002)
dan Weschler Memory Scale III (p=0,00) bila dibandingkan dengan
rivastigmin saja (MMSE p=0,000 ; WMS III p=0,000). (Derajat B,
Tingkat 1+) .
. KOMBINASI OBAT GOLONGAN INHIBITOR
ASETILKOLINESTERASE DENGAN VITAMIN SUPPLEMEN
riset uji klinis terandomisasi terhadap 89 subjek penderita
demensia dengan memberi supplemen multivitamin + donepezil
tidak menunjukkan adanya efek yang menguntungkan terhadap
fungsi kognitif (ADAS-cog, p=0,34, MMSE p=0,79) dan ADL (CAS,
p=0,51; ADL, p=0,70; IADL, p=0,89) (Derajat B, Tingkat 1+).
. KOMBINASI OBAT GOLONGAN INHIBITOR
ASETILKOLINESTERASE DENGAN INTERVENSI NON-FARMAKOLOGI.
Guideline NICE, berdasar 4 uji klinis terandomisasi,
menyimpulkan bahwa terapi golongan penghambat enzim
asetilkolinesterase memberi manfaat terapeutik yang lebih baik
secara bermakna apabila dikombinasikan dengan stimulasi kognitif.
(Derajat A, Tingkat 1+).
Sebuah riset terhadap 24 subjek yang sudah memperoleh
obat golongan penghambat enzim asetilkolinesterase, menunjukkan
bahwa penambahan multisensory behavioural therapy (MSBT)
kepada terapi standar rawat inap psikiatri dapat memberi
manfaat tambahan. Kombinasi ini dapat mengurangi apathy dan
agitasi (p=0,04) dan ADL (p=0,04). (Derajat C, Tingkat 2)
riset lain terhadap 28 subjek menunjukkan kombinasi
donepezil dan intervensi psikososial dapat memberi efek yang
positif terhadap kualitas hidup bila dibandingkan dengan donepezil
saja (p=0,007). (Derajat C, Tingkat 2)
disarankan : :
Penambahan memantine terhadap obat golongan penghambat
enzim asetilkolinesterase pada penderita demensia sedang sampai
berat, mungkin bermanfaat
(Grade A)
Pemberian kombinasi golongan penghambat enzim
asetilkolinesterase dengan SSRI tidak memberi manfaat
tambahan
(Grade B)
Kombinasi golongan penghambat enzim asetilkolinesterase dengan
vitamin supplemen tidak memberi manfaat tambahan
(Grade B).
Kombinasi obat golongan penghambat enzim asetilkolinesterase
dengan intervensi non-farmakologi pada penderita demensia,
mungkin bermanfaat
(Grade B).
TERAPI ALTERNATIF / KOMPLIMENTER
GINKGO BILOBA
Ekstrak Ginkgo biloba (EGB761) mempengaruhi patomekanisme PA
dan DV melalui perbaikan fungsi mitokondria sehingga memperbaiki
penyedian enersi neuronal, memperbaiki neurogenesis dan
neuroplastisitas hipokampus yang telah menurun, menghambat
agregasi dan toksisitas protein Aß, menurunkan viskositas dan
memperbaiki perfusi tingkat mikro dan terakhir terbukti
meningkatkan kadar dopamine di kortek prefrontal yang penting
untuk memori kerja dan fungsi eksekutif. (Level I, good)
riset Ginkgo biloba sebelumnya memakai metode yang kurang
tepat serta ukuran sampel yang tidak memadai telah menyebabkan
bias dalam publikasi Panduan ini hanya membahas riset RCT
terbaru EGB , esktrak standar Ginkgo biloba dengan metodologi
riset dan pengukuran efikasi yang memenuhi saja.
riset RCT tersamar ganda placebo-kontrol selama 24 minggu
terhadap 216 pasien DA dan Demensia Multi-infark (DMI) di Jerman
(1996) dengan dosis EGb 240mgr/hari vs plasebo memperlihatkan
keunggulan EGB dalam Clinical Global Impressions (CGC) esesmen
psikopatologi, Syndrom-Kurztest (SKT) untuk atensi dan memori, dan
Nurnberger Alters-Beobachtungskala (NAB) untuk perilaku.
riset RCT tersamar ganda plasebo-kontrol selama 52 minggu
terhadap 202 psien DA dan DV di Amerika Serikat (LeBars) dengan
dosis EGb 120 mgr/hari memperlihatkan perbedaan kecil namun
signifikan pada pemeriksaan ADAS-Cog (1,4 poin). Tidak ditemukan
perbedaan bermakna pada Clinical Global Impression of Change.
Tidak ada perbedaan dalam treatment related adverse reaction.
riset di Ukraina pada 400 pasien DA ringan sampai sedang, DV
dan demensia tipe campuran dengan EGb 240mgr/hari vs plasebo
selama 22 minggu memperlihatkan perbaikan pada aspek kognisi (
3 poin SKT setara dengan 4 poin ADAS-Cog), aspek perilaku (4 poin
NPI) dan perbaikan dalam ADL (Gottfries-Brane-Steen ADL).
riset RCT tersamar ganda plasebo kontrol, kelompok parallel di
London pada 176 pada pasien DA ringan sampai sedang dengan EGb
120mgr/hari vs plasebo tidak memperlihatkan perbaikan dalam
kognisi, skor kualitas hidup selama enam bulan.
riset RCT tersamar ganda plase-kontrol head-to-head
membandingkan donepezil 5mgr/haro. EGB 761 160 mgr/hari dan
plasebo selama 24 minggu pasien demensia ringan sampai sedang di
Italia (2006) memperlihatkan efikasi antara EGB761 dengan
donepezil 5 mgr/hari.
Data-data di atas ini terangkum dalam meta-analysis Ginkgo-biloba
Word Federation of Societies of Biological Psychiatry (WFSBP) untuk
terapi DA yang medisarankan :kan pemakaian EGB761 untuk terapi
simptomatik DA.
Suatu tinjau sistematik dan meta-analisis terbaru (Nopember 2014)
yang meneliti efikasi dan tolerabilitas ekstrak ginko biloba EGB 761
pada pasien demensia (DA, DV, dementia tipe campuran) dibanding
placebo dalam tujuh studi RCT tersamar ganda (n=2683), yang
memuat 2 RCT terkini yang belum dianalisis sebelumnya, dengan
dosis EGb 120-240 mg/hari dan lama terapi 22-26 minggu,
menemukan perbaikan berupa perubahan rerata standar kognisi (-
0.52; 95% CI: -0.98, -0.05; P=0.03), perbaikan ADL (-0.44; 95% CI -
0.68, -0.19; P=0.001), dan perbaikan global rating (-0.52; 95% CI -
0.92, -0.12; P=0.01) signifikan pada pasien yang memakai EGb 761
dibanding placebo. Risiko relatif adverse events sehubungan
dengan terapi dan pemberhentian dari trial tidak berbeda antara
kelompok EGb761 dibanding placebo. Metaanalisis ini
memperlihatkan efikasi klinik, keamanan dan tolerabilitas ekstrak
Ginkgo biloba EGb 761 dosis terapi 240mg/hari pada pasien
demensia. ( Level 1, good)
Penemuan ini memperkuat temuan data metaanalisis tahun-tahun
terakhir
disarankan : :
Ekstrak Ginkgo Biloba EGb761 240 mgr/hari dapat dipertimbangkan
sebagai opsi terapi simptomatis demensia apabila terapi inhibitor
kolinesterase atau memantin tidak memberi efek terapi atau
intoleran terhadap efek sampingnya.
(Grade B)
ASAM LEMAK OMEGA-3
Beberapa studi epidemiologi menunjukkan efek protektif dengan
peningkatan konsumsi ikan. Data mengindikasikan efek
menguntungkan dari omega-3 atau minyak ikan dalam preservasi
kognisi.
Dua buah RCT menunjukkan bahwa asam lemak omega-3 tidak
memberi efek terhadap fungsi kognitif (p=0.40) pada pasien DA
ringan – sedang. Namun kedua RCT menunjukkan adanya efek
positif pada pasien dengan DA sangat ringan (MMSE>27, p=0.01)
dan MCI (p=0.03). (Level I, poor) 182,(Level I, good) 181
disarankan :
Omega -3 sebaiknya tidak dipakai dalam terapi demensia.
(Grade A)
ASAM FOLAT DAN VITAMIN B
Individu dengan DA memiliki kadar homosistein plasma yang lebih
tinggi dibandingkan kontrol dengan usia yang sama. Peningkatan
homosistein plasma mendahului manifestasi klinis DA. Suplementasi
asam folat menurunkan total homosistein plasma, baik asam folat
saja atau dikombinasikan dengan vitamin B12 dan B6.183
NICE guidelines menyimpulkan bahwa asam folat (2 - 15 mg/hari,
selama 1 - 3 bulan) meningkatkan risiko mengalami efek samping
yang melebihi manfaat yang didapat. Terapi vitamin B12 selama 5
bulan tidak memberi bukti menguntungkan yang jelas. (Level I,
good)
Sebuah RCT selama 18 bulan dengan pemberian suplemen viitamin
dosis tinggi (5 mg/hari asam folat, 1 mg/hari vitamin B12, dan 25
mg/hari vitamin B6) menyimpulkan bahwa vitamin tidak
memperlambat penurunan kognisi pada individu dengan DA ringan-
sedang. Didapatkan efek samping berupa depresi pada grup dengan
dosis tinggi (NNH=10) (p=0.02). (Level I, good)
disarankan :
Asam folat dan vitamin B tidak didisarankan :kan dalam terapi
demensia.
(Grade A)
VITAMIN E
NICE guideline menyimpulkan bahwa vitamin E (dosis total harian
2,000 IU) memiliki risiko lebih tinggi daripada keuntungan bagi
pasien demensia. (Level I, good)
Cochrane review dari 2 buah percobaan terkontrol dengan plasebo
memakai vitamin E (total dosis harian 2000 IU) menunjukkan
beberapa manfaat dari vitamin E dengan lebih sedikit subjek
mengalami kematian, institusionalisasi, berkurangnya 2 dari 3 ADL
dasar atau penurunan CDR global dari 2 menjadi 3 (OR= 0.5, 95%CI
0.3 - 1.0, NNT=6). Meski demikian lebih banyak pasien yang
mengkonsumsi Vitamin E mengalami jatuh (OR=3.1, 95%CI 1.1 - 8.6,
NNH= 3). Review sistematik ini menyimpulkan bahwa tidak ada
bukti efikasi vitamin E dalam terapi pasien dengan DA maupun MCI.
(Level I, good)
disarankan :
Vitamin E tidak didisarankan :kan dalam terapi demensia dan mild
cognitive impairment.
(Grade A)
. INTERVENSI NONFARMAKOLOGI
Tujuan terapi nonfarmakologi atau intervensi psikososial adalah
meningkatkan kualitas hidup Orang dengan Demensia (ODD). Tidak
ada pendekatan psikososial tunggal yang optimal, sehingga
pendekatan multidimensial sangat penting untuk intervensi yang
efektif. Pendekatan sebaiknya terfokus pada individu dan
disesuaikan dengan kebutuhan, kepribadian, kekuatan dan
preferensi.
Pendekatan individu dalam mengelola masalah perilaku diperlukan
pada pasien demensia. (GPP)
Setiap pasien harus dievaluasi perencanaan perawatan. Beberapa
hal penting yang diperhatikan, seperti: masalah aktivitas sehari-hari
agar mandiri, meningkatkan fungsi, beradaptasi dan belajar
ketrampilan, serta meminimalkan bantuan.
Evaluasi juga termasuk:
o Kesehatan fisik
o Depresi
o Kemungkinan nyeri yang tidak terdeteksi atau kegelisahan
o Efek samping dari pengobatan
o Riwayat penyakit individu
o Faktor Psikososial
o Faktor Lingkungan Fisik
Analisis perilaku dan fungsi harus dilakukan dalam hubungannya
dengan caregiver atau pekerja perawatan.
Rencana perawatan individu harus dikembangkan dan dicatat dalam
“catatan” pasien. “Catatan” ini harus ditinjau secara teratur
dengan caregiver dan staf lainnya.
berdasar tujuan akhir yang akan dicapai. Intervensi dibagi
menjadi 3 kelompok :
Mempertahankan fungsi:
Mengadopsi strategi untuk meningkatkan kemandirian
Memelihara fungsi kognitif.
Manajemen perilaku sulit - agitasi, agresi, and psikosis
Mengurangi gangguan emosional komorbid
6.1 MEMPERTAHANKAN FUNGSI
6.1.1 STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN
Tingkat kemandirian setiap pasien berbeda-beda tergantung pada
stadium demensia dan adanya penyakit lain. Caregiver harus
mendorong ODD untuk mengambil peran lebih aktif serta
mempertahankan kemandirian pasien selama mungkin dengan cara-
cara kreatif dan menentukan stimulasi yang tepat. (Grade A level
1++) 7
Sedikit riset dengan kesimpulan jelas mengenai intervensi
spesifik untuk meningkatkan kemandirian. Beberapa strategi
didisarankan :kan untuk meningkatkan kemandirian. Aktivitas yang
dipilih harus bersifat individu sesuai kebutuhan pasien, kekuatan
dan keterbatasan. (Grade B, level 1) 7
Beberapa aktivitas yang mempromosikan kemandirian7 :
Strategi komunikasi (seperti: isyarat, buku memori)
Pelatihan keterampilan ADL /perencanaan kegiatan
Teknologi bantuan /telecare/adaptive aids
Olahraga/meningkatkan pergerakan tubuh
Program rehabilitasi
Intervensi kombinasi
65
a. KOMUNIKASI
Komunikasi yang baik dengan ODD : memakai bahasa
sederhana , kalimat-kalimat pendek dan konkrit yang sesuai dengan
tingkat pemahaman. Komunikasi nonverbal termasuk isyarat dan
gerak tubuh. Komunikasi bisa juga dalam bentuk tertulis atau
bergambar, seperti buku memori.
Penglihatan dan pendengaran ODD juga perlu diuji dan dikoreksi
dengan alat bantu yang telah ditentukan. Bagi ODD yang memiliki
masalah komunikasi khusus, kemampuan berbicara, dan gangguan
bahasa perlu berkonsultasi mengenai strategi tepat untuk
mengatasinya. (grade A, level 1) 7
b. PELATIHAN KETRAMPILAN ADL/PERENCANAAN KEGIATAN
Pelatihan keterampilan Activities of Daily Living (ADL) dapat
meningkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan pribadi
pasien (seperti: mandi, berpakaian, dan makan), serta membantu
mereka dalam memaksimalkan kemampuan yang tersisa dalam
perawatan pribadi mereka sendiri. Misalnya, jadwal berkemih dapat
membantu mereka dalam memelihara fungsi saluran kemih. (Grade
A, level 1+) 188
Pelatihan keterampilan ADL melibatkan penilaian kemampuan,
gangguan yang terjadi, dan kinerja seseorang dalam memahami
masalah fisik, psikososial, dan neurologi yang terjadi pada diri
mereka. Strategi dapat mencakup isyarat verbal atau visual,
demonstrasi, bimbingan fisik, bantuan fisik sebagian, dan
pemecahan masalah. Profesional terlatih dalam penilaian dan
perencanaan perawatan dapat menyusun “Program pelatihan
keterampilan ADL untuk caregiver dan/atau staf perawatan”. (Grade
A, level 1+) 7
66
c. ASSISTIVE TECHNOLOGY/TELECARE/ADAPTIVE AIDS
Teknologi alat bantu didefinisikan sebagai suatu hal, produk, sistem,
atau peralatan yang dapat digunakan untuk mempertahankan,
meningkatkan, atau memperbaiki kemampuan fungsional dari
seseorang dengan gangguan kognitif, fisik, atau komunikasi. (Grade
A, level 1) 7
Telecare melibatkan berbagai pelayanan, termasuk kunjungan
virtual, system pengingat, keamanan rumah, dan system alarm
sosial, yang semuanya bertujuan untuk mencegah rawat inap dan
membantu pasien menjalani masa penuaan di rumahnya. Sebuah
paket telecare dapat berupa pemantauan dalam mendeteksi adanya
perubahan yang mungkin berbahaya terhadap kesehatan, misalnya
peristiwa jatuh. Alarm responsif dapat mendeteksi risiko dengan
memantau gerak (misalnya jatuh) serta adanya api atau gas,
kemudian alarm mengirim peringatan ke pusat respons atau
caregiver. (Grade D, level 2) 7
Wandering merupakan salah satu manifestasi masalah perilaku yang
dapat mengakibatkan gangguan emosional/distress pada caregiver
dan perawatan institusi dini ODD.189 Hal ini diperkirakan terjadi
pada 20-25% pasien yang tinggal di masyarakat.190 Perangkat
elektronik untuk manandai dan pelacakan, seperti teknologi pada
telepon genggam dan Global Positioning System (GPS) dapat
diaplikasi untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi ODD
rentan yang berisiko.191,192 Namun, sampai saat ini belum ada uji
klinis acak yang dilakukan untuk mengetahui efektifitas perangkat
elektronik ini . (Grade B, level 2++)193 Penggunaan sistem
telekomunikasi dan teknologi komputer mungkin juga dapat
digunakan untuk mendukung pengasuhan jarak jauh, meskipun hal
ini belum dimanfaatkan sepenuhnya.
d. Latihan Fisik
Kombinasi latihan fisik dan percakapan dapat membantu menjaga
mobilitas ODD, namun tidak ada bukti yang mendukung
pelaksanaan dan intervensi latihan fisik. Secara keseluruh Efek
pengaruh kegiatan fisik terhadap gejala demensia sangatlah
minimal. (Grade A ,level 1+) l
Tinjauan Sistematis Cochrane berdasar dua uji klinis acak tidak
menemukan bukti yang cukup bahwa program aktivitas fisik
bermanfaat terhadap pasien demensia. Sebuah meta-analisis
(memakai Changes in Advanced Dementia Scale/CADS dan nilai
ADL) menunjukkan tidak adanya hubungan signifikan antara
aktivitas fisik dengan skala pengukuran ini pada 7 minggu
hingga 6 bulan. (Grade A level 1+) 194
e. PROGRAM REHABILITASI
Sebuah tinjauan sistematis yang difokuskan pada efek intervensi
motorik, seperti fisioterapi, terapi okupasi, dan pendidikan jasmani
pada pasien demensia menemukan bahwa intervensi motorik
meminimalkan penurunan fisik dan mental. (Grade B, level 2++) 195
Sebuah pedoman yang digunakan di Indonesia menggarisbawahi
program kegiatan terstruktur,neurorestorasi, dan latihan fisik
sebagai bagian dari terapi nonfarmakologi.196
Pada sebuah uji klinis acak (n=165) pasien demensia ringan hingga
sedang menemukan bahwa terapi okupasi berbasis masyarakat
dapat meningkatkan fungsi sehari-hari pasien demensia. (Grade
B,level 1+) 197
f. KEGIATAN REKREASI
Kegiatan rekreasi memberi kesempatan bagi ODD untuk terlibat
dalam kegiatan yang berarti, dan sering digunakan untuk
memfasilitasi kebutuhan individu dalam berkomunikasi, menghargai
diri, mengenal diri dan produktivitasnya. Namun, aktivitas ini
sebaiknya bersifat individu dan disesuaikan dengan kemampuan
yang tersisa pada pasien. Aktivitas berdasar minat pasien
demensia mungkin lebih bermanfaat dibandingkan kegiatan yang
68
umum. (Grade D, level 4) 66
g. KOMBINASI INTERVENSI
Pasien demensia tidak hanya mengalami gangguan kognitif, tetapi
juga gangguan fisik, emosional, dan sosial. Intervensi harus
menargetkan beberapa aspek dari pasien demensia, caregiver, dan
lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhan ODD yang
kompleks. (Grade B, level2++) 7
Sebuah tinjauan kualitatif sistematis dilakukan memakai 25
riset di mana 22 program intervensi ada di dalamnya.
Efek program intervensi pada caregiver dinilai berdasar tiga efek,
yaitu kesehatan mental, beban, dan kompetensi. Efek program pada
pasien demensia dinilai berdasar kesehatan mental, fungsi
kognitif, masalah perilaku, fungsi fisik, masuk ke institusi yang lebih
lama, dan kematian. Kesimpulannya adalah kesehatan mental
umum caregiver secara positif dipengaruhi oleh program kombinasi.
Pada pasien demensia, program kombinasi dapat meningkatkan
kesehatan mental dan menunda terjadinya perawatan yang lama.
(Grade B, level1+) 198
disarankan :
Orang dengan demensia perlu melibatkan diri dalam kegiatan yang
berarti.
(Grade C)
Kombinasi intervensi yang dapat meningkatkan komunikasi,
mobilitas, dan kognisi didisarankan :kan untuk memfasilitasi
kemandirian pasien demensia.
(Grade B)
Aktivitas harus bersifat individual dan disesuaikan dengan
memaksimalkan kemampuan yang tersisa dari pasien.
(Grade A)
69
Intervensi perlu diintegrasikan dengan menargetkan kebutuhan
kompleks seseorang, dengan mempertimbangkan caregiver dan
lingkungan.
(Grade A)
6.1.2 MEMPERTAHANKAN FUNGSI KOGNITIF
Evaluasi intervensi nonfarmakologi dalam kaitannya dengan
pemeliharaan fungsi kognitif masih dalam tahap awal
pengembangan.
a. PENDEKATAN BERORIENTASI KOGNITIF
Tiga jenis pendekatan dengan fokus utama kognitif, yaitu: 7
i. Stimulasi Kognitif memerlukan paparan dan keterlibatan
dengan kegiatan dan materi yang melibatkan beberapa
tingkat pengolahan kognitif.
ii. Pelatihan Kognitif merupakan latihan khusus yang
diarahkan untuk meningkatkan fungsi kognitif spesifik
iii. Rehabilitasi Kognitif termasuk untuk menggapai tujuan
pribadi, sering memakai alat bantu kognitif eksternal
dan dengan penggunaan beberapa strategi pembelajaran.
Tinjauan sistematis Cochrane pada ODD Alzheimer ringan hingga
sedang atau Demensia caskular tidak menemukan bukti dari
efektivitas pelatihan kognitif. (Grade A,level 1+)199 Tidak ada bukti
juga untuk rehabilitasi kognitif. Namun, stimulasi kognitif
menghasilkan perbaikan moderat dalam fungsi kognitif pada pasien
demensia ringan hingga sedang. (Grade A,level 1+) 7
Stimulasi kognitif dapat diberikan secara informal melalui kegiatan
rekreasi, atau formal melalui program membangkitkan memori,
seperti kegiatan pemecahan masalah dan kelancaran percakapan
70
(terapi orientasi kenangan atau kenyataan), atau pelatihan wajah-
nama. (Grade A, level 1) 66
b. TERAPI ORIENTASI REALITAS
Terapi Orientasi Realitas dikembangkan berdasar konsep:
mengatakan sesuatu secara terus-menerus dan berulang atau
menunjukkan pengingat tertentu kepada orang yang mengalami
kehilangan memori ringan hingga sedang dapat menghasilkan
peningkatan interaksi dengan orang sekelilingnya dan meningkatkan
orientasi. ada dua jenis Terapi Orientasi Realitas (TOR), yaitu
TOR 24 jam dan TOR formal/kelas.
berdasar SIGN guidelines, TOR dapat memperlambat penurunan
kognitif dan memperlambat progresivitas penyakit. Metode TOR 24
jam memiliki lebih banyak manfaat dibandingkan metode formal.
Selain itu, TOR sebaiknya dikelola oleh praktisi terampil dan terapi
bersifat individual.17 Sebuah tinjauan sistematis menemukan
adanya efek positif dalam penggunaan TOR formal pada kognitif
dalam domain informasi/orientasi dan memori. (Grade A, level 1+)
Sebuah riset potong lintang (n=50) pada pasien kemungkinan
Demensia Alzheimer menemukan bahwa TOR yang dikombinasikan
dengan sesi terpadu pelatihan kognitif-terkomputerisasi, memiliki
manfaat menguntungkan pada fungsi kognitif,. dan perbaikan pada
ADL dan perilaku. (Grade D,level 3)
c. TERAPI REMINISCENCE
Terapi Reminiscence dapat dipertimbangkan pada pasien demensia
dengan gangguan perilaku dan psikologis. (Grade B, Level 1+) Terapi
Reminiscence melibatkan diskusi tentang kegiatan, peristiwa, dan
pengalaman masa lalu, dengan orang lain atau sekelompok orang.
Terapi ini sering memakai alat bantu berupa video, gambar,
arsip, dan buku kisah hidup. riset yang dilakukan menunjukkan
beberapa hasil yang signifikan, yaitu: peningkatan kognitif dan
suasana hati dalam 4-6 minggu sesudah terapi, caregiver
berpartisipasi dengan anggota keluarga pasien demensia pada
kelompok reminiscence melaporkan adanya indikasi peningkatan
kemampuan fungsi kognitif. Namun, masih ada hasil riset
yang lebih berkualitas di lapangan.
Sebuah uji klinis acak (n=102) dilakukan dengan durasi 8 minggu.
Hasil studi menunjukkan bahwa mereka yang menerima Terapi
Reminiscence terbukti berhubungan signifikan dengan perbaikan
fungsi kognitif serta fungsi afektif yang diukur dengan CSDD
(p=0,026). (Grade A, level 1)
disarankan :
Stimulasi kognitif (baik Terapi Orientasi Realitas maupun Terapi
Reminiscence) dapat digunakan untuk meningkatkan fungsi kognitif
pada pasien dengan demensia ringan hingga sedang.
(Grade B)
MANAJEMEN PERUBAHAN PERILAKU – AGITASI, AGRESI, DAN
PSIKOSIS
Gejala perubahan perilaku dan psikologis dari pasien demensia
merupakan hasil interaksi yang kompleks antara penyakit,
lingkungan, kesehatan fisik, pengobatan, dan interaksi lainnya. Di
mana hal-hal ini adalah sumber utama distress pada pasien
dan caregiver, dan sering secara signifikan mengganggu kualitas
hidup pada keduanya. Gejala-gejala ini sering terjadi secara spontan,
tetapi bisa juga secara terus-menerus dan parah.
Masih kurangnya bukti yang menunjukkan intervensi farmakologis
yang efektif dalam pengobatan pada pasien demensia dengan gejala
perubahan perilaku dan psikologis. Laporan terbaru
mengindikasikan penggunaan antipsikotik tipikal dan atipikal
berhubungan dengan peningkatan risiko kematian. 202,203 Oleh
karena itu, terapi nonfarmakologi sangatlah penting menjadi garda
terdepan dalam manajemen dan pengobatan pasien demensia
dengan gejala perubahan perilaku dan psikologis.
Sebuah tinjauan sistematis menunjukkan bahwa pendidikan
caregiver, musik, latihan fisik, rekreasi, dan terapi yang validitasi
mampu mengurangi gejala perubahan psikologis pada pasien
dengan demensia. (Grade A,level 1+)
PENDEKATAN MANAJEMEN PERILAKU
Manajemen perilaku muncul sebagai salah satu pendekatan
nonfarmakologis yang lebih kuat, serta menunjukkan efektivitas dari
manajemen pasien demensia dengan gejala gangguan perilaku dan
psikologis.
saat menghadapi pasien dengan perubahan perilaku:
Meninjau apakah disebabkan oleh gangguan fisik
Memeriksa daftar obat
Mencari kontribusi faktor lingkungan
Mempertimbangkan diagnosa psikiatri
Berfokus pada sasaran perilaku yang akan ditangani
Menyiapkan cadangan obat pada situasi yang berisiko
terhadap keselamatan dan kesejahteraan pasien dan orang
lain.
Kebanyakan bukti yang ada berasal dari riset yang
menargetkan komorbiditas depresi dan kecemasan pada demensia.
Bukti yang ada terkait perubahan perilaku masih kurang luas, dan
sebagian besar berasal dari seri kasus tunggal. Beberapa bukti
menunjukkan program intervensi perlu melibatkan orang lain,
termasuk caregiver keluarga dan pekerja perawat yang dibayar.
Mungkin, mau tidak mau, juga perlu melibatkan unsur pelatihan dan
dukungan. Intervensi yang diberikan juga harus mempertimbangkan
preferensi, keterampilan, dan kemampuan pasien.
Tinjauan sistematis dari 4 uji klinis acak mengenai pendekatan
manajemen perilaku sebagai pengobatan depresi pada pasien
demensia dengan berbagai tingkat keparahan menyimpulkan tidak
ada bukti signifikan pada penurunan gangguan perilaku antara
penghuni panti jompo dengan lansia yang tinggal di rumah. (Grade
A, level 1+)
TERAPI MUSIK
Terapi musik, dianjurkan dalam perawatan pasien dan membantu
mengatasi gejala gangguan perilaku dan neuropsikiatri pasien
demensia. (Grade B, Level 1+)
Terapi musik dibuat oleh Munro dan Mount (1978) untuk
memberi pengaruh kepada manusia dalam mengintegrasi
fisiologis, psikologis, dan emosional selama pengobatan penyakit
atau kecacatan. Tinjauan Cochrane pada tahun 2004 menyatakan
bahwa terapi musik berpengaruh sedikit dan tidak ada kesimpulan
yang dapat ditarik, namun riset terbaru justru mengungkapkan
hasil yang menggembirakan pada penggunaan terapi musik.
Sebuah tinjauan pustaka keperawatan (memakai 13 riset )
menyebutkan efek terapi musik pada lansia dengan demensia
terjadi dengan 3 cara, yaitu:
1. Pengaruh musik pada perilaku gelisah. Terapi musik diketahui
dapat mengurangi agitasi, menanggapi rangsang/iritabilitas,
perilaku agresif, dan kecemasan.
2. Terapi musik dan perannya dalam perawatan. Tidak hanya
terapis musik, tetapi juga caregiver professional dan keluarga
dapat membangkitkan efek terapeutik. Latar belakang musik
pun menentukan berkurangnya perilaku agresi dan agitasi
pasien. Efek terapi juga dapat meningkat saat caregiver
menyanyi.206 Komunikasi melalui musik dan tari merupakan
intervensi yang menyampaikan gerakan dan emosi yang
melampaui kata-kata sederhana. Selain itu, distres caregiver
juga dapat berkurang.
3. Efek positif terapi musik terhadap suasana hati dan sosialisasi.
Intervensi musik aktif dapat meningkatkan kekuatan hidup
melalui respons bio-psikologis, serta melalui penggambaran
dan kesadaran diri, yang bertujuan meningkatkan harga diri dan
kesenangan. Kesuksesan dalam bernyanyi, memainkan alat
musik, memahami makna musik, atau membagikan kenangan
terkait musik yang dimainkan, diketahui dapat membantu
seseorang menemukan ekspresi diri, pencapaian, dan makna
hidup.
AKTIVITAS FISIK/PROGRAM MOBILITAS
Orang dengan demensia dapat didorong untuk berpastisipasi dalam
program latihan terstruktur untuk meningkatkan fungsi fisik. (Grade
C, Level 2+)
Hal ini berlaku secara umum bahwa aktivitas fisik bermanfaat pada
ranah fisik, emosional, dan kognitif di segala usia. Latihan
terstruktur dapat melatih kekuatan, keseimbangan, kelenturan, dan
daya tahan. Metanalisis terbaru menunjukkan bahwa latihan fisik
terstruktur dapat meningkatkan parameter fisik, seperti mobilitas
fungsional, ketahanan, keseimbangan, dan kekuatan pada orang
dengan demensia. Selain itu, latihan fisik juga berdampak
terhadap perbaikan aktivitas hidup sehari-hari. Namun, riset
yang dilakukan memiliki keterbatasan dalam heterogenitas desain
dan kualitas.
TERAPI VALIDASI
Terapi validasi merupakan sebuah pendekatan untuk berkomunikasi
dengan lansia yang disorientasi, yang merasakan berada pada waktu
dan tempat tertentu yang nyata menurut mereka, walaupun
sebenarnya tidak sesuai dengan kenyataan.
Sebuah tinjauan sistematis berdasar 4 uji klinis acak (n=144),
tidak menemukan perbedaan signifikan antara validasi dan kontak
sosial, atau antara terapi validasi dan terapi biasa.(Grade A,level
1+)
NICE Guidelines juga menyimpulkan bahwa ada bukti yang
cukup untuk medisarankan :kan terapi validasi dalam pengobatan
demensia.
STIMULASI MULTISENSORIK DAN/ATAU TERAPI SNOEZELEN
Terapi multisensorik tidak didisarankan :kan pada pasien lansia
dengan demensia. (Grade A, Level 1+)
Hasil riset terbaru tidak menunjukkan keberhasilan stimulasi
sensorik terhadap perilaku dan suasana hati pasien demensia.
Sebuah tinjauan sistematis Cochrane terbaru, menunjukkan tidak
adanya efek pada perilaku, suasana hati, kognitif, dan komunikasi,
baik pada jangka pendek maupun jangka panjang, pada program
Snoezelen. Begitupula, pada 24 jam pengamatan, juga gagal
menunjukkan efek terhadap perilaku, suasana hati, dan interaksi
pada pasien demensia. Hasil riset terbaru juga
menyimpulkan bahwa stimulasi multisensorik tidak terbukti efektif
mengobati perubahan perilaku pada pasien demensia.
TERAPI PIJAT DAN SENTUHAN
Terapi pijat diketahui dapat mengurangi agitasi/kegelisahan pada
penderita Alzheimer. (Grade B, Level 1+)
Efek terapi pijat dalam mengurangi agitasi telah dibuktikan pada
beberapa riset meskipun dengan riset kohort skala
kecil. riset sebelumnya juga menyebutkan efek sinergis
dari aromaterapi dan terapi pijat dalam mengurangi agitasi.
AROMATERAPI
Aromaterapi tidak didisarankan :kan untuk mengurangi agitasi
ODD. (Grade B, Level 1+)
Telaah pada berbagai riset yang mendukung aromaterapi
melalui Medline, Cochrane, EMBASE, dan berbagai riset
dengan bahasa Inggris dilakukan sampai Maret 2007. ada 11
riset aromatherapy pada pasien demensia dengan gejala
gangguan perilaku dan psikologi, secara prospektif dan randomisasi.
Metode administrasi dan pengukuran luaran sangat bervariasi pada
setiap riset . Pada kebanyakan riset hanya
mengikutsertakan jumlah pasien yang sedikit dan metode riset
yang menyulitkan intepretasi hasil riset . Kesimpulannya, bukti
yang menunjukkan dukungan efikasi penggunaan aromaterapi
masih jarang. Pada studi-studi yang ada melaporkan konsekuensi
positif dan negatif manfaat aromaterapi pada ODD dan
pendampingnya.
TERAPI CAHAYA
Gangguan tidur sangat umum terjadi pada ODD dan memberi
risiko gangguan mood, berkurangnya kualitas hidup, meningkatnya
risiko jatuh. Terapi cahaya yang memengaruhi produksi melatonin
dapat membantu pengaturan siklus tidur. Namun 3 RCT tidak
menunjukkan manfaat konsisten terapi cahaya terhadap tidur dan
agitasi.
Uji klinis acak (n=66) pada pasien demensia sedang hingga berat,
memberi paparan 4 kondisi cahaya selama tiga minggu. Hasilnya,
ada peningkatan secara signifikan waktu tidur di malam hari,
dengan peningkatan paling menonjol terjadi pada pasien demensia
berat/sangat berat. Namun, tidak ada hubungan yang konsisten
terhadap efek kantuk di siang hari.
Uji klinis acak (n=189) dengan jangka waktu riset 3,5 tahun
dilakukan pada pasien demensia yang dipapar empat jenis
intervensi, yaitu cahaya, melatonin, keduanya (cahaya+melatonin),
dan plasebo. Hasilnya, pasien yang dipapar cahaya menunjukkan
sedikit perbaikan kognitif. Pasien yang dipapar melatonin
mengalami peningkatan efek latensi tidur sebesar 19% dan
peningkatan durasi tidur hingga 27 menit. Terapi kombinasi
(cahaya+melatonin) dapat menurunkan perilaku agresi, peningkatan
efisiensi tidur sebesar 3,5%, dan menurunkan kegelisahan
nokturnal. Efek sampingi kombinasi terapi ini adalah pusing
dan mudah tersinggung. (Grade A,level 1+)
disarankan :
Intervensi psikosial harus disesuaikan dengan kebutuhan individu,
preferensi, keterampilan, dan kemampuan orang dengan demensia.
(Grade A)
Intervensi psikosial tertentu, seperti musik dan program kegiatan
fisik dapat bermanfaat dalam mengelola gejala gangguan perilaku
dan psikososial pada demensia.
(Grade A)
Stimulasi multisensorik tidak efektif terhadap pasien demensia
dengan gejala gangguan perilaku dan psikososial, dan mungkin
berbahaya pada pasien agitasi/gelisah.
(Grade A)
ada bukti yang cukup untuk medisarankan :kan terapi pijat
dan aromaterapi.
(Grade A)
ada bukti yang cukup untuk medisarankan :kan terapi cahaya
terang pada pasien demensia yang mengalami gangguan tidur atau
gangguan perilaku dan psikologis.
(Grade A)
MENGURANGI MASALAH KECEMASAN DAN DEPRESI
Gejala depresi dan ansietas umum ditemukan pada ODD dan
berhubungan dengan berkurangnya kemandirian dan meningkatkan
progresivitas penyakit. Pada ODD prevalensi gangguan ansietas
berkisar 5 – 21 %. Cognitive behavioural therapy (CBT) telah
digunakan secara efektif untuk beberapa masalah (seperti: depresi,
masalah perilaku, stress) pada kelompok dengan gangguan
kognitif.
Penggunaan CBT dapat digunakan pada fase awal demensia, namun
tidak terlalu efektif pada fase lanjut. Pada systematic review 19
riset yang membahas intervensi psikososial, satu RCT
membahas terapi perilaku menunjukkan bukti terbatas bahwa
pendekatan CBT memakai terapi perilaku-peristiwa yang
menyenangkan dan terapi perilaku-pemecahan masalah,
mengurangi depresi pada ODD yang tinggal dirumah bersama
pendampingnya. (Grade A,level 1+)
Terapi cahaya terang telah juga digunakan sebagai terapi depresi.
Namun riset -riset juga tidak cukup bukti penggunaan
terapi cahaya untuk mengurangi gejala depresi pada ODD.
Pada Cochrane review 4 riset RCT (n=144) terapi
reminiscence memperlihatkan peningkatan kognitif, mood, dan
kemampuan fungsional bermakna sesudah 4 sampai 6 minggu
perawatan ODD. Partisipasi pendamping pada ODD dengan
kelompok terapi reminiscence juga telah dilaporkan, namun masih
diperlukan banyak riset mengenai hal ini. (Grade A, level 1++)
disarankan :
Terapi perilaku kognitif dapat digunakan untuk mengobati depresi
pada demensia dini.
(Grade B)
Terapi reminiscence dapat digunakan pada pasien dengan depresi
dan kecemasan.
(Grade B)
PENGURANGAN GANGGUAN EMOSI: ANSIETAS DAN
DEPRESI
PERAWATAN LINGKUNGAN
Lingkungan memiliki peranan penting terhadap masalah perilaku
orang dengan d